mengeluarkan  zat  sisa  dari  tubuh.  Produk  sisa  utama  yang  di  ekskresikan  di  tinja adalah  bilirubin.  Konstituen-konstituen  tinja  lain  adalah  residu  makanan  yang  tidak
terserap dan bakteri, yang sebenarnya tidak pernah menjadi sebgaian dari tubuh. Gas  usus  diserap  atau  dikeluarkan.  Kadang-kadang  selain  feses  yang  keluar
dari anus, gas usus, atau flatus, juga keluar. Gas ini terutama berasal dari dua sumber :  1  udara  yang  tertelan  hingga  500  ml  udara  mungkin  tertelan  ketika  makan  dan
2 gas yang diproduksi oleh fermentasi bakteri di kolon. Adanya gas yang mengalir melalui  isi  lumen  menimbulkan  suara  berkumur  yang  dikenal  sebagai  borborigmi.
Bersendawa,  mengeluarkan  sebagian  besar  udara  yang  tertelan  dari  lambung,  tetapi sebagian masuk ke usus. Di usus biasanya hanya sedikit terdapat gas karena gas cepat
diserap atau diteruskan ke dalam kolon. Sebagian besar gas di kolon disebabkan oleh aktivitas  bakteri,  dengan  jumlah  dan  sifat  gas  bergantung  pada  jenis  makanan  yang
dikonsumsi  dan  karakteristik  bakteri  kolon.  Sebagian  makanan,  misalnya  kacang- kacangan, mengandungi tipe-tipe karbohidrat  yang tidak dapat dicerna oleh manusia
tetapi  dapat  diserang  oleh  bakteri  penghasil  gas.  Banyak  dari  gas  ini  yang  diserap melalui mukosa usus. Sisanya dikeluarkan melalui anus.
Untuk secara selektif mengeluarkan gas ketika feses juga ada di rektum, yang bersangkutan  secara  sengaja  mengontraksikan  otot-otot  abdomen  dan  sfingter  ani
eksternus  secara  bersamaan.  Ketika  kontraksi  abdomen  meningkatkan  tekanan  yang menekan sfingter ani eksternus yang menutup maka terbentuk gradien terkanan yang
memaksa udara keluar dengan kecepatan tinggi melalui lubang anus yang berbentuk celah  dan  terlalu  sempit  untuk  keluarnya  feses.  Lewatnya  udara  dengan  kecepatan
tinggi  menyebabkan  tepi-tepi  lubang  anus  bergetar,  menghasilkan  nada  rendah  khas yang menyertai keluarnya gas Sherwood, 2002.
2.3 PENGERTIAN KANKER KOLOREKTAL
Kanker  kolorektal  adalah  kanker  yang  menyerang  kolon  sampai  ke  dubur. Sebagian  besar  kanker  kolorektal  berasal  dari  adenokarsinoma.  Adenokarsinoma
Universitas Sumatera Utara
adalah  neoplasma  ganas  epithelial  dengan  sel-sel    penyusunnya  identik  struktural bahkan kadang-kadang fungsional, dengan sel-sel epitel kelenjar normal pasangannya
apokrin,  ekrin,  endokrin,  dan  kelenjar  parenkim.  Oleh  WHO  kanker  rektum dimasukkan  ke  dalam  International  Classification  of  Disease  ICD  dengan  kode  C
nomor 20 dan kanker kolon dengan kode C nomor 18.
2.4 ETIOLOGI
Perkembangan  kanker  kolorektal  merupakan  interaksi  antara  faktor lingkungan  dan  faktor  genetik.  Faktor  lingkungan  multipel  beraksi  terhadap
predisposisi  genetik  atau  defek  yang  didapat  dan  berkembang  menjadi  kanker kolorektal  .  Terdapat  3  kelompok  kanker  kolorektal  berdasarkan  perkembangannya,
yaitu : 1 kelompok yang diturunkan inherited yang mencakup kurang dari 10 dari kasus  kanker  kolorektal;  2  kelompok  sporadic,  yang  mencakup  sekitar  70;  3
kelompok familial, mencakup 20. Kelompok  yang  diturunkan  adalah  mereka  yang  dilahirkan  sudah  dengan
mutasi  germline  germline  mutation,  pada  salah  satu  allele  dan  terjadi  mutasi somatic pada allele yang lain. Contohnya pada FAP familial adenomatous polyposis
dan  HNPPC    hereditery  non-polyposis  colorectal  cancer  .  HNPCC  terdapat  pada sekitar  5  dari  kanker  kolorektal.  Kelompok  sporadic  memerlukan  dua  mutasi
somatik,  satu  pada  masing-masing  allele-nya  .  Terdapat  dua  model  perkembangan kanker  kolorektal  karsinogenesis  yaitu  LOH  loss  of  heterozygocity  dan  RER
replication error . Model LOH mencakup mutasi tumor gen supresor meliputi gen APC, DCC, dan p53 serta aktivasi onkogen yaitu K-ras. Model ini contohnya adalah
perkembangan  polip  adenoma  menjadi  karsinoma.  Sementara  model  RER  karena adanya  mutasi  gen  hMSH2,  hMLH1,  hPMS1,  dan  hPMS2.  Model  terakhir  ini
contohnya  adalah  perkembangan  HNPCC.  Pada  bentuk  sporadic,  80  berkembang lewat model LOH dan 20 berkembang lewat model RER.
Universitas Sumatera Utara
Kanker  kolorektal  adalah  proses  penyakit  multifaktorial.  Faktor  genetik, paparan  lingkungan  termasuk  diet,  dan  kondisi  peradangan  saluran  pencernaan
semua  terlibat  dalam    perkembangan  kanker  kolorektal.  Meskipun  banyak  tentang genetika  kanker  kolorektal  masih  belum  diketahui,  penelitian  saat  ini  menunjukkan
bahwa  faktor  genetik  memiliki  korelasi  terbesar  untuk  kanker  kolorektal.  Mutasi keturunan  dari  gen  APC  adalah  penyebab  familial  adenomatosa  poliposis  FAP,
yang  mempengaruhi  individu  membawa  resiko  hampir  100  dari  kanker  usus sebesar usia 40 tahun.
Sindrom  herediter  nonpolyposis  kanker  usus  HNPCC,  Sindrom  Lynch menimbulkan  tentang  risiko  seumur  hidup  40  untuk  mengembangkan  kanker
kolorektal;  individu  dengan    sindrom  ini  juga  pada  peningkatan  risiko  untuk  kanker urothelial
,  kanker  endometrium,  dan  kanker  kurang  umum  lainnya.  Sindrom  Lynch ditandai  dengan  deficient  mismatch  repair  DMMR  karena  mutasi  diwariskan  di
salah  satu  gen  perbaikan  mismatch,  seperti  hMLH1,  hMSH2,  hMSH6,  hPMS1, hPMS2, dan gen yang belum ditemukan kemungkinan lainnya.
HNPCC merupakan  penyebab dari sekitar 6 dari semua kanker usus besar. Meskipun  penggunaan  aspirin  dapat  mengurangi  risiko  kolorektal  neoplasia  di
beberapa populasi, sebuah studi oleh Bakar et al, ditemukan tidak berpengaruh pada kejadian  kanker  kolorektal  di  operator  Sindrom  Lynch  dengan  penggunaan  aspirin,
pati resisten, atau keduanya. Faktor makanan adalah subjek penyelidikan  intensif dan berkelanjutan. Studi
epidemiologi  telah  menunjukkan  peningkatan  risiko  kanker  kolorektal  dengan  diet tinggi  daging    merah  dan    lemak  hewan,    diet  serat  yang  rendah,    dan  asupan
keseluruhan  rendah  buah  dan  sayuran.  Asupan  tinggi  serat  dikaitkan  dengan penurunan  risiko kanker kolorektal. Secara  khusus, serat sereal dan biji-bijian yang
ditemukan  untuk  menjadi  efektif.  Asupan  yoghurt  tinggi  juga  dikaitkan  dengan penurunan risiko kanker kolorektal.
Universitas Sumatera Utara
Obesitas  dan  gaya  hidup  pilihan  seperti  merokok,  konsumsi  alkohol,  dan kebiasaan menetap juga telah dikaitkan dengan peningkatan  risiko kanker kolorektal.
Konsumsi alkohol yang tinggi dikaitkan dengan risiko tinggi untuk kanker kolorektal, pada individu dengan riwayat keluarga penyakit American Society Cancer, 2014.
2.5 EPIDEMIOLOGI