Barium Heksaferit merupakan magnet yang bersifat hard magnet, oleh sebab itu untuk mengubah sifat magnetik dari Barium Heksaferit ini perlu ditambahkan
Ferro Boron FeB. BaFe
12
O
19
di milling dengan metode dry milling menggunakan PBM, variasi waktu: 12, 24 dan 36 jam. Bahan aditif FeB di
milling dengan metode wet milling menggunakan HEM selama 1 jam. Perbandingan antara bahan BaFe
12
O
19
dan FeB yaitu 97 : 3, 94 : 6, dan 91 : 9 wt. Kedua bahan baku campuran tersebut dimasukkan ke dalam jarmill untuk
di mixing menggunakan HEM selama 15 menit. Campuran bahan baku yang telah di mixing, dilakukan annealing dengan variasi temperatur yaitu 1000, 1100 dan
1200 C dengan penahanan pada temperatur tersebut selama 2 jam. Karakterisasi
yang akan dilakukan pada penelitian ini adalah True Density, OM Optical Microscope, XRD X-Ray Diffraction dan VSM Vibrating Sample
Magnetometer.
4.1. Karakterisasi Sifat Fisis 4.1.1 True Density BaFe
12
O
19
Pengukuran true density dilakukan dengan menggunakan prinsip archimedes pada sampel yang berbentuk serbuk. Pengukuran true density ini menggunakan alat
picknometer. Adapun hasil pengukuran true density pada sampel BaFe
12
O
19
dengan variasi waktu milling yaitu 12 ; 24 ;dan 36 jam. Adapun hasil pengukuran true density pada sampel BaFe
12
O
19
dengan variasi waktu milling ditunjukkan pada Tabel 4.1.
Tabel 4.1 Hasil Pengukuran True Density dari Serbuk BaFe
12
O
19
Waktu Milling jam True Density gcm
3
12 4,81
24 4, 97
36 4,82
Dari Tabel 4.1, korelasi antara waktu milling dengan nilai true density mencapai kondisi optimal pada 24 jam dan menghasilkan nilai true density 4,97 gcm
3
. Namun dengan meningkatnya waktu milling hingga 36 jam, terjadi aglomerasi
Universitas Sumatera Utara
atau penggumpalan serbuk dan menyebabkan nilai true density turun. Grafik hubungan antara variasi waktu milling terhadap true density dari serbuk
BaFe
12
O
19
ditunjukkan pada Gambar 4.1.
Gambar 4.1. Hubungan antara waktu milling terhadap nilai true density dari Serbuk Barium Heksaferit BaFe
12
O
19
Dari Gambar 4.1, diketahui bahwa penggumpalan ini disebabkan karena lamanya waktu milling. Dengan meningkatnya waktu milling, maka suhu di dalam jarmill
akan semakin tinggi diakibatkan oleh gesekan atau tumbukan bola-bola besi dan dinding jarmill. Sementara menurut M. Muhrir 2011, aglomerasi merupakan
proses bergabungnya partikel-partikel kecil menjadi struktur yang lebih besar melalui peningkatan sifat fisis seperti suhu. Hal ini juga sesuai dengan pendapat
dari Akmal Johan 2007, bahwa semakin lama proses milling maka ukuran partikel cenderung semakin halus dan cenderung teraglomerasi akibat interaksi
gaya elektrostatis yang cukup kuat pada partikel tersebut.
4.1.2 True Density dari BaFe
12
O
19
- FeB
Serbuk BaFe
12
O
19
setelah di milling dengan metode dry milling menggunakan PBM selama 24 jam dan serbuk FeB di milling dengan metode wet milling
12 24
36 4,80
4,84 4,88
4,92 4,96
5,00
4,81 4,97
4,82
True Density gcm
3
Milling Time h
Universitas Sumatera Utara
menggunakan HEM selama 1 jam. Kemudian kedua bahan tersebut di mixing selama 15 menit dengan menggunakan HEM dengan metode dry mixing dengan
variasi penambahan aditif FeB yaitu 3 ; 6 ;dan 9 wt. Hasil pengukuran true density pada campuran serbuk BaFe
12
O
19
dan FeB ditunjukkan pada Tabel 4.2.
Tabel 4.2 Hasil Pengukuran True Density dari Serbuk BaFe
12
O
19
dengan penambahan aditif 3 ; 6 ;dan 9 wt FeB
Komposisi FeB wt
True Density Teori ߩgcm
3
True Density Pengukuran ߩgcm
3
5,3 4,98
3 5,34
5,04 6
5,39 5,11
9 5,43
5,17
Dari Tabel 4.2, dapat dilihat bahwa secara umum penambahan aditif FeB memiliki korelasi yang berbanding lurus dengan nilai true density. Nilai true
density diperoleh dengan menggunakan rumus dari persamaan 2.8. Nilai true density hasil pengukuran yang paling mendekati dengan nilai true density teori
adalah pada serbuk BaFe
12
O
19
dengan penambahan aditif sebanyak 9 wt FeB, yaitu: 4,73 gcm
3
. Sementara nilai true density teoritis dengan penambahan 9 wt FeB adalah 5,33 gcm
3
. Grafik true density serbuk BaFe
12
O
19
terhadap variasi penambahan aditif FeB ditunjukkan pada Gambar 4.2.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 4.2. Hubungan antara penambahan aditif FeB terhadap nilai true density dari serbuk BaFe
12
O
19.
Dari Gambar 4.2, diketahui bahwa nilai true density hasil pengukuran untuk semua persentase penambahan aditif FeB, sedikit lebih kecil dari nilai true density
secara teoritis. Perbedaan nilai true density ini disebabkan oleh pengaruh homogenitas partikel, dan ketelitian pengukuran. Mengingat nilai true density FeB
adalah sebesar 6,8 gcm
3
, sedangkan nilai true density dari BaFe
12
O
19
sebesar 5,3 gcm
3
maka seharusnya nilai true density berada pada harga antara 5,3 – 6,8
gcm
3
.
4.1.3 True Density dari BaFe
12
O
19
- FeB terhadap Temperatur Annealing
Pengukuran true density dilakukan pada serbuk BaFe
12
O
19
dengan variasi penambahan aditif FeB yang telah di mixingdan kemudian diberikan perlakuan
annealing dengan variasi temperatur annealing yaitu 1000 ; 1100 ;dan 1200
o
C dengan penahanan selama 2 jam. Adapun hasil pengukuran true density pada
sampel BaFe
12
O
19
dengan variasi penambahan aditif FeB tanpa dan dengan temperatur annealing yang ditunjukkan pada Tabel 4.3. Untuk menentukan nilai
true density dapat dihitung dengan menggunakan rumus dari persamaan 2.8.
3 6
9 4,8
5,0 5,2
5,4 5,6
5,3 5,34
5,39 5,43
4,98 5,04
5,11 5,17
Tr u
e De
n sity
g
cm 3
Teori Praktek
Aditif FeB wt
Universitas Sumatera Utara
Tabel 4.3. Data Hasil Pengukuran True Density BaFe
12
O
19
dengan penambahan aditif FeB terhadap temperatur annealing.
Temperatur Annealing
C
True Density gcm
3
3 wt FeB 6 wt FeB
9 wt FeB Tanpa anneal
5,04 5,11
5,17 1000
5,25 5,22
4,94 1100
5,34 5,33
5,25 1200
5,54 5,34
5,27 Dari Tabel 4.3. dapat dilihat bahwa dengan penambahan aditif dari 3 sampai 9
wt FeB dan tanpa perlakuan annealing terjadi peningkatan nilai true density. Sedangkan setelah diberi perlakuan annealing nilai true density cenderung
menurun. Hal ini disebabkan karena meningkatnya jumlah fasa Fe
2
O
3
. Kondisi optimum diperoleh pada komposisi 3 wt FeB dengan temperatur annealing
1200
o
C dan menghasilkan nilai true density sebesar 5,54 gcm
3
. Grafik true density serbuk BaFe
12
O
19
dengan variasi penambahan aditif FeB terhadap temperatur annealing yang ditunjukkan pada Gambar 4.3.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 4.3 Hubungan antara penambahan aditif 3, 6 dan 9 wt FeB terhadap nilai true density dari Serbuk BaFe
12
O
19
tanpa dan denganannealing pada suhu 1000 ; 1100 ;dan 1200
C yang masing-masing ditahan selama 2 jam.
Dari Gambar 4.3 diketahui bahwa pada komposisi penambahan FeB yang samadan temperatur annealing dinaikkan terjadi peningkatan nilai true density.
Terjadinya peningkatan nilai true density akibat naiknya temperatur annealing karena meningkatnya fasa BaFe
12
O
19
dan berubahnya struktur kristal yang dihasilkan. Apabila dilihat dari distribusi ukuran partikel menunjukkan bahwa
pada penambahan 3 wt FeB dengan temperatur annealing. Hal ini dapat dijelaskan bahwa ukuran butiran sampel akan semakin besar dengan semakin
meningkatnya temperatur annealing seperti gambar Optical Microscope sampel yang dapat dilihat pada Gambar 4.6 dan Gambar 4.7. Proses perlakuan annealing
juga menyebabkan kualitas kristal dan ukuran butir menjadi lebih baik daripada tanpa perlakuan annealing atau as cast seperti hasil XRD sampel yang dapat
dilihat pada Gambar 4.9 dan Gambar 4.10. Dengan semakin bertambah besarnya ukuran butir, maka menyebabkan nilai true density menurun bila dibandingkan
dengan nilai true density tanpa perlakuan annealing atau as cast Zhu dkk, 2010.
3 6
9 4,8
5,0 5,2
5,4 5,6
5,54
5,34 5,27
5,34 5,33
5,25 5,25
5,22
4,94 5,04
5,11 5,17
T
anneal
1200
o
C T
anneal
1100
o
C T
anneal
1000
o
C Tanpa T
anneal
Aditif FeB wt
Tr u
e De
n sity
g cm
3
Universitas Sumatera Utara
Pemanasan pada temperatur 1000°C sampai 1200°C menyebabkan kristalinitas sampel meningkat diikuti dengan meningkatnya distribusi ukuran butir.
Temperatur mempunyai fungsi yang sangat penting terhadap bertambahnya ukuran butir Satapathy, 2006. Dan dengan semakin banyaknya FeB yang
ditambahkan maka densitasnya semakin menurun.Pada penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Akmal Johan
tentang “Hubungan Proses Milling Disertai Proses Annealing Terhadap Sifat
Magnetik Bahan” menjelaskan bahwa Penurunan sifat magnetik ini diperkirakan akibat mekanisme interaksi spin
momen magnet atom di dalam kristalit terganggu akibat cacat kristal yang terbentuk selama proses milling. Untuk memperbaiki struktur kristal dan
rekonstruksi bahan akibat proses milling, dapat dilakukan melalui proses annealing. Sehingga dengan peningkatan temperatur annealing sifat magnetik
bahan tersebut semakin membaik.
4.1.4 Optical Microscope OM
Optical Microscope OM merupakan alat yang digunakan untuk melihat permukaan sampel atau analisa morfologi sampel. Pengukuran sifat mikrostruktur
bahan dengan menggunakan OM ini dilakukan di Laboratorium Kelompok Penelitian Magnet
– LIPI dengan OM Paxcam 3 tipe BS-6000AT dengan halogen lamp 6V, 20 W, fuse 220 V, 5060 Hz. Dengan alat ini dapat diperoleh informasi
mengenai distribusi ukuran rata-rata butir. Hasil dari karakterisasi sifat mikrostruktur dari serbukBaFe
12
O
19
dan FeB murni serta hasil mixing serbuk BaFe
12
O
19
dan FeB terhadap temperatur annealing ditunjukkan pada Gambar 4.4, Gambar 4.5, Gambar 4.6 dan Gambar 4.7.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 4.4 Serbuk BaFe
12
O
19
milling 24 Jam dengan menggunakan PBM
Gambar 4.5 Serbuk FeB milling 1 jam dengan menggunakan HEM
Gambar 4.6 Serbuk BaFe
12
O
19
dengan aditif FeB 3 wt pada temperatur 1200
C
Gambar 4.7 Serbuk BaFe
12
O
19
dengan aditif FeB 9 wt pada temperatur 1200
C
Universitas Sumatera Utara
Dari Gambar 4.4, Gambar 4.5, Gambar 4.6 dan Gambar 4.7, hasil Optical Microscope dari serbuk BaFe
12
O
19
murni dan FeB murni dan penambahan aditif FeB 3 dan 9 wt dengan temperatur annealing 1200
C dengan menggunakan software ImageJ, sehingga diperoleh ukuran rata-rata butir. Dimana setelah
ditambahkan FeB dan diberikan perlakuan annealing pada temperatur 1200 C.
Hal ini mengakibatkan ukuran butirnya semakin besar dan mempengaruhi nilai true density. Data hasil analisa dari Gambar 4.4, Gambar 4.5, Gambar 4.6 dan
Gambar 4.7 dapat dilihat pada Tabel 4.4.
Tabel 4.4 Data Hasil Karakterisasi Optical Microscope serbuk BaFe
12
O
19
murni dan FeB murni dan dengan penambahan aditif FeB 3 dan 9 wt dengan temperatur annealing 1200
C KomposisiBaFe
12
O
19
: FeB wt
Ukuran Butir nm
TrueDensity gcm
3
100 : 0 130
4.97 0 : 100
90 6.88
97 : 3 116
5.54 91 : 9
127 5.27
Dari Tabel 4.4 diketahui bahwa semakin besar ukuran butir maka nilai true density semakin menurun.Semakin banyak penambahan FeB maka partikelnya
semakin rapat dan diameternya akan semakin besar .Dan dapat diketahui bahwa perlakuan annealing akan memperkecil ukuran partikel dan nilainya berada
diantara 90 – 130 nm.
4.1.5X-Ray Diffraction XRD
Untuk dapat mengetahui fasa-fasa yang terbentuk pada sampel yang telah melalui perlakuan annealing, maka dilakukan karakterisasi sampel dengan menggunakan
peralatan X-ray diffractrometer XRD yang kemudian dianalisasecara kualitatif. XRD dilakukan untuk mengetahui fasa yang terbentuk, puncak peak tertinggi
dan struktur kristal yang terbentuk dalam sampel dan campuran serbuk BaFe
12
O
19
dan FeB . Sumber yang digunakan adalah CuKα dengan panjang gelombang
Universitas Sumatera Utara
1,5406Å . Proses analisa data XRD dilakukan dengan menggunakan software match. Teknik difraksi sinar-X merupakan teknik yang dipakai untuk mengetahui
karakteristik kristalografi suatu material melalui puncak – puncak intensitas yang
muncul Wahyuni dan Hastuti, 2010. Data dari sampel yang diperoleh menggunakan difraksi sinar X kemudian dicocokkan dengan data standart pada
XRD yang ada di Database. Proses tersebut dinamakan search match. Wahyuni dan Hastuti, 2010.
20 40
60 80
800 1000
1200 1400
1600 1800
2000
1 4
2 2
2 1
1 3
4 2
6 2
5 2
3 1
1 1
1 4
1 7
1 1
In te
n s
ity c
p s
2 degree
BaFe
12
O
19
Fe
2
O
3
Gambar 4.8 Grafik Hasil Pengujian XRD BaFe
12
O
19
Pada Gambar 4.8 memperlihatkan hasil analisa X-Ray Diffraction dari bahan BaFe
12
O
19
murni. Dari gambar pola XRD tersebut dapat memperlihatkan bahwa terdapat 10 peak tertinggi yang menjadi titik acuan untukmencari fasa yang
terbentuk. Hasil rietveld refinement fasa menggunakan program Match. Setelah dilakukan rietveld refinement terdapat dua fasa yaitu fasa BaFe
12
O
19
dan fasa Fe
2
O
3
. Hal ini sesuai dengan hasil data No 96- 100 – 8329 untuk BaFe
12
O
19
dan No 96
– 901- 5504 untuk Fe
2
O
3
, BaFe
12
O
19
memiliki parameter kisi a = b = 5.8650 Å, c = 23.0990 Å, dengan struktur kristal hexagonal dan Fe
2
O
3
memiliki
Universitas Sumatera Utara
parameter kisi a = b 5.0020 Å, c = 13.6202, dengan struktur kristal trigonal hexagonal axes maka derajat kristalisasi fasa BaFe
12
O
19
murni adalah 84,7 BaFe
12
O
19
dan 15.3 Fe
2
O
3
.
20 40
60 80
800 1000
1200 1400
1600 1800
2000
2 2
2 1
1 3
4
1 2
1 1
1 3
2 3
1 1
1 1
4
1 4
1 7
1 1
1 2
In te
n s
ity c
p s
2 degree
BaFe
12
O
19
Fe
2
O
3
FeB
Gambar 4.9 Grafik Hasil Pengujian XRD BaFe
12
O
19
pada temperatur annealing 1200
o
C dengan penambahan komposisi 3 wt FeB
Dari Gambar 4.9diketahui bahwa hasil analisa XRD dari bahan BaFe
12
O
19
dengan penambahan 3 wt komposisi FeB pada temperatur Annealing 1200 °C. Dari
pola XRD tersebut dapat dilihat bahwa terdapat 12 peaktertinggi . Titik ini dijadikan titik acuan untuk mencari fasa yang terbentuk. Hasil rietveld refinement
fasa menggunakan program Match . Setelah dilakukan rietveld refinement terdapat tiga fasa yaitu fasa BaFe
12
O
19
,fasa Fe
2
O
3
dan fasa FeB. Hal ini sesuai dengan hasil data No 96 -100 -9039 untuk Barium Heksaferit, No 96 - 900 -
0140 untuk Fe
2
O
3
dan No 96 - 101 - 0478 untuk FeB, BaFe
12
O
19
memiliki parameter kisi a = b = 5.8890 Å, c = 23.1820 Å, dengan struktur kristal
hexagonal, Fe
2
O
3
memiliki parameter kisi a = b = 5.0380 Å, c = 13.7720 Å, dengan struktur kristal trigonal hexagonal axes , FeB memiliki parameter kisi a
= 4.0530 Å b = 5.4950 Å, c = 2.9460 Å, dengan struktur kristal orthorhombic.
Universitas Sumatera Utara
Maka derajat kristalisasi fasa pada suhu 1200 °C dengan penambahan komposisi FeB 3 wt adalah 63.4 BaFe
12
O
19
, 26.1 Fe
2
O
3
dan 10.5 FeB.
20 40
60 80
800 1000
1200 1400
1600 1800
2000 2200
1 3
2 1
4 1
1 6
2 4
1 1
3 2
3 1
1 1
1 4
1 4
1 7
1 2
In te
n s
ity c
p s
2 degree
BaFe
12
O
19
Fe
2
O
3
FeB
Gambar 4.10 Grafik Hasil Pengujian XRD BaFe
12
O
19
pada temperatur annealing 1200
o
C dengan penambahan komposisi 9 wt FeB
Pada Gambar 4.10 memperlihatkan hasil analisa X-Ray Diffraction XRD dari bahan BaFe
12
O
19
dengan penambahan 3 wt komposisi FeB pada temperatur annealing 1200 °C. Dari gambar pola XRD tersebut memperlihatkan bahwa
terdapat 12 peak tertinggi yang menjadi titik acuan untuk mencari fasa yang terbentuk. Hasil rietveld refinement fasa menggunakan program Match . Setelah
dilakukan rietveld refinement terdapat tiga fasa yaitu fasa BaFe
12
O
19
, fasa Fe
2
O
3
dan fasa FeB. Hal ini sesuai dengan hasil data No 96-100 -8842 untuk Barium Heksaferit, No 96-900-0140 untuk Fe
2
O
3
, dan No 96-101-0478 untuk FeB, BaFe
12
O
19
memiliki parameter kisi a = b = 5.8920 Å, c = 23.1830 Å, dengan struktur kristal hexagonal, Fe
2
O
3
memiliki parameter kisi a = b = 5.0380 Å, c = 13.7720 Å, dengan struktur kristal trigonal hexagonal axes dan FeB memiliki
parameter kisi a = 4.0530 Å, b = 5.4950 Å , c = 2.9460 Å, dengan struktur kristal orthorhombic. Maka derajat kristalisasi fasa pada suhu 1200 °C dengan
penambahan komposisi FeB 9 wt adalah 32.9 BaFe
12
O
19
, 51.7 Fe
2
O
3
dan 15.4 FeB.
Universitas Sumatera Utara
Dari Gambar 4.8, Gambar 4.9 dan Gambar 4.10 dapat dilihat bahwa semakin banyak FeB yang ditambahkan maka semakin banyak fasa Fe
2
O
3
yang terbentuk karena Fe teroksidasi. Hal ini diakibatkan karena perlakuan annealing dilakukan
dengan menggunakan furnace yang tidak vakum sehingga oksigen dengan mudah keluar masuk ruang pembakaran yang mengakibatkan oksidasi terjadi dengan
cepat. Hal yang sama dapat dilihat dari penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Mashuri pada tahun 2007, fasa transisi dari magnetit ke hematit terjadi pada
suhu 550-800
o
C dengan kandungan 14 hematit awal sebanyak 6.45 dan terus bertambah seiring dengan kenaikan suhu. Kondisi ini terjadi dalam furnace yang
tidak vakum. Dari penelitian sebelumnya, dinyatakan bahwa dengan temperatur yang lebih tinggi maka dapat dibuat hematit secara ekonomis dan efisien. Selain
waktu yang dibutuhkan relatif singkat, pembakaran diruang terbuka tanpa oksigen memiliki nilai ekonomis yang jauh lebih murah Setiyoko, 2010
4.2 Karakterisasi Sifat Magnet