Panjang Gelombang Maksimal Teofilin dan Efedrin HCl .1 Panjang Gelombang Maksimal Teofilin Validasi Metode

16 Menurut Rohman 2007, ada beberapa alasan mengapa harus menggunakan panjang gelombang maksimal, yaitu: a. Pada panjang gelombang maksimal, kepekaannya juga maksimal karena pada panjang gelombang maksimal tersebut, perubahan absorbansi untuk setiap satuan konsentrasi adalah yang paling besar. b. Di sekitar panjang gelombang maksimal, bentuk kurva absorbansi datar dan pada kondisi tersebut hukum Lambert-Beer akan terpenuhi. c. Jika dilakukan pengukuran ulang maka kesalahan yang disebabkan oleh pemasangan ulang panjang gelombang akan kecil sekali, ketika digunakan panjang gelombang maksimal. 2.5 Panjang Gelombang Maksimal Teofilin dan Efedrin HCl 2.5.1 Panjang Gelombang Maksimal Teofilin Menurut Moffat, dkk. 2011, ada pengaruh dalam penggunaan pelarut terhadap panjang gelombang maksimum teofilin. Pada pelarut asam, teofilin memiliki panjang gelombang maksimum sebesar 270 nm A 1 1 = 536a. Pada pelarut basa, teofilin memiliki panjang gelombang maksimum sebesar 275 nm A 1 1 = 650a. Spektrum teofilin dapat dilihat pada Gambar 2.2. Gambar 2.2 Spektrum Teofilin Moffat, dkk., 2011 Universitas Sumatera Utara 17

2.5.2 Panjang Gelombang Maksimal Efedrin HCl

Menurut Moffat, dkk. 2011, ada pengaruh dalam penggunaan pelarut terhadap panjang gelombang maksimum efedrin HCl. Pada pelarut asam, efedrin HCl memiliki tiga panjang gelombang maksimum sebesar 251 nm, 257 nm A 1 1 = 12a, dan 263 nm. Pada pelarut basa, efedrin HCl tidak memberikan serapan. Spektrum efedrin HCl dapat dilihat pada Gambar 2.4. Gambar 2.4 Spektrum Efedrin Hidroklorida Moffat, dkk., 2011

2.6 Validasi Metode

Validasi metode adalah suatu proses yang menunjukkan bahwa prosedur analitik telah sesuai dengan penggunaan yang dikehendaki. Proses validasi metode untuk prosedur analitik dimulai dengan pengumpulan data validasi oleh pelaksana guna mendukung prosedur analitiknya Bliesner, 2006. Hasil validasi metode dapat digunakan untuk memutuskan kualitas, reabilitas, dan konsistensi dari hasil analisis. Adapun karakteristik dalam validasi metode yaitu akurasi, presisi, spesifisitas, batas deteksi, batas kuantitasi, linieritas, rentang, dan kekuatanketahanan Huber, 2007. Universitas Sumatera Utara 18

2.6.1 Akurasi

Akurasi dari suatu metode analisis adalah kedekatan nilai hasil uji yang diperoleh melalui metode prosedur analisis dengan harga yang sebenarnya. Akurasi dinyatakan dengan persen perolehan kembali recovery. Akurasi merupakan ukuran ketepatan prosedur analisis Satiadarma, dkk., 2004.

2.6.2 Presisi

Presisi adalah ukuran keterulangan metode analisis, termasuk di antaranya kemampuan instrumen dalam melakukan hasil analisis yang reprodusibel. Presisi dinyatakan sebagai standar deviasi relatif atau koefisien variasi. Keterulangan dilakukan dengan cara menganalisis sampel yang sama oleh analis yang sama menggunakan instrumen yang sama dalam periode waktu yang singkat. Presisi antara dikerjakan oleh analis yang berbeda, sedangkan reprodusibilitas dikerjakan oleh analis yang berbeda dan di laboratorium yang berbeda. Syarat koefisien variasi bernilai kurang dari 2 Satiadarma, dkk., 2004.

2.6.3 Spesifisitas

Spesifisitas adalah suatu ukuran seberapa mampu metode tersebut mengukur analit saja dengan adanya senyawa-senyawa lain yang terkandung di dalam sampel Watson, 2005. Secara umum, spesifisitas dapat ditunjukkan oleh minimalnya gangguan oleh senyawa lain terhadap hasil analisis. Pendekatan tidak langsung adalah lewat pengamatan karakteristik akurasi dari metode tersebut. Bila akurasi metode telah dapat diterima, maka metode tersebut otomatis telah masuk kriteria sebagai metode yang spesifik. Spesifisitas dinyatakan sebagai derajat penyimpangan Ermer dan McB. Miller, 2005. Universitas Sumatera Utara 19

2.6.4 Batas Deteksi dan Batas Kuantifikasi

Batas deteksi didefinisikan sebagai konsentrasi analit terendah dalam sampel yang masih dapat dideteksi, meskipun tidak dapat dikuantifikasi. Batas deteksi merupakan batas uji yang spesifik menyatakan apakah analit di atas atau di bawah nilai tertentu Rohman, 2007. Menurut Harmita 2004, batas deteksi dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut: Batas deteksi LOD = 3 x SB slope Batas kuantifikasi didefinisikan sebagai konsentrasi analit terendah dalam sampel yang dapat ditentukan dengan presisi dan akurasi yang dapat diterima pada kondisi operasional metode yang digunakan Rohman, 2007. Menurut Harmita 2004, batas kuantifikasi dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut: Batas kuantifikasi LOQ = 10 x SB slope

2.6.5 Linieritas dan Rentang

Linieritas menunjukkan kemampuan suatu metode analisis untuk memperoleh hasil pengujian yang sesuai dengan kisaran konsentrasi analit tertentu. Hal ini dapat dilakukan dengan cara membuat kurva kalibrasi dari beberapa set larutan baku yang telah diketahui konsentrasinya. Persamaan garis yang digunakan pada kurva kalibrasi diperoleh dari persamaan y = ax + b. Persaman ini akan menghasilkan koefisien korelasi r Satiadarma, dkk., 2004. Rentang adalah interval antara batas konsentrasi tertinggi dan terendah analit yang terbukti dapat ditentukan menggunakan prosedur analisis, dengan presisi, akurasi, dan linieritas yang baik. Rentang biasanya dinyatakan dalam satuan yang sama dengan hasil uji Satiadarma, dkk., 2004. Universitas Sumatera Utara 1

BAB I PENDAHULUAN