Latar Belakang Masalah Unsur - unsur dakwah pada proses belajar mengajar santri Pondok Pesantren Nahdlatul Wathan Jakarta Timur

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Dakwah Islamiyah yang dilakukan Nabi Muhammad SAW telah berhasil membentuk masyarakat Islami. Oleh karena itu perjalanan yang menuju sebuah masyarakat ideal, mutlak memerlukan proses dakwah. Hal ini disebabkan karena dakwah akan memberikan landasan filosofis serta memberi kerangka dinamika dan perubahan sistem dalam proses perwujudan masyarakat yang adil dan makmur. 1 Karena pada hakekatnya dakwah adalah menyeru kepada umat Islam untuk menuju kepada jalan kebaikan, memerintah yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar dalam rangka memperoleh kabahagiaan di dunia dan kesejahteraan di akhirat. 2 Metode yang sering digunakan dalam berdakwah, khususnya para aktivis dakwah da’i dan umumnya bagi para muslim diantaranya yaitu: dakwah bil hikmah atau dakwah teori dan praktek, sedangkan bentuk dakwah yang bisa diterapkan, antara lain yaitu dakwah dengan lisan, tulisan atau dakwah bil qolam, dan dakwah dengan perbuatan atau dakwah bil hal. Dakwah dengan lisan dapat berupa ceramah, khutbah, dan lain sebagainya. Dakwah dengan tulisan berupa buku atau kitab dan lain-lain. Sedangkan dakwah bil hal berupa kegiatan-kegiatan yang berlangsung menyentuh kepada masyarakat. Dari banyak metode tersebut, juga diterapkan di Pondok Pesantren Nahdlatul Wathan Jakarta. 1 Amrullah, Ahmad, editor. Dakwah Islam Dan Perubahan Sosial, Yogyakarta : Primaduta, 1983, h.285. 2 Rafi’udin dan Maman Abdul Jaliel, Prinsip Dan Strategi Dakwah, Bandung : CV Pustaka Setia, 1997, Cet. Ke-1, h. 25 1 Pondok pesantren sebagai suatu lembaga pendidikan berkembang sesuai dengan tuntutan dan perkembangan zaman. Jika pada awal-awal berdirinya lebih dimaksudkan untuk mempersiapkan kader-kader bangsa yang pakar di bidang agama tafaqquh fi al-din, dewasa ini pesantren telah memasukkan pengetahuan- pengetahuan umum sebagai kurikulum dan menjadi kurikulum wajib yang harus dipelajari oleh para santri. Ini dimaksudkan agar pesantren selalu relevan dengan tantangan dan kemajuan zaman. Sejak kemunculannya, pesantren memang telah berfungsi sebagai lembaga pendidikan yang langsung mengambil sasaran kelompok masyarakat yang status sosial ekonominya lemah. Dalam pendidikan pesantren, selain mutu intelektualitas dan spiritualitas diutamakan, seorang santri harus memiliki sikap- sikap ketawadluan, pengabdian kepada masyarakat, ikhlas beramal, dan sikap mementingkan kebersamaan. Pondok Pesantren Nahdlatul Wathan Ponpes NW merupakan salah satu pondok pesantren yang didirikan dengan niat yang sama dengan ketentuan-ketenuan di atas sehingga diharapkan lulusan-lulusan mutakharrijin nya dapat berkiprah di tengan-tengah masyarakat. Juga, dapat merealisasikan cita-cita Nahdhatul Wathan, yaitu membangun bangsa dan membangun tanah air sebagaimana tertuang dalam doa yang senantiasa dibaca dan diucapkan oleh warga Nahdlatul Wathan berikut. ”Ya, Allah, makmurkanlah negeri kami dengan air-air Nahdlatul Wathan dan sinarilah negeri kami dengan bintang-bintang Nahdhatul Wathan Anugerah di balik Musibah”. Boleh disebut begitu berdirinya Pondok Pesantren Nahdhatul Wathan Jakarta. 2 Bermula, sejumlah calon tenaga kerja Indonesia TKI asal Pulau Lombok, Nusa Tenggara Barat berniat ke Saudi Arabia untuk mencari pekerjaan. Tapi, mereka ditipu oleh oknum PJTKI yang mengurusnya sehingga mereka terdampar di Jakarta. Mereka sebagian besar tinggal di daerah Penggilingan, Cakung, Jakarta Timur. Mereka ditampung penduduk setempat yang umumnya penduduk asli, Betawi, yang sangat fanatik pada agama Islam. Mereka adalah alumnus-alumnus Pondok Pesantren Darun Nahdlatain, pesantren yang bernaung di bawah organisasi kemasyarakatan Nahdlatul Wathan, berdiri tahun 1935. Pondok ini didirikan oleh Tuan Guru Kiai Haji Muhammad Zainuddin Abdul Madjid yang juga pendiri Nahdlatul Wathan di Pulau Lombok, Nusa Tenggara Barat. Di pemukiman baru ini mereka mengajar mangaji Al Qur’an dari rumah ke rumah dengan sasaran anak-anak dan ibu-ibu. Mereka mendapat sambutan dan dukungan penduduk setempat. Mereka bersama-sama membina kegiatan keagamaan ini. Kegiatan ini berkembang menjadi sebuah majelis taklim dengan peserta tidak kurang dari 200 orang lebih. Melihat perkembangan pengajian yang sangat pesat, muncul gagasan atau inisiatif menghimpun dana untuk membeli sepetak tanah seluas 200 meter persegi. Itu terjadi sekitar tahun 1979. Pada awalnya, hingga beberapa waktu lamanya, pengajian anak-anak dan majelis taklim itu belum bernama. Ustadz Suhaidi menjelaskan, di pengajian ibu-ibu masyarakat waktu itu menuntut pengajian diberi nama. Daripada dinamakan dengan sembarang nama, kita namakan saja Nahdlatul Wathan. Karena kita lahir dari Nahdlatul Wathan dan untuk Nahdlatul Wathan. Tidak terbayang waktu itu, adanya lembaga-lembaga pesantren seperti sekarang ini. Jangankan punya 3 lembaga, punya tanah pun tidak pernah terbayang. Dalam perkembangan selanjutnya, untuk memformalisasikan kegiatan menjadi sebuah lembaga pembinaan keberagamaan yang resmi, Pengurus Besar Nahdlatul Wathan memberikan Surat Keputusan tentang Pengesahan Pembentukan Majelis Taklim Nahdlatul Wathan Pisangan, Penggilingan, Cakung, Jakarta Timur. pada 4 Juni 1987. Saat ini Pondok Pesantren NW Jakarta berdiri di atas tanah seluas 4200 meter persegi berstatus tanah wakaf dari jemaah NW. Keseluruhan lembaga- lembaga pendidikan NW tersebut memiliki santrisiswajemaahanggota sekitar 9.050 orang. Jumlah terbesar adalah anggota jamaah wiridthariqah sebanyak sekitar 5.000 orang dan majelis taklim yang terdiri dari bapak-bapak, ibu-ibu, dan kaum remaja sekitar 3.000 orang. Jumlah santrisiswa sekitar 1.000 anak. Dalam operasionalnya, Ponpes NW didukung 163 orang Sumber Daya Manusia SDM. Berdasarkan uraian dari latar belakang di atas, penulis bermaksud untuk melakukan penelitian ilmiah yang akan dituangkan dalam skripsi dengan judul : ”UNSUR-UNSUR DAKWAH PADA PROSES BELAJAR MENGAJAR SANTRI PONDOK PESANTREN NAHDLATUL WATHAN JAKATRA TIMUR” 4

B. Pembatasan Dan Perumusan Masalah