Pecking Order Theory Landasan Teori

berhutang, untuk apa hutang tersebut digunakan, 2. berapa besar hutang yang ingin dan mampu anda ambil, 3. bagaimana hutang itu bisa dilunasi dalam keadaan darurat. Static trade off theory mengemukakan bahwa hutang mempunyai dua sisi. Sisi positif dari hutang adalah bahwa pembayaran bunga akan mengurangi pembayaran kena pajak. Penghematan pajak ini akan meningkatkan nilai pasar perusahaaan. Hutang menguntungkan perusahaan karena adanya perbedaan perlakuan pajak terhadap bunga dan dividen serta pembayaran bunga diperhitungkan sebagai biaya dan mengurangi penghasilan kena pajak, sehingga jumlah pajak yang dibayar perusahaan berkurang. Sebaliknya, pembagian dividen kepada pemegang saham tidak mengurangi pembayaran pembayaran pajak perusahaan. Jadi, dari sisi pajak akan lebih menguntungkan jika perusahaan membiayai investasi dengan hutang karena adanya penghematan pajak. Menurut teori ini, semakin besar laba EBIT yang dihasilkan oleh perusahaan, semakin besar pula tingkat hutangnya agar pajak yang dibayar berkurang. Namun demikian, besarnya hutang ini dibatasi oleh besarnya biaya-biaya kepailitan dan biaya tekanan keuangan yang timbul menjelang perusahaan bangkrut cost of financial distress.

3. Pecking Order Theory

Pecking order theory ini merupakan pengembangan dari signaling theory. Teori tersebut adalah teori struktur pendanaan yang menawarkan alternatif lain dalam pengambilan keputusan pendanaan. Pemilihan pendanaan berdasarkan risiko merupakan konsep pecking order theory yang diperkenalkan oleh Myers 1984 dan Myers dan Majluf 1984. Perilaku manajemen yang tidak mengikuti urutan pendanaan menurut pecking order theory merupakan suatu sinyal yang buruk mengenai prospek perusahaan dimasa yang akan datang. Pecking order theory mengacu pada teori perusahaan yang bertujuan memaksimumkan kemakmuran pemilik perusahaan. Konsep ini berbeda dengan agency theory walaupun memiliki asumsi yang sama dalam hal asimetri informasi. Pecking order theory membedakan ekuitas yang diperoleh dari laba diahan dan penerbitan saham baru karena prioritas sumber pendanaan menempatkan posisi yang paling atas sedangkan penerbitan saham baru pada posisi yang paling bawah. Tradeoff theory tidak membedakan urutan pemilihan sumber pendanaan. Oleh karena itu, ekuitas tidak dibedakan apakah diperoleh dari laba ditahan atau dari penerbitan saham baru melainkan merupakan kombinasi dari keduanya. Adapun tiga sumber pendanaan perusahaan, yaitu retained earning, hutang, dan ekuitas. Retained earning tidak memiliki permasalahan atau resiko sama sekali. Ekuitas mempunyai tingkat risiko yang sangat besar, sedangkan hutang mempunyai risiko yang relatif kecil. Keduanya mempunyai risiko, tetapi dari sudut pandang investor, ekuitas mempunyai risiko yang lebih besar dari hutang. Hal ini mengakibatkan investor akan mengharapkan tingkat pengembalian yang lebih tinggi dari penggunaan ekuitas dibandingkan dengan penggunaan hutang. Dari sudut pandang perusahaan, retained earning merupakan sumber pendanaan yang lebih baik dibandingkan hutang, dan hutang merupakan sumber pendanaan yang lebih baik dibandingkan ekuitas. Sejalan dengan hal tersebut, perusahaan akan membiayai semua kegiatan investasinya dengan menggunakan retained earning. Jika jumlah retained earning tidak mencukupi maka pendanaan dengan hutang atau ekuitas yang akan digunakan. Myers:1984 dalam Muhamad Edi Wijaya 2001 berpendapat bahwa keputusan pendanaan berdasarkan pecking order theory akan mengikuti urutan pendanaan sebagai berikut: 1. Perusahaan akan lebih menyukai pendanaan dari sumber internal. 2. Perusahaan akan menyesuaikan target pembayaran dividen terhadap peluang investasi. 3. Kebijakan deviden bersifat sticky, fluktuasi profitabilitas dan peluang investasi berdampak pada aliran kas internal bisa lebih besar atau lebih kecil dari pengeluaran investasi. 4. Bila dana eksternal dibutuhkan, perusahaan akan berusaha memilih sumber dana dari hutang karena dipandang lebih aman dan penerbitan ekuitas baru sebagai pilihan terakhir untuk memenuhi kebutuhan sumber dana.

4. Leverage