Pengertian Resistensi KAJIAN PUSTAKA

orang mengenai kondisi hidup kaum perempuan. Ada pun sampai saat ini masih banyak dikembangkan studi tentang wanita salah satunya studi wanita di lingkungan Universitas. Tokoh perempuan yang sangat memiliki andil dalam pengembangan studi wanita salah satunya yaitu Prof. Dr. Saparinah Sadli seorang ketua Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan Komnas Perempuan. Ia menulis : “Pengalaman saya, sesuai nilai budaya Indonesia, untuk memperkuat “pasukan” dalam memperjuangkan penghapusan kekerasan terhadap perempuan, kita perlu mengajak orang-orang lain yang dikenal luas dan dipercaya oleh masyarakat. Kalau perlu mengajak orang yang mempunyai kekuasaan formal.” 2009 Sadli 2010 berpendapat bahwa pandangan yang masih mempertahankan dan memilah-milah bahwa ini urusan laki-laki, ini urusan perempuan akan membuat diri sendiri menjadi rugi. Bangsa Indonesia sebenarnya memiliki potensi yang baik untuk mengembangkan dan mewujudkan cita-cita masyarakat yang menjunjung tinggi nilai, moral, hak asasi. Tiga teori psikologi yang menjelaskan terbentuknya identitas gender yang terjadi pada anak perempuan yaitu teori psikoanalisis, teori sosialisasi, teori perkembangan kognitif. Teori psikoanalisis yang dicetuskan oleh Sigmund Freud menjelaskan perilaku seseorang dikaitkan dengan faktor biologis misalnya gen. Teori belajar sosial melihat bahwa perbedaan peran gender merupakan hasil dari tuntutan dan harapan lingkungan. Teori perkembangan kognitif merupakan teori interaksi yang menekankan pada interaksi antara keadaan organisme, terkait dengan perkembangan kognitif dan informasi dalam budaya yang ada. Sadli 2010 menuliskan bahwa jelas setiap lingkungan budaya memiliki pembagian gender yang dapat diamati, ditiru, dan diperkenalkan baik kepada laki-laki maupun perempuan. Dalam budaya sendiri, ada konsepsi yang pantas bagi perempuan atau laki-laki. Feminisme yang akan digunakan sebagai landasan pembahasan dalam penelitian ini merupakan feminisme aristokrat. Aristokrat dalam KBBI menunjuk pada penganut cita-cita kenegaraan yang berpendapat bahwa negara harus diperintah oleh kaum bangsawan orang kaya dan orang-orang yang tinggi martabatnya. Sedangkan kaum aristokrat adalah orang dari golongan bangsawan atau ningrat. Feminisme aristokrat dalam penelitian ini menekankan pada kultur Jawa sebagai penguasa, secara konsep psikologis ekspresi kekuasaan ini cenderung bersifat feminin, seperti mengutamakan harmoni, bertutur kata halus, kalem, dan tenang. Ada dua padangan dalam budaya Jawa mengenai peran dan kedudukan wanita. Pertama, wanita dipandang mempunyai kedudukan sama setara dengan pria sehingga wanita dipandang sangat besar sumbangan perannya di dalam keluarga maupun masyarakat. Pandangan kedua adalah menyangkal bahwa wanita mempunyai kedudukan ataupun kekuasaan yang sama dengan pria. Wanita dipandang sebagai subordinasi dalam keluarga ataupun masyarakat, sehingga wanita lebih pasif dan sulit untuk mendapatkan kedudukan setara dengan pria. H.B. Nugroho, M.Hum: 1999