4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tablet
Tablet adalah sediaan padat mengandung bahan obat dengan atau tanpa bahan pengisi. Berdasarkan metode pembuatan, dapat digolongkan sebagai
tablet cetak dan tablet kempa. Selain bahan pengisi digunakan juga zat tambahan lain yang berfungsi sebagai bahan tambahan, pengikat, pelicin,
pembasah atau zat lain yang cocok Ditjen POM, 1995. Tablet kunyah dimaksudkan untuk dikunyah memberikan rasa yang
enak dalam rongga mulut, mudah ditelan dan tidak meninggalkan rasa pahit atau tidak enak. Jenis tablet ini digunakan dalam formulasi tablet untuk anak,
terutama formulasi multivitamin, antasida dan antibiotik tertentu. Tablet kunyah dibuat dengan cara dikempa, umumnya menggunakan manithol,
sorbitol atau sukrosa sebagai bahan pengikat dan bahan pengisi, mengandung bahan pewarna dan bahan pengaroma untuk meningkatkan penampilan dan
rasa Ditjen POM, 1995.
2.2 Antasida
Antasida adalah obat yang menetralkan asam lambung sehingga berguna untuk menghilangkan nyeri tukak peptik. Antasida tidak mengurangi volume
HCl yang dikeluarkan lambung, tetapi peninggian pH akan menurunkan aktivitas pepsin. Beberapa antasida, misalnya magnesium hidroksida diduga
5
menghambat pepsin secara langsung. Kapasitas menetralkan asam dari berbagai antasida pada dosis terapi bervariasi, tetapi umumnya pH lambung
tidak sampai diatas 4 Estuningtyas dan Arif, 2007
.
2.2.1 Penggolongan antasida
Antasida dibagi dalam 2 golongan yaitu antasida sistemik dan antasida nonsistemik. Antasida sistemik, misalnya natrium bikarbonat, diabsorpsi dalam
usus halus sehingga menyebabkan urin bersifat alkalis. Pada pasien dengan kelainan ginjal dapat terjadi alkalosis metabolik
Estuningtyas dan Arif, 2007 .
Antasida nonsistemik hampir tidak diabsorpsi dalam usus sehingga tidak menimbulkan alkalosis metabolik. Contoh antasida nonsistemik adalah sediaan
magnesium, aluminium, dan kalsium Estuningtyas dan Arif, 2007
.
2.2.2 Sediaan antasida
Antasida tersedia dalam sediaan sirup maupun tablet, antasida juga tersedia sebagai obat generik maupun obat paten Anief, 1991.
Kandungan dari sediaan antasida yaitu: kandungan aluminium dan magnesium, kandungan natrium bikarbonat, serta kandungan kalsium karbonat.
Simeticone diberikan sendiri atau ditambahkan pada antasida sebagai anti buih untuk meringankan kembung flatulen
Sukandar, dkk., 2008.
2.3 Pemeriksaa Mutu Tablet
Pemeriksaan mutu tablet dilakukan dengan uji kekerasan tablet, kerapuhan tablet, waktu hancur, keragaman bobot dan penetetapan kadar.
6
2.3.1 Uji kekerasan tablet
Masing-masing sediaan diletakkan pada tempat yang tersedia pada alat Hardness tester Coplay dengan posisi tidur, alat diatur, kemudian ditekan
tombol start, pada saat sediaan pecah dicatat angka yang tertera pada layar
digital.
Syarat : Kekerasan tablet secara umum 4 sd 8 dan 7 sd 12 untuk tablet kunyah Soekemi, 1987.
2.3.2 Uji kerapuhan tablet
Alat : Friabilator Roche Cara : ditimbang 20 tablet yang dibersihkan dari debu, dicatat beratnya a
gram, dimasukkan ke dalam alat, lalu alat dijalankan selama 4 menit 100 kaliputaran, setelah batas waktu yang ditentukan, tablet dikeluarkan dan
dibersihkan dari debu, lalu ditimbang lagi b gram, maka friabilitas F= a-b a x 100
Syarat : Kehilangan berat ≤ 0,8
Voigt, 1994 .
2.3.3 Waktu hancur
Alat : Disintegration Tester Erweka. Cara : Dilakukan pada 6 tablet. Dimasukkan 1 tablet pada masing-masing
tabung darikeranjang, dimasukkan 1 cakram pada tiap tabung. Digunakan air bersuhu ± 37
sebagai media kemudian alat dijalankan. Waktu hancur tablet dicatat yaitu sejak tablet dinaik turunkan sampai tablet hancur. Tablet
dinyatakan hancur jika tidak ada bagian tablet yang tertinggal di kasa.
7
Persyaratan : Menurut Farmakope Indonesia edisi III tahun 1979 tablet memenuhi syarat jika waktu hancur tablet tidak lebih dari 15 menit. Bila 1
tablet atau 2 tablet tidak hancur sempurna ulangi pengujian dengan 12 tablet lainnya : tidak kurang 16 tablet dari 18 tablet yang di uji harus hancur semua
Ditjen POM, 1995.
2.3.4 Uji kergaman bobot
Menurut Farmakope Indonesia edisi IV bahwa kadar zat aktif 50 mg atau lebih besar dari 50 mg yang merupakan 50 atau lebih dari bobot satuan
sediaan, maka uji keseragaman sediaan dilakukan dengan cara keragaman bobot.
Cara : Pilih tidak kurang dari 30 tablet dan timbang seksama 10 tablet, satu persatu dan dihitung bobot rata-rata kemudian ditentukan kadarnya. Dari hasil
penetapan kadar dihitung jumlah zat aktif dari masing-masing 10 tablet dengan anggapan zat aktif terdistribusi homogen Ditjen POM, 1995.
2.3.5 Uji kadar magnesium hidroksida
Menurut USP Vol III tahun 2009, timbang seksama 20 tablet sampel, gerus, timbang serbuk setara dengan 75 mg magnesium hidroksida,
dimasukkan kedalam erlenmeyer, ditambahkan 2 ml asam klorida 2 N, ditambahkan 100 ml air, ditambahkan natrium hidroksida 1 N , cek pH hingga
mencapai 10 dengan menggunakan indikator universal, ditambahkan 5 ml ammonium klorida dan 50 mg indikator eriochrom black dan titrasi dengan
dinatrium EDTA 0,05 M hingga terjadi warna biru. 1 ml Na
2
EDTA 0,05 M ~ 2,916 mg MgOH
2
USP, 2009.
8
2.4 Magnesium Hidroksida
Rumus Molekul : MgOH
2
Berat Molekul : 78,00 Magnesium hidroksida yang telah dikeringkan pada suhu 105
selama 2 jam mengandung tidak kurang dari 95,0 dan tidak lebih dari 100,5 MgOH
2
Ditjen POM, 1995.
2.4.1. Teori kompleksometri
Reaksi pembentukan kompleks dianggap sebagai reaksi asam-basa Lewis dengan ligan bekerja sebagai basa dengan memberikan sepasang elektron
kepada kation yang merupakan suatu asam Day dan Underwood, 1981. Ligan dari kata Latin ligare, yang berarti “mengikat”. Atom pada ligan
yang memberikan pasangan elektron pada ion logam dinamakan atom donor sedangkan ion logamnya disebut akseptor. Ligan dalam kompleks dapat berupa
anion atau molekul netral yang mengandung sebuah atom atau lebih dengan paling sedikit mempunyai sepasang elektron yang dapat diberikan pada ion
logam Brady, 1999.
Ligan diklasifikasikan atas dasar banyaknya titik lekat kepada ion logam. Ligan monodentat, yaitu ligan itu terikat pada ion logam hanya pada satu titik
oleh penyumbangan satu pasangan elektron menyendiri kepada logam. Ligan multidentat mengandung lebih dari dua atom koordinasi per molekul, misalnya
asam 1,2-diaminoetanatetraasetat EDTA yang mempunyai dua atom nitrogen penyumbang dan empat atom oksigen penyumbang dalam molekul yang
merupakan heksadentat Basset, dkk., 1991.
9
Schwarzenbach menyatakan bahwa ion asetat mampu membentuk kompleks-kompleks asetat yang rendah kestabilannya dengan hampir semua
kation polivalen dan sifat ini diperkuat dengan efek sepit, maka kompleks- kompleks yang jauh lebih kuat akan terbentuk oleh kation ion logam. Ia
menemukan asam-asam aminopolikarboksilat merupakan zat-zat pengkompleks yang baik Basset, dkk., 1991.
Berbagai nama trivial nama khusus digunakan untuk asam etilenadiaminatetraasetat dan garam natriumnya meliputi: Trilon B,
Komplekson III, Sekuestrena, Versena, dan Khelaton 3 Basset, dkk., 1991. EDTA mendapat aplikasi umum yang paling luas dalam analisis karena
aksi mengkompleksnya yang sangat kuat dan tersedia secara komersial Basset, dkk., 1991. Dalam perdagangan yang sering digunakan bentuk garamnya yaitu
dinatrium edetat dengan struktur kimia dibawah ini.
Struktur ruang anionnya yang mempunyai enam atom penyumbang memungkinkan untuk memenuhi bilangan koordinasi enam yang sering
dijumpai diantara ion-ion logam. Kompleks-kompleks yang dihasilkan mempunyai struktur serupa, tetapi berbeda satu sama lain dalam hal muatan
10
CO 2
̶ O
CH
2
CO CH
2
O N
CH
2
M CH
2
O N
yang dibawa. Satu struktur kompleks dengan suatu ion divalen dapat dilihat pada gambar berikut ini.
CO CH
2
O CH
2
CO Basset, dkk., 1991.
Untuk menyerdehanakan pembahasan berikut, EDTA diberi rumus H
4
Y; maka garam dinatriumnya adalah Na
2
H
2
Y, dan memberi ion pembentuk kompleks H
4
Y
2-
dalam larutan air; ia bereaksi dengan semua logam dalam rasio 1:1. Reaksi dengan kation dapat ditulis sebagai:
M
2+
+ H
2
Y
2-
↔ MY
2-
+ 2H
+
1 M
3+
+ H
2
Y
2-
↔ MY
-
+ 2H
+
2 M
4+
+ H
2
Y
2-
↔ MY + 2H
+
3 Rumus Umum: M
n+
+ H
2
Y
2-
↔ MY
n-4+
+ 2H
+
4 Basset, dkk., 1991. Dalam semua kasus satu mol H
2
Y
2-
yang membentuk kompleks akan bereaksi dengan satu mol ion logam, dan selalu terbentuk dua mol ion
hidrogen. Nampak dari persamaan 4 bahwa disosiasi kompleks akan ditentukan oleh pH larutan; menurunkan pH akan mengurangi kestabilan
kompleks logam-EDTA. Semakin stabil kompleks, semakin rendah pH pada
11
mana suatu titrasi EDTA dari ion logam bersangkutan dapat dilaksanakan Basset, dkk., 1991.
Tabel di bawah ini menunjukkan nilai pH minimum untuk eksistensi kompleks EDTA dari beberapa logam pilihan.
pH Minimum Adanya Kompleks
Logam Pilihan
1 – 3 4 – 6
8 – 10 Zr
4+
; Hf
4+
; Th
4+
; Bi
3+
; Fe
3+
Pb
2+
; Cu
2+
; Zn
2+
; Co
2+
; Ni
2+
; Mn
2+
; Fe
2+
; Al
3+
; Cd
2+
; Sn
2+
Ca
2+
; Sr
2+
; Ba
2+
; Mg
2+
Jadi terlihat bahwa pada umumnya kompleks EDTA dengan ion logam divalen stabil dalam larutan basa atau sedikit asam, sementara kompleks
dengan ion logam tri dan tetravalen terjadi dalam larutan-larutan dengan keasaman yang jauh lebih tinggi Basset, dkk., 1991.
2.4.2 Metode kompleksometri 1. Titrasi langsung
Larutan yang mengandung ion logam yang akan ditetapkan, dibuferkan sampai pH yang dikehendaki dan titrasi langsung dengan larutan baku EDTA.
Untuk mencegah pengendapan hidroksida logam garam basa dengan menambahkan sedikit zat pengkompleks pembantu seperti tartrat atau sitrat
atau trietanolamina. Pada titik ekuivalen, besarnya konsentrasi ion logam yang sedang ditetapkan turun mendadak. Ini umumnya ditetapkan dari perubahan
warna dari indikator logam yang berespons Basset, dkk., 1991.
12
2. Titrasi balik Tidak Langsung
Karena berbagai alasan, banyak logam tak dapat dititrasi langsung; mungkin mengendap dari dalam larutan dalam jangkau pH yang perlu untuk
dititrasi, atau mungkin membentuk kompleks-kompleks yang inert, atau indikator logam yang sesuai tidak tersedia. Dalam hal ini ditambahkan larutan
baku EDTA berlebih, kemudian larutan di buffer pada pH yang diinginkan, dan kelebihan pereaksi dititrasi kembali dengan larutan baku ion logam; yaitu
larutan ZnCl
2
ZnSO
4
atau MgCl
2
MgSO
4
. Titik akhir titrasi dideteksi dengan bantuan indikator logam yang memberi respon terhadap ion logam yang
terdapat dalam titrasi kembali Basset, dkk., 1991.
3. Titrasi penggantian Substitusi
Titrasi substitusi dapat digunakan untuk ion logam yang tidak bereaksi bereaksi dengan tak memuaskan dengan indikator logam, atau untuk ion
logam yang membentuk kompleks EDTA yang lebih stabil dari pada kompleks EDTA dari logam-logam lainya seperti magnesium dan kalsium. Kation logam
M
n+
yang akan ditetapkan dapat diolah dengan kompleks magnesium EDTA, pada mana reaksi berikut terjadi:
M
n+
+ MgY
2-
↔ MY
n-4+
+ Mg
2+
Jumlah ion magnesium yang dibebaskan ekuivalen dengan kation-kation yang berada disitu, dapat dititrasi dengan suatu larutan baku EDTA dan
indikator logam yang sesuai Basset, dkk., 1991.
13
4. Titrasi alkalimetri
Bila suatu larutan dinatrium etilenadiaminatetraasetat Na
2
H
2
Y, ditambahkan pada larutan yang mengandung ion-ion logam, terbentuklah kompleks-
kompleks dengan disertai pembebasan dua ekuivalen ion hidrogen:
M
n+
+ H
2
Y
2-
↔ MY
n-4+
+ 2H
+
Ion hidrogen yang dibebaskan dapat dititrasi dengan larutan baku natrium hidroksida dengan menggunakan indikator asam-basa. Pilihan lain, suatu
campuran iodat-iodida ditambahkan disamping larutan EDTA, dan iod yang dibebaskan dititrasi dengan larutan baku tiosulfat. Larutan logam yang akan
ditetapkan harus dinetralkan dengan tepat sebelum dititrasi; ini hal yang sukar yang disebabkan oleh hidrolisis banyak garam, dan merupakan segi lemah dari
titrasi alkalimetri Basset, dkk., 1991.
2.4.3 Indikator ion logam
Keberhasilan suatu titrasi EDTA bergantung pada penetapan titik akhir secara cermat. Persyaratan bagi sebuah indikator ion logam untuk digunakan
pada pendeteksian visual dari titik-titik akhir meliputi:
1. Reaksi warna harus sedemikian sehingga sebelum titik akhir, bila hampir
semua ion logam telah berkompleks dengan EDTA, larutan akan berwarna jelas.
2. Reaksi warna itu haruslah spesifik khusus, atau sedikitnya selektif.
3. Kompleks indikator-logam harus memiliki kestabilan yang cukup, jika
tidak, tak akan diperoleh perubahan warna yang tajam. Namun kompleks indikator logam harus kurang stabil dibanding kompleks logam-EDTA
14
untuk menjamin pada titik-akhir, EDTA melepaskan ion-ion logam dari kompleks indikator-logam. Perubahan dalam kesetimbangan dari kompleks
indikator-logam ke kompleks logam-EDTA harus tajam dan cepat. 4.
Warna yang kontras antara indikator bebas dan kompleks indikator-logam harus sedemikian sehingga mudah diamati.
5. Indikator harus sangat peka terhadap ion logam sehingga perubahan warna
terjadi sedekat mungkin dengan titik ekuivalen. 6.
Persyaratan diatas harus dipenuhi dalam jangkau pH pada mana titrasi dilakukan Basset, dkk., 1991.
15
BAB III METODE PENELITIAN
3.1 Waktu dan Tempat penelitian
Penelitian dilakukan di Laboraturium Teknologi Sediaan Farmasi II fakultas Farmasi USU dari bulan Juni 2013 - September 2013, dan di
Laboraturium Kimia Farmasi Kuantitatif Fakultas Farmasi USU dari bulan September 2013- Desember 2013.
3.2 Alat
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah neraca listrik Dj- Series, timbangan, anak timbangan, mortir, stamfer,
Roche Friabilator Copley, Hardness Tester Copley,
Disintegratin Tester Erweka, buret, statif dan klem, kertas indikator universal dan alat- alat gelas laboratorium.
3.3 Bahan
Asam klorida 2N, Natrium hidroksida 1N, Ammonium chlorida, dinatrium etilendiaminatetraasetat P, zink sulfat LV, indikator eriochrom
black,. Sampel yang digunakan adalah Tablet Acitral PT. Interbat, Tablet Dexanta PT. Dexa Medica, Magtral PT. Otto, Mylanta PT. Bayer
Indonesia.
16
3.4 Pengambilan Sampel
Metode pengambilan sampel yang digunakan adalah secara simple random sampling dengan rumus
1 +
n yaitu sampel yang terpilih diambil
dari akar jumlah sampel + 1 dari tiap populasi dengan maksud untuk memperkecil jumlah sampel namun masih mewakili populasi.
Adapun batasan sampel merek dagang tablet antasida yang mengandung alumunium hidroksida,
magnesium hidroksida, dan simeticone yang beredar di kota Medan dengan anggapan sampel homogen dari masing – masing industri obat untuk tiap
daerah di kota Medan berdasarkan literatur ISO Informasi Spesialite Obat Indonesia volume 47, 2012 - 2013. Sampel diambil dari apotek Samudra 2 Jl.
Kapten muslim No 55 Medan, Dikatakan simple random sampling karena pengambilan anggota sampel dari populasi dilakukan secara acak tanpa
memperhatikan strata yang ada dalam populasi itu. Cara demikian dilakukan bila anggota populasi dianggap homogen. Sugiyono, 2010.
3.5 Pembuatan Pereaksi 3.5.1 Pembakuan Na