Martha Yurdila Janur : Analisis Terhadap Kinerja Keuangan Pemerintahan Daerah Kabupaten Bungo Sesudah Otonomi Daerah, 2009.
USU Repository © 2009
pemungutan pendapatannya tersebut efisien atau tidak. Hal ini perlu dilakukan karena meskipun pemerintah daerah berhasil merealisasikan penerimaan
pendapatan sesuai dengan target yang ditetapkan, namun keberhasilan itu kurang memilki arti apabila ternyata biaya yang dikeluarkan untuk merealisasikan target
penerimaan pendapatannya itu lebih besar daripada realisasi pendapatan yag diterimanya.
3. Rasio Aktivitas
Total Belanja Rutin Rasio Belanja Rutin terhadap APBD =
Total APBD
Total Belanja Pembangunan Rasio Belanja Pembangunan terhadap APBD =
Total APBD
Tabel 2.4 Rasio Aktivitas Kabupaten Bungo
Tahun 20032004-2007
No. Tahun
Rasio Belanja Rutin Terhadap APBD
Rasio Belanja Pembangunan Terhadap APBD
1 2003
64,64 34,31
2 2004
73,95 21,64
3 2005
74,52 24,12
4 2006
74,82 24,62
5 2007
60,83 37,33
Rasio ini menggambarkan bagaimana pemerintah daerah memprioritaskan alokasi dananya pada belanja rutin dan belanja pembangunan secara optimal.
Semakin tinggi persentase dana yang dialokasikan untuk belanja rutin berarti
Martha Yurdila Janur : Analisis Terhadap Kinerja Keuangan Pemerintahan Daerah Kabupaten Bungo Sesudah Otonomi Daerah, 2009.
USU Repository © 2009
persentase belanja investasi belanja pembangunan yang digunakan untuk menyediakan saran dan prasarana ekonomi masyarakat cenderung semakin kecil.
Belum ada patokan yang pasti berapa besarnya rasio belanja rutin maupun pembangunan terhadap APBD yang ideal, kerena sangat dipengaruhi oleh
dinamisasi kegiatan pembangunan dan besarnya kebutuhan investasi yang diperlukan untuk mencapai pertumbuhan yang ditargetkan.
Dari hasil perhitungan yang tertera pada tabel 2.4 diatas dapat dilihat bahwa sebagian besar dana yang dimiliki oleh pemerintah daerah Kabupaten Bungo
setelah pemberlakuan kebijakan otonomi daerah masih diprioritaskan untuk pemenuhan belanja rutin, sehingga rasio belanja pembangunan terhadap APBD
masih relatif kecil. Seharusnya pemerintah daerah lebih memperhatikan sektor pembangunan yang mempunyai multiplier effect yang artinya proses yang
menunjukkan sejauh mana pendapatan nasional akan berubah efek dari perubahan dalam pengeluaran agregat. Multiplier bertujuan untuk menerangkan pengaruh
dari kenaikan atau kemerosotan dalam pengeluaran agregat ke atas tingkat keseimbangan dan terutama ke atas tingkat pendapatan nasional. dan pengaruh
langsung terhadap peningkatan pendapatan daerah. Hal ini dapat dilihat pada tahun anggaran 2003 persentase rasio belanja rutin
terhadap APBD adalah sebesar 64,64 sedangkan rasio pembangunan terhadap APBD hanya sebesar 34,31. Ini diakibatkan oleh belanja rutin pegawai yang
mencapai Rp. 101.654.295.750. Pada tahun anggaran 2004 persentase rasio belanja rutin terhadap APBD
naik sebesar 9,31 dari tahun anggaran 2003 menjadi 73,95. Sedangkan rasio
Martha Yurdila Janur : Analisis Terhadap Kinerja Keuangan Pemerintahan Daerah Kabupaten Bungo Sesudah Otonomi Daerah, 2009.
USU Repository © 2009
pembangunan terhadap APBD mengalami penurunan menjadi 21,64 dari tahun 2003. Hal ini menunjukkan bahwa pemerintah daerah belum mengambil langkah
dan tindakan yang serius dan berarti untuk membenahi pembangunan daerahnya. Pada tahun anggaran 2005 persentase rasio belanja rutin terhadap APBD
kembali naik menjadi 74,52 dari dua tahun sebelumnya dan persentase rasio pembangunan terhadap APBD masih berada dibawah rasio belanja rutin, namun
mengalami sedikit peningkatan dari tahun 2004 sebesar 2,48 yaitu menjadi 24,12.
Pada tahun anggaran 2006 persentase rasio belanja rutin dan rasio pembangunan terhadap APBD relatif stabil dari tahun 2005 walaupun mengalami
kenaikan yang tidak begitu berarti yaitu sebesar 74,82 dan 24,62 .
Pada tahun anggaran 2007 persentase rasio belanja rutin terhadap APBD mengalami penurunan dari tahun-tahun sebelumnya menjadi 60,83 . Sedangkan
persentase rasio belanja pembangunan mengalami kenaikan dari tahun 2006 menjadi 37,23 walaupun pada kenyataanya masih jauh berada dibawah
persentase rasio belanja rutin.
Ini artinya pemerintah Kabupaten Bungo mulai mengalihkan fokus aktivitas wilayah pemerintahnnya dengan lebih mengarah kepada belanja
pembangunan yang tentunya ini akan memberikan dampak kepada usaha peningkatan pendapatan daerah dari segi pembangunan daerah. Aktivitas wilayah
merupakan rangkaian kegiatan yang tidak terpisahkan dari pengembangan dan pembangunan wilayah dan merupakan suatu pengembangan yang terpadu dengan
Martha Yurdila Janur : Analisis Terhadap Kinerja Keuangan Pemerintahan Daerah Kabupaten Bungo Sesudah Otonomi Daerah, 2009.
USU Repository © 2009
memanfaatkan saling keterkaitan antar sektor yang membentuk struktur ruang wilayah. Wilayah sebagai wadah kegiatan ekonomi memiliki peran penting bagi
wilayahnya sendiri maupun daerah disekitar wilayah. Memahami sistem aktivitas wilayah, pola perilaku manusia merupakan faktor yang sangat berpengaruh
terhadap perkembangan wilayah, yaitu sistem kegiatan yang menyangkut hubungan yang lebih kompleks cross relationship dengan berbagai sistem
kegiatan yang lain, baik dengan perorangan, kelompok dan lembaga. Sehingga ini menunjukkan awal yang baik bagi Kabupaten Bungo untuk lebih fokus didalam
membenahi pembangunan daerahnya yang akan memberikan pengaruh yang baik terhadap pendapatan yang akan diterima daerah.
4. Debt Servuce Coverage Ratio DSCR