lxxi digunakan untuk menyatakan kekaguman terhadap sesuatu hal. Sedangkan kata ah
pada data 103 adalah pernyataan mengeluh. Di samping itu kata seru dan kata sapaan biasanya digunakan secara
terpisah dalam suatu tuturan, akan tetapi tidak menutup kemungkinan apabila kata tersebut kata seru dan kata sapaan digunakan secara bersama-sama dalam
sebuah tuturan seperti pada data 96 kata seru kok dan kata sapaan dhik, 100 kata seru o dan kata sapaan kisanak, 101 wah dan mbokne, 102 emm dan
mbokne, dan data 103 ah dan bapak. Pemakaian kata seru dan sapaan secara bersamaan dapat lebih menghidupkan suasana di dalam cerita sehingga seolah-
olah benar-benar terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Sedangkan pemakaian kata seru seperti pada data 91 walah, 92 he-eh,
94 wah, 95 hmm, 97 weh, 99 wo, dan 104 edan menyatakan keterkejutan disertai perasaan “jengkel” atau “heran” pada diri penutur. Selain itu pemakaian
kata-kata seru tersebut dapat memperjelas gambaran situasi cerita.
6. Kata-kata Bermakna kasar
Kata-kata kasar adalah kata tidak sopan, keji berarti sangat rendah, tidak sopan, dan kata-kata kotor berarti jorok, menjijikan, melanggar kesusilaan KBBI,
2002: 511, 527, 599. Dalam novel Sirah terdapat juga kata-kata bermakna kasar untuk menghidupkan situasi dengan kondisi para pelaku pada waktu berdialog.
107
“Wo dhasar babon” SGS91
‘Dasar babon ayam betina.’
108
“Wo, dhasar tukang becak wedhus.” SND139
‘Dasar tukang becak kambing.’
lxxii
Data 105 dan 106 kata kasar babon ‘ayam betina’, dan wedhus
‘kambing’ secara referensial mengacu kepada binatang tertentu. Dalam keadaan
marah seperti itu terjadilah penyelewengan arti. Kata babon ‘ayam betina’ dan
wedhus ‘kambing’ tidak digunakan oleh pengarang untuk menyebut binatang sebagaimana mestinya, tetapi dimaksudkan untuk menyebut orang yang sedang
dimarahi. Dalam hal ini pengarang juga menggunakan gaya bahasa metafora.
109
Dasar budheg karo picek, panjaluk sing ora umum iku disaguhi kanthi
senenging ati. SGS118 ‘Dasar tuli dan buta, permintaan yang tidak wajar itu disanggupi
dengan senang hati.’
Data 109 kata budheg ’tuli’ dan picek ’buta’ sebagai ungkapan kasar. Kata budheg ’tuli’ dan piceg ’buta’ pada kutipan di atas digunakan pengarang
untuk menggambarkan betapa bodohnya tokoh Joyo Dengkek yang telah menyetujui permintaan Mbah Kenci untuk meniduri istrinya.
110
Dasar tukang becak gombal. SND133
‘Dasar tukang becak gombal kain bekas yang kusam.’
Kata gombal yang berarti kain bekas, secara referensial mengacu kepada benda, yaitu kain bekas. Dalam data 110 kata gombal ’kain bekas yang kusam’
digunakan secara metaforis. Maksudnya kata gombal ’kain bekas’ yang mengacu pada kain tertentu itu digunakan sebagai pembanding pada tuturan dasar tukang
becak gombal ‘dasar tukang becak gombal’. Dalam novel Sirah kata gombal ’ kain bekas yang kusam’ pada data 110 oleh penutur digunakan untuk
menyampaikan kekesalannya kepada tokoh Joyo Dengkek tukang becak karena tidak mau berhenti ketika di stop.
lxxiii 111
“Wo, calon lurah kok kere.” SU172
‘Calon lurah miskin.’
Penyebutan kata kasar kere ’pengemis’ pada data 111 tidak dimaksudkan untuk
menyebut profesi
tertentu seseorang.
Munculnya kata
kere ’pengemismiskin’ tersebut karena penutur tokoh Ngadiyo merasa jengkel
terhadap Joyo Dengkek yang mencalonkan lurah tanpa modal. Pilihan kata kere ’pengemismiskin’ oleh pengarang digunakan secara metafora. Maksudnya Joyo
Dengkek sebagai calon lurah yang tanpa modal disamakan dengan sifat pengemis.
7. Sinonim