Unsur Unsur Dakwah Pengertian Dan Unsur-Unsur Dakwah

sekedar peningkatan pemahaman keagamaan dalam tingkah laku dan pandangan hidup saja, tetapi menuju sasaran yang lebih luas”. 14

2. Unsur Unsur Dakwah

a Subjek Dakwah Da’i Subjek dakwah adalah “orang yang melaksanakan tugas dakwah. Pelaksanaan tugas dakwah ini bisa perorangan atau kelompok. Pribadi atau atau subjek adalah sosok manusia yang punya keteladanan yang baik dalam segala hal” 15 . Untuk mendukung keberhasilan dakwah, seorang da’i harus memiliki kamampuan-kemampuan. Adapun kemampuan-kemampuan yang harus dimiliki seorang da’i adalah: 1 Memiliki pemahaman agama Islam secara tepat dan benar 2 Memiliki pemahaman hakekat gerakan atau tujuan dakwah 3 Mengetahui akhlakul karimah 4 Mengetahui perkembangan pengetahuan yang relatif luas 5 Mencintai audience atau mad’u dengan tulus 14 Quraiah Syihab, Membumikan Al-Quran, Bandung: Mizan, 1993, h. 194. 15 Rafiuddin, Maman Abdul Jalil., Prinsip dan Strategi Dakwah, Bandung: CV Pustaka Setia, 1997, cet, ke-1, h. 47. 15 6 Mengenal kondisi lingkungan dengan baik. 16 b Objek Dakwah Mad’u Menurut Wardi Bachtiar objek dakwah adalah manusia, baik seorang atau lebih, yaitu masyarakat. Di dalam masyarakat terdapat kelompok-kelompok, lapisan-lapisan, lembaga-lembaga, nilai-nilai, norma-norma, kekuasaan, dan proses perubahan. 17 Atau objek disebut mad’u atau sasaran dakwah, yaitu ”orang- orang yang diseru, dipanggil, atau diundang, maksudnya ialah orang yang diajak ke dalam Islam sebagai penerima dakwah”. 18 Mad’u objek dakwah dilihat dari stratifikasi kelompok masyarakat berdasarkan letak geografis adalah sebagai berukut: 1 Masyarakat kota, yaitu kehidupan masyarakat yang cenderung individualis kompetisi untuk meningkatkan status sosial yang sangat terasa sekali, sehingga nilai yang berkembang menjadi labih materlialis dan rasionalis. Pola fikir rasionalis merupakan titik utama yang perlu diperhatikan oleh para juru dakwah, karena itu materi dakwah yang disajikan dengan lebih menggunakan pendekatan rasional. 16 Abdul Munir Mulkam., Ideologi Gerakan Dakwah, Yogyakarta: Sipress, 1996, cet. Ke-1, h.238-239 17 Wardi Bachtiar. Metodologi Penelitian Ilmu Dakwah, hal. 35. 18 A.H. Hasanudin, Retorika Dakwah dan Publisistik Dalam Kepemimpinan, Surabaya: Usaha Nasional, 1982, cet. Ke-1, h. 34. 16 2 Mayarakat desa, yaitu: kehidupan masyarakat desa yang erat hubunganya dengan alam, mengandalkan sesuatu dengan mengandalkan kekayaan alam sekitarnya membawa mereka kepada pola fikir yang cenderung lebih sederhana dibandingkan dengan masyarakat kota, sehingga berdakwah di hadapan masyarakat desa tidak pelu mempergunakan ilmiah yang memungkinkan terjadinya kesalahfahaman karena tidak komunikatif. Masyarakat penggilingan cakung, jakarta timur termasuk masyarakat kampung walaupun masyarakat daerahnya perkotaan karena masyarakatnya saling gotong royong dan saling membantu satu dengan yang lainya dan pola fikir masyarakat penggilingan cakung, jakarta timur cenderung lebih sederhana sehingga berdakwah di hadapan masyarakat penggilingan cakung. Jakarta timur tidak perlu mempergunakan ilmiah yang memungkinkan terjadinya kesalahfahan karena tidak komunikatif. 3 Masyarakat primitif, yaitu: masyarakat yang terbelakang di segala bidang peradaban dan kebudayaanya masih asli dan sangat sederhana, tetap dengan kondisi seperti ini justru diperlukan para juru dakwah yang serba bisa. Dapat membimbing mereka langsung dalam kehidupan sehari-hari, sehingga dakwah yang labih cocok 17 adalah dakwah dengan pendekatan bil hal perbuatan atau tingkah laku. 19 Jadi, objek dakwah adalah sasaran bagi kegiatan dakwah, yakni individu atau perorangan maupun kelompok masyarakat dalam arti luas. c Media Dakwah Wasilah Da’wah Media barasal dari bahasa latin yaitu median yang berarti alat perantara, sedangkan menurut istilah media berarti segala sesuatu yang dapat dijadikan sebagai alat perantara untuk mencapai suatu tujuan tertentu. 20 Adapun ”media dakwah adalah segala sesuatu yang dapat dipergunakan sebagai alat untuk mencapai tujuan dakwah yang telah ditentukan. Media dakwah yang dimaksud dapat berupa barang material, orang, tempat, kondisi tertentu dan sebagainya”. Dari definisi diatas, maka media dakwah adalah semua peralatan baik lisan, cetak maupun elektronik yang digunakan untuk menyampaikan pesan-pesan dakwah dalam rangka mencapai tujuan dakwah. Secara garis besar media dakwah dapat digolongkan menjadi lima, yaitu: 1 Lisan, merupakan media yang paling mudah digunakan, yaitu dengan menggunakan lidah dan suara; 19 Basrah Lubis, Pengantar Ilmu Dakwah, Jakarta: CV. Tursina, 1993, h. 46-48. 20 Asmuni Syukir, Dasar Dasar Strategi Dakwah Islam, Surabaya: al-ikhlas, 1983, h. 168. 18 2 Tulisan, media ini berfungsi untuk menggantikan keberadaan da’i dalam poses dakwah, tulisan dapat menjadi alat komunikasi anatara da’i dan mad’u; 3 Lukisan atau gambar atau illustrasi, media ini dapat berfungsi sebagai penarik lisan, merupakan media yang cukup mudah penggunaanya, yaitu dengan perhatian dan minat mad’u dalam mempertegas pesan dakwah; 4 Audio Visual, media ini merangsang indera penglihatan dan pendengaran mad’u. 5 Akhlak, yaitu langsung dimanifestasikan dalam tingkah laku mad’u. Dilihat dari dari segi sifatnya, media dakwah dapat digolongkan menjadi dua, yaitu: 1 Media Tradisional Berbagai macam seni dan pertunjukan yang secara tradisional dipentaskan di depan umum terutama sabagai hiburan yang memiliki sifat komunikasi seperti; drama, pewayangan dan lain- lain; 19 2 Media Modern Media yang di hasilkan dari teknologi yaitu: televisi, radio, majalah, dan lain sebagainya. 21 d Materi Dakwah Maudhu Ad-Da’wah Materi dakwah bersumber dari Al-Qur’an dan Al-Haadits yang meliputi berbagai aspek, di antaranya adalah aqidah, syari’ah dan akhlak dengan berbagai macam ilmu yang diperoleh darinya. 22 Menurut Quraish Shihab materi dakwah yang dikemukakan oleh Al-Qur’an berkisar pada tiga masalah pokok yaitu: aqidah, akhlak dan hukum. Pada pokoknya, materi-materi tersebut tercermin dalam tiga hal: 1 Bagaimana ide-ide agama dipaparkan hingga dapat mengembangkan gairah generasi muda untuk mengetahui hakikat- hakikatnya melalui hal yang positif; 2 Sumbangan agama ditujukan pada masyarakat luas yang sedang membangun, khususnya di bidang sosial, ekonomi dan budaya; 3 Studi tentang dasar-dasar pokok berbagai agama yang dapat menjadi landasan bersama demi mewujudkan kerjasama antar pemeluk agama tanpa mengabaikan identitas masing-masing. 23 21 Adi Sasono, Solusi Islam atas Problemantika Umat Ekonomi, Pendidikan dan Dakwah, Jakarta: Gema Insani Press, 1998 cet. Ke-1, h. 154. 22 Wardi Bachtiar. Metode Penelitian Dakwah, Jakarta:Logos, 1997, cet. Ke-1, h. 33. 20 e Metode Dakwah Uslub Uslub artinya metode atau seni. Uslub dakwah ialah ilmu yang mempelajari bagaimana cara berkomunikasi secara langsung dan mengatasi kendala-kendalanya. Sumber pokok metode dakwah yang dijadikan pegangan antara lain Al-Qur’an, Hadits, Sirah sejarah, Salafus Shalih, Tabi’in an atbaat tabi’in. 24 Adapun metode-metode yang ditempuh Al-Qur’an adalah: 1 Mengemukakan kisah-kisah yang bertalian dengan salah satu tujuan materi. Kisah-kisah dalam Al-Qur’an berkisar pada perisiwa-peristiwa sejarah yang terjadi dengan menyebut pelaku- pelaku dan tempat terjadinya. 2 Nasihat dan panutan. Al-Qur’an Al-Karim juga menggunakan kalimat-kalimat yang menyentuh hati untuk mengarahkan manusia kepada ide-ide yang dikehendakinya. 3 Pembisaan mempunyai peran yang sangat besar dalam kehidupan manusia, karena dengan kebisaan, seseorang mampu melakukan hal-hal penting dan berguna tanpa menggunakan energi dan waktu yang banyak. 23 M. Quraih Shihab. Membimukan Al-Qur’an, Bandung: Mizan Media Utama,1994, h. 193. 24 Said bin Ali Kotani, Dakwah Islam Bijak, Jakarta: Gema Insani Press, 1994, h. 9. 21 Metode dakwah adalah cara-cara yang digunakan da’i untuk menyampaikan materi dakwah, Al-Qur’an menjelaskan tentang metode dakwah dalam surat an- nahl ayat 125 yaitu: Pertama, Hikmah ialah dengan cara bijaksana, akal budi yang mulia, yang lapang dan hati yang bersih menarik perhatian orang kepada agama, atau kepada kepercayaan terhadap tuhan. Maksudnya adalah dapat menarik orang yang belum maju kecerdasanya dan tidak dapat dibantah oleh orang yang lebih pintar, kebijaksanaan itu bukan saja dengan ucapan mulut, melainkan termasuk juga dengan tindakan dan sikap hidup, kadang-kadang lebih berhikmah ”diam” dari pada ”berkata”. 25 Kedua, Al-Mau’idzatul Hasanah adalah pengajaran yang baik atau pesan- pesan yang baik, yang disampaikan sebagai nasihat. Jadi, Al-Mau’idzatul Hasanah adalah yang dapat masuk ke dalam hati dengan penuh kasih sayang dan ke dalam perasaan dengan penuh kelembutan, tidak berupa larangan terhadap sesuatu yang tidak harus dilarang, baik menjelek-jelekan atau membongkar kesalahan. Sebab, kelemah-lembutan dalam menasehati Al-Mau’idzah sering kali dapat meluluhkan hati yang keras dan menjinakan qolbu yang liar. Ketiga, Jadilhum Billati Hiya Ahsan adalah bantahlah mereka dengan cara yang baik. Kalau terpaksa timbul pembantahan atau pertukaran fikiran, yang di zaman ini disebut polemik, ayat ini menyeru, agar hal yang demikian, kalau sudah tidak dapat di elakan lagi. Pilihlah jalan yang sebaik-baiknya. Di antaranya ialah 25 Hamka, Tafsir Al-Azhar juz 13-15, Jakarta: Pustaka Panji Mas, 1983, h. 321 22 membedakan pokok soal yang tengah dibicarakan dengan perasaan benci atau sayang kepada pribadi orang yang tengah diajak berbantah. 26

B. Proses Belajar Mengajar