Penyebab Kemiskinan Konsep Kemiskinan

dan keterbatasan sumber daya alam; 6 ketidakterlibatan dalam kegiatan sosial masyarakat; 7 ketiadaan akses terhadap lapangan kerja dan mata pencaharian yang berkesinambungan; 8 ketidakmampuan untuk berusaha karena cacat fisik atau mental; 9 ketidakmampuan dan ketidakberuntungan sosial. Dari beberapa definisi di atas inti permasalahan kemiskinan adalah ukuran standar minimum kebutuhan dasar. Menentukan ukuran standar minimum tersebut tergantung dari pendekatan mana yang digunakan. Secara umum pendekatan yang dapat digunakan dibagi menjadi dua, yaitu pendekatan obyektif dan pendekatan subyektif Rejekiningsih, 2011. Dalam pendekatan obyektif, standar minimum kebutuhan dasar ditentukan berdasarkan studi lapangan yang dilakukan oleh pihak lain, baik itu para ahli, lembaga sosial maupun lembaga pemerintah. Sedangkan untuk pendekatan subyektif, ukuran standar minimum kebutuhan dasar diukur dari pendapat orang miskin itu sendiri, hal ini terjadi ketika orang miskin tersebut membandingkan diri dengan orang yang memiliki tingkat kesejahteraan lebih tinggi di lingkungan sekitarnya.

2.1.2 Penyebab Kemiskinan

Kemiskinan menurut Sharp et. all. dalam Kuncoro 2010, dari sudut pandang ekonomi disebabkan antara lain; Pertama, karena adanya perbedaan pola kepemilikan sumberdaya sehingga terjadi ketimpangan dalam distribusi pendapatan. Dan penduduk dikatakan miskin karena memiliki sumber daya yang hanya terbatas dengan kualitas rendah. Kedua, karena kualitas sumber daya manusianya berbeda. Kualitas sumber daya manusia yang rendah menyebabkan produktuvitas rendah, sehingga mereka bekerja dengan upah rendah. Rendahnya kualitas sumber daya manusia karena pendidikan rendah atau karena keturunan, Universitas Sumatera Utara atau nasib yang tidak beruntung atau adanya diskriminasi. Dan ketiga, karena adanya perbedaan mendapatkan kemudahan dalam memperoleh modal. Dari sebab kemiskinan yang dikemukakan, muaranya ada pada teori lingkaran setan kemiskinan vicious circle of poverty sebagaimana yang dikatakan oleh Ragnar Nurkse dalam Kuncoro 2010, “a poor country is poor because it is poor ”, dengan kata lain negara miskin itu disebabkan dia miskin. Modal yang terbatas dengan pasar yang tidak sempurna serta adanya keterbelakangan, menyebabkan produktivitas rendah. Produktivitas rendah menyebabkan upah yang diterima rendah. Upah atau pendapatan rendah akan berakibat langsung terhadap rendahnya konsumsi, tabungan maupun investasi. Rendahnya investasi berdampak kembali pada keadaan awal seperti keterbelakangan dan seterusnya, sehingga jika digambarkan akan membentuk suatu lingkaran. Inilah yang disebut lingkaran setan kemiskinan vicious circle poverty.

2.1.3 Konsep Kemiskinan

Sebelum tahun 1993 seseorang dikategorikan miskin apabila total pengeluaran yang dibutuhkan untuk pembelian makanan senilai 2100 kalori per kapita per hari. Ini merupakan garis batas kemiskinan yang ditetapkan oleh BPS. Sejak 1993, Indonesia telah mengadopsi basic needs approach yang terdiri dari pengeluaran untuk makanan dan non-makanan. Pada tahun 1996 BPS memperbaharui metode penghitungan garis kemiskinan untuk memasukkan komponen pengeluaran bukan makanan secara lebih memadai. Kemiskinan memiliki pengertian yang berbeda antar daerah dan waktu. Hal ini berarti masalah kemiskinan merupakan masalah multidimensi. Kemiskinan Universitas Sumatera Utara tidak hanya berbicara masalah pendapatan yang rendah, tetapi juga menyangkut masalah perumahan yang buruk, rendahnya pembangunan manusia human development dalam hal pendidikan dan kesehatan, ketiadaan akses pada aset-aset produktif, ketakutan akan masa depan, dan lain-lain. Dalam memahami kemiskinan dapat ditinjau dari beberapa pendekatan. Pertama, pendekatan pendapatan income approach dimana seseorang disebut miskin jika pendapatan dan konsumsinya berada di bawah tingkat tertentu yaitu tingkat pendapatan dan pengeluaran minimal yang layak secara sosial. Kedua, pendekatan kebutuhan dasar basic needs approach, yang mana seseorang disebut miskin jika tidak mampu memenuhi kebutuhan dasarnya seperti makanan, sandang, papan, sekolah dasar, dan lain-lain. Ketiga, pendekatan aksesibilitas dimana seseorang miskin karena kurangnya akses terhadap aset produktif, akses terhadap infrastruktur sosial dan fisik, akses terhadap informasi, akses terhadap pasar, dan akses terhadap teknologi. Keempat, pendekatan kemampuan manusia human capability approach dimana seseorang disebut miskin jika tidak memiliki kemampuan yang dapat berfungsi pada tingkat minimal. Kelima, pendekatan ketimpangan inequality approach yang merupakan pendekatan kemiskinan relatif. Kemiskinan relatif yaitu suatu ukuran mengenai kesenjangan di dalam distribusi pendapatan proporsi dari tingkat pendapatan rata-rata. Semua negara telah mengukur kemiskinan yang terjadi dengan berbagai metode dan pendekatan yang berbeda-beda. Bank Dunia juga menetapkan standar pendapatan US 1,- sebagai garis batas kemiskinan. Bank Dunia setiap tahun dalam laporannya mengeluarkan Human Development Index IPM, Indeks Universitas Sumatera Utara Pembangunan Manusia dengan komponen antara lain tingkat harapan hidup, tingkat melek huruf penduduk dewasa, tingkat penyelesaian studi pada sekolah dasar dan menengah, dan PDB riil per kapita. UNDP juga secara rutin mempublikasikan angka indeks yang mengukur kemiskinan yaitu the Human Poverty Index IKM, Indeks Kemiskinan Manusia. Indeks ini terdiri dari tiga komponen dasar yaitu longevity; menghitung persentase penduduk yang meninggal sebelum berusia 40 tahun. Kedua adalah literacy; persentase penduduk dewasa yang melek huruf. Ketiga adalah living standard yang merupakan kombinasi dari persentase penduduk yang memiliki akses yang cepat pada layanan kesehatan, persentase penduduk yang memiliki akses air bersih dan sehat, dan persentase balita kurang gizi. Menurut Sajogyo 1986, untuk mengkategorikan penduduk miskin, tidak cukup hanya menggunakan satu garis kemiskinan saja. Tiga garis yang harus digunakan adalah: melarat destitute, miskin sekali very poor dan miskin poor. Di desa pada tingkat 180 Kg dikategorikan melarat, 240 Kg dikategorikan miskin sekali dan 320 Kg setara beras per orang per tahun dikategorikan miskin. Untuk di kota, setara 270 Kg, 360 Kg dan 480 Kg setara beras per orang per tahun. Korelasi antara pertumbuhan dan kemiskinan tidak berbeda dengan hubungan pertumbuhan dan kesenjangan. Menurut Simon Kuznets, hubungan antara pendapatan dan tingkat pendapatan per kapita berbentuk U terbalik. Demikian juga dengan hubungan antara kemiskinan dan pertumbuhan ekonomi. Hasil ini diinterpretasikan sebagai evolusi dari distribusi pendapatan dalam proses Universitas Sumatera Utara transisi dari suatu ekonomi perdesaan rural atau ekonomi tradisional ke suatu ekonomi perkotaan urban atau ekonomi industri. Hipotesis Kuznets menjelaskan bahwa pada awal proses pembangunan, ketimpangan dalam distribusi pendapatan meningkat sebagai akibat dari proses urbanisasi dan industrialisasi dan pada akhir proses pembangunan ketimpangan menurun, yakni pada saat sektor industri di daerah perkotaan sudah dapat menyerap sebagian besar dari tenaga kerja yang datang dari perdesaan atau pada saat pangsa pasar pertanian lebih kecil di dalam produksi dan penciptaan pendapatan. Hipotesis U terbalik ini didasarkan pada argumentasi teori Lewis mengenai perpindahan penduduk dari perdesaan pertanian ke perkotaan industri. Daerah perdesaan yang sangat padat penduduknya mengakibatkan tingkat upah di sektor pertanian sangat rendah dan membuat suplai dari pertanian ke industri tidak terbatas. Pada fase terakhir, pada saat sebagian besar dari tenaga kerja yang berasal dari pertanian telah diserap oleh industri, perbedaan pendapatan per kapita antara perdesaan dan perkotaan menjadi kecil atau tidak lagi. Sumber: Tambunan, 2003 Universitas Sumatera Utara Hipotesis U terbalik ini didasarkan pada argumentasi teori Lewis mengenai perpindahan penduduk dari perdesaan pertanian ke perkotaan industri. Daerah perdesaan yang sangat padat penduduknya mengakibatkan tingkat upah di sektor pertanian sangat rendah dan membuat suplai dari pertanian ke industri tidak terbatas. Pada fase terakhir, pada saat sebagian besar dari tenaga kerja yang berasal dari pertanian telah diserap oleh industri, perbedaan pendapatan per kapita antara perdesaan dan perkotaan menjadi kecil atau tidak lagi. Menurut Sajogyo 2006, untuk mengkategorikan penduduk miskin, tidak cukup hanya menggunakan satu garis kemiskinan saja. Tiga garis yang harus digunakan adalah: melarat destitute, miskin sekali very poor dan miskin poor. Di desa pada tingkat 180 Kg dikategorikan melarat, 240 Kg dikategorikan miskin sekali dan 320 Kg setara beras per orang per tahun dikategorikan miskin. Untuk di kota, setara 270 Kg, 360 Kg dan 480 Kg setara beras per orang per tahun.

2.1.4 Indikator Kemiskinan