Martha Yurdila Janur : Analisis Terhadap Kinerja Keuangan Pemerintahan Daerah Kabupaten Bungo Sesudah Otonomi Daerah, 2009.
USU Repository © 2009
Sehingga dari perhitungan rasio-rasio tersebut diatas maka akan dapat diproleh hasil analisis kinerja keuangan Pemerintahan Daerah Kabupaten Bungo
setelah pemberlakuan kebijakan Otonomi Daerah.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Teoritis
1. Definisi Otonomi Daerah
Menurut undang-undang nomor 32 tahun 2004 menyatakan bahwa yang dimaksud dengan otonomi daerah adalah hak, kewenangan, dan kewajiban daerah
otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi
masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Martha Yurdila Janur : Analisis Terhadap Kinerja Keuangan Pemerintahan Daerah Kabupaten Bungo Sesudah Otonomi Daerah, 2009.
USU Repository © 2009
Dalam rangka Negara kesatuan, pemerintah pusat masih memiliki kewenangan melakukan pengawasan terhadap daerah otonom. Untuk itu menurut
Bastian 2006 : 338 Ada beberapa asas penting dalam Undang-Undang Otonomi Daerah yang
perlu dipahami : 1.
Asas desentralisasi adalah penyerahan wewenang pemerintahan oleh Pemerintah kepada Daerah Otonom dalam kerangka Negara Kesatuan
Republik Indonesia.
2. Asas dekonsentrasi adalah pelimpahan wewenang dari Pemerintah
kepada Gubernur sebagai wakil pemerintah danatau perangkat pusat didaerah.
3. Tugas pembantuan adalah penugasan dari pemerintah kepada daerah dan
desa untuk melaksanakan tugas tertentu yang disertai pembiayaan, sarana, dan prasarana serta sumber daya manusia dengan kewajiban
melaporkan pelaksanaannya dan mempertanggungjawabkannya kepada yang menugaskan.
4. Perimbangan keuangan antara pusat dan daerah adalah suatu system
pembiayaan pemerintah dalam kerangka Negara kesatuan, yang mencakup pembagian kekuasaan antara pemerintah pusat dan
pemerintah daerah serta pemerataan antardaerah secara proporsional, demokratis, adil, dan transparan dengan memperhatikan potensi, kondisi,
serta kebutuhan daerah, sejalan dengan kewajiban dan pembagian kewenangan serta tata cara penyelenggaraan kewenangan terssebut,
termasuk pengelolaan dan pengawasannya.
Hal yang mendasar dalam undang-undang ini adalah kebijakan publik yang
kuat untuk mendorong pemberdayaan masyarakat, pengembangan prakarsa, dan kreativitas, peningkatan peran serta masyarakat dan peningkatan manajemen
pengelolaan dana daerah. Arahan yang diberikan oleh undang-undang ini sudah sangat baik. Tetapi apakah ia dapat mewujudkan pemerintahan daerah otonom
yang efisien, efektif, transparan dan akuntabel. Hasil yang diinginkan terkait dengan ketaatan penerapan dan kesesuaian isi pokok-pokok aturan dengan kondisi
daerah otonom lain yaitu :
Martha Yurdila Janur : Analisis Terhadap Kinerja Keuangan Pemerintahan Daerah Kabupaten Bungo Sesudah Otonomi Daerah, 2009.
USU Repository © 2009
1. Dibidang Pendapatan, UU No. 34 Tahun 2000 tentang Pajak dan Retribusi
Daerah sebagai pengganti UU No. 18 Tahun 1997 sebelum otonomi sekaligus dengan PP No. 65 dan 66 Tahun 2000 sebagai peraturan
pelaksanaan apakah mampu mendorong daerah untuk meningkatkan Pendapatan Asli Daerah.
2. Dibidang Belanja, PP No. 104 sd 110 merupakan regulasi pengelolaan
belanja daerah. Apakah regulasi ini sebagai peraturan pelaksana mampu meningkatkan kinerja keuangan daerah dalam bentuk pencapaian efisiensi dan
efektifitas belanja daerah. Menurut Anderson dalam Tangkilisan 2003 : 25 mengemukakan bahwa :
Kebijakan publik sebagai kebijakan yang dibangun oleh badan dan pejabat pemerintahan dimana implikasi dari kebijakan tersebut adalah :
1. Kebijakan publik selalu memilki tujuan tertentu atau mempunyai
tindakan yang berorientasi kepada tujuan; 2.
Kebijakan publik berisi tindakan-tindakan pemerintah; 3.
Kebijakak publik merupakan apa yang benar-benar dilakukan oleh pemerintah;
4. Kebijakan publik yang diambil dapat bersifat positif dalam arti
merupakan tindakan pemerintah mengenai segala sesuatu masalah tertentu atau bersifat negatif dalam arti merupakan keputusan
pemerintah untuk tidak melakukan sesuatu;
5. Kebijakan pemerintah setidak-tidaknya dalam arti yang positif
didasarkan pada peraturan perundangan yang bersifat mengikat dan memaksa.
Reformasi pembiayaan melalui perubahan regulasi merupakan salah satu
bentuk kebijakan publik dalam upaya mengganti pendekatan manajemen pendapatan dan belanja melalui pengaturan kembali ketentuan yang ada dalam
pengelolaan biaya. Berdasarkan definisi Anderson dalam Tangkilisan 2003 : 26 “penerapan reformasi pembiayaan berarti bahwa pemerintah telah melakukan
pengaturan pengelolaan sumber daya melalui penetapan peraturan regulasi
Martha Yurdila Janur : Analisis Terhadap Kinerja Keuangan Pemerintahan Daerah Kabupaten Bungo Sesudah Otonomi Daerah, 2009.
USU Repository © 2009
dengan tujuan agar pengelolaan pendapatan dan belanja daerah oleh pemerintahan daerah lebih baik dari sebelumnya”.
Perubahan paradigma pembiayaan APBD oleh Pemerintahan melalui regulasi sesungguhnya memilki keterkaitan dengan beberapa teori dan penelitian
tentang pengelolaan biaya yang hampir relevan dengan apa yang dimaksud reformasi pembiayaan yaitu pengelolaan biaya yang merupakan suatu
pengembangan organisasi karena secara terus-menerus memberikan dan menawarkan ide bagi organisasi untuk menemukan cara pengambilan keputusan
yang benar untuk meningkatkan pelanggan dan menguarangi biaya. Aspek kedua yaitu bahwa secara sikap atau kebijakan, pengelolaan biaya
harus seluruhnya dihasilkan dari suatu keputusan manajemen. Bila dikaitkan dengan tata pemerintahan khusunya didaerah, maka pengelolaan biaya yang
paling relevan adalah menghasilkan aturankebijakan tertulis melalui suatu regulasi dibidang penerimaan atau regualsi dibidang pengeluaran. Melalui
otonomi daerah diharapkan daerah akan lebih mandiri dalam menentukan seluruh kegiatan.
Pemerintah daerah diaharapakan mampu memainkan peranan dalam membuka peluang memajukan daerah dengan menumbuh kembangkan seluruh
potensi sumber pendapatan daerah dan mampu menetapkan belanja daerah secara wajar, efisien dan efektif termasuk kemampuan perangkat daerah meningkatkan
kinerjanya. Variasi pemahaman otonomi daerah terkait dengan pemaknaan terhadap
asal-usul otonomi daerah. Karena sebenarnya otonomi daerah adalah hak yang
Martha Yurdila Janur : Analisis Terhadap Kinerja Keuangan Pemerintahan Daerah Kabupaten Bungo Sesudah Otonomi Daerah, 2009.
USU Repository © 2009
dimilki dan melekat sejak berdirinya daerah tersebut. Pemaknaan ini berlawanan dengan paham yang menyatakan bahwa daerah tidak memilki hak otonom karena
hak tersebut sesungguhnya baru muncul setelah pusat mendesentralisasikan sebagian kewenangannya kepada daerah. Dengan kata lain menurut Bastian 2004
: 331 ”otonomi daerah adalah pemberian pemerintah pusat melalui asas desentralisasi. Paham terakhir inilah yang sering dikaitkan dengan konsep
keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia.” Menurut Halim 2001 : 19, ciri utama suatu daerah mampu melaksanakan
otonomi adalah ; 1
kemampuan keuangan daerah, yang berarti daerah tersebut memilki kemampuan dan kewenangan untuk menggali sumber-
sumber keuangan, mengelola dan menggunakan keuangannya sendiri untuk membiayai penyelenggaraan pemerintah, 2
ketergantungan kepada bantuan pusat harus seminimal mungkin, oleh karena itu PAD harus menjadi sumber keuangan terbesar yang
didukung oleh kebijakan keuangan pusat dan daerah.
Secara umum ada lima aspek yang dipersiapkan dalam pengaturan perubahan otonomi daerah, yaitu :
1. Pengaturan kewenangan.
2. Pengaturan Kelembagaan. 3.
Pengaturan Personil. 4.
Pengaturan Asset dan Dokumen. 5.
Pengaturan Keuangan. Dalam penulisan ini, aspek pengaturan kewenangan terutama terhadap
pengelolaan belanja daerah dan pendapatan daerah serta pengaturan keuangan terutama pengaturan pajak dan retribusi daerah serta pengaturan dana
Martha Yurdila Janur : Analisis Terhadap Kinerja Keuangan Pemerintahan Daerah Kabupaten Bungo Sesudah Otonomi Daerah, 2009.
USU Repository © 2009
perimbangan sebagai kekuatan utama otonomi daerah adalah lingkup kajian nantinya didalam pembahasan.
2. Definisi Keuangan Daerah