Kesimpulan ANATOMI KOLON DAN REKTUM

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian mengenai “Hubungan Antara Usia dan Letak Tumor pada Pasien Kanker Kolorektal di RSUP Haji Adam Malik Periode 2013- 2015” dapat dibuat beberapa kesimpulan, yaitu: 1. Penderita kanker kolorektal paling banyak pada usia 60 tahun dan ke atas, yaitu sebanyak 38,7 . 2. Kanker kolorektal lebih banyak ditemukan pada laki-laki dibanding perempuan, yaitu sebanyak 56,0. 3. Letak tumor paling banyak adalah di bagian kiri kolorektal yaitu sebanyak 89,3. 4. Tiada hubungan bermakna antara usia dan letak tumor dengan uji Fisher’s Exact Test yaitu p=0,369. Dan uji korelasi dan uji regresi masing-masing R=0,076 dan p=0,478.

6.2 Saran

Dari seluruh proses penelitian yang telah dijalankan, dapat diungkapkan beberapa saran yang mungkin bermanfaat bagi semua pihak yang berperan dalam penelitian ini. Antara saran yang dapat diberikan ialah: 1. Perlu upaya pemberian informasi yang jelas dan mudah di mengerti pada penderita kanker kolorektal mengenai faktor risiko terjadinya penyakit kanker kolorektal serta gejala-gejala awal penyakit kanker kolorektal Universitas Sumatera Utara sehingga diharapkan penderita datang berobat pada stadium dini sehingga terapi kuratif bisa dilakukan. 2. Untuk peneliti selanjutnya agar lebih memperluas cakupan penelitiannya, khususnya dalam jumlah sampel dan lokasi penelitian karena besar sampel pada penelitian ini masih sangat terbatas untuk penelitian epidemiologi. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian lebih besar yang lebih komprehensif, dengan periode cukup lama, jumlah sampel yang lebih besar, dan data yang jauh lebih lengkap sehingga faktor-faktor yang belum berkorelasi berhubungan dapat terbukti adanya korelasi sesuai dengan teori. 3. Kepada pihak rumah sakit dan tenaga kesehatan, khususnya yang bertanggungjawab dalam kelengkapan data rekam medis disarankan agar melengkapkan data rekam medis usia, jenis kelamin, hasil kolonoskopi lengkap. Kelengkapan data sangat diperlukan dan dapat membantu peneliti dalam melakukan penelitian. Universitas Sumatera Utara

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 ANATOMI KOLON DAN REKTUM

Usus besar atau kolon berbentuk tabung muskular berongga dengan panjang sekitar 1,5 m 5 kaki yang terbentang dari sekum sehingga kanalis ani. Diameter usus besar sudah pasti lebih besar daripada usus kecil yaitu sekitar 6,5 cm 2,5 inci, tetapi makin dekat anus diameternya semakin kecil. Usus besar dibagi menjadi sekum, kolon, dan rektum. Pada sekum terdapat katup ileosekal dan apendiks yang melekat pada ujung sekum. Sekum menempati sekitar dua atau tiga inci pertama dari usus besar. Katup ileosekal mengendalikan aliran kimus dari ileum ke dalam sekum dan mencegah terjadinya aliran balik bahan fekal dari usus besar ke dalam usus halus. Kolon dibagi lagi menjadi kolon asenden, transversum, desenden, dan sigmoid. Tempat kolon membentuk kelokan tajam pada abdomen kanan dan kiri atas berturut-turut disebut sebagai fleksura hepatika dan fleksura lienalis. Kolon sigmoid mulai setinggi krista iliakan dan membentuk lekukan berbentuk-S. Lekukan bagian bawah membelok ke kiri sewaktu kolon sigmoid bersatu dengan rektum. Bagian usus besar terakhir disebut sebagai rektum dan membentang dari kolon sigmoid hingga anus muara dari bagian luar tubuh. Satu inci terakhir dari rektum disebut sebagai kanalis ani dan dilindungi oleh otot sfingter ani ekternus dan internus. Panjang rektum dan kanalis ani adalah sekitar 15cm 5,9 inci. Hampir seluruh usus besar memiliki empat lapisan morfologik seperti yang ditemukan pada bagian usus lain. Namun demikian, ada beberapa gambaran yang khas terdapat pada kolon sahaja. Lapisan otot longitudinal usus besar tidak sempurna, tetapi terkumpul dalam tiga pita yang disebut sabagai taenia koli. Taenia bersatu pada Universitas Sumatera Utara sigmoid distal, sehingga rektum mempunyai satu lapisan otot longitudinal yang lengkap. Panjang taenia lebih pendek daripada usus, sehingga usus tertarik dan berkerut membentuk kantong-kantong kecil yang disebut sebagai haustra. Apendises epiploika adalah kantong-kantong kecil peritoneum yang berisi lemak dan melekat sepanjang taenia. Lapisan mukosa usus besar jauh lebih tebal daripada lapisan mukosa usus halus dan tidak mengandung vili atau rugae. Kripte Lieberkuhn kelenjar intestinal terletak lebih dalam dan mempunyai lebih banyak sel goblet dibandingkan dengan usus halus. Usus besar secara klinis dibagi menjadi belahan kiri dan belahan kanan berdasarkan pada suplai darah yang diterima. Arteria mesentrika superior mendarahi belahan kanan sekum, kolon asendens, dan dua pertiga proksimal kolon transversum, dan arteria mesentrika inferior mendarahi belahan kiri sepertiga distal kolon transversum, kolon desendens, kolon sigmoid, dan bagian proksimal rektum. Suplai darah tambahan ke rektum berasal dari arteri hemoroidalis media dan inferior yang dicabangkan dari arteria iliaka interna dan aorta abdominalis. Aliran balik vena dari kolon dan rektum superior adalah melalui vena mesenterika superioir, vena mesenterika inferior, dan vena hemoradialis superior bagian sistem portal yang mengalirkan darah ke hati. Vena hemoradialis media dan inferior mengalirkan darah ke vena iliaka sehingga merupakan bagian sirkulasi sistemik. Terdapat anostomosis antara vena hemoradialis superior, media, dan inferior, sehingga tekanan portal yang meningkat dapat menyebabkan terjadinya aliran balik ke dalam vena dan mengakibatkan hemoroid. Persarafan usus besar dilakukan oleh sistem saraf otonom dengan perkecualian sfingter eksterna yang berada dalam pengendalian volunter. Serabut saraf simpatis berjalan melalui saraf vagus ke bagian tengah kolon transversum, dan saraf pelvikus yang berasal dari daerah sakral menyuplai bagian distal. Serabut simpatis meninggalkan medulla spinalis melalui saraf splangnikus. Serabut saraf ini Universitas Sumatera Utara bersinaps dalam ganglia seliaka dan aortikorenalis, kemudian serabut pasca ganglionik menuju kolon. Rangsangan simpatis menghambat sekresi dan kontraksi, serta merangsang sfingter rektum. Rangsangan parasimpatis mempunyai efek yang berlawanan Emilia et al, 2002.

2.2 FISIOLOGI KOLON DAN REKTUM