dapat menarik benda lain, bahkan ada yang tertarik lebih kuat dari benda lainnya, yaitu bahan logam. Namun tidak semua logam mempunyai daya tarik yang sama
terhadap magnet. Besi dan baja adalah dua contoh materi yang mempunyai daya tarik magnet yang tinggi. Sedangkan oksigen cair adalah contoh materi yang
mempunyai daya tarik magnet rendah Julia, 2011.
2.2 Magnet Permanen
Produk magnet permanen ada dua macam, dibagi berdasarkan teknik pembuatannya yaitu magnet permanen isotropi dan magnet permanen anisotropi.
a b
Gambar 2.1. Arah Partikel Pada Magnet, a Arah partikel acak Isotropi. b Arah partikel searah Anisotropi Masno G, 2006
Magnet permanen isotropi merupakan magnet dimana arah domain magnet partikel-partikelnya
masih acak.
Sedangkan magnet
anisotropi pada
pembentukkan dilakukan didalam medan magnet, sehingga arah domain magnet partikel-partikelnya mengarah pada satu arah tertentu seperti ditunjukkan pada
Gambar 2.1. Magnet permanen isotropi memiliki sifat magnet atau remanensi magnet yang lebih rendah dibandingkan dengan magnet permanen anisotropi.
Suatu magnet permanen harus mampu menghasilkan densitas fluks magnet, B yang tinggi dari suatu volume magnet tertentu. Sifat stabilitas magnetik yang baik
terhadap efek temperatur dan waktu, serta memiliki ketahanan yang tinggi terhadap pengaruh demagnetisasi. Pada prinsipnya, suatu kemagnetan permanen
haruslah memiliki karakteristik minimal dengan sifat kemagnetan remanen Br dan koersivitas intrinsik JHc serta temperatur curie Tc yang tinggi Manaf,
2013.
Universitas Sumatera Utara
2.3 Sifat-Sifat Magnet Permanen
Sifat-sifat magnet permanen hard ferrite dipengaruhi oleh kemurnian bahan, ukuran bulir grain size, dan orientsi kristal. Parameter kemagnetan juga
dipengaruhi oleh temperatur. Koersivitas dan remanensi akan berkurang apabila temperaturnya mendekati temperatur curie Tc dan akan kehilangan sifat
kemagnetannya temperaturnya sama dengan Tc Kerista Sebayang, dkk, 2013.
2.4 Sifat Intrinsik Kemagnetan Fasa Magnetik
Beberapa sifat kemagnetan dasar yang penting dari fasa magnetik dapat disebutkan antara lain koersifitas intrinsik JH
C
, remanen Jr, polarisasi total Js, medan anisotopi H
A
, produk energi maksimum BHmax, dan temperatur Curie T
C
. Berikut ini merupakan latarbelakang teori dan sifat kemagnetan.
2.4.1 Loop Histeresis
Remanen dan koersivitas adalah besaran kemagnetan yang dapat didefinisikan dari suatu loop histerisis magnet. Pada dasarnya loop tersebut merepresentasikan
suatu proses magnetisasi dan demagnetisasi oleh suatu medan magnet luar, H. Medan magnet luar yang digunakan untuk memagnetisasi ditingkatkan dari nol,
maka magnetisasi M atau polarisasi J dari magnet akan bertambah besar dan mencapai tingkat saturasi pada suatu medan magnet luar tertentu. Dengan
melakukan sederetan proses magnetisasi yaitu penurunan medan magnet luar menjadi nol dan meneruskannya pada arah yang bertentangan, serta meningkatkan
besar medan magnet luar pada arah tersebut dan menurunkannya kembali ke nol kemudian membalikkan arah seperti semula, maka magnetisasi atau polarisasi dari
magnet permanen terlihat membentuk suatu loop Manaf, 2013. Material magnetik diklasifikasikan menjadi dua yaitu material magnetik
lemah atau soft magnetic materials dan material magnetik kuat atau hard magnetic
materials. Penggolongan
ini berdasarkan
kekuatan medan
koersifitasnya. Soft magnetic memiliki medan koersifitas yang lemah, sedangkan hard magnetic materials memiliki medan koersifitas yang kuat. Hal ini lebih jelas
digambarkan dengan kurva histerisis atau hysteresis loop pada Gambar 2.2.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.2. Kurva Histerisis Hilda Ayu, 2013
Pada kurva histeresis gambar 2.2 menunjukkan kurva histeresis untuk soft magnetic materials pada gambar a dan hard magnetic materials pada gambar
b. H adalah medan magnetik yang diperlukan untuk menginduksi medan berkekuatan B dalam material. Setelah medan H ditiadakan, dalam specimen
tersisa magnetisme residual Br, dan diperlukan medan magnet Hc yang disebut gaya koersifitas, diterapkan dalam arah berlawanan untuk meniadakannya.
Soft magnetic materials mudah dimagnetisasi dan mudah pula mengalami demagnetisasi, seperti tampak pada Gambar 2.2 a. Nilai H yang rendah sudah
memadai untuk menginduksi medan B yang kuat dalam logam, dan diperlukan medan Hc yang kecil untuk menghilangkannya. Soft magnetic materials dapat
mengalami magnetisasi dan tertarik ke magnet lain, namun sifat magnetiknya hanya akan bertahan apabila magnet berada dalam suatu medan magnetik. Soft
magnetic materials tidak mengalami magnetisasi yang permanen. Perbedaan antara magnet permanen atau magnet keras, dengan magnet
lunak jelas terlihat pada loop histeresis seperti pada Gambar 2.2. Magnet keras menarik domain material lain yang mengalami magnetisasi menuju dirinya.
Magnet jenis ini dapat mempertahankan kemagnetannya dalam waktu yang sangat lama. Ketika suatu material magnetik dimasukkan ke dalam suatu medan
magnetic H, garis – garis gaya yang berdekatan dihimpun dalam meterial
tersebut sehingga meningkatkan densitas fluks. Secara teknis, terjadi peningkatan induksi magnetik, B. Tentu saja, besarnya induksi bergantung pada medan
magnetik dan jenis material magnet tersebut. Peningkatan induksi tidak linear
Universitas Sumatera Utara
tetapi mengikuti hubungan B – H yang melonjak ke level yang lebih tinggi, dan
kemudian bertahan mendekati konstan di dalam medan magnetik yang tetap lebih kuat. Kurva histerisis dari suatu magnet permanen memperlihatkan perbedaan
yang sangat mencolok. Ketika medan magnetik dihilangkan, sebagian besar induksi dipertahankan agar menghasilkan induksi remanen Br. Medan terbalik,
disebut medan koersifitas -Hc, diperlukan sebelum induksi turun menjadi nol. Sama dengan loop lengkap dari suatu magnet lunak, loop lengkap suatu magnet
permanen mempunyai simetri 180°. Hasil-kali antara medan magnetik Am dan induksi V.sm
2
adalah energi persatuan volume, daerah terintegrasi di dalam loop histerisis adalah energi
yang diperlukan untuk menyelesaikan satu siklus magnetisasi dari 0 ke +H, ke –H dan kembali ke 0. Energi yang diperlukan magnet lunak sangat kecil,
sedangkan magnet keras memerlukan energi yang cukup besar dan pada kondisi ruang demagnetisasi tidak akan terjadi. Magnetisasinya adalah magnetisasi yang
permanen. Untuk itu, magnet keras hard magnetic dapat juga disebut sebagai magnet permanen. Beberapa sifat dari magnet permanen dapat dilihat pada Tabel
2.1.
Tabel 2.1. Sifat Beberapa Magnet Keras Hilda Ayu, 2013
Material Magnetik Remanensi
B
r
V.sm
2
Medan Koersifitas
-H
c
kAm Hasil Kali
Demagnetisasi Maksimum
BH
maks
kJm
3
Baja karbon-biasa 1,0
4 1
Alnico V 1,2
55 34
Feroxdur BaFe
12
O
19
0,4 150
20 RE
– Co 1,0
700 200
Nd
2
Fe
14
B 1600
Tanah jarang – kobalt, khususnya samarium
Magnet permanen dapat ditandai dari medan koersifitas -Hc, diperlukan untuk mengembalikan induksi ke nol. Suatu nilai sebesar -Hc = 1000 Am sering
digunakan untuk memisahkan magnet lunak dan magnet keras permanen.
Universitas Sumatera Utara
BHmaks merupakan satu ukuran yang lebih baik, karena hasil-kali ini menunjukkan hambatan energi kritis yang harus dilampaui agar demagnetisasi
bisa terjadi Manaf, 2013.
2.4.2Polarisasi Total Fasa Magnetik
Polarisasi total Js atau magnetisasi total Ms dari suatu fasa didefinisikan sebagai jumlah total momen magnet atom-atom yang terdapat di dalam fasa
magnetik perunit volume sebagaimana dituliskan pada persamaan 2.1 berikut ini.
��= ∑ 2.1
dengan: Ms
= jumlah total momen magnet atom-atom yang terdapat di dalam fasa magnetik perunit volume A.m
-1
, = momen magnet per atom i Bohr magneton,
1 μB = 9,273 x 10
-24
J.T
-1
V = volume sel satuan fasa, dan N
= jumlah jenis atom pada sel satuan fasa. Sedangkan Js mengambil bentuk seperti persamaan 2.2 dan memiliki satuan
Tesla T. Js = μ
o
Ms 2.2
dengan: μ
o
= permeabilitas udara 1 μ
o
= 4 x 10
-7
H.m
-1
, dan Js = polarisasi total tesla.
2.4.3 Medan Anisotropi Anisotropy Field Fasa Magnetik
Anisotropi magnet dapat muncul dari berbagai sebab seperti bentuk magnet, struktur kristal, efek stress, dan lain sebagainya. Kebanyakan material
feromagnetik memiliki anistropi kristal yang disebut magnetocrystalline anisotropy. Kristal ini memiliki arah magnetisasi yang disukai dan disebut sebagai
arah mudah. Apabila magnetisasi dilakukan searah dengan sumbu mudah ini, maka keadaan jenuh dapat tercapai pada medan magnet luar yang relatif kecil.
Sebaliknya, bila magnetisasi dilakukan searah sumbu keras, keadaan saturasi
Universitas Sumatera Utara
dapat dicapai pada aplikasi medan magnet yang relatip tinggi. Oleh karena itu, untuk menimbulkan sifat anisotropi, magnet dibuat agar memiliki arah yang
disukai tersebut preferred direction. Pada keadaan stabil, arah momen magnet atau magnetisasi kristal adalah sama dengan arah sumbu mudah. Pada konfigurasi
keaadan stabil ini energi total dalam magnet adalah minimum. Sumbu kristal yang lain disebut sumbu keras, dimana kemagnetan pada arah ini meningkatkan energi
kristal. Oleh karena itu diperlukan suatu energi untuk mengubah arah vektor magnetisasi yang tadinya searah dengan sumbu mudah. Energi yang diperlukan
untuk mengarahkan arah momen magnet menjauhi sumbu mudahnya disebut magnetocrystalline energy atau anisotropy energy Manaf, 2013.
2.4.4 Produk Energi Maksimum BHmax
BHmax merupakan sifat yang paling utama dari suatu magnet permanen yang menunjukkan energi persatuan volume magnet yang dipertahankan di dalam
magnet. Besaran ini diturunkan dari kurva kuadran kurva demagnetisasi dari loop histerisis sehingga diperoleh kurva BH yaitu perkalian antara B dan H
sebagai fungsi H. Jadi, kurva BH sebagai fungsi H tersebut tidak lain adalah tempat kedudukan titik
– titik luasan di bawah kurva demagnetiasi. Secara skematik, penentuan kurva BH dari kurva demagnetisasi ditunjukkan pada
Gambar 2.3.
Gambar 2.3. Penentuan Nilai BHmax dari Kuadran ke-II Loop Histerisis Manaf, 2013
Universitas Sumatera Utara
Sejak ditemukan fasa magnetik ReFeB pada tahun 1983, telah banyak penelitian yang dilakukan untuk mencapai nilai BHmax tertinggi. Berbagai usahateknik
preparasi telah dikembangkan dan disain mikrostruktur dioptimalkan. Namun, nilai BHmax dari magnet permanen Nd-Fe-B tertinggi yang pernah dicapai pada
skala laboraturium baru mencapai ~ 400 kJ.m
-3
, yaitu kira-kira 78 dari nilai intrinsiknya Manaf, 2013. Jelaslah, penelitian tentang magnet Re-Fe-B masih
terus berlanjut meskipun pada saat ini magnet permanen kelas ini telah diproduksi secara komersial Manaf, 2013.
2.4.5 Temperatur Curie Fasa Magnetik
Temperatur Curie T
C
dapat didefinisikan sebagai temperatur kritis dimana terjadi perubahan dari keteraturan feromagnetik menjadi paramagnetik. Dengan
kata lain, di atas T
C
, material magnet memiliki magnetisasi yang terlalu rendah. Dengan demikian T
C
juga merepresentasikan kekuatan interaksi pertukaran antar spin-spin elektron atom. Suatu magnet diharapakan memiliki ketahanan yang baik
terhadap temperatur, terutama pada aplikasi-aplikasi dinamik, seperti pada: motor dan generator. Dalam kasus ini perubahan temperatur diharapkan tidak
mengurangi sedikitpun magnetisasi magnet agar unjuk kerja magnet tetap tinggi. Hal ini mungkin dapat terjadi apabila magnet tersebut memiliki nilai T
C
yang tinggi Hilda, 2013.
2.5 Magnet Keramik