Kendala-Kendala Perlindungan Hukum terhadap Motif Ulos Batak

2. Dengan sengaja memamerkan, mengedarkan atau menjual kepada umum sesuatu ciptaan atau barang hasil pelanggaran hak cipta. 59

E. Kendala-Kendala Perlindungan Hukum terhadap Motif Ulos Batak

Perlindungan hukum merupakan suatu hal yang melindungi subyek- subyek hukum melalui peraturan perundang-undangan yang berlaku dan dipaksakan pelaksanaannya dengan suatu sanksi. Perlindungan hukum dapat dibe dakan menjadi dua, yaitu 1. Perlindungan hukum Preventif Perlindungan yang diberikan oleh pemerintah dengan tujuan untuk mencegah sebelum terjadinya pelanggaran. Hal ini terdapat dalam peraturan perundang- undangan dengan maksud untuk mencegah pelanggaran yang dilakukan oleh pelaku usaha serta memberikan rambu-rambu atau batasan-batasan kepada pelaku usaha dalam melakukan kewajibannya. 2. Perlindungan hukum Reprensif Perlindungan hukum reprensif merupakan perlindungan akhir berupa tanggung jawab perusahaan, denda, penjara, dan hukuman tambahan yang diberikan apabila sudah terjadi sengketa atau pelaku usaha melakukan pelanggaran. Beberapa kendala dalam perlindungan hukum terhadap motif ulos batak, antara lain: 60 1. Belum pesatnya perkembangan penciptaan terhadap motif-motif 59 Muhammad Djumhana, R. Djubaedillah, Hak Kekayaan Intelektual sejarah, teori dan prakteknya di Indonesia, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2003, hlm 94 60 Hasil wawancara dengan Jawasmer, selaku, Kepala Sub Bidang Pelayanan Administrasi Hukum Umum dan Hak Kekayaan Intelektual, tanggal 7 Desember 2015 Universitas Sumatera Utara Belum pesatnya perkembangan penciptaan terhadap motif-motif ulos batak baru ini disebabkan karena masih kurangnya pengetahuan pengrajin partenunan ulos batak mengenai bahan, jenis pewarnaan, dan motif-motif yang berkembang dewasa ini, masih banyak para pengrajin yang mengunakan metode-Metode pembuatan dengan cara lama sehingga memperlambat perkembangan dari ragam motif yang dibuat. 2. Tidak adanya perhatian yang serius dari aparatur pemerintahan yang terkait mengenai pendaftaran hak cipta atas motif ulos batak Ketidaktahuan mengenai Undang Undang Hak Cipta, jenis ciptaan yang dilindungi, dan perlindungan atas hak cipta tersebut, maka mengharapkan sikap pro-aktif dari pemerintah dalam hal pendaftaran hak cipta atas motif Ulos Batak. Budaya itu adalah milik masyarakat setempat, dan tak diketahui siapa penciptanya, inisiatif untuk mendaftar hak cipta dapat dilakukan oleh pemerintah daerah maupun DPRD setempat. Selain itu bukan hanya mengenai pendaftaran terhadap motif ulos batak saja, akan tetapi juga mengharapkan sikap pro-aktif pemerintah mengenai sosialisasi terhadap Undang Undang Hak Cipta. F. Upaya yang Dilakukan Pemerintah dalam Melindungi Ulos Batak Tradisional Upaya yang dilakukam pemerintah untuk melindungi hak cipta terhadap motif Ulos Batak adalah mendaftarkan motif Ulos baru yang diciptakan di Dirjen HaKI agar terciptanya kepastian hukum terhadap hasil ciptaan motif Ulos baru tersebut, meningkatkan mutu Ulos dengan dasar material yang lebih halus dan pemilihan variasi benang yang lebih menarik, Menyesuaikan jenis dan motif ulos Universitas Sumatera Utara agar sesuai dengan perkembangan, Lebih meningkatkan mutu, menyesuaikan jenis dan motif ulos batak agar sesuai dengan perkembangan 61 1. Memperkuat Kelembagaan Hak Cipta Kemampuan politik sebenarnya sudah ditunjukkan pemeritah dalam menyusun dan menyempurnakan UU Hak Cipta dari waktu ke waktu. Seperti pendapat para ahli, produk hukum baca: undang-undang adalah produk politik. Artinya, dibuat dalam suatu proses politik oleh lembaga politik dan diputuskan dengan mekanisme pengambilan keputusan politik. Dalam hal ini konstelasi politik sangat mewarnai proses kelahiran undang-undang, substansi dan arah implementasinya. Berkenaan dengan kerangka sistem hukum, kelengkapan peraturan perundang-undangan saja dirasa tidak cukup menjamin adanya perlindungan hak. Political will ditataran proses legislasi harus juga diikuti dengan komitmen untuk mewujudkan enforcement yang efektif. Untuk itu, perlu pula memperkuat kelembagaan yang terkait dengan pelaksanaan UU Hak Cipta. Memperkuat kelembagaan pada dasarnya tidak terbatas pada aspekadministrasi yang terkait dengan pendaftaran ciptaan. Pendaftaran ciptaan sesungguhnya memiliki korelasi dengan hak atribusi karena akan mengukuhkan nama pencipta dalam ciptaannya. UU Hak Cipta bahkan menyatakan pembatalan pendaftaran harus ditempuh melalui pengadilan. Secara tidak langsung, ketentuan ini menunjukkan betapa kuatnya pengakuan dan perlindungan Hak Moral pencipta. Adagium hukum pun tidak berlaku dalam pembatalan Hak Cipta ini. 61 Hasil wawancara dengan Jawasmer, selaku, Kepala Sub Bidang Pelayanan Administrasi Hukum Umum dan Hak Kekayaan Intelektual, tanggal 7 Desember 2015 Universitas Sumatera Utara Dalam skala sistem perlindungan Hak Cipta, diperlukan pula kelembagaan yang kuat dan terpadu untuk dapat mengartikulasikan peran Hak Cipta sebagai salah satu engine of economic development. Ini berarti, tidak hanya menyangkut kelembagaan Ditjen HKI, tetapi juga kementrian atau lembaga dengan portofolio industri, perdagangan, penyiaran, dan pendidikan dan kebudayaan. Lembaga- lembaga tadi merupakan sebagian dari simpul-simpul produksi dan diseminasi karya seni, ilmu pengetahuan, maupun pelaku penggunaan ciptaan untuk kegiatan hiburan dan edukasi. Mereka juga harus dilibatkan dalam misi memfasilitasi perlindungan Hak Cipta, khususnya Hak Moral. Ini berarti harus diarahkan untuk mencegah dan turut mengeliminasi bibit-bibit pelanggaran Hak Mora, baik yang terkait dengan status kepemilikan ciptaan, maupun penggunaan atau pengelolaannya, penguatan kelembagaan seharusnya tidak terbatas pada struktur formal lembaga negara tetapi juga perguruan tinggi, LSM dan organisasi- organisasi di bidang Hak Cipta seperti ASIRI, ASIREVI, IKAPI, WAMI, dan YKCI. Yang tak kalah pentingnya adalah lembaga para pengacara dan praktisi hukum untuk meningkatkan pemahaman masyarakat dan mendorong terwujudnya etika moral untuk menghormati dan menghargai Hak Cipta, termasuk khususnya Hak Moral pencipta. 2. Sosialisasi dan Peningkatan Kesadaran Hukum Masyarakat a. Sosialisasi Peningkatan Pemahaman Hukum Upaya peningkatan pemahaman masyarakat di bidang Hak Cipta, langkah pemerintah tampak tidak pernah surut. Beragam forum seminar dan diskusi dilakukan diberbagai daerah, termasuk di kalangan perguruan tinggi. Dukungan Universitas Sumatera Utara kalangan asosiasi dan lembaga-lembaga resmi luar negeri telah pula secara optimal dimanfaatkan. Demikian pula bantuan dari negara-negara asing. Hasilnya memang telah mulai tampak. Setidaknya, pemahaman dan kesadaran masyarakat telah mulai tumbuh meski lebih pada dimensi Hak Ekonomi dan belum pada apresiasi terhadap Hak Moral. Dari segi perlindungan Hak Moral, kurangnya pemahaman tampak dari sikap dan perilaku yang cenderung mengabaikan hak-hak orang lain. Hal itu menjadi faktor dan penyebab utama terjadinya pelanggaran tanpa ada yang menindak atau mengingatkan. Dikhawatirkan, jika sikap permisif seperti itu berlanjut, akan timbul anomalia budaya yang berbahaya bagi etika dan penghormatan terhadap hak-hak orang lain secara umum. Selain peningkatan pemahaman aparat kejaksaan, kepolisian, serta jajaran hakim di berbagai tingkat peradilan, diperlukan pula upaya peningkatan kesadaran hukum masyarakat melalui sosialisasi yang sistematis dan terjadwal. b. Mengintensifkan Peningkatan Kesadaran Hukum Masyarakat Harus diakui, seluruh langkah, upaya dan tindakan penegakan hukum Hak Cipta selama ini lebih didasarkan pada dalil-dalil dan kepentingan ekonomi. Yang menjadi masalah adalah timpangnya perhatian terhadap kebutuhan perlindungan terhadap Hak Moral. Hal demikian tentu mengandung risiko terhadap komitmen masyarakat dalam mewujudkan perlindungan hukum terhadap Hak Cipta secara utuh, bulat dan tidak parsial. Mengedepankan tema perlindungan Hak Cipta dengan titik berat pada Hak Ekonomi dan mengabaikan konsepsi perlindungan Universitas Sumatera Utara Hak Moral sama maknanya dengan mematikan secara perlahan lahan eksistensi Hak Moral, yang juga penting untuk dihormati, dihargai, dan dilindungi. Pemikiran dan upaya mengintensifkan kesadaran hukum masyarakat dilatarbelakangi fakta masih lemahnya, tingkat kesadaran hukum dan budaya hukum masyaraka. Sikap acuh dan bahkan apatis menjadi fenomena respons masyarakat atas upaya penanggulangan pelanggaran Hak Cipta. Maraknya pelanggaran Hak Cipta dari waktu ke waktu dan ketidakmampuan aparat mengatasinya, menjadikan masyarakat bersikap masa bodoh dan tidak mau tahu. Mereka juga pesimis terhadap kampanye pemerintah melakukan perlawanan terhadap pelanggaran Hak Cipta, apalagi bila harus menambah fokus dengan isu mengatasi pelanggaran Hak Moral. 3. Penindakan Hukum Terhadap Pelanggaran Hak Moral Upaya penanggulangan pelanggaran Hak Moral, betapapun kecilnya diyakini memiliki hasil dan manfaat, sekurang-kurangnya bagi para pihak, baik pencipta maupun Pemegan Hak Cipta. Masih seringnya terjadi pelanggaran, sesungguhnya menunjukkan banyaknya varian pelanggaran dan sulitnya mengatasi dengan strategi all size and for everything. Betapapun masih harus ada optimisme melawan praktik pelanggaran Hak Moral ini. Sulit dibayangkan betapa parahnya kondisi penegakan hukum Hak Cipta diindonesia bila tak ada upaya mengatasinya. Belajar dari pengalaman penegakan Hak Ekonomi, meluasnya praktik pembajakan dan peredaran produk bajakan berikut daya rusaknya terhadap moral bangsa menjadi tantangan yang harus terus dihadapi dengan determinasi. Universitas Sumatera Utara Seiring dengan masalah diatas, guna mengapresiasikan kreativitas para pencipta, dan memberikan penghormatan dan perlindungan secara sepantasnya terhadap jerih payah dan hak-haknya, perlu disuarakan kembali secara lebih tegas norma-norma larangan melakukan pelanggaran Hak Moral. Lebih dari itu perlu pula disampaikan himbauan moral untuk lebih menhapresiasikan pencipta dengan sikap penghormatan dan penghargaan terhadap ciptaannya. Kini sudah waktunya diberikan kesempatan kepada para pencipta untuk dapat hidup lebih bermartabat dan terhormat dengan pendampingan dan pengawalan UU Hak Cipta. Untuk mewujudkan perlindungan Hak Moral tersebut, mekanisme penegakan hukum Hak Moral melalui jalur gugatan perdata maupun tumtutan pidana oleh negara. Universitas Sumatera Utara 88

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN