Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pasien Diabetes Mellitus Melakukan Pemeriksaan Mata Retinopati Diabetik Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan

(1)

FAKTOR – FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PASIEN

DIABETES MELITUS MELAKUKAN PEMERIKSAAN

MATA RETINOPATI DIABETIK di POLI KLINIK

PENYAKIT DALAM RSUP HAM

SKRIPSI

Oleh

Dasni Inriani Harianja

091121015

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2011


(2)

(3)

(4)

PRAKATA

Puji dan Syukur Penulis Panjatkan Kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat dan Karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul “Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pasien Diabetes Mellitus Melakukan Pemeriksaan Mata Retinopati Diabetik Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan”.

Penulisan Skripsi ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak, untuk itu penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. dr. Dedi Ardinata, M.Kes selaku Dekan Fakultas Keperawatan USU

2. Bapak Mula Tarigan S.Kp, M.Kes selaku dosen pembimbing I skripsi yang telah memberikan bimbingan, koreksi dan arahan dalam menyelesaikan skripsi ini.

3. Bapak Iwan Rusdi SKp,MNS sebagi dosen pembimbing II skripsi yang telah memberikan bimbingan, koreksi dan arahan dalam menyelesaikan proposal ini.

4. Bapak Ikhsanudin Harahap, S.Kp. MNS sebagai penguji pada proposal ini. 5. Dr. M. Nur Rasyid Lubis, SPB FINACS selaku direktur RSUP HAM

6. Dr. Dharma Indarto, SpPD, KEMD selaku Ka. Bid endokrin RSUP HAM dan semua pihak RSUP yang turut membantu dalam menyelesaikan penelitian ini 7. Kedua orang tua, dan adik-adik saya yang selalu memberikan doa dan


(5)

8. Dan kepada semua teman-teman Fkep ’09 jalur B yang, kiranya Tuhan yang akan membalas setiap kebaikan semua pihak yang telah menolong peneliti dalam menyelesaikan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan ini masih banyak terdapat kekurangan yang bersifat penulisan ataupun substansi. Harapan penulis semoga karya ini bermanfaat bagi kemajuan pendidikan dan pengetahuan keperawatan.

Medan, 07 Januari 2011 Peneliti


(6)

DAFTAR ISI

Halaman Judul

Lembar Pengesahan ... i

Prakata ... ii

Daftar isi ... iv

Daftar Grafik ... vi

Abstrak ... vii

Bab 1.Pendahuluan ... 1

1. Latar belakang ... 1

2. pertanyaan penelitian ... 5

3. Tujuan penelitan ... 5

4. Manfaat penelitian ... 6

Bab 2. Tinjauan pustaka ... 7

1. Konsep Diabetes Mellitus ... 7

1.1 Pengertian ... 7

1.2 Etiologi ... 8

1.3 Patofisiologi ... 9

1.4 Komplikasi ... 10

1.5 penatalaksanaan ... 10

2. Konsep Retinopati Diabetik ... 11

2.1 Pengertian retinopati diabetik... 11

2.2 Klasifikasi retinopati diabetik ... 11

2.3 Patofisiologi ... 13

2.4 Faktor-faktor yang mempengaruhi pasien DM melakukan pemeriksaan retinopati diabetik... 14

2.5 Penatalaksanaan retinopati diabetik... 20

Bab 3. Kerangka konseptual ... 22

1. Kerangka konsep ... 22

2. Defenisi operasional ... 23

Bab 4. Metodologi penelitian ... 24

1. Desain penelitian ... 24

2. Populasi dan sampel penelitian ... 24

2.1 Populasi ... 24

2.2 Sampel ... 24

3. Lokasi penelitian ... 25

4. Pertimbangan etik ... 26


(7)

6. Uji validitas dan reliabilitas ... 28

7. Pengumpulan data ... 29

8. Analisa data ... 30

Bab 5. Hasil dan Pembahasan ... 31

1. Hasil ... 31

2. Pembahasan... 39

Bab 6. Kesimpulan dan Saran ... 47

1. Kesimpulan ... 47

2. Saran ... 47

Daftar pustaka

Lembar Persetujuan Responden Jadwal Tentatif Penelitian Taksasi dana

Instrumen penelitian Riwayat hidup


(8)

DAFTAR GRAFIK

Grafik 1. Distribusi Frekuensi dan Persentase Berdasarkan Data Demografi Grafik 2. Distribusi Frekuensi dan Persentase Responden Berdasarkan Tingkat

Pengetahuan

Grfaik 3. Distribusi Frekuensi dan Persentase Responden Berdasarkan Satus Ekonomi

Grafik 4. Distribusi Frekuensi dan Persentase Responden Berdasarkan Persepsi Grafik 5. Distribusi Frekuensi dan Persentase Responden Berdasarkan Fasilitas


(9)

Judul : Faktor – Fakor yang Mempengaruhi Pasien Diabetes Mellitus Dalam Melakukan Pemeriksaan Mata Dengan Retinopati Diabetik di Poli Klinik RSUP HAM.

Nama : Dasni Inriani Harianja NIM : 091121015

Jurusan : Sarjana Keperawatan (S.Kep) Tahun : 2010

Abstrak

Diabetes Melitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemi yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya. Faktor – faktor yang mempengaruhi pasien Dabetes Mellitus melakukan pemeriksaan mata dengan Retinopati Diabetik meliputi faktor tingkat pengetahuan, faktor status ekonomi, faktor persepsi, dan faktor fasilitas pelayanan kesehatan.Penelitian ini bertujuan Untuk mengetahui faktor- faktor yang mempengaruhi pasien Diabetes Melitus melakukan pameriksaan Retinopati Diabetik di Poliklinik Penyakit Dalam RSUP H. Adam Malik Medan. Desain penelitian yang digunakan adalah deskriptif. Besar sampel adalah 82 orang dengan metode pengambilan sampel yang digunakan adalah purposive sampling. Analisa data menggunakan statistik deskriptif. Menggunakan uji reliablitas dengan nilai 0,7 dan uji validitas kepada dosen yang berkompeten dibidang endokrin. Hasil penelitian diperoleh bahwa faktor tertinggi adalah faktor tingkat pengetahuan 31,60% dan faktor terendah adalah faktor ekonomi 18,90%. Untuk itu disarankan pada perawat agar dapat memberikan asuhan keperawatan yang optimal pada pasien diabetes mellitus. Hal ini dapat dilakukannya penyuluhan peningkatan pengetahuan lebih lagi tentang pengetahuan diabetes melitus dan pencegahan komplikasi yang dapat disebabkan oleh diabetes mellitus. Karakteristik responden mayoritas berusia >50 tahun, mayoritas pendidikan SD, dengan mayoritas suku lain – lain dan pendapatan mayoritas < Rp 1.000.000,00.


(10)

Judul : Faktor – Fakor yang Mempengaruhi Pasien Diabetes Mellitus Dalam Melakukan Pemeriksaan Mata Dengan Retinopati Diabetik di Poli Klinik RSUP HAM.

Nama : Dasni Inriani Harianja NIM : 091121015

Jurusan : Sarjana Keperawatan (S.Kep) Tahun : 2010

Abstrak

Diabetes Melitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemi yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya. Faktor – faktor yang mempengaruhi pasien Dabetes Mellitus melakukan pemeriksaan mata dengan Retinopati Diabetik meliputi faktor tingkat pengetahuan, faktor status ekonomi, faktor persepsi, dan faktor fasilitas pelayanan kesehatan.Penelitian ini bertujuan Untuk mengetahui faktor- faktor yang mempengaruhi pasien Diabetes Melitus melakukan pameriksaan Retinopati Diabetik di Poliklinik Penyakit Dalam RSUP H. Adam Malik Medan. Desain penelitian yang digunakan adalah deskriptif. Besar sampel adalah 82 orang dengan metode pengambilan sampel yang digunakan adalah purposive sampling. Analisa data menggunakan statistik deskriptif. Menggunakan uji reliablitas dengan nilai 0,7 dan uji validitas kepada dosen yang berkompeten dibidang endokrin. Hasil penelitian diperoleh bahwa faktor tertinggi adalah faktor tingkat pengetahuan 31,60% dan faktor terendah adalah faktor ekonomi 18,90%. Untuk itu disarankan pada perawat agar dapat memberikan asuhan keperawatan yang optimal pada pasien diabetes mellitus. Hal ini dapat dilakukannya penyuluhan peningkatan pengetahuan lebih lagi tentang pengetahuan diabetes melitus dan pencegahan komplikasi yang dapat disebabkan oleh diabetes mellitus. Karakteristik responden mayoritas berusia >50 tahun, mayoritas pendidikan SD, dengan mayoritas suku lain – lain dan pendapatan mayoritas < Rp 1.000.000,00.


(11)

BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

American Diabetes Association (ADA) menyatakan bahwa Diabetes Melitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemi yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya (Soegondo, 2005). Penyakit Diabetes Melitus (DM) merupakan penyakit

degeneratif yang memerlukan upaya penanganan yang tepat dan serius, karena

jika tidak dampak dari penyakit tersebut akan membawa komplikasi penyakit serius lainnya (Melayu, 2008).

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) tahun 2004 menyatakan bahwa tahun 2003 terdapat lebih dari 200 juta orang dengan diabetes di dunia. Angka ini akan bertambah menjadi 333 juta orang di tahun 2025. Diperkirakan bahwa jumlah penderita diabetes di seluruh dunia akan meningkat dari 117 juta pada tahun 2000 menjadi 336 juta tahun 2030.

Di Asia juga diramalkan diabetes akan menjadi epidemi yang disebabkan oleh pola masyarakat Asia yang tinggi karbohidrat dan lemak disertai kurangnya berolahraga (Admin, 2008). Di Negara berkembang seperti Indonesia merupakan daerah yang paling banyak terkena dalam abad ke 21 ini. Indonesia merupakan negara dengan jumlah diabetes ke 4 terbanyak di dunia. Pada tahun 2000 di Indonesia terdapat 8,4 juta diabetes dan di perkirakan akan menjadi 21,3 juta pada tahun 2030 (Soegondo & Sukardji, 2008). Diperkirakan penduduk Indonesia


(12)

diatas 20 tahun sebesar 125 juta dan dengan asumsi prevalensi DM sebesar 4,6%. Berdasarkan pola pertambahan penduduk seperti saat ini, diperkirakan pada tahun 2020 nanti akan ada sejumlah 178 juta penduduk berusia 20 tahun dan dengan asumsi prevalensi DM sebesar 4,6% akan didapatkan 8,2 juta pasien diabetes (Soegondo, 2005). Retinopati Diabetes merupakan kelainan retina yang ditemukan pada penderita diabetes mellitus. Retinopati akibat diabetes mellitus yang lama yang dapat berupa melebarnya vena, perdarahan dan eksudat lemak (Ilyas, 2006). Pada retinopati diabetik secara perlahan terjadi kerusakan pembuluh darah retina atau lapisan saraf mata sehingga mengalami kebocoran sehingga terjadi penumpukan cairan (eksudat) yang mengandung lemak serta pendarahan pada retina yang lambat laun dapat menyebabkan penglihatan buram, bahkan kebutaan. Bila kerusakan retina sangat berat, seorang penderita diabetes dapat menjadi buta permanen sekalipun dilakukan usaha pengobatan (Admin, 2008).

Retinopati Diabetik merupakan penyulit penyakit diabetes yang paling penting karena insidennya cukup tinggi yaitu mencapai 40-50% penderita diabetes (Ilyas, 2006). Kebutaan akibat Retinopati Diabetik juga diperkirakan meningkat secara dramatis (Admin, 2008).

WHO tahun 2004 melaporkan 4,8% penduduk di seluruh dunia manjadi buta akibat Retinopati Diabetik. Retinopati Diabetik merupakan penyebab utama kebutaan pada penderita diabetes di seluruh dunia, disusul katarak. Di Amerika Serikat terdapat kebutaan 5000 orang pertahun akibat Retinopati Diabetik, sedangkan di Inggris Retinopati Diabetik merupakan penyebab kebutaan nomor empat dari seluruh penyebab kebutaan. (Ilyas, 2004). Bila terjadi kerusakan retina


(13)

sangat berat, seorang penderita diabetes dapat juga menjadi buta permanen sekalipun dilakukan usaha pengobatan (Melayu, 2008). Dalam urutan penyebab kebutaan diseluruh dunia, retinopati diabetik menempati urutan ke empat (Admin, 2008).

Data resmi jumlah penderita Retinopati Diabetik di Indonesia belum ada. Data Poliklinik Mata RS Cipto Mangunkusumo (RSCM) yang tidak dipublikasikan menunjukkan bahwa Retinopati Diabetik merupakan kasus terbanyak yang dilayani di Klinik Vitreo-Retina. Dari seluruh kunjungan pasien Poliklinik Mata RSCM, jumlah kunjungan pasien dengan Retinopati Diabetik meningkat dari 2,4 persen tahun 2005 menjadi 3,9 persen tahun 2006 (Admin, 2008).

Seringkali pasien Retinopati Diabetik tidak mengalami tanda dan gejala sekalipun sudah dalam tahap Proliferatif Diabetik Retinopati (PDR) yang berat sampai terjadi perdarahan badan kaca yang mengisi rongga mata, menyebabkan pasien mengeluh melihat bayangan benda- benda hitam melayang yang mengikuti pergerakan mata atau mengeluh medadak penglihatannya terhalang.

Penyebab gangguan penglihatan lainnya pada penderita retinopati diabetik adalah bengkak atau menumpuknya cairan didaerah pusat retina sehingga pasien mulai mengalami kesulitan membaca/menulis, menonton TV, atau mengenali muka orang yang berakibat kebutaan dan umumnya sulit untuk di obati (Admin, 2008). Oleh karena itu, penderita diabetes harus memeriksakan matanya pada seorang dokter mata (oftalmologis) setiap tahun, bahkan bila mereka tidak memiliki keluhan penyakit mata sekalipun.


(14)

Assosiasi Diabetes Amerika menyarankan pemeriksaan mata dilakukan sekali mulai 3 hingga 5 tahun setelah di diagnosis menderita diabetes tipe I dan segera setelah di diagnosis menderita diabetes tipe II (Viktor, 2008). Komplikasi diabetes termasuk kebutaan, dapat juga dicegah dengan kontrol yang baik dan deteksi dini untuk identifikasi penyakit dan terapi seawal mungkin. Untuk skrining diabetes dan Retinopati Diabetik perlu dikembangkan strategi yang tepat.

Di India telah dilakukan skrining dengan telemedicine. Di Indonesia juga sudah banyak didirikan pusat kesehatan yang mampu memberikan layanan

komprehensif bagi penderita diabetes, tetapi masih terkonsentrasi di kota-kota

besar sehingga cakupannya masih sangat kurang (Viktor, 2008).

Prinsip utama dalam menangani Retinopati Diabetik adalah pencegahan dengan deteksi dini sebelum terjadi gangguan penglihatan yang berat. Walaupun belum mengeluh dan tanpa melihat berapa lama dia menderita diabetes, seorang pasien harus dirujuk ke dokter mata untuk menjalani pemeriksaan mata awal (skrining). Apabila Retinopati diabetik sudah teridentifikasi, dilakukan manajemen sedini mungkin bagi penderita dengan melakukan pemeriksaan mata secara berkala, minimal dilakukan satu kali setahun (Viktor, 2008).

Sayangnya, banyak penderita diabetes yang tidak memeriksakan matanya setahun sekali untuk mengetahui apakah telah mengalami retinopati atau penyakit mata lainnya yang disebabkan diabetes. Akibatnya mereka tidak mengetahui bahwa mereka telah mengidap retinopati sampai akhirnya kehilangan penglihatan yang signifikan. Retinopati Diabetik merupakan penyebab utama dari kebutaan


(15)

baru pada orang-orang yang berusia 20-74 tahun. Para ahli percaya banyak kasus-kasus kehilangan penglihatan dan kebutaan sebenarnya dapat dicegah dengan melakukan pemeriksaan mata tahunan pada penderita diabetes (Melayu, 2008).

Data survey yang diperoleh dari Rekam Medik RSUP H. Adam Malik Medan yaitu penderita DM pada enam bulan terakhir sebelum dilakukan penelitian sebanyak 546 orang. Dari hasil data yang diperoleh hanya 2 orang penderita DM yang melakukan pemeriksaan Retinopati Diabetik kebagian spesialis mata pada satu terakhir tersebut. Namun, berdasarkan informasi yang ada bahwa penderita DM banyak yang menderita komplikasi Retinopati Diabetik yang tidak memeriksakannya kebagian spesialis mata dengan berbagai alasan dan faktor-faktor tertentu (Rekam Medik RSUP H. Adam Malik Medan, 2010).

Dengan adannya berbagai kasus dan fenomena di atas maka peneliti tertarik ingin melakukan penelitian tentang faktor-faktor yang mempengaruhi pasien DM melakukan pemeriksaan Retinopati Diabetik.

2. Pertanyaan Penelitian

Faktor-faktor apa yang mempengaruhi pasien Diabetes Melitus melakukan pemeriksaan Retinopati Diabetik di Poliklinik Penyakit Dalam RSUP H. Adam Malik Medan.

3. Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui faktor- faktor yang mempengaruhi pasien Diabetes Melitus melakukan pameriksaan Retinopati Diabetik di Poliklinik Penyakit Dalam RSUP H. Adam Malik Medan.


(16)

4. Manfaat Penelitian

4.1. Bagi Praktek Keperawatan

Sebagai bahan informasi yang sangat berharga tentang faktor-faktor yang dapat mempengaruhi pasien DM melakukan pemerikasaan Mata Dengan Retinopati Diabetik untuk memberikan pendidikan kesehatan secara optimal dalam memotivasi pasien untuk melakukan pemeriksaan mata sehingga dapat mengurangi komplikasi yang akan terjadi dari penyakit DM apabila tidak dilakukan pemeriksaan segera.

4.2. Bagi Pendidikan Keperawatan

Diharapkan hasil penelitian ini dapat menjadi bahan informasi bagi institusi pendidikan keperawatan terutama di bidang keperawatan medikal bedah sehingga dapat menambah pengetahuan dan mengetahui mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi pasien diabetes mellitus melakukan pemeriksaan mata dengan retinopati diabetik.

4.3. Bagi Penelitian Keperawatan

Sebagai penambah informasi dan sebagai dasar untuk penelitian yang akan datang dalam ruang lingkup keperawatan medikal bedah mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi pasien diabetes mellitus melakukan pemeriksaan mata dengan retinopati diabetik.


(17)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1. Konsep Diabetes Mellitus

1.1.Pengertian Diabetes Mellitus

Penyakit Diabetes Melitus (DM) atau kencing manis, seringkali juga disapa dengan ”Penyakit Gula” karena memang jumlah atau konsentrasi glukosa atau gula di dalam darah melebihi keadaan normal (Soegondo & Sukardji, 2008). Diabetes merupakan penyakit tertua pada manusia. Nama lengkapnya adalah Diabetes Melitus, berasal dari kata Yunani : siphon (pipa) dan gula yang menggambarkan gejala diabetes yang tidak terkontrol, yakni keluarnya sejumlah urin manis karena mengandung gula (glukosa) (Bilous, 2003).

Diabetes Melitus adalah penyakit kronik yang terjadi ketika pankreas tidak dapat memproduksi insulin yang cukup, atau sebaliknya, ketika tubuh tidak mampu secara efektif menggunakan insulin yang telah di produksi tersebut (WHO, 2006).

Penyakit diabetes melitus merupakan suatu penyakit yang bersifat universal, dengan pengertian penyakit ini dapat ditemukan di seluruh dunia, termasuk di Negara yang belum berkembang. Menurut laporan WHO 1985 prevalensi penyakit ini bervariasi dari 1% sampai 25%. Di Indonesia survei populasi telah dilakukan di beberapa daerah dengan hasil prevalensi berkisar antara 1,4- 6,8% (Adam, 2005).


(18)

Insulin merupakan hormon yang di hasilkan oleh kelenjar pankreas yang berfungsi membantu tubuh mendapatkan energi dari makanan yang diubah menjadi glukosa yang beredar keseluruh tubuh melalui peredaran darah. Tubuh akan menyimpan glukosa didalam sel-sel ( sel otot, jantung, lemak, hati dll) untuk kemudian digunakan sebagai sumber energi. Hormon insulin dari penkreas ini berfungsi sebagai anak kunci untuk membuka pintu masuk kedalam sel (Soegondono & Sukardji, 2008).

1.2.Etiologi

Pada Diabetes tipe I

Pada diabetes melitus tipe I ditandai oleh penghancur sel-sel beta pankreas. Kombinasi faktor genetik, imunologi, dan mungkin pula lingkungan diperkirakan turut menimbulkan destruksi sel beta. Diabetes terjadi jika tubuh tidak menghasilkan insulin yang cukup untuk mempertahankan kadar gula darah yang normal atau jika sel tidak memberikan respon yang tepat terhadap insulin (Brunner & suddarth, 2001).

Pada Diabetes tipe II

Mekanisme yang tepat yang menyebabkan resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin pada diabetes tipe II masih belum diketahui. Faktor genetik diperkirakan memegang peranan penting dalam proses terjadinya resistensi insulin (Brunner & Sudderth, 2001)


(19)

1.3.Patofiologi

Gejala awalnya berhubungan dengan efek langsung dari kadar gula darah yang tinggi. Jika kadar gula darah sampai diatas 160-180 mg/dL, maka glukosa akan dikeluarkan melalui air kemih. Jika kadarnya lebih tinggi lagi, ginjal akan membuang air tambahan untuk mengencerkan sejumlah besar glukosa yang hilang. Karena ginjal menghasilkan air kemih dalam jumlah yang berlebihan, maka penderita sering berkemih dalam jumlah yang banyak (poliuri). Akibatnya, maka penderita merasakan haus yang berlebihan sehingga banyak minum (polidipsi). Sejumlah besar kalori hilang ke dalam air kemih, sehingga penderita mengalami penurunan berat badan. Untuk mengkompensasikan hal ini penderita seringkali merasakan lapar yang luar biasa sehingga banyak makan (polifagi). Gejala lainnya adalah pandangan kabur, pusing, mual dan berkurangnya ketahanan tubuh selama melakukan olah raga. Penderita diabetes yang gula darahnya kurang terkontrol lebih peka terhadap infeksi.

Pada penderita diabetes tipe 1, terjadi suatu keadaan yang disebut dengan ketoasidosis diabetikum. Meskipun kadar gula di dalam darah tinggi tetapi sebagian besar sel tidak dapat menggunakan gula tanpa insulin, sehingga sel-sel ini mengambil energi dari sumber yang lain. Sumber untuk energi dapat berasal dari lemak tubuh. Sel lemak dipecah dan menghasilkan keton, yang merupakan senyawa kimia beracun yang bisa menyebabkan darah menjadi asam (ketoasidosis). Gejala awal dari ketoasidosis diabetikum adalah rasa haus dan berkemih yang berlebihan, mual, muntah, lelah dan nyeri perut (terutama pada anak-anak). Pernafasan menjadi dalam dan cepat karena tubuh berusaha


(20)

untuk memperbaiki keasaman darah. Bau nafas penderita tercium seperti bau aseton. Tanpa pengobatan, ketoasidosis diabetikum bisa berkembang menjadi koma, kadang dalam waktu hanya beberapa jam. Bahkan setelah mulai menjalani terapi insulin, penderita diabetes tipe 1 bisa mengalami ketoasidosis jika mereka melewatkan satu kali penyuntikan insulin atau mengalami stres akibat infeksi, kecelakaan atau penyakit yang serius (Soegondo, 2008).

1.4. Komplikasi Diabetes Melitus

Ketidak patuhan penderita DM terhadap penatalaksanaan manajemen diabetes dapat menimbulkan komplikasi jangka panjang dan kronik bagi penderita tersebut. Komplikasi kronik dapat mengenai seluruh tubuh mulai dari kepala sampai ke kaki. Komplikasi kronik diabetes dapat dibagi menjadi dua kelompok yaitu: komplikasi makroangiopati dan komplikasi mikroangiopati.

Komplikasi makroangiopati yaitu komplikasi yang mengenai pembuluh darah besar seperti otak, jantung dan kaki dan komplikasi mikroangiopati terjadi pada peembuluh darah halus yang berada pada ginjal yang disebut nefropati, pada mata disebut retinopati diabetik dan pada saraf perifer disebut neuropati diabetik (Admin, 2008).

1.5. Penatalaksanaan Diabetes Melitus

Tujuan utama terapi diabetes adalah mencoba menormalkan aktivitas insulin dan kadar glukosa darah dalam upaya untuk mengurangi terjadinya komplikasi vaskuler serta neuropatik dan diharapkan pada setiap tipe diabetes dapat mencapai kadar glukosa darah yang normal. Penanganannya bervariasi


(21)

karena terjadi perubahan gaya hidup, keadaan fisik dan mental penderitanya. Ada beberapa komponen dalam penatalaksanaan diabetes meliputi diet, latihan fisik, pemantauan kadar gula darah, terapi dan penyuluhan berupa pendidikan (Brunner & Suddarth, 2001).

2. Konsep Retinopati Diabetik

2.1.Pengertian Retinopati Diabetik

Retinopati Diabetik merupakan kelainan retina yang ditemukan pada penderita diabetes mellitus dimana retinopati akibat diabetes melitus yang lama yang dapat berupa melebarnya vena, perdarahan dan eksudat lemak (Ilyas, 2006). Pada retinopati diabetik secara perlahan terjadi kerusakan pembuluh darah retina atau lapisan saraf mata sehingga mengalami kebocoran sehingga terjadi penumpukan cairan (eksudat) yang mengandung lemak serta pendarahan pada retina yang lambat laun dapat menyebabkan penglihatan buram, bahkan kebutaan. Bila kerusakan retina sangat berat, seorang penderita diabetes dapat menjadi buta permanen sekalipun dilakukan usaha pengobatan (Admin, 2008).

2.2.Klasifikasi Retinopati Diabetik:

Retinopati diabetik terdiri dari 2 stadium, yaitu :

Retinopati non Proliferatif

Merupakan stadium awal dari proses penyakit Retinopati Diabetik. Selama menderita diabetes, keadaan ini menyebabkan dinding pembuluh darah kecil pada mata melemah sehingga timbul tonjolan kecil pada pembuluh darah


(22)

tersebut (mikroaneurisma) yang dapat pecah sehingga membocorkan cairan dan protein ke dalam retina. Menurunnya aliran darah ke retina menyebabkan pembentukan bercak berbentuk cotton wool berwarna abu-abu atau putih. Endapan lemak protein yang berwarna putih kuning (eksudat yang keras) juga terbentuk pada retina. Perubahan ini mungkin tidak mempengaruhi penglihatan kecuali cairan dan protein dari pembuluh darah yang rusak menyebabkan pembengkakan pada pusat retina (makula). Keadaan ini yang disebut makula edema, yang dapat memperparah pusat penglihatan seseorang.

Retinopati Prapoliferatif

Keadaan yang merupakan lanjutan dari retinopati nonproliferatif yang dianggap sebagai pencetus timbulnya retinopati proliferative yang lebih serius. Bukti epidemiologi menyebutkan bahwa 10% hingga 50% penderita retinopati diabetik akan menderita retinopati proliferatif dalam waktu yang singkat (mungkin hanya dalam waktu 1 tahun). Seperti retinopati nonproliferatif, jika perubahan visual terjadi selama stadium prepoliferatif maka keadaan ini biasanya disebabkan oleh edema mukula.

Retinopati Proliferatif

Retinopati proliferative merupakan stadium yang lebih berat pada penyakit retinopati diabetik. Bentuk utama dari retinopati proliferatif adalah pertumbuhan (proliferasi) dari pembuluh darah yang rapuh pada permukaan retina. Pembuluh darah yang abnormal ini mudah pecah, terjadi perdarahan pada pertengahan bola mata sehingga menghalangi penglihatan. Juga akan terbentuk jaringan parut yang


(23)

dapat menarik retina sehingga retina terlepas dari tempatnya. Jika tidak diobati, retinopati proliferatif dapat merusak retina secara permanen serta bahagian-bahagian lain dari mata sehingga mengakibatkan kehilangan penglihatan yang berat atau kebutaan (Melayu, 2008; Brunner & Suddarth, 2001). Pembagian Retinopati Diabetik dapat diklasifikasikan berdasarkan derajatnya menjadi:

Derajat I. terdapat mikroaneurisma dengan atau tanpa eksudat lemak pada fundus okuli

Derajat II. Terdapat mikroaneurisma, perdarahan bintik dan bercak dengan atau tanpa eksudat lemak pada fundus okuli.

Derajat III. Terdapat mikroaneurisma, perdarahan dan bercak terdapat neovaskularisasi dan proliferasi pada fundus okuli.

2.3.Patofisiologi Retinopati Diabetik

Peningkatan kadar glukosa dalam darah yang terus menerus mengakibatkan rusaknya pembuluh darah. Glukosa yang berada di pembuluh darah menyebabkan penebalan pembuluh darah sehingga terjadi kebocoran. Pada retinopati diabetik secara perlahan terjadi kerusakan pembuluh darah retina atau lapisan saraf mata yang telah mengalami kebocoran sehingga terjadi penumpukan cairan (eksudat) yang mengandung lemak serta pendarahan pada retina yang lambat laun dapat menyebabkan penglihatan buram, bahkan kebutaan. Kebocoran tersebut sudah menunjukkan bahwa suplai darah ke bagian mata sudah tidak baik. Selanjutnya, pembuluh darah baru bisa tumbuh untuk memperbaiki suplai darah namun pembuluh darah baru tersebut sangat


(24)

mudah pecah hingga menimbulkan pendarahan. Bila kerusakan retina sangat berat, seorang penderita diabetes dapat menjadi buta permanen sekalipun dilakukan usaha pengobatan (Admin, 2008; Bilous, 2003).

2.4.Faktor-faktor yang mempengaruhi pasien Diabetes Melitus melakukan

pemeriksaan Retinopati Diabetik

Dalam melakukan pemeriksaan Retinopatinopati Diabetikum, pasien Diabetes mellitus dipengaruhi oleh berbagai hal antara lain:

2.4.1 Tingkat Pengetahuan

Penderita diabetes tidak mengetahui arti pentingnya pengendalian glukosa yang dapat mengakibatkan komplikasi yang mengancam kebutaan. dan ketidakmauan penderita diabetes dalam melakukan pendeteksian awal pada penyakit mata yang disebabkan oleh peningkatan kadar gula merupakan kendala yang sangat banyak ditemukan (Fong, dkk, 2003). Banyak penderita diabetes yang tidak memeriksakan matanya setahun sekali untuk mengetahui apakah telah mengalami retinopati. Pada hal apabila dilakukan pemeriksaan dan deteksi awal dan pengobatan yang tepat pada penderita retinopati dapat membantu mencegah, menghambat dan merubah kehilangan penglihatan. Sehingga penderita diabetes yang telah mengalami retinopati tidak mengetahui bahwa mereka telah menderita retinopati sampai akhirnya kehilangan penglihatan yang lebih lanjut (Melayu, 2008). Dan penderita Diabetes Melitus datang mengunjungi layanan kesehatan setelah disertai berbagai komplikasi yang menunjukkan sebenarnya telah menderita diabetes selama bertahun-tahun.


(25)

Dan oleh karena berbagai hambatan sebagian besar penderita diabetes tidak dapat melakukan kontrol yang maksimal terhadap penyakitnya sehingga memperburuk komplikasi yang ada. Adanya komplikasi yang lebih berat yang dialami pasien berawal dari kesulitan membaca/menulis, menonton TV, atau mengenali muka orang. Jaringan neovaskular yang terus bertumbuh (proliferatif) pada PDR juga dapat berpotensi menarik retina hingga terlepas dan/atau robek (ablasi retina). Ablasi retina pada retinopati diabetik berakibat kebutaan dan umumnya sulit ditangani (Admin, 2008).

Pengalaman pada masyarakat yang tidak mempunyai cukup informasi tentang Diabetes Mellitus akan berpengaruh pada ketidaktahuan tentang gejala, tanda dan penangganannya, hal ini mengakibatkan semakin banyak masyarakat akan terkena Diabetes Melitus. Pengalaman seseorang pada dasarnya dipengaruhi oleh pendidikan seseorang, dimana semakin baik pendidikan seseorang berpengaruh pada pengetahuan serta informasi yang dimiliki. Notoatmodjo (2002) menyatakan bahwa pendidikan memberikan suatu nilai-nilai tertentu bagi manusia, terutama dalam membuka pikirannya serta menerima hal-hal baru. Pengetahuan juga diperoleh melalui kenyataan (fakta) dengan melihat dan mendengar sendiri, serta melalui alat-alat komunikasi, misalnya membaca, mendengar radio, melihat televisi.

Betapa penting penyuluhan sebagai salah satu metoda pengobatan. Terbukti bahwa pada mereka yang mendapat penyuluhan secara tetap, komplikasi koma diabetes makin jarang terjadi, jumlah amputasi menurun, kemungkinan masuk rumah sakit makin kurang dan kepatuhan berobat


(26)

meningkat. Upaya penyuluhan yang dilakukan untuk mencegah memburuknya komplikasi diabetik meliputi: penyuluhan mengenai penyakit diabetes bagi penderita, pendidikan bagi dokter tentang bagaimana memberikan pengobatan yang tepat bagi penderita, mengaktifkan klinik diabetes di rumah sakit besar, peran serta perkumpulan diabetes, dan kalau mungkin mendirikan yayasan diabetes. Di Indonesia penyuluhan penderita telah dirintis oleh Prof. Dr. Supartondo di RS. Ciptomangunkusumo. Dengan sendirinya cara ini membutuhkan tenaga dan waktu. Di Ujung Pandang penyuluhan bagi penderita baru dimulai pada tahun 1989, baik melalui perkumpulan diabetes maupun di klinik. Masih membutuhkan waktu yang lama untuk memetik hasil dari proses penyuluhan penderita. Walaupun demikian saya yakin bahwa cara inilah merupakan salah satu langkah terbaik untuk mencegah komplikasi diabetik yang lebih buruk (Adam, JMF, 2005). Dan dari itu semua, pengalaman juga berpengaruh dimana pengalaman merupakan guru yang baik dan merupakan sumber pengetahuan, atau pengetahuan itu merupakan suatu cara untuk memperoleh kebenaran pengetahuan. Pengalaman pribadipun dapat digunakan sebagai upaya memperoleh pengetahuan walaupun tidak semua pengalaman pribadi dapat menuntun seseorang untuk menarik kesimpulan dengan benar, maka perlu berfikir kritis dan logis (Notoatmodjo, 2003).


(27)

2.4.2. Status Ekonomi

Program pendeteksiaan awal pada mata merupakan hal yang sangat penting dan merupakan pengobatan tahap awal pada penderita diabetes guna mengurangi resiko terjadinya kebutaan dan komplikasi yang lebih berat. Biaya-biaya ataupun harga yang diperlukan pada pendeteksian awal tersebut cukup relatif murah dan ekonomis termasuk bagi kalangan menengah kebawah. Namun masyarakat berasumsi bahwa biaya untuk pendeteksian awal penyakit sama dengan biaya pengobatannya yaitu biaya yang cukup mahal. Dengan adanya berbagai asumsi yang salah seperti itu mengakibatkan keterlambatan pendeteksian penyakit sehingga tidak jarang para penderita DM datang dengan berbagai komplikasi seperti retinopati diabetik pada tahap lanjut yang lebih parah. Dengan adanya berbagai komplikasi yang lebih berat termasuk retinopati yang mengancam kebutaan, bagaimanapun juga biaya yang dibutuhkan sebenarnya akan jauh lebih mahal dibandingkan dengan biaya pendeteksian awal yang sebenarnya dapat dihindarkan.

Disamping itu, banyak dokter mata yang tidak ikut ambil peran ketika akan dilakukannya program pendeteksian awal terhadap penyakit retinopati diabetik. Sehingga, para masyarakat harus membayar mahal ketika melakukan pemeriksaan awal untuk membayar tenaga kesehatan lain yang bukan dokter mata tetapi khusus dari bagian ophtalmol (Ong; Ripley; Newsom & Casswell, 2003). Pengetahuan masyarakat mengenai penyakit Diabetes Mellitus masih sangat minim. Hal ini membuat sebagian masyarakat masih enggan melakuka n deteksi dini penyakit Diabetes Mellitus dengan alasan beban ekonomi karena


(28)

besarnya biaya medis yaitu biaya obat, biaya kunjungan dokter, pemeriksaan laboratorium, biaya untuk mengatasi komplikasi, dan biaya penyakit penyerta (Brunner & Suddart, 2000).

2.4.3. Persepsi

Sangat penting untuk diketahui bahwa pada pembedahan retinopati yang dilakukan dengan bedah vitrektomi seringkali segala tindakan tersebut tidak dapat mengembalikan penglihatan yang sudah hilang tetapi hanya dapat mencegah perburukan lebih lanjut. Persepsi bahwa dengan dilakukan pembedahan yang tidak dapat mengembalikan penglihatan seperti semula akan memicu penderita diabetes tidak melakukan pemeriksaan dan pengobatan retinopati segera sebelum ada komplikasi yang sebenarnya dapat dicegah dengan kontrol yang baik dan deteksi sedini mungkin. (Viktor, 2008). Dan penderita DM hanya 30% yang dapat berobat teratur sehingga bagi yang tidak melakukan pengobatan secara teratur memiliki peluang besar untuk menderita komplikasi lebih lanjut sangat besar termasuk Retinopati Diabetik. Retinopati Diabetik tidak menimbulkan tanda dan gejala yang spesifik yang berat sampai pada akhirnya terjadi kebutaan. Dan hal ini mungkin disebabkan karena minimnya informasi yang diperoleh oleh masyarakat tentang diabetes termasuk retinopati diabetik yang menjadi komplikasi dari DM. Dan tidak ada penanganan atau pencegahan dini yang dilakukan oleh penderita DM tersebut (Admin, 2008). Penderita diabetes mellitus tidak menyadari dirinya telah mengidap retinopati diabetik karena penyakit ini tidak selalu menyebabkan gejala-gejala hingga kerusakan retina makin parah. Dan sayangnya lagi banyak


(29)

penderita diabetes yang tidak memeriksakan matanya setahun sekali untuk mengetahui apakah telah mengalami retinopati (atau penyakit mata lainnya yang disebabkan diabetes). Akibatnya, mereka tidak mengetahui bahwa mereka telah mengidap retinopati sampai akhirnya kehilangan penglihatan yang signifikan yang memang di akibatkan oleh retinopati diabetik (Melayu, 2008).

2.4.4. Fasilitas Pelayanan Kesehatan

Dari hasil penelitian klinik di beberapa sentra pendidikan di indonesia, dilaporkan retinopati diabetik berkisar antara 13,1%-57,5%. Prevalensi retinopati diabetik di Indonesia tidak banyak berbeda dengan yang dilaporkan di beberapa negara ASEAN seperti di Philippine 25,0%, di Thailand 17,0%. Ada kecenderungan bahwa angka kebutaan akibat diabetes melitus, khususnya akibat retinopati diabetik di Indonesia akan cukup tinggi. Setidaknya ada alasan yang menunjang perkiraan tersebut yaitu sebagian dari penderita diabetes melitus di Indonesia baru mengunjungi dokter setelah disertai dengan berbagai komplikasi. Hal ini menunjukkan bahwa mereka sebenarnya telah mengidap diabetes melitus bertahun-tahun sebelum ke dokter. Dan oleh karena berbagai hambatan, sebagian besar dari penderita diabetes mellitus tidak melakukan kontrol penyakitnya secara maksimal. (Adam, JMF, 2005).

Di Indonesia sudah banyak didirikan pusat kesehatan yang mampu memberi layanan komprehensif bagi penderita diabetes, tetapi masih terkonsentrasi di kota-kota besar sehingga cakupannya masih sangat kurang (Admin, 2008). Diperkenalkannya pengobatan melalui fotokoagulasi merupakan suatu kemajuan pesat di bidang pengobatan retinopati diabetik.


(30)

Pengobatan fotokuagulasi retinopati diabetik sangat menolong untuk mencegah kebutaan. Tetapi sangat disayangkan bahwa pengobatan fotokoagulasi di Indonesia baru terbatas pada beberapa kota besar yaitu Surabaya dan Jakarta. Sedangkan di Indonesia bagian timur belum tersedia fasilitas fotokoagulasi yang sebenarnya sudah sangat dibutuhkan (Adam, 2005).

Dan diberbagai Negara pendeteksian awal terhadap komplikasi mata pada penderita DM, terkait dengan tenaga kesehatan yaitu dokter mata tidak mempunyai waktu yang cukup sehingga banyak mendapati pasien retinopati diabetik tahap lanjut (Ong; Ripley; Newsom & Casswell, 2003).

2.5.Penatalaksanaan Retinopati Diabetik

2.5.1. Mencegah sedini mungkin

Prinsip utama dalam menangani retinopati diabetik adalah pencegahan dengan deteksi dini sebelum terjadi gangguan penglihatan yang berat. Walaupun belum mengeluh dan tanpa melihat berapa lama ia menderita diabetes, seorang pasien harus dirujuk ke dokter mata untuk menjalani pemeriksaan mata awal (skrining). Apabila retinopati diabetik sudah teridentifikasi, dilakukan manajemen sedini mungkin bagi penderita dengan melakukan pemeriksaan mata secara berkala, minimal satu kali dalam setahun (Viktor, 2008).

2.5.2. Fotokoagulasi laser

Terapi utama pada retinopati diabetik adalah tindakan fotokoagulasi laser pada retina. Tindakan laser bertujuan menutup kebocoran pembuluh darah


(31)

retina, mengurangi edema makula, dan mencegah timbulnya rangsang untuk pembentukan neovaskular. Secara umum, tindakan laser pada retina yang dibarengi dengan manajemen diabetes yang baik dapat mengurangi risiko buta hingga 90 persen (Viktor, 2008).

2.5.3. Pembedahan Virektomi

Pemedahan dengan vitrektomi, yaitu tindakan bedah mikro yang bertujuan membersihkan perdarahan badan kaca, membebaskan retina dari segala tarikan akibat pertumbuhan neovaskular dan mengaplikasikan sinar laser secara langsung di dalam bola mata. Pada kasus-kasus PDR, vitrektomi dapat mencegah kehilangan penglihatan yang lanjut (Viktor, 2008). Virektomi dilakukan pada pasien yang telah mengalami gangguan penglihatan akibat perdarahan yang tidak sembuh spontan selama 6 bulan. Tujuan dari vitrektomi adalah untuk memulihkan penglihatan yang masih berfungsi dan kesembuhan penglihatan hingga mendekati normal (Brunner & Suddarth, 2001).

2.5.4. Terapi medis

Terapi lain yang baru berkembang dalam dekade terakhir adalah pemberian obat, seperti golongan kortikosteroid dan Anti-VEGF (VEGF=vascular endothellial grwowh factor), yang bertujuan mengurangi edema makula dan menghentikan pertumbuhan neovaskular (Viktor,2008). Cara-cara yang dapat dilakukan untuk memperlambat progresivitas juga dapat dilakukan dengan pengendalian hipertensi, pengendalian kadar glukosa dara dan penghentian kebiasaan merokok (Brunner & Suddarth, 2001).


(32)

BAB III

KERANGKA PENELITIAN

1. Kerangka Konseptual

Kerangka konseptual adalah kerangka hubungan antara konsep-konsep yang ingin diamati dan diukur melalui penelitian-penelitian yang akan dilakukan (Wasis, 2008). Kerangka konseptual pada penelitian ini mencakup Pasien Diabetes Mellitus yang menderita kencing manis, seringkali juga disapa dengan ”Penyakit Gula” karena memang jumlah atau konsentrasi glokusa atau gula di dalam darah melebihi keadaan normal (Soegondo & Sukardji, 2008). Dimana, akibat diabetes melitus yang lama dapat menyebabkan retinopati diabetik yaitu berupa melebarnya vena, perdarahan dan eksudat lemak (Ilyas, 2006). Hal tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor yang mempengaruhi pasien diabetes mellitus melakukan pemeriksaan mata yang berhubungan retinopati diabetik yang meliputi tingkat pengetahuan, status ekonomi, persepsi dan fasilitas yang diterima oleh pasien pada saat melakukan pemeriksaan diabetesnya.

Adapun kerangka penelitian yang digunakan pada penelitian yang berjudul “Faktor-faktor yang mempengaruhi pasien Diabetes Melitus untuk melakukan pemeriksaan Retinopati Diabetik di Poliklinik Penyakit Dalam RSUP H. Adam Malik Medan” sebagai berikut:

Faktor-faktor yang mempengaruhi pasien Diabetes Mellitus melakukan Pemeriksaan mata berhubungan dengan Retinopati Diabetik :

- Tingkat Pengetahuan - Status Ekonomi - Persepsi


(33)

2. Defenisi Operasional

Defenisi operasional adalah mendefenisikan variabel secara operasional berdasarkan karakteristik yang diamati, sehingga memungkinkan peneliti untuk melakukan observasi atau pengukuran secara cermat terhadap suatu objek atau fenomena (Hidayat, 2007).

Defenisi operasional yang digunakan pada penelitian ini adalah faktor-faktor yang mempengaruhi pasien Diabetes Melitus melakukan pemeriksaan Retinopati Diabetik di Poliklinik Penyakit Dalam RSUP H. Adam Malik Medan berdasarkan tingkat pengetahuan pasien tersebut mengenai penyakitnya dan pencegahan dini yang dapat dilakukan untuk mencegah komplikasi. Status ekonomi yang mendukung dalam pemeriksaan dan pengobatan yang mempengaruhi kemampuan pasien untuk membayar pelayanan yang diterima.

Persepsi pasien terhadap penyakit yang diderita yang didapat melalui informasi-informasi yang salah berhubungan dengan pemeriksaan dan pengobatan penyakit yang diderita pasien. Dan fasilitas pelayanan kesehatan yang mendukung dalam pemeriksaan dan pengobatan penyakit pasien yang akan diterima oleh pasien yang diukur dengan menggunakan kuesioner.


(34)

BAB IV

METODOLOGI PENELITIAN

1. Desain Penelitian

Desain penelitian yang digunakan adalah deskriptif, yaitu untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi pasien Diabetes Melitus melakukan pemeriksaan Retinopati Diabetik di Poliklinik Penyakit Dalam RSUP H. Adam Malik Medan.

2. Populasi dan Sempel Penelitian

2.1. Populasi

Populasi pada penelitian ini adalah sebagian dari penderita diabetes yang masih dalam pengobatan rawat jalan di Poliklinik Penyakit Dalam RSUP H. Adam Malik Medan. Dari hasil survey yang dilakukan dibagian Rekam Medik RSUP H. Adam Malik Medan dengan jumlah pasien Diabetes Melitus pada tahun 2010 terhitung pada enam bulan terakhir sebelum dilaksanakan penelitian yaitu sebanyak 546 orang (Rekam Medik RSUP H. Adam Malik Medan, 2010).

2.2. Sampel

Sampel adalah sebagian atau wakil dari populasi yang diteliti. Penentuan jumlah sampel yang akan dilakukan pada penelitian ini adalah berdasarkan Arikunto (2006), jika jumlah sampelnya diatas 100 maka jumlah sampel dapat


(35)

diambil 10% - 15% dari populasi yaitu sebanyak 82 orang. Semakin banyak jumlah sampel maka hasil penelitian akan lebih representatif.

Teknik sampling yang digunakan pada penelitian ini adalah purposive

sampling yaitu penentuan sampel dengan cara memilih sampel diantara

populasi sesuai dengan yang dikehendaki peneliti berdasarkan tujuan/masalah penelitian sehingga dapat mewakili populasi (Nursalam, 2006). Adapun kriteria sampel yang digunakan adalah :

1. Pasien diabetes melitus yang datang ke Poliklinik Penyakit Dalam RSUP H. Adam Malik Medan.

2. Bersedia menjadi responden.

3. Pasien dapat membaca dan menulis dengan menggunakan bahasa Indonesia.

4. Dapat berkomunikasi dengan baik.

3. Lokasi Penelitian dan Waktu Penelitian

Lokasi penelitian ini di lakukan di Poliklinik Penyakit Dalam RSUP H. Adam Malik Medan karena merupakan rumah sakit rujukan di Sumatera Utara dan memiliki jumlah sampel yang bisa memadai untuk dilakukan penelitian. Waktu penelitian yang dilakukan peneliti adalah pada bulan agustus sampai pada bulan sepetember 2010.


(36)

4. Pertimbangan Etik

Karena penelitian ini menggunakan manusia sebagai subjek penelitian, maka hakekatnya sebagai manusia harus dilindungi dengan memperhatikan prinsip-prinsip dalam pertimbangan etik, yaitu responden mempunyai hak untuk memutuskan apakah responden bersedia menjadi subjek atau tanpa ada sangsi apapun, tidak menimbulkan penderitaan bagi responden, peneliti harus memberikan penjelasan dan informasi secara lengkap dan rinci serta bertanggung jawab bila ada sesuatu yang terjadi pada responden, responden harus diperlakukan baik sebelum, selama dan sesudah penelitian, responden tidak boleh didiskriminasi jika menolak untuk melanjutkan menjadi objek penelitian, data yang diberikan harus dirahasiakan untuk itu perlu adanya anonymyti (tanpa nama) dimana pada lembar kuesioner tidak dicantumkan nama responden guna menjada

privasi responden dan confidentiality (rahasia) karena hasil data yang diperoleh

dari responden tidak akan di publikasikan dan peneliti akan menjaga kerahasiaan data dari berbagai pihak yang tidak bersangkutan.

5. Instrumen Penelitian

Untuk memperoleh informasi dari responden, peneliti menggunakan alat pengumpulan data berupa kuisioner yang disusun sendiri oleh peneliti dengan berpedoman pada konsep dan tinjauan pustaka. Instrumen terdiri atas 2 bagian, dengan bagian yang pertama mengenai demografi responden yaitu umur, agama, pendidikan, suku, status perkawinan dan penghasilan.


(37)

Bagian kedua adalah kuesioner faktor-faktor yang mempengaruhi pasien DM melakukan pemeriksaan Retinopati Diabetik dengan jumlah kuesioner sebanyak 20 pertanyaan, dimana pada pertanyaan 1-5 berdasarkan tingkat pengetahuan pasien tersebut mengenai penyakitnya dengan jumlah pertanyaan positif (1,2,3,4,5), pertanyaan 6-10 berdasarkan status ekonomi yang mendukung dalam pemeriksaan dan pengobatan penyakitnya dengan pertanyaan negatif (9) dan positif (6,8,9,10), pertanyaan 11-15 adalah persepsi pasien terhadap penyakit yang diderita dengan pertanyaan positif (11,12,13,14) dan negatif (15), dan pertanyaan 16-20 adalah mengenai fasilitas pelayanan kesehatan yang diterima oleh pasien tersebut ketika di rumah sakit dengan pertanyaan positif (16,17,18,20) dan negatif (19). Peneliti memberikan kuisioner dengan pilihan jawaban yang diberikan dengan cara dichotomy question dengan dua pilihan alternatif jawaban ya dan tidak, jawaban “ya” bernilai 1 dan “tidak” bernilai 0.

Penilaian kuisioner ini dengan menggunakan skala Guttman yaitu dengan meminta pendapat apakah responden menyatakan ya atau tidak mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi pasien DM melakukan pemeriksaan retinopati diabetik (Hidayat, 2007).

Penilaian skor tertinggi dapat dilakukan dengan menggunakan rumus:

Rentang kelas

P (Panjang Kelas) =


(38)

Maka penentuan skor pada faktor-faktor yang mempengaruhi pasien DM untuk melakukan pemeriksaan retinopati berdasarkan tingkat pengetahuan yaitu faktor tertinggi = 3-5 dan faktor terendah = 0-2, berdasarkan status ekonomi maka faktor tertinggi = 3-5 dan faktor terendah = 0-2, persepsi faktor tertinggi = 3-5 dan faktor terendah = 0-2, dan fasilitas kesehatan faktor tertinggi = 3-5 dan faktor terendah = 0-2.

Semakin tinggi skor yang diperoleh maka semakin tinggi salah satu faktor-faktor tersebut yang mempengaruhi pasien DM untuk melakukan pemeriksaan retinopati dan semakin rendah skor yang diperoleh maka faktor tersebut tidak mempengaruhi pasien DM dalam melakukan pemeriksaan retinopati diabetik (Arikunto, 2006).

6. Validitas dan Reliabilitas Instrumen

Data kuesioner disusun sendiri oleh peneliti sendiri, maka perlu dilakukan uji validitas yang bertujuan untuk mengukur apa yang akan di ukur yang sifatnya penting dan pasti (Arikunto, 2006). Untuk menguji validitas isi yaitu validitas berdasarkan tinjauan pustaka. Selanjutnya dikonsultasikan kepada yang berkompeten dibidang tersebut yaitu Bapak Ikhsanudin Harahap, S.Kp. MNS.

Uji reliabilitas yang bertujuan untuk mengetahui seberapa besar derajat atau kemampuan alat ukur mengukur secara konsisten sasaran yang akan diukur. Dalam penelitian ini digunakan reliabilitas konsistensi internal yang dilakukan dengan uji KR 21 pada jenis pertanyaan genap dengan perhitungan manual. Uji


(39)

reliabilitas dilakukan terhadap 10 orang yang memenuhi kriteria yang telah ditentukan sebagai sampel tetapi tidak akan menjadi sampel pada penelitian.

Dari hasil penelitian, maka diperoleh nilai uji realibilitas pada 10 orang responden yang memenuhi kriteria dan menggunakan KR 21 yaitu 0,7 dan sudah dapat dikatakan dalam kategori reliabel.

Uji KR 21 yaitu:

r 11 =

dimana M =

dan Vt =

Keterangan:

r

11 = reliabilitas instrument k = banyak nya butir pertanyaan

M = Skor rata-rata

Vt = varietas total

7. Pengumpulan Data.

Metode pengumpulan data dalam penelitian ini yaitu dengan menggunakan kuesioner.

Prosedur pengumpulan data dilakukan dengan cara:

1. Mengajukan permohonan izin pelaksanaan penelitian kepada ketua Program Studi Ilmu Keperawatan, Fakultas Keperawatan Sumatera Utara.


(40)

2. Mengirimkan surat permohonan izin ketempat penelitian (Direktur RSUP HAM).

3. Setelah mendapatkan izin dari Direktur RSUP H. Adam Malik Medan, peneliti melaksanakan pengumpulan data penelitian.

4. Peneliti menjelaskan pada calon responden tentang tujuan, manfaat dan proses pengisian kuesioner sebelum menanyakan kesediannya untuk terlibat. Calon responden yang bersedia dimintai untuk menandatangani inform concent (surat persetujuan).

5. Setelah mendapatkan persetujuan responden pengumpulan data dimulai dan peneliti manganalisa data.

8. Analisa Data

Setelah data terkumpul dilakukan pengolahan data dengan perhitungan statistika deskriptif untuk faktor-faktor yang mempengaruhi pasien DM melakukan pemeriksaan mata dengan retinopati diabetik dimana data dianalisa dengan cara diperiksa terlebih dahulu atau di editing, untuk memeriksa apakah pertanyaan dalam kuisioner telah diisi sesuai petunjuk. Setelah itu diberi kode atau coding terhadap pertanyaan yang telah diajukan untuk mempermudah tabulasi dan analisa. Analisa yaitu menganalisa data yang terkumpul dengan menentukan persentase jawaban menggunakan diagram frekuensi dari setiap responden. Selanjutnya peneliti memasukkan data ke dalam komputer dan dilakukan pengolahan data dengan menggunakan teknik komputerisasi yang menggunakan program statistika.


(41)

BAB 5

HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Hasil Penelitian

Bab ini akan menguraikan tentang hasil penelitian melalui pengumpulan data yang telah dilakukan pada bulan agustus sampai dengan bulan September 2010 yang di lakukan di Poliklinik Penyakit Dalam RSUP HAM dengan jumlah responden 82 orang. Penyajian hasil data dalam peneltian ini meliputi data demografi responden dan faktor-faktor yang mempengaruhi pasien diabetes mellitus melakukan pemeriksaan mata dengan retinopati diabetik.

1.1Data Demografi

Hasil penelitian ini menunjukkan data demografi responden. Mayoritas responden berada pada kelompok usia >60 tahun sebanyak 65 orang (79,3%) dan sebagian lagi pada responden berada pada kelompok usia 50-60 tahun sebanyak 17 orang (20,7%) yang sebagian besar beragama islam yaitu sejumlah 50 orang (61,0%) dan jumlah responden yang paling sedikit menganut agam kristen khatolik yaitu sebanyak 9 orang (11,0%). Berdasarkan jenjang pendidikan, responden terbanyak yang mempunyai latar belakang adalah SD sebanyak 40 orang (48,8%), dan yang paling sedikit jenjang pendidikan S1 yaitu sebanyak 3 orang (3,7%) yang seluruhnya berstatus telah menikah 82 orang (100%), dan dari segi suku, responden suku mayoritas suku lain-lain yaitu sebanyak 37 orang (45,1%), dan terkecil suku melayu sebanyak 13 orang (15,9%). Dari segi penghasilan para responden mayoritas sebesar <Rp 1.000.000,00 sebanyak 71 orang (86,6%).


(42)

Tabel 1. Distribusi frekuensi dan persentase berdasarkan data demografi responden

(N = 82 orang).

Data Demografi Responden Frekuensi %

Umur 50-60 Tahun >60 Tahun Agama Islam Kristen Protestan Kristen Khatolik Pendidikan SD SLTP SMA S1 Status Perkawinan Menikah Suku Batak Toba Batak Karo Melayu Dll 17 orang 65 orang 50 orang 23 orang 9 orang 40 orang 27 orang 12 orang 3 orang 82 orang 17 orang 15 orang 13 orang 37 orang 71 orang 11 orang penghasilan <Rp 1.000.000,00

Rp 1.000.000,000 – Rp 2.000.000,00

20,7 % 79,3 % 61,0% 28,0% 11,0% 48,8% 32,9% 14,6% 3,7% 100% 20,2% 18,3% 15,9% 45,1% 86,6% 13,4%


(43)

1.2Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Pasien Diabetes Mellitus

Melakukan Pemeriksaan Mata dengan Retinopati Diabetik

Grafik 1. Persentase responden berdasarkan Faktor Tertinggi

Faktor – faktor yang mempengaruhi pasien melakukan pemeriksaan mata retinopati diabetik di Poli Klinik RSUP HAM yang dibagi atas faktor tingkat pengetahuan, faktor status ekonomi, faktor persepsi dan faktor fasilitas pelayanan kesehatan berdasarkan hasil penelitian melalui pengumpulan data yaitu untuk mengetahui faktor tertinggi yang mempengaruhi pemeriksaan retinopati diabetik.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor tertinggi dari keseluruhan faktor yaitu faktor tingkat pengetahuan 31,6% dengan mean 3,92 (dalam rentang tinggi 3-5), faktor persepsi 18,9% mean sebesar 2,35 ( dalam rentang rendah 0-2), berdasarkan fasilitas pelayanan kesehatan 29,4% mean sebesar 2,48 (dalam rentang rendah 0-2), dan faktor paling rendah yaitu berdasarkan faktor status ekonomi 18,9% mean sebesar 2,35 ( dalam rentang rendah 0-2) .

0,00% 10,00% 20,00% 30,00% 40,00% Tingkat Pengetahuan Status Ekonomi Persepsi Fasilitas Pelayanan Kesehatan persentase …


(44)

1.2.1 Faktor Tingkat Pengetahuan

Dari hasil penelitian didapat data bahwa untuk faktor tingkat pengetahuan yang terdiri dari 5 pertanyaan dengan nilai mean sebesar 3,92 (dalam rentang tinggi 3-5) dengan nilai tertinggi diperoleh dari pertanyaan no 1, dengan pertanyaan yaitu penyakit gula/ kencing manis dapat menyebabkan penglihatan kabur, dengan jumlah responden yang menjawab “ya” sebanyak 79 orang (96,3%). Sedangkan nilai diperoleh dari pertanyaan no 2, dengan pertanyaaan yaitu adanya informasi mengenai komplikasi yang akan terjadi pada penderita penyakit gula/ kencing manis membuat penderita melakukan pemeriksaan pada mata mereka, dengan jumlah responden yang manjawab “ya” sebanyak 46 orang (56,1%).

Grafik 2. Persentase responden berdasarkan Faktor Tingkat Pengetahuan

0,00% 10,00% 20,00% 30,00% 40,00% 50,00% 60,00% 70,00% 80,00% 90,00% 100,00%

1 2 3 4 5

YA

TIDAK

1,2,3,4,5,= kuesioner Tingkat Pengetahuan


(45)

1.2.2 Faktor Status Ekonomi

Dari hasil penelitian didapat data bahwa untuk faktor status ekonomi yang terdiri dari 5 pertanyaan didapat mean sebesar 2,35 ( dalam rentang rendah 0-2), dengan nilai tertinggi diperoleh dari pertanyaan no 10 dengan pertanyaan yaitu biaya bukanlah salah satu hambatan untuk memeriksakan gangguan (komplikasi) pada mata saya setelah mengalami penyakit gula/kencing manis dengan jumlah responden yang menjawab “ya” sebanyak 42 orang (51,2%). Sedangkan nilai terendah diperoleh dari pertanyaan no 7 dengan pertanyaan karena biaya yang diperlukan untuk melakukan pemeriksaan komplikasi pada mata bagi penderita penyakit gula/kencing manis cukup mahal, membuatnya menunda untuk melakukan pemeriksaan mata dan pasti akan memeriksakannya walau tidak dalam waktu dekat, dengan jumlah responden yang menjawab “ya” 35 orang (42,7%).

Grafik 3. Persentase responden berdasarkan Faktor Status Ekonomi

0,00% 10,00% 20,00% 30,00% 40,00% 50,00% 60,00%

6 7 8 9 10

YA

TIDAK

6,7,8,9,10 = kuesioner Status Ekonomi


(46)

1.2.3 Faktor Persepsi

Dari hasil penelitian didapat data bahwa untuk faktor persepsi yang terdiri dari 5 pertanyaan didapat mean sebesar 2,35 ( dalam rentang rendah 0-2), dengan nilai tertinggi diperoleh dari pertanyaan no 12 dengan pertanyaan yaitu menurut mereka di Indonesia sudah banyak didirikan pusat kesehatan yang memberikan pelayanan khusus bagi penderita penyakit gula/ kencing manis sehingga mudah untuk melakukan pemeriksaan mata secara dini, dengan jumlah responden yang menjawab “ya” sebanyak 77 orang (93,9%). Sedangkan nilai terendah diperoleh dari pertanyaan no 14 dengan pertanyaan yaitu mereka beranggapan jika terjadi kekeruhan pada mata bukanlah komplikasi dari penyakit gula yang telah lama mereka derita, dengan jumlah responden yang menjawab “ya” sebanyak 38 orang (46,3%).

Grafik 4. Persentase responden berdasarkan Faktor Perspsi

0,00% 10,00% 20,00% 30,00% 40,00% 50,00% 60,00% 70,00% 80,00% 90,00% 100,00%

11 12 13 14 15

YA

TIDAK

11,12,13,14,15 = Kuisioner Persepsi


(47)

1.2.4 Faktor Fasilitas Pelayanan Kesehatan

Dari hasil penelitian didapat data bahwa untuk faktor fasilitas pelayanan kesehatan yang terdiri dari 5 pertanyaan didapat mean sebesar 2,48 (dalam rentang rendah 0-2), dengan nilai tertinggi diperoleh dari pertanyaan no 16 dengan jumlah seluruhnya responden sebanyak 82 orang (100%) yang menjawab bahwa bila terjadi gangguan penglihatan, mereka tahu kemana harus memeriksakan diri. Sedangkan nilai terendah diperoleh dari pertanyaan no 18 yaitu sebanyak 4 orang responden (4,9%) yang menjawab bahwa mereka tidak mengetahui tempat khusus untuk melakukan pemeriksaan dan deteksi dini terhadap mata bagi penderita penyakit gula/ kencing manis.

Grafik 5. Persentase responden berdasarkan Faktor Fasilitas Pelayanan

Kesehatan 0% 10% 20% 30% 40% 50% 60% 70% 80% 90% 100%

16 17 18 19 20

YA

TIDAK

16,17,18,19,20 = kuesioner Fasilitas Pelayanan Kesehatan


(48)

2. Pembahasan

2.1Faktor Tingkat Pengetahuan

Dari hasil penelitian terhadap 82 orang didapat data bahwa untuk faktor tingkat pengetahuan yang terdiri dari 5 pertanyaan dengan nilai mean sebesar 3,92 (dalam rentang tinggi 3-5), dengan nilai tertinggi diperoleh dari pertanyaan no 1 dengan jumlah responden yang menjawab “ya” 79 orang (96,3%), yang mengetahui bahwa penyakit gula/ kencing manis dapat menyebabkan penglihatan kabur. Hal tersebut juga dapat didukung dengan adanya data demografi yang menunjukkan bahwa penderita retinopati mayoritas berusia >60 tahun sebanyak 65 orang dengan tingkat pendidikan mayoritas SD sebanyak 40 orang, terkait dengan pengalaman selama mengalami retinopati diabetik dan informasi yang diperoleh mengenai retinopati diabetik yang cukup matang dapat mendukung untuk melakukan pemeriksaan retinopati diabetik. Hal ini sesuai dengan data yang menyatakan bahwa di Indonesia telah dilakukan penyuluhan bagi penderita DM, telah dirintis oleh Prof. Dr. Supartondo di RS. Ciptomangunkusumo. Melalui penyuluhan yang dilakukan, penderita mulai mengetahui apakah diabetes itu, bagaimana pengobatan diabetes khususnya pengaturan diet dan olah raga dan bagaimana melakukan pemantauan keadaan diabetes. Di Ujung Pandang penyuluhan bagi penderita baru dimulai pada tahun 1989, baik melalui perkumpulan diabetes maupun di klinik. Masih membutuhkan waktu yang lama untuk memetik hasil dari proses penyuluhan penderita. Penyuluhan merupakan salah satu langkah terbaik untuk untuk memperkenalkan Diabetes


(49)

Mellitus sehingga mencegah komplikasi diabetik yang lebih buruk. Betapa penting penyuluhan sebagai salah satu metoda pengobatan. Terbukti bahwa pada mereka yang mendapat penyuluhan secara tetap, komplikasi koma diabetes makin jarang terjadi, jumlah kebutaan menurun, kemungkinan masuk rumah sakit makin kurang dan kepatuhan berobat meningkat (Adam, 2005). Pengalaman juga berpengaruh terhadap pengetahuan, dimana pengalaman merupakan guru yang baik dan merupakan sumber pengetahuan, atau pengetahuan itu merupakan suatu cara untuk memperoleh kebenaran pengetahuan. Pengalaman pribadipun dapat digunakan sebagai upaya memperoleh pengetahuan walaupun tidak semua pengalaman pribadi dapat menuntun seseorang untuk menarik kesimpulan dengan benar, maka perlu berfikir kritis dan logis (Notoatmodjo, 2003).

Data hasil penelitian tidak sesuai dengan pernyataan yang menyatakan bahwa penderita diabetes tidak mengetahui arti pentingnya pengendalian glukosa yang dapat mengakibatkan komplikasi yang mengancam kebutaan dan ketidakmauan penderita diabetes dalam melakukan pendeteksian awal pada penyakit mata yang disebabkan oleh peningkatan kadar gula merupakan kendala yang sangat banyak ditemukan (Fong, dkk, 2003). Banyak penderita diabetes yang tidak memeriksakan matanya setahun sekali untuk mengetahui apakah telah mengalami retinopati. Padahal apabila dilakukan pemeriksaan dan deteksi awal dan pengobatan yang tepat pada penderita retinopati dapat membantu mencegah, menghambat dan merubah kehilangan penglihatan. Sehingga penderita diabetes yang telah mengalami retinopati tidak mengetahui


(50)

bahwa mereka telah menderita retinopati sampai akhirnya kehilangan penglihatan yang lebih lanjut (Melayu, 2008).

Nilai terendah diperoleh dari pertanyaan no 2 dengan jumlah responden yang menjawab “ya” sebanyak 46 orang (56,1%), yang mengatakan bahwa adanya informasi mengenai komplikasi yang akan terjadi pada penderita penyakit gula/ kencing manis membuat penderita melakukan pemeriksaan pada mata mereka. Hal ini terkait dengan data yang mangatakan bahwa pengalaman pada masyarakat yang tidak mempunyai cukup informasi tentang Diabetes Mellitus akan berpengaruh pada ketidaktahuan tentang gejala, tanda dan penangganannya, hal ini mengakibatkan semakin banyaknya masyarakat yang terkena Diabetes Melitus. Pengalaman seseorang pada dasarnya dipengaruhi oleh pendidikan seseorang, semakin baik pendidikan seseorang berpengaruh pada pengetahuan serta informasi yang dimiliki. Notoatmodjo (2002) menyatakan bahwa pendidikan memberikan suatu nilai-nilai tertentu bagi manusia, terutama dalam membuka pikirannya serta menerima hal-hal baru. Pengetahuan juga diperoleh melalui kenyataan (fakta) dengan melihat dan mendengar sendiri, serta melalui alat-alat komunikasi, misalnya membaca, mendengar radio, melihat televisi.

2.2Faktor Status Ekonomi

Dari hasil penelitian didapat data bahwa untuk faktor status ekonomi yang terdiri dari 5 pertanyaan didapat mean sebesar 2,35 (dalam rentang rendah 0-2), dengan nilai tertinggi diperoleh dari pertanyaan no 10 dengan jumlah responden yang menjawab “ya” sebanyak 42 orang (51,2%), yang mengatakan


(51)

bahwa biaya bukanlah salah satu hambatan untuk memeriksakan gangguan (komplikasi) pada mata saya setelah mengalami penyakit gula/kencing manis.Hal ini di dukung dengan adanya data demografi yang menunjuk kan bahwa penghasilan responden mayoritas <Rp 1.000.000,00, tidak membuat penderita retinopati mengurungkan niat untuk melakukan pemeriksaan mata karena biaya yang diperlikan untuk pemeriksaan mata relatif murah. Hal ini didukung oleh pernyataan Ong, Ripley, Newsom & Casswell (2003) yang menyatakan bahwa biaya-biaya atau pun harga yang diperlukan pada pendeteksian awal tersebut cukup relatif murah dan ekonomis termasuk bagi kalangan menengah kebawah. Namun masyarakat berasumsi bahwa biaya untuk pendeteksian awal penyakit sama dengan biaya pengobatannya yaitu biaya yang cukup mahal. Dengan adanya berbagai asumsi yang salah seperti itu mengakibatkan keterlambatan pendeteksian penyakit sehingga tidak jarang para penderita DM datang dengan berbagai komplikasi seperti retinopati diabetik pada tahap lanjut yang lebih parah. Dengan adanya berbagai komplikasi yang lebih berat termasuk retinopati yang mengancam kebutaan, bagaimanapun juga biaya yang dibutuhkan sebenarnya akan jauh lebih mahal dibandingkan dengan biaya pendeteksian awal yang sebenarnya dapat dihindarkan.

Sedangkan nilai terendah diperoleh dari pertanyaan no 7 yaitu responden yang menjawab “ya” sebanyak35 orang (42,7%) yang menjawab bahwa karena biaya yang diperlukan untuk melakukan pemeriksaan komplikasi pada mata bagi penderita penyakit gula/kencing manis cukup mahal, membuatnya


(52)

menunda untuk melakukan pemeriksaan mata dan pasti akan memeriksakannya walau tidak dalam waktu dekat. Hal ini didukung oleh teori yang mengatakan bahwa pengetahuan masyarakat mengenai penyakit Diabetes Mellitus masih sangat minim. Hal ini membuat sebagian masyarakat masih enggan melakukan deteksi dini penyakit Diabetes Mellitus dengan alasan beban ekonomi karena besarnya biaya medis yaitu biaya obat, biaya kunjungan dokter, pemeriksaan laboratorium, biaya untuk mengatasi komplikasi, dan biaya penyakit penyerta (Brunner & Suddart, 2000). Disamping itu, banyak dokter mata yang tidak ikut ambil peran ketika akan dilakukannya program pendeteksian awal terhadap penyakit retinopati diabetik. Sehingga, para masyarakat harus membayar mahal ketika melakukan pemeriksaan awal untuk membayar tenaga kesehatan lain yang bukan dokter mata tetapi khusus dari bagian ophtalmologist (Ong; Ripley; Newsom & Casswell, 2003).

2.3Faktor Persepsi

Dari hasil penelitian didapat data bahwa untuk faktor persepsi yang terdiri dari 5 pertanyaan didapat mean sebesar 3,65 (dalam rentang tinggi 3-5) , dengan nilai tertinggi diperoleh dari pertanyaan no 12 dengan jumlah responden yang menjawab “ya” sebanyak 77 orang (93,9%), yang mengatakan bahwa menurut mereka di Indonesia sudah banyak didirikan pusat kesehatan yang memberikan pelayanan khusus bagi penderita penyakit gula/ kencing manis sehingga mudah untuk melakukan pemeriksaan mata secara dini. Walaupun responden mayoritas berpendidikan SD, namun dengan adanya data demografi yang menunjukkan mayoritas responden berusia >60 tahun maka


(53)

dapat disimpulkan bahwa informasi dan pengalaman mengenai tempat – tempat yamg memberikan pelayanan komprehensif terhadap pemeriksaan mata mudah di temukan. Hal ini didukung oleh teori yang mengatakan bahwa di Indonesia sudah banyak didirikan pusat kesehatan yang mampu memberi layanan komprehensif bagi penderita diabetes, yang walaupun masih terkonsentrasi di kota-kota besar sehingga cakupannya masih sangat kurang (Admin, 2008). Diperkenalkannya pengobatan melalui fotokoagulasi yang merupakan suatu kemajuan pesat di bidang pengobatan retinopati diabetik. Pengobatan fotokuagulasi retinopati diabetik sangat menolong untuk mencegah kebutaan(Adam, 2005).

Nilai terendah diperoleh dari pertanyaan no 14 yaitu jumlah responden yang menjawab “ya” sebanyak 38 orang (46,3%), yang mengatakan bahwa mereka beranggapan jika terjadi kekeruhan pada mata bukanlah komplikasi dari penyakit gula yang telah lama mereka derita. Hal ini dilihat bahwa seseorang tidak menyadari dirinya telah mengidap retinopati diabetik karena penyakit ini tidak selalu menyebabkan gejala-gejala hingga kerusakan retina makin parah. Sayangnya lagi banyak penderita diabetes yang tidak memeriksakan matanya setahun sekali untuk mengetahui apakah telah mengalami retinopati (atau penyakit mata lainnya yang disebabkan diabetes). Akibatnya, mereka tidak mengetahui bahwa mereka telah mengidap retinopati sampai akhirnya kehilangan penglihatan yang signifikan yang memang di akibatkan oleh retinopati diabetik (Melayu, 2008). Retinopati Diabetik tidak menimbulkan tanda dan gejala yang spesifik yang berat sampai pada akhirnya


(54)

terjadi kebutaan. Hal ini mungkin disebabkan karena minimnya informasi yang diperoleh oleh masyarakat tentang diabetes termasuk retinopati diabetik yang menjadi komplikasi dari DM. Tidak ada penanganan atau pencegahan dini yang dilakukan oleh penderita DM tersebut (Admin, 2008).

2.4Faktor fasilitas Pelayanan Kesehatan

Dari hasil penelitian didapat data bahwa untuk faktor fasilitas pelayanan kesehatan yang terdiri dari 5 pertanyaan dengan mean 2,48 (dalam rentang rendah 0-2), dengan nilai tertinggi diperoleh dari pertanyaan no 16 dengan jumlah seluruhnya responden sebanyak 82 orang (100%) yang menjawab bahwa bila terjadi gangguan penglihatan, mereka tahu kemana harus memeriksakan diri. Hal ini didukung dengan usai mayoritas responden >60 tahun dan adanya pengalaman responden yang telah lama menderita retinopati diabetik mengenai tempat pelayanan khusus pemeriksaan retinopati diabetik. Dinyatakan dalam teori bahwa di Indonesia sudah banyak didirikan pusat kesehatan yang mampu memberi layanan komprehensif bagi penderita diabetes, tetapi masih terkonsentrasi di kota-kota besar sehingga cakupannya masih sangat kurang (Admin, 2008). Diperkenalkannya pengobatan melalui fotokoagulasi merupakan suatu kemajuan pesat di bidang pengobatan retinopati diabetik. Pengobatan fotokuagulasi retinopati diabetik sangat menolong untuk mencegah kebutaan (Adam, 2005).

Nilai terendah diperoleh dari pertanyaan no 18 yaitu sebanyak 4 orang responden (4,9%) yang menjawab “ya” dan mengatakan bahwa mereka tidak mengetahui tempat khusus untuk melakukan pemeriksaan dan deteksi dini


(55)

terhadap mata bagi penderita penyakit gula/ kencing manis. Hal ini dinyatakan dalam teori yang mengatakan bahwa ada kecenderungan bahwa angka kebutaan akibat diabetes melitus, khususnya akibat retinopati diabetik di Indonesia akan cukup tinggi. Setidaknya ada alasan yang menunjang perkiraan tersebut yaitu sebagian dari penderita diabetes melitus di Indonesia baru mengunjungi dokter setelah disertai dengan berbagai komplikasi. Hal ini menunjukkan bahwa mereka sebenarnya telah mengidap diabetes melitus bertahun-tahun sebelum ke dokter. Dan oleh karena berbagai hambatan, sebagian besar dari penderita diabetes mellitus tidak melakukan kontrol penyakitnya secara maksimal. (Adam, 2005). Sangat disayangkan bahwa pengobatan fotokoagulasi di Indonesia baru terbatas pada beberapa kota besar yaitu Surabaya dan Jakarta. Sedangkan di Indonesia bagian timur belum tersedia fasilitas fotokoagulasi yang sebenarnya sudah sangat dibutuhkan (Adam, 2005).


(56)

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian maka diperoleh nilai reliabel dari 10 responden yang memenuhi kriteria yaitu 0,7 dan nilai mean dari faktor-faktor yang mempengaruhi pasien diabetes mellitus melakukan pemeriksaan mata dengan retinopati diabetik yaitu berdasarkan faktor tingkat pengetahuan mean 3,9, berdasarkan faktor persepsi dengan mean 3,6, dan faktor status ekonomi dengan mean 2,3, dan berdasarkan fasilitas pelayanan kesehatan dengan mean 2,4.

Faktor tertinggi yang mempengaruhi pasien diabetes mellitus dalam melakuka n pemeriksaan mata dengan retinopati diabetik adalah faktor tingkat pengetahuan dengan konsep terkait dengan dilakukannya penyuluhan dan adanya pengalaman penderita mengenai penyakitnya. Sedangkan nilai terendah adalah faktor status ekonomi.

2. Saran

Berdasarkan hasil penelitian diberikan rekomendasi kepada berbagai pihak antara lain:

2.1Praktek Keperawatan

Pada perawat bagian endokrin lebih meningkatkan dan mengembangkan penyuluhan terkait dengan diabetes mellitus dan komplikasi yang terjadi guna meningkatkan pengetahuaan masyarakat menjadi lebih baik sehingga komplikasi diabetes berupa retinopati diabetik tidak terjadi.


(57)

2.2 Pendidikan Keperawatan

Penelitian ini diharapkan menjadi dasar pertimbangan khusus keperawatan medikal bedah dalam menyikapi masyarakat yang menderita diabetes mellitus dalam melakukan pemeriksaan dini terhadap mata guna menghindari komplikasi berupa retinopati diabetik.

2.3Penelitian Keperawatan

Untuk peneliti keperawatan selanjutnya disarankan agar mengolah instrument penelitian yang lebih valid dan reliabil mengenai faktor – faktor yang mempengaruhi pasien diabetes mellitus melakukan pemeriksaan mata dengan retinopati diabetik dan penggunaan bahasa yang mudah dipahami responden. Peneliti juga dapat melakukan pendidikan kesehatan dan memberikan motivasi kepada responden untuk melakukan pemeriksaan mata untuk menghindari komplikasi lanjut yang disebabkan oleh diabetes mellitus yang diderita oleh responden.


(58)

DAFTAR PUSTAKA

Admin. (2008). Retinopati Penyebab Kebutaan Utama Diabetes Mellitus. Dikutip pada tanggal 19 April 2010 dari situs

Adam. J.M.F.(2005) Komplikasi Kronik Diabetik Masalah Utama Penderita

Diabetes dan Upaya Pencegahannya. Surabaya: Bidang Ilmu

Penyakit Dalam FK. Hasanudin.

Alexis. (2007). Kafein Cukup Berarti Bagi Diabetesi. Diambil tanggal 19 April 2010 dari Arikunto, S. (2006). Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan praktik Revisi

VI. Jakarta: PT Rineka Cipta.

Bilous, R.W. (2003). Bimbingan Dokter Pada Diabetes Mellitus. Jakarta: dian Rakyat.

Brunner & Suddarth. (2001). Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah. Jakarta: EGC

Dempsey, P.A. (2002). Riset Keperawatan Buku Ajar dan Latihan, Edisi 4. Jakarta: EGC

Hidayat, A,A.A. (2007). Metode Penelitian Keperawatan Dan Teknik

Analisa. Jakarta: Salemba Medika

Melayu,P,J. (2008). Serba-serbi Diabetes. Diambil tanggal 19 April 2010 dar

Notoatmodjo, S. (2005). Metodologi penelitian Kesehatan, Jakarta: PT Rineka Cipta Nursalam, (2006). Konsep dan Penerapan

Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan: Pedoman Skripsi, Teses dan Instumen Penelitian, Edisi 1. Jakarta: Salemba Medika.

Ilyas, S.H. (2002). Kedaruratan Dalam Ilmu Penyakit Mata. Jakarta: Balai Penerbitan FK UI.


(59)

Ilyas, S.H. (2002). Ilmu Penyakit Mata. Jakarta: Balai Penerbitan FK UI. Ong, Ripley, Newsom. (2003). Assesment of Colour Vision as a Screening

Test for Sight Threaning Diabetik Retinopathi Before Loss of Vission. Ophthalmol.

Soegondo & Sukardji. (2008). Hidup Secara Mandiri Dengan Diabetes

Mellitus. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Soegondo, S.H. (2008). Pentingnya Pemantauan Pengujian Gula Darah

Bagi Diabetesi. Diambil tanggal 19 April 2010 dari

Viktor. (2008). Faktor Penyebab Diabetes Mellitus. Yang diambil tanggal 19 April 2010 dari


(60)

Lembar Persetujuan Menjadi Responden

Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Pasien Diabetes Mellitus Melakukan Pemeriksaan Mata Retinopati Diabetik di Poli Klinik Penyakit Dalam

RSUP HAM

Saya adalah Mahasiswi S1 Ekstensi Fakultas Keperawatan USU yang sedang melakukan penelitian yang bertujuan untuk mengidentifikasi Faktor – faktor yang mempengeruhi pasien diabetes mellitus melakukan pemeriksaan mata retinopati diabetk di Poli klinik Penyakit Dalam RSUP H. Adam Malik medan.

Penelitian ini dilakukan sebagai salah satu kegiatan dalam menyelesaikan tugas akhir di Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara. Untuk keperluan tersebut saya mengharapkan kesediaan Bapak/Ibu untuk berpartisipasi dalam penelitian ini, dimana penelitian ini tidak akan memberikan dampak yang membahayakan. Jika Bapak/Ibu bersedia, selanjutnya saya mohon kesediaan Bapak/Ibu mengisi kuesioner dengan jujur dan apa adanya. Jika bersedia, silahkan menandatangani lembar persetujuan ini sebagai bukti kesukarelaan Bapak/Ibu.

Identitas pribadi Bapak/ Ibu sebagai responden akan dirahasiakan dan semua informasi yang diberikan hanya akan digunakan untuk penelitian ini. Partisipasi Bapak/Ibu dalam penelitian ini bersifat sukarela sehingga Bapak/Ibu berhak mengundurkan diri tanpa ada sanksi apapun. Jika ada yang kurang jelas silahkan bertanya langsung kepada peneliti.

Terima kasih atas pertisipasi Bapk/Ibu dalam penelitian ini. Tanda Tangan :


(61)

Lembar Kuisioner

1. Identitas Responden

Isilah identitas dengan benar sesuai dengan identitas yang asli dengan menggunakan tanda checklist (√) pada kolom yang menurut anda benar.

Umur :

30 tahun – 40 tahun

41 tahun – 50 tahun

>50 tahun

Agama :

Islam Hindu

Kristen Protestan Budha

Kristen Katolik

Pendidikan :

SD SMA

SLTP S1

Status Perkawinan :

Menikah


(62)

Suku :

Batak Toba Aceh

Batak Karo dll

Melayu

Penghasilan :

< Rp 1.000.000,00

Rp 1.000.000,00 – Rp 2.000.000,00 > Rp 2.000.000,00

2. Jawablah Pertanyaan

Petunjuk : Pilihlah salah satu jawaban ya atau tidak pada pertanyan berikut

sesuai dengan pendapat yang menurut anda benar dengan memberikan tanda

checklist (√) pada kolom yang disediakan.

No Pertanyaan Ya Tidak

1. Penyakit gula/kencing manis dapat menyebabkan

penglihatan kabur.

2. Adanya informasi mengenai komplikasi yang akan terjadi pada penderita penyakit gula/kencing manis membuat saya melakukan pemeriksaan pada mata saya.

3. Pemeriksaan mata penting dilakukan pada penderita penyakit gula/kencing manis.


(63)

4. Pemeriksaan mata sebaiknya dilakukan dalam setahun sekali pada penderita penyakit gula dengan ganguan (komplikasi) pada mata.

5. Pemeriksaan mata secara dini dapat mencegah gangguan penglihatan pada penderita penyakit gula/kencing manis.

6. Karena biaya untuk melakukan pendeteksian dan

pemeriksaan awal terhadap komplikasi bagi penyakit gula/kencing manis masih sangat terjangkau sehingga mendorong saya untuk melakukan pemeriksaan secara rutin termasuk pada mata saya

7. Karena biaya yang diperlukan untuk melakukan

pemeriksaan kompliksi pada mata bagi penderita penyakit gula/kencing manis membuat saya menunda untuk melakukan pemeriksaan mata, dan pasti saya akan memeriksakan nya walau tidak dalam waktu dekat.

8. Saya mengetahui biaya yang diperlukan untuk

pemeriksaan komplikasi pada mata cukup mahal sehinga mendorong saya untuk melakukan pemeriksaan mata secara dini semenjak menderita penyakit gula/kencing manis sebelum terjadi komplikasi.


(64)

9. Keterbatasan biaya membuat saya tidak memeriksakan mata saya setelah saya mengalami penyakit gula/kencing manis.

10. Biaya bukan salah satu hambatan untuk memeriksakan ganguan (komplikasi) pada mata saya setelah mengalami penyakit gula/kencing manis.

11. Menurut saya kebutaan yang disebabkan oleh penyakit gula/kencing manis yang saya derita akan dapat saya hindarikan dengan melakukan kontrol dan pemeriksaan mata segera.

12. Menurut saya di Indonesia sudah banyak didirikan pusat kesehatan yang memberikan pelayanan khusus bagi penderita penyakit gula/kencing manis sehingga mudah untuk melakukan pemeriksaan mata secara dini .

13. Dengan melakukan pemeriksaan mata secara teratur, maka resiko ganguan pada mata saya akan berkurang.

14. Saya beranggapan jika terjadi kekeruhan pada mata bukanlah komplikasi dari penyakit gula yang telah lama saya derita.


(65)

15. Apabila terjadi gangguan pada mata saya setelah dinyatakan menderita penyakit gula/kencing manis itu tidak akan membahayakan diri saya.

16. Bila terjadi gangguan penglihatan, saya tahu kemana saya harus memeriksakan diri.

17. Adanya informasi yang saya dapat dari petugas kesehatan mengenai komplikasi yang akan terjadi akibat penyakit gula/kencing manis yang saya derita mendorong saya untuk melakukan pemeriksaan mata secara dini.

18. Saya tidak mengetahui tempat khusus untuk melakukan pemeriksaan dan deteksi dini terhadap mata bagi para penderita penyakit gula/kencing manis.

19. Saya tidak pernah mengunjungi pusat kesehatan untuk pemeriksaan ganguan (komplikasi) pada mata.

20. Tersedianya pelayanan kesehatan dengan fasilitas yang baik mendorong saya untuk melakukan pemeriksaan mata secara teratur untuk menghindari kebutaan akibat penyakit gula/kencing manis yang saya derita.


(66)

Tabel Daftar Hasil Jawaban Kuesioner Respon Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pasien Diabetes Mellitus Melakukan Pemeriksaan Mata

Retinopati Diabetik di RSUP HAM Tahun 2010

no Jumlah Item Jawaban Kuesioner x X2

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20

1 1 1 1 1 1 1 0 0 0 0 1 1 1 0 0 1 1 0 0 1 12 144

2 1 0 1 0 1 0 1 0 1 0 1 1 1 1 0 1 0 0 1 0 11 121

3 1 0 1 1 1 0 1 0 1 0 1 1 1 1 1 1 0 0 1 0 13 169

4 1 1 1 1 1 1 0 0 0 1 1 1 1 0 0 1 1 0 0 1 13 169

5 1 0 1 0 1 0 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 0 0 1 14 196

6 1 1 1 1 1 1 0 0 0 1 1 1 1 0 1 1 0 0 0 0 12 144

7 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 0 0 1 17 289

8 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 1 1 1 0 1 1 0 7 49

9 1 1 1 0 0 0 0 1 0 1 1 1 1 1 1 1 0 0 0 1 12 144

10 1 1 1 1 1 0 0 0 1 1 1 1 1 1 0 1 1 0 0 1 14 196

Jumlah total 125 1721

KETERANGAN:

Skore “Ya” nilainya 1 dan “Tidak” nilainya 0

Karakteristik analisa data yang di peroleh dari jawaban responden apabila: Analisa data faktor – faktor yang memperngaruhi pasien melakukan

pemeriksaan mata retinopati diabetik dikatakan “Reliabel” apabila realibilitas bernilai antara 0,6 sampai 0,8


(67)

UJI RELIABILITAS

Uji reliabilitas yang digunakan untuk fektor-faktor yang mempengaruhi pasien melakukan pemeriksaan mata retinopati diabetik di RSUP HAM adalah

Uji KR 21 yaitu:

r 11 =

dimana

M

=

dan

Vt =

Keterangan:

r

11 = reliabilitas instrument k = banyak nya butir pertanyaan M = Skor rata-rata

Vt = varietas total

maka:

Vt =

dan M =

=

=

= 15,85 = 12,5 Dan:

r 11 =

=

= 0, 74


(68)

(69)

(70)

(71)

(72)

(73)

(74)

(75)

(76)

(77)

(78)

(79)

(80)

(81)

(82)

TAKSASI DANA

1. Persiapan Proposal

- Biaya tinta dan kertas Print Proposal Rp 150.000,- - Fotokopi Sumber-sumber tinjauan pustaka Rp 20.000,- - Biaya buku sumber tinjauan pustaka Rp 80.000,-

- Perbanyak Proposal Rp 50.000,-

- Biaya internet Rp 20.000,-

- Izin Survey Rp 42.000,-

- Konsumsi saat sidang proposal Rp 50.000,-

2. Pengumpulan Data

- Izin Penelitian Rp 140.000,-

- Penggandaan Kuesioner Rp 45.000,-

- Biaya Transportasi Rp 40.000,-

3. Analisa Data & Penyusunan Laporan Perbaikan.

- Biaya kertas dan tinta print Rp 150.000,-

- Penjilidan Rp 40.000,-

- Penggandaan Rp 50.000,-

- Biaya tidak terduga

JUMLAH Rp 977.000 ,-


(83)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Dasni Inriani Harianja

Tempat/Tanggal Lahir : Bandar Jawa 06 April 1989

Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Kristen Protestan

Alamat : Tomok Horas Samosir

Riwayat Pendidikan :

1. TK Tunas Harapan Ambarita : Tahun 1993-1994

2. SD Negeri Ambarita : Tahun 1994-2000

3. SMP Negeri 1 Ambarita : Tahun 2000-2003 4. SMA Agape BK-3 Tangerang : Tahun 2003-2006 5. DIII Keperawatan Medistra : Tahun 2006-2009 6. S1 Keperawatan ekstensi USU : Tahun 2009-2011


(84)

(85)

(86)

(1)

(2)

TAKSASI DANA

1. Persiapan Proposal

- Biaya tinta dan kertas Print Proposal Rp 150.000,- - Fotokopi Sumber-sumber tinjauan pustaka Rp 20.000,- - Biaya buku sumber tinjauan pustaka Rp 80.000,-

- Perbanyak Proposal Rp 50.000,-

- Biaya internet Rp 20.000,-

- Izin Survey Rp 42.000,-

- Konsumsi saat sidang proposal Rp 50.000,- 2. Pengumpulan Data

- Izin Penelitian Rp 140.000,-

- Penggandaan Kuesioner Rp 45.000,-

- Biaya Transportasi Rp 40.000,-

3. Analisa Data & Penyusunan Laporan Perbaikan.

- Biaya kertas dan tinta print Rp 150.000,-

- Penjilidan Rp 40.000,-

- Penggandaan Rp 50.000,-

- Biaya tidak terduga

JUMLAH Rp 977.000 ,-

Rp 100.000,-


(3)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Dasni Inriani Harianja

Tempat/Tanggal Lahir : Bandar Jawa 06 April 1989 Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Kristen Protestan

Alamat : Tomok Horas Samosir

Riwayat Pendidikan :

1. TK Tunas Harapan Ambarita : Tahun 1993-1994 2. SD Negeri Ambarita : Tahun 1994-2000 3. SMP Negeri 1 Ambarita : Tahun 2000-2003 4. SMA Agape BK-3 Tangerang : Tahun 2003-2006 5. DIII Keperawatan Medistra : Tahun 2006-2009 6. S1 Keperawatan ekstensi USU : Tahun 2009-2011


(4)

(5)

(6)