Resistensi perempuan JAWA pada nasihat tentang budi pekerti dari Serat Wulangreh Putri.

(1)

ABSTRAK

RESISTENSI PEREMPUAN JAWA PADA NASIHAT TENTANG BUDI PEKERTI DARI SERAT WULANGREH PUTRI

Hieronia Intan Permatasari Universitas Sanata Dharma

2015

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif-kualitatif yang bertujuan untuk: mendeskripsikan resistensi perempuan Jawa pada nasihat tentang budi pekerti dari serat Wulangreh putri; mendeskripsikan resistensi perempuan Jawa pada nasihat jenis proses tentang budi pekerti dari serat Wulangreh putri; mendeskripsikan resistensi perempuan Jawa pada nasihat jenis substansi tentang budi pekerti dari serat Wulangreh putri.

Subjek penelitian ini adalah mahasiswa Universitas Sanata Dharma Yogyakarta semester 1 yang berjumlah 4 orang dengan latar budaya Jawa. Sebelum melakukan penelitian, peneliti melakukan seleksi subjek dan klasifikasi bahan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini. Instrumen pengumpulan data dilakukan melalui tiga tahap yaitu; wawancara informatif, kuesioner skala resistensi dan Focus Group Discussion yang disusun oleh peneliti berdasarkan aspek afeksi nasihat dari serat Wulangreh karya Sri Susuhunan Pakubuwana IV. Data wawancara informatif dan wawancara dalam Focus Group Discussion penelitian dianalisis dengan menggunakan coding. Data kuesioner skala resistensi dianalisis dengan perhitungan manual dan pembuatan grafik resistensi. Kategorisasi resistensi perempuan Jawa pada nasihat tentang budi pekerti dari serat Wulangreh putri digolongkan menjadi tiga tingkat resistensi yaitu: tinggi, sedang, dan rendah.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa: 2 orang memiliki skala resistensi rendah terhadap nasihat budi pekerti proses dengan skala 8,625;2 orang memiliki skala resistensi rendah terhadap nasihat budi pekerti substansi dengan skala 8,375; sehingga 4 orang tersebut memiliki skala resistensi rendah terhadap nasihat budi pekerti dari serat Wulangreh putri dengan skala 8,5. Skala resistensi yang rendah membuktikan bahwa tidak ada resistensi pada 4 subjek terhadap pemberian nasihat, artinya 4 subjek berlatar budaya Jawa menerima pemberian nasihat tentang budi pekerti dari serat Wulangreh putri.


(2)

ABSTRACT

WOMEN RESISTANCE ON JAVA OF ADVICE ABOUT ETHICS FROM SERAT WULANGREH PUTRI

Hieronia Intan Permatasari Sanata Dharma University

2015

The research is descriptive-qualitative research who have purposes to: described women resistance on Java of advice about ethics from serat Wulangreh putri; described women resistance on Java of process advice about ethics from serat Wulangreh putri; described women resistance on Java of substantive advice about ethics from serat Wulangreh putri.

The subject of this research is university student of Sanata Dharma Yogyakarta first semester who have 4 people with Javanese cultural. Before doing the research, the researcher performs the selection of subject and classification research material used in this research. An instrument of data collection was done through three stages there are: informative informative, questionnaire the scale of resistance and focus group discussion compiled by researchers based on aspects of the advice of afeksi serat Wulangreh Putri Sri Susuhunan Pakubuwana IV. Informative interview data and interview in focus group discussion were analyzed using research the coding. The questionnaire scale of resistance data analyzed by calculation manually and the manufacture of a chart resistance. Women resistance on Java categorization of advice about ethics from serat Wulangreh putri grouped into three levels of resistance i.e. high , being , and low.

The research results show that: 2 people having low resistance against of scale to ethics of process advice with scales 8,625; 2 people have low resistance against of scale to etichs of substantive advice with scale 8,375; so that 4 people have low resistance against of scale to ethics of advice from the serat Wulangreh putri with scales 8.5. Low resistance scale proves that no resistance on 4 subject to the provision of advice, it means 4 subject with they Javanese culture accept the provision of advice about serat Wulangreh putri of ethics.


(3)

i

RESISTENSI PEREMPUAN JAWA PADA NASIHAT TENTANG BUDI PEKERTI DARI SERAT WULANGREH PUTRI

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Bimbingan dan Konseling

Oleh:

Hieronia Intan Permatasari NIM: 101114016

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA 2015


(4)

(5)

(6)

iv MOTTO

“Keinginan yang kuat untuk meraih kesuksesan ditentukan oleh besarnya mimpi dan kekuatan untuk mengatasi kekecewaan yang pernah dialami”

“Guncangan hidup tidak akan bisa menggoyahkan orang dengan semangat yang membara oleh api antusiasme”

“ Cinta sejati memberi kekuatan, bukan melemahkan. Cintaku ialah Putriku, yang selalu memberi kekuatan disaat aku lemah dan putus asa”


(7)

v

PERSEMBAHAN

Skripsi ini ku persembahkan bagi:

Tuhan Y esus K ristus,

A lmamaterku, Universitas Sanata Dharma Y ogyakarta, Program Studi Bimbingan dan K onseling,

Orangtuaku, Drs. CH. Risnanto W ahyono dan Dra. CH. Sri W ahyuni, Suamiku, Leonardus Bramantyo Suryasusatmo,

Putriku, I gnatia A ria Gayatri Permataputri, A dikku, Y ohanes K risostomus Jalu K urniawan K akakku, Zita Dewi Sumarah dan Seto K umoro


(8)

(9)

(10)

viii ABSTRAK

RESISTENSI PEREMPUAN JAWA PADA NASIHAT TENTANG BUDI PEKERTI DARI SERAT WULANGREH PUTRI

Hieronia Intan Permatasari Universitas Sanata Dharma

2015

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif-kualitatif yang bertujuan untuk: mendeskripsikan resistensi perempuan Jawa pada nasihat tentang budi pekerti dari serat Wulangreh putri; mendeskripsikan resistensi perempuan Jawa pada nasihat jenis proses tentang budi pekerti dari serat Wulangreh putri; mendeskripsikan resistensi perempuan Jawa pada nasihat jenis substansi tentang budi pekerti dari serat Wulangreh putri.

Subjek penelitian ini adalah mahasiswa Universitas Sanata Dharma Yogyakarta semester 1 yang berjumlah 4 orang dengan latar budaya Jawa. Sebelum melakukan penelitian, peneliti melakukan seleksi subjek dan klasifikasi bahan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini. Instrumen pengumpulan data dilakukan melalui tiga tahap yaitu; wawancara informatif, kuesioner skala resistensi dan Focus Group Discussion yang disusun oleh peneliti berdasarkan aspek afeksi nasihat dari serat Wulangreh karya Sri Susuhunan Pakubuwana IV. Data wawancara informatif dan wawancara dalam Focus Group Discussion penelitian dianalisis dengan menggunakan coding. Data kuesioner skala resistensi dianalisis dengan perhitungan manual dan pembuatan grafik resistensi. Kategorisasi resistensi perempuan Jawa pada nasihat tentang budi pekerti dari serat Wulangreh putri digolongkan menjadi tiga tingkat resistensi yaitu: tinggi, sedang, dan rendah.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa: 2 orang memiliki skala resistensi rendah terhadap nasihat budi pekerti proses dengan skala 8,625;2 orang memiliki skala resistensi rendah terhadap nasihat budi pekerti substansi dengan skala 8,375; sehingga 4 orang tersebut memiliki skala resistensi rendah terhadap nasihat budi pekerti dari serat Wulangreh putri dengan skala 8,5. Skala resistensi yang rendah membuktikan bahwa tidak ada resistensi pada 4 subjek terhadap pemberian nasihat, artinya 4 subjek berlatar budaya Jawa menerima pemberian nasihat tentang budi pekerti dari serat Wulangreh putri.


(11)

ix ABSTRACT

WOMEN RESISTANCE ON JAVA OF ADVICE ABOUT ETHICS FROM SERAT WULANGREH PUTRI

Hieronia Intan Permatasari Sanata Dharma University

2015

The research is descriptive-qualitative research who have purposes to: described women resistance on Java of advice about ethics from serat Wulangreh putri; described women resistance on Java of process advice about ethics from serat Wulangreh putri; described women resistance on Java of substantive advice about ethics from serat Wulangreh putri.

The subject of this research is university student of Sanata Dharma Yogyakarta first semester who have 4 people with Javanese cultural. Before doing the research, the researcher performs the selection of subject and classification research material used in this research. An instrument of data collection was done through three stages there are: informative informative, questionnaire the scale of resistance and focus group discussion compiled by researchers based on aspects of the advice of afeksi serat Wulangreh Putri Sri Susuhunan Pakubuwana IV. Informative interview data and interview in focus group discussion were analyzed using research the coding. The questionnaire scale of resistance data analyzed by calculation manually and the manufacture of a chart resistance. Women resistance on Java categorization of advice about ethics from serat Wulangreh putri grouped into three levels of resistance i.e. high , being , and low.

The research results show that: 2 people having low resistance against of scale to ethics of process advice with scales 8,625; 2 people have low resistance against of scale to etichs of substantive advice with scale 8,375; so that 4 people have low resistance against of scale to ethics of advice from the serat Wulangreh putri with scales 8.5. Low resistance scale proves that no resistance on 4 subject to the provision of advice, it means 4 subject with they Javanese culture accept the provision of advice about serat Wulangreh putri of ethics.


(12)

x

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Tuhan yang Maha Esa atas segala berkat yang dilimpahkan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulisan skripsi ini merupakan kesempatan yang sangat berharga bagi penulis untuk belajar dan mengaplikasikan pengetahuan yang telah penulis dapatkan selama proses penyelesaian skripsi berlangsung.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini tidak akan terselesaikan dan berjalan dengan lancar tanpa bantuan dari berbagai pihak yang telah mendukung dan mendampingi penulis. Oleh karena itu secara khusus penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Dr. Gendon Barus, M.Si selaku Ketua Program Studi Bimbingan dan Konseling yang telah memberikan ijin penelitian dan dukungan selama penyelesaian skripsi.

2. Juster Donal Sinaga, M.Pd selaku Wakil Ketua Program Studi Bimbingan dan Konseling yang telah memberikan dukungan selama penyelesaian skripsi. 3. R. Budi Sarwono, M.A. sebagai dosen pembimbing yang telah menyediakan

waktu, tenaga, pikiran, dan dukungan kepada penulis dalam penyelesaian skripsi.

4. Nasarius Sudaryono S.Pd., M.A dan Veronica Mei Diana D.P., S.Pd yang menjadi rekan penelitian dan membantu kelancaran terlaksananya penelitian ini.


(13)

(14)

xii DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

MOTTO... iv

PERSEMBAHAN ... v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIK ... vii

ABSTRAK ... viii

ABSTRACT ... ix

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI ... xii

DAFTAR TABEL ... xv

DAFTAR GRAFIK... xvi

DAFTAR LAMPIRAN ... xvii

BAB I: PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 2

C. Pembatasan Masalah dan Fokus Penelitian ... 4

D. Pertanyaan Penelitian ... 6

E. Tujuan Penelitian ... 7

F. Manfaat Penelitian ... 7

BAB II: KAJIAN PUSTAKA ... 9

A. Kajian Teori ... 9

1. Serat Wulangreh Putri... 9

2. Nasihat Tentang Budi Pekerti dari Serat Wulangreh Putri ... 14


(15)

xiii

4. Nasihat Jenis Substansi ... 17

5. Resistensi ... 18

6. Perempuan Jawa ... 18

7. Nasihat dalam Konseling Barat... 22

8. Nasihat dalam Konseling Indonesia ... 25

B. Kajian Penelitian yang Relevan ... 30

BAB III: METODE PENELITIAN ... 31

A. Jenis Penelitian ... 31

B. Tempat dan Waktu Penelitian ... 31

C. Subjek dan Objek Penelitian ... 32

D. Teknik dan Instrumen Pengumpulan Data ... 32

1. Wawancara... 33

2. Kuesioner Skala Resistensi ... 36

3. Focus Grup Discussion ... 37

4. Observasi ... 38

E. Keabsahan Data ... 39

F. Teknik Analisis Data ... 40

BAB IV: HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 45

A. Deskripsi Data ... 45

B. Pelaksanaan Wawancara dan Hasil ... 59

C. Pembahasan ... 70

BAB V: KESIMPULAN DAN SARAN ... 92

A. Kesimpulan ... 92

B. Saran-saran ... 93

DAFTAR PUSTAKA ... 94 LAMPIRAN


(16)

xiv

DAFTAR TABEL

Tabel 1: Serat Wulangreh dan terjemahannya (suntingan Sutji Hartiningsih)

yang dipakai dalam penelitian ... 12 Tabel 2: Klasifikasi variabel yang akan diteliti... 44 Tabel 3: Tabel data wawancara informatif yang dianalisis ... 46 Tabel 4: Skala resistensi subjek berdasarkan jawaban pada lembar kuesioner 52 Tabel 5: Perhitungan skala resistensi subjek dan kesimpulan skala resistensi

subjek ... 56 Tabel 6: Tabel data wawancara FGD yang dianalisis... 58


(17)

xv

DAFTAR GRAFIK

Grafik 1: Standar tinggi rendahnya skala resistensi ... 50 Grafik 2: Grafik resistensi subjek terhadap nasihat budi pekerti jenis proses dan substansi dalam serat Wulangreh putri... 53


(18)

xvi

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1: Klasifikasi Wulangreh putri yang dipakai dan tidak dipakai .. 96

Lampiran 2: Klasifikasi serat Wulangreh putri ke dalam jenis nasihat proses atau substansi ... 97

Lampiran 3: Verbatim Wawancara Informatif... 100

Lampiran 4: Kuesioner Skala Resistensi ... 108

Lampiran 5: Verbatim Wawancara Focus Group Discussion (FGD)... 112

Lampiran 6: Coding Wawancara Informatif ... 125

Lampiran 7: Coding Wawancara FGD ... 131

Lampiran 8: Penghitungan Skala Resistensi ... 137

Lampiran 9: Triangulasi Data Penelitian ... 139


(19)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dalam sejarah perkembangan praktek konseling di Indonesia, sebagian besar teori konseling mendasar pada teori-teori yang dikembangkan dari kebudayaan barat. Amerika Serikat merupakan negara asal dari perkembangan teori konseling. Sejarah perkembangan praktek konseling di Indonesia bermula dari banyaknya pakar pendidikan konseling era-70an yang menamatkan studinya di negeri Paman Sam dan kembali ke Indonesia dengan membawa konsep-konsep bimbingan dan konseling yang baru. Namun, penerapan teori konseling itu cenderung apa adanya dan ditulis dalam teks bahasa Indonesia. Inti dari teori konseling tetap berada di luar konteks kultur Indonesia. Penerapan teori secara ‘apa adanya’ itu menjadi penyebab proses penteorian pengalaman dengan refleksi ilmiah terasa berjalan lamban. Teks terjemahan teori konseling itulah yang sampai saat ini dipelajari oleh para calon konselor dan dianggap sebagai kebenaran ilmiah, padahal teori konseling tersebut dikembangkan dari kebudayaan barat. Selain itu, tidak diimbangi oleh terbatasnya tokoh konselor lokal yang mampu menteorikan pendapatnya dari refleksi ilmiah konseling sehingga menjadi kendala bagi perkembangan ilmu konseling. Apalagi jika mental eksploratif tidak


(20)

ditumbuhkan pada tokoh-tokoh muda, maka teori di bidang konseling tidak akan berkembangan sesuai dengan perkembangan zaman.

Perkembangan teori konseling di Amerika pada umumnya menyatakan bahwa konselor tidak dianjurkan memberi nasihat kepada konseli. Nasihat merupakan sesuatu yang diragukan manfaatnya dalam praktik konseling. Ada puluhan alasan yang mendasari teori ini, tiga alasan yang sering tampak yaitu ; 1). Pemberi nasihat oleh konseli akan dinilai lebih bermakna dan lebih pintar dibidang hidupnya sendiri (Koestoer:1982); 2). Memberi nasihat menimbulkan kesan konselor kurang mendengarkan konseli (Gordon:1993); 3). Konseli adalah ‘ahli’ dalam kehidupnya masing-masing (Winkel:2012).

Winkel (2012) menyatakan bahwa nasihat biasanya diberikan setelah fase penyelesaian masalah. Namun yang menjadi hal menarik bagi peneliti adalah benarkah sebuah nasihat akan diterima dan dimaknai dengan cara yang sama oleh konseli dari berbagai latar budaya? Pertanyaan tersebut menjadi inti dari penelitian ini.

B. Identifikasi Masalah

Spradley (dalam Moleong 2006:23) mengungkapkan bahwa beberapa antropolog mendefinisikan kebudayaan sebagai pengetahuan yang diperoleh manusia dan digunakan untuk menafsirkan pengalaman dan menimbulkan perilaku. Kebudayaan sebagai pengetahuan yang diperoleh manusia mempengaruhi perkembangan kualitas hidup manusia. Hal ini dikaitkan oleh


(21)

peneliti bahwa nasihat mampu menafsirkan pengalaman hidup manusia yang berpengaruh efektif pada perilaku manusia.

Nasihat dari segi latar budaya berlaku pada masyarakat Jawa. Mendengarkan nasihat dalam ajaran Jawa adalah nilai utama yang dijunjung tinggi oleh masyarakat. Namun berbeda dengan sikap berupa penerimaan masyarakat barat terhadap pemberian nasihat. Masyarakat barat akan lebih banyak memberikan resistensi pada nasihat. Perbedaan sikap dasar penerimaan masyarakat Jawa dan masyarakat barat terhadap pemberian nasihat ini akan menjadi kajian penelitian yang perlu dicermati. Berikut ini adalah pendapat seorang praktisi BKI (Bimbingan Konseling Islam) bahwa nasihat merupakan elemen penting dalam konseling Islami:

“Nasihat dalam konseling merupakan elemen penting yang harus ada pada setiap proses konseling. Dengan nasihatlah konselor mampu memberikan arahan-arahan baik kepada klien. Dalam setiap permasalahan klien, konselor juga harus pandai memilih alternatif kalimat-kalimat persuasif untuk memberikan pemahaman kepada klien. Dengan demikian konselor Islam yang mumpuni akan terwujud melalui nasihat-nasihat yang ia sampaikan dalam mengentaskan permasalahan klien” http://kangsumar.blog.com/

Pernyataan praktisi dalam Bimbingan Konseling Islam tersebut merupakan penerimaan terhadap nasihat sebagai elemen penting di dalam proses konseling. Fase pemberian nasihat pada konseli ini menarik untuk dikaji dalam berbagai perspektif. Jika para praktisi BKI telah meneliti nasihat dalam perspektif iman Islami, maka nasihat menjadi hal yang menarik dilihat dalam perspektif budaya. Penelitian tentang nasihat dalam berbagai konteks budaya


(22)

akan memperkaya khasanah pendapat apakah nasihat dibutuhkan atau tidak dalam proses konseling.

C. Pembatasan Masalah dan Fokus Penelitian

Spesifiknya, penelitian ini bertujuan untuk menyelidiki resistensi konseli putri yang berlatar belakang masyarakat Jawa terhadap nasihat dalam konseling. Partisipan perempuan dalam penelitian ini dipilih karena dalam budaya Jawa, nasihat sudah dikemas sedemikian rupa dalam kitab atau serat sesuai dengan yang ditujukan. Terdapat bagian yang berisi khusus kepada kaum perempuan Jawa pada serat Wulangreh (ditulis oleh Pakubuwana IV) yang akan dikemas dan digunakan sebagai instrument penelitian ini. Serat Wulangreh yang digunakan peneliti akan disebut serat Wulangreh putri. Selain itu, pemilihan partisipan perempuan memiliki alasan supaya penelitian ini lebih spesifik dan unik. Penelitian ini lebih difokuskan pada serat Wulangreh putri yang memiliki aspek afeksi yaitu nasihat tentang budi pekerti perempuan Jawa. Berikut ini adalah penjelasan definisi dari batasan penelitian.

1. Nasihat dalam penelitian ini merupakan kata-kata berupa ajaran atau pelajaran baik. Kata-kata berupa ajaran atau pelajaran baik pada penelitian ini tertulis pada serat Wulangreh putri. Nasihat dalam serat Wulangreh putri ini lebih ditujukan kepada kaum perempuan. Serat Wulangreh yang digunakan peneliti akan disebut serat Wulangreh putri. Praktisi konseling


(23)

Islami menyatakan bahwa nasihat merupakan elemen penting dalam proses konseling. Pernyataan tersebut menunjukkan bahwa konselor merupakan penasihat, sedangkan konseli merupakan orang yang dinasihati.

2.

Resistensi dalam penelitian ini menunjukan pada posisi sebuah sikap untuk berusaha melawan, menentang, menolak adanya pemberian nasihat dalam serat wulangreh tentang budi pekerti. Resistensi dapat dilihat dari munculnya kata “tidak”, “tidak setuju”, “terlalu menggurui” atau kata-kata yang menunjukkan bahwa konseli merasa tidak nyaman dan tidak setuju dengan nasihat yang diberikan oleh konselor selama proses konseling.

3.

Perempuan Jawa yang dimaksudkan dalam penelitian ini merupakan

perempuan yang memiliki latar belakang budaya Jawa. Subjek dipilih melalui seleksi dengan kriteria yaitu mahasiswi BK USD semester 1, berlatar belakang suku Jawa, memiliki ikatan adat istiadat Jawa dan menggunakan bahasa Jawa sebagai bahasa dalam kehidupan sehari-hari. Jumlah subjek yang terseleksi dalam metode awal dari penelitian ini adalah 4 perempuan Jawa. 4. Budi Pekerti merupakan tema pokok yang terkandung dalam serat

Wulangreh. Nasihat dalam Serat Wulangreh memberikan ajaran nilai budi pekerti yaitu tentang kelakuan yang baik dalam menjalani kehidupan baik dalam keluarga, rumah tangga, pasangan, pemerintah maupun orangtua.


(24)

5.

Nasihat Jenis Proses dalam penelitian ini merupakan jenis nasihat serat wulangreh tentang budi pekerti yang memiliki ciri-ciri adanya suatu proses pada nasihat dalam serat wulangreh putri. Nasihat proses lebih dilihat dari urutan kegiatan maupun kejadian yang saling terkait atau berinteraksi. Nasihat proses tentang budi pekerti menunjukkan adanya strategi dalam melaksanakan nilai-nilai nasihat tentang budi pekerti.

6.

Nasihat Jenis Substansi dalam penelitian ini lebih dilihat dari isi nasihat

yang menunjukkan watak dan memberikan ajaran maupun anjuran tentang bagaimana cara menghadapi hidup maupun permasalahan hidup yang terkait dalam tema budi pekerti. Nasihat Substansi dalam serat wulangreh ini dinilai dari adanya sebab akibat, “jika” dan “maka” yang menunjukkan inti pesan dari nasihat.

D. Pertanyaan Penelitian

Setelah melihat permasalahan teoritik yang telah dipaparkan dalam uraian di atas, maka pertanyaan penelitian ini dirumuskan menjadi :

1. Bagaimana resistensi perempuan Jawa terhadap nasihat tentang budi pekerti yang diberikan konselor berdasarkan serat Wulangreh putri?

2. Bagaimana resistensi konseli perempuan Jawa terhadap nasihat proses yang diberikan konselor berdasarkan serat Wulangreh putri?

3. Bagaimana resistensi konseli perempuan Jawa terhadap nasihat substansi yang diberikan konselor berdasarkan serat Wulangreh putri?


(25)

E. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Mengetahui resistensi perempuan Jawa terhadap nasihat jenis proses dan substansi tentang budi pekerti yang diberikan konselor berdasarkan serat Wulangreh putri.

2. Memberikan wawasan baru terhadap teori konseling barat yang cenderung menentang penggunaan nasihat dalam konseling.

3. Memberikan masukan teoritik bagi perkembangan teori konseling di Indonesia.

F. Manfaat Penelitian 1. Manfaat teoritis

Sebagai sumbangan referensi pengetahuan untuk mengetahui lebih jauh tentang resistensi perempuan Jawa terhadap nasihat tentang budi pekerti yang dikemas dalam serat Wulangreh putri. Penelitian ini dapat menjadi metode baru yang menarik dalam pemberian praktek konseling yang ditinjau dari perspektif budaya.

2. Manfaat praktis

a. Bagi konselor, dengan mengetahui resistensi perempuan Jawa pada nasihat tentang budi pekerti yang dikemas dalam serat Wulangreh putri, maka konselor dapat memberikan bimbingan yang kreatif dengan memberikan nasihat bertembang serat Wulangreh putri.


(26)

b. Bagi peneliti sendiri, dari proses penelitian ini akan dijadikan pengalaman yang dapat menambah wawasan pengetahuan untuk meningkatkan keterampilan dalam mengatasi permasalahan dalam bidang yang ditempuh.

c. Bagi peneliti lain, penelitian ini bisa merangsang peneliti lain untuk mengeksplorasi pemberian nasihat dari berbagai perspektif yang berbeda.


(27)

9 BAB II

KAJIAN PUSTAKA

Pada bab ini dipaparkan tentang hal-hal yang menjadi konsep penelitian, meliputi; serat Wulangreh putri, nasihat tentang budi pekerti dari serat Wulangreh putri, nasihat jenis proses, nasihat jenis substansi, resistensi, perempuan Jawa, nasilhat dalam konseling barat, nasihat dalam konseling Indonesia. Konsep penelitian ini akan diuraikan pada masing-masing sub bab.

A.

Kajian Teori

1. Serat Wulangreh Putri a) Serat Wulangreh

Wulangreh atau serat Wulangreh adalah karya sastra berupa tembang macapat karya Sri Susuhunan Pakubuwana IV, Raja Surakarta, yang lahir pada 2 September 1768. Sri Susuhunan Pakubuwana IV bertahta sejak 29 November 1788 hingga akhir hayatnya pada 1 Oktober 1820. Sri Susuhunan Pakubuwana IV adalah seorang raja sekaligus sastrawan dalam kebudayaan Jawa.

Serat Wulangreh disusun dalam bentuk 13 tembang, yang berjumlah 283 bait, yaitu; 26 bait tembang Mijil, 17 bait tembang Gambuh, 33 bait tembang Sinom, 12 bait tembang Durma, 8 bait tembang Dhandhanggula, 34 bait tembang Maskumambang, 28 bait tembang Asmarandana, 17 bait tembang Pangkur, 17 bait tembang


(28)

Megatruh, 16 bait tembang Kinanthi, 23 bait tembang Pocung, 25 bait tembang Grisa, 27 bait tembang Wirangrong. Pada masing-masing bait dalam serat wulangreh memiliki arti nilai kehidupan. Nilai kehidupan yang tertulis dalam serat wulangreh berupa perjalanan hidup manusia sejak dalam kandungan hingga meninggal. Tujuan penulisan serat Wulangreh adalah untuk menjadi sumber ajaran moral bagi masyarakat Jawa.

b) Nasihat dalam Serat Wulangreh

Serat Wulangreh berisi pesan atau nasihat yang mengajarkan tentang kebaikan dalam hidup. Nasihat dalam serat Wulangreh oleh Susuhan Pakubuwana IV diharapkan menjadi panutan hidup masyarakat Jawa. Serat Wulangreh bersifat menasihati, menggugah dan mengingatkan kita tentang hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara dan takwa kepada Tuhan.

c) Serat Wulangreh menjadi Serat Wulangreh Putri

Serat Wulangreh putri merupakan bagian dari serat Wulangreh. Serat Wulangreh merupakan kelompok nasihat yang diberikan kepada para putri keraton untuk bersikap sebagai perempuan Jawa dalam berbagai segi kehidupan. Serat Wulangreh ini kemudian disebut serat Wulangreh putri. Peneliti akan menggunakan 4 tembang serat Wulangreh putri yang sudah disunting oleh Siti Hartiningsih dalam karya tesisnya, supaya mudah dipahami. Pembahasan yang disunting


(29)

oleh Siti Hartiningsih ini kemudian akan diimplementasikan dalam setting wawancara.

Tembang serat Wulangreh putri yang digunakan penelitian ini yaitu Mijil, Kinanthi, Dandanggula, Asmarandana. Setiap tembang memiliki sifat sendiri-sendiri yaitu; Kinanthi bersifat senang, kasih, cinta, untuk menguraikan ajaran, filsafat, cerita yang bernuasana asmara, keadaan mabuk cinta; Asmarandana, memikat hati, sedih, kesedihan karena asmara, digunakan untuk menceritakan cerita asmara; Mijil digunakan untuk melahirkan perasaan, menguraikan nasihat, tetapi dapat juga digubah untuk orang mabuk asmara; Dhandhanggula berwatak halus, lemas. Umumnya untuk melahirkan sesuatu ajaran, berkasih-kasihan, untuk penutup suatu tembang.

Bait berisi nasihat yang terdapat pada masing-masing tembang dalam serat Wulangreh putri tidak semuanya digunakan. Bait berisi nasihat diseleksi dan dipilih sesuai dengan kebutuhan penelitian. Nasihat yang berisi tentang informasi dan poligami tidak digunakan karena tidak relevan dengan tema pembahasan dan kebutuhan penelitian. Nasihat yang digunakan dalam penelitian ini adalah nasihat tentang budi pekerti yang kemudian diklasifikasikan ke dalam nasihat jenis proses dan nasihat jenis substansi. Berikut ini adalah teks serat Wulangreh putri yang digunakan sebagai nasihat dalam penelitian:


(30)

Tabel 1 : Serat Wulangreh Putri dan terjemahannya (Suntingan Sutji Hartiningsih) yang dipakai dalam penelitian

TEKS WULANGREH PUTRI TERJEMAHAN JENIS

MIJIL 2. Nora gampang babo wong

alaki // luwih saking abot // kudu weruh ing tata titine // miwah cara-carane wong laki // lan wateke ugi // den awas den emut ///

Tidak mudah orang bersuami, sangat berat, harus tahu aturan, juga harus tahu cara-cara orang bersuami, dan juga watak (lelaki), waspadalah dan ingatlah.

SUBSTANSI

3. Yen pawestri tan kena mbawani//tumindak

sapakon //nadyan sireku putri arane// nora kena ngandelken sireki //yen putreng narpati//temah dadi luput///

Wanita jangan mendahului kehendak suami, berbuat semaunya (asal perintah) meskipun kamu itu putri, kamu jangan menonjolkan kalau putra raja, akhirnya tidak baik.

PROSES

ASMARANDANA 7. Badan iki mapan darmi //

nglakoni osiking manah //yen ati ilang elinge // ilang jenenging manungsa // yen manungsane ilang // amung rusak kang tinemu // tangeh manggiha raharja ///

Badan adalah hanya sekedar pelaksana geraknya hati, melaksanakan kemauan hati, jika hati hilang kesadarannya, hilang sifat kemanusiaannya, apabila sifat kemanusiaannya hilang, hanya kerusakan yang didapatkan, tidak mungkin mendapatkan kebahagiaan.

SUBSTANSI

8. Iku wong durjana batin// uripe nora rumangsa // lamun ana nitahake // pagene nora kareksa // ugere wong ngagesang // teka kudu sasar susur // wong lali kaisen setan ///

Itu orang yang jahat, tidak menyadari hidupnya, bahwa hidupnya ada yang mencipta, mengapa tidak dirawat, syaratnya orang hidup, jangan sampai salah langkah, orang yang lupa menjadi perbuatan setan.

SUBSTANSI

10. Pan wus panggawening eblis//yen ana wong lali bungah // setane njoged angleter // yen ana wong lengus lanas // iku den aku kadang // tan wruh dadalan rahayu // tinuntun panggawe setan ///

Memang sudah menjadi perbuatan iblis, jika ada orang lupa menjadi senang, setan menari-nari dengan gembira, jika ada orang pemarah, itu dianggap saudara, tidak melihat jalan kebenaran, mengarah kepada pekerjaan setan.


(31)

TEKS WULANGREH PUTRI TERJEMAHAN JENIS

11. Wong nora wruh maring sisip// iku sajinis lan setan // kasusu manah gumedhe // tan wruh yen padha tinitah // iku wong tanpa tekad // pan wus wateke wong lengus // ambuwang ugering tekad ///

Orang yang tidak melihat akan kesalahan, itu sejenis dengan setan, tergesa-gesa menjadi tinggi hati, tidak tahu sama-sama dititahkan (diciptakan), itu orang yang tidak berpendirian, sudah menjadi watak orang pemarah, membuang pedoman yang menjadi dasar pedoman tersebut.

PROSES

DANDANG GULA 10. Nisthaning krama

sawaleng batin // ing lahire nadyan lastariya // ing wuri sumpeg manahe // ing pangarepan nyatur // nora wani mangke ing wuri // tyase agarundhelan // mongkok-mongkok

mungkuk// ing batin ajape ala // iya aja ana wadon kang den sihi // ngamungna ingsun dhawak///

Hal yang nistha di dalam batin, walaupun akan lestari, pada akhirnya hatinya bingung, di depan berkata, di belakang tidak berani, di dalam hati mengeluh, di dalam hati berniat tidak baik, jangan sampai wanita yang dikasihi, hanya memikirkan diri sendiri saja.

PROSES

11. Tan kawetu mung ciptaneng batin // nisthanira tan wus saking driya // durjana iku ambege // pasthi den bubuk mumuk // bumi langit padha nekseni // nalutuh ing sajagad // dosane gendhukur // widodari akeh ewa // ing delahan ing nraka den engis-engis // ing widodari kathah ///

Hanya dipikirkan di dalam hati, kejelekan orang itu tidak selamanya melekat di hati, orang jahat itu menganggap pasti itu penyakit bodoh, bumi dan langit menyaksikan, kotoran di dunia, dosanya bertumpuk, semua bidadari tidak senang, kelak masuk neraka dan diperolok-olok, oleh bidadari-bidadari.

SUBSTANSI

KINANTHI 2. Bekti nastiti ing kakung //

kaping telune awedi // lahir batin aja esah // anglakoni satuhuning // laki ciptanenbendara // mapan wong wadon puniki ///

Bebakti dan cermat kepada suami, yang ketiga takut, lahir batin jangan mengeluh, melaksanakan yang satu, jadikanlah suamimu orang terhormat, bukankah perempuan itu.


(32)

TEKS WULANGREH PUTRI TERJEMAHAN JENIS

9. Sakabehe anak ingsun // pawestri kang kanggo laki // kinasihan ing Kang priya // pan padha bektiya laki // padha lakinya sapisan // dipun kongsi nini-nini ///

Semua putraku, yang putri terpakailah oleh suami, semoga dikasihi oleh suami, dan berbaktilah kepada suami, bersuamilah sekali saja, mudah-mudahan sampai nenek-nenek.

SUBSTANSI

2. Nasihat Tentang Budi Pekerti Dalam Serat Wulangreh Putri

Budi Pekerti atau dalam bahasa Jawa disebut budi pakerti secara etimologis dimaknai sebagai budi yang berarti pikir dan pekerti yang berarti perbuatan. Ki Sugeng Subagya (2010) mengartikan kedua makna kata budi pekerti yaitu perbuatan yang dibimbing oleh pikiran; perbuatan yang merupakan realisasi dari isi pikiran; atau perbuatan yang dikendalikan pikiran. Budi Pekerti menurut Haidar (2004) adalah usaha sadar yang dilakukan dalam rangka menanamkan atau menginternalisasikan nilai-nilai moral ke dalam sikap dan perilaku manusia agar memiliki sikap dan perilaku yang luhur dalam kehidupan sehari-hari, baik dalam berinteraksi dengan Tuhan, dengan sesama manusia maupun dengan alam atau lingkungan. Berdasarkan pendapat ahli mengenai pengertian budi pekerti, budi pekerti merupakan sikap, perilaku dan usaha manusia dalam mengembangkan nilai-nilai perilaku manusia yang diukur menurut kebaikan dan keburukannya berdasarkan norma, moral, etika dalam kehidupan manusia.


(33)

Budi Pekerti merupakan tema pokok nasihat dalam serat Wulangreh putri. Ajaran tentang budi pekerti dalam serat Wulangreh putri telah ditemukan peneliti setelah melakukan beberapa proses pengklasifikasian yang ditinjau dari keempat tembang Wulangreh suntingan Siti Hartiningsih. Sikap dan perilaku dalam pengertian budi pekerti dipandang peneliti sebagai isi dari serat Wulangreh putri yang banyak memberikan pesan atau nasihat menurut ukuran kebaikan dan keburukan norma, moral, etika, tata krama. Usaha dalam pengertian budi pekerti dipandang peneliti sebagai perbuatan atau tindakan pemberian nasihat berupa pesan norma, moral, etika dalam proses konseling. Nasihat tentang budi pekerti dalam serat Wulangreh putri lebih mengarah pada ajaran tentang bagaimana seorang perempuan Jawa itu hendaknya memiliki etika, tata krama, tata susila, takwa kepada Tuhan, berbakti, mengelola amarah, pengabdian, tanggung jawab, perilaku baik dalam pergaulan, pekerjaan dan kehidupan berumah tangga maupun kehidupan sehari-hari.

3. Nasihat Jenis Proses

Proses dalam KBBI (2012) adalah urutan pelaksanaan atau kejadian yang terjadi secara alami atau didesain, mungkin menggunakan waktu, ruang, keahlian atau sumber daya lainnya, yang menghasilkan suatu hasil. Anderson & Handelsman (2010) berpendapat, nasihat terdiri


(34)

dari dua macam, yaitu nasihat tentang proses dan nasihat tentang substansi. Nasihat proses yakni ketika konselor mengajarkan kepada konseli strategi untuk memecahkan masalah. Konselor bisa mengatakan “Mungkin kamu ingin memecahkan masalahmu sesuai dengan nilai nilai yang kamu yakini” Coba bandingkan dengan nasihat ini “Kamu mestinya pergi ke Jakarta”. Nasihat kedua adalah nasihat substantive. Nasihat Proses dalam penelitian ini merupakan jenis nasihat serat wulangreh yang memiliki ciri-ciri adanya suatu strategi tentang bagaimana memecahkan masalah pada nasihat dalam serat Wulangreh putri. Nasihat proses lebih dilihat dari urutan kegiatan maupun kejadian yang saling terkait atau berinteraksi dalam memecahkan masalah. Seperti kutipan nasihat proses dalam tembang mijil bait ke 3

Yen pawestri tan kena mbawani//tumindak sapakon //nadyan sireku putri arane// nora kena ngandelken sireki //yen putreng narpati//temah dadi luput///

Terjemahan: Wanita jangan mendahului kehendak suami, berbuat semaunya (asal perintah) meskipun kamu itu putri, kamu jangan menonjolkan kalau putri raja, akhirnya tidak baik.

Proses memberi ajaran berupa strategi pemecahan masalah dalam tembang mijil bait 3 tersebut ditunjukkan bahwa untuk mengabdi kepada suami, wanita harus mengatur strategi untuk tidak mendahului kehendak suami, tidak menonjolkan diri sebagai seorang putri raja dan patuh kepada suami.


(35)

Nasihat tersebut menunjukkan proses adanya strategi yang memunculkan gambaran tentang dampak maupun hasil akhir pemecahan masalah.

4. Nasihat Jenis Substansi

Substansi dalam KBBI (2012) adalah watak yang sebenarnya dari sesuatu, isi, pokok, inti. Anderson & Handelsman (2010), Nasihat substantive adalah ketika konselor memberikan nasihat khusus untuk solusi permasalahan tertentu. Intinya, konselor memberikan nasihat tentang cara menyelesaikan masalah. Nasihat jenis substansi dalam penelitian ini lebih dilihat dari isi nasihat yang menunjukkan watak dan memberikan cara bagaimana menghadapi hidup maupun permasalahan hidup (tidak langsung pada hasil akhir seperti nasihat proses). Nasihat substansi lebih mengarah pada pemberian saran berupa cara-cara dalam menyelesaikan masalah. Seperti kutipan nasihat substansi dalam tembang mijil

Nora gampang babo wong alaki // luwih saking abot // kudu weruh ing tata titine // miwah cara-carane wong laki // lan wateke ugi // den awas den emut ///

Terjemahan: Tidak mudah orang bersuami, sangat berat, harus tahu aturan, juga harus tahu cara-cara orang bersuami, dan juga watak (lelaki), waspadalah dan ingatlah.

Substansi memberi ajaran berupa cara-cara memecahkan masalah dalam tembang mijil bait 2 tersebut ditunjukkan bahwa cara menjadi perempuan Jawa yang bertanggung Jawab dalam keluarga, perempuan Jawa harus


(36)

mengetahui aturan dalam berumah tangga, watak suami, memahami perannya sebagai seorang ibu dan istri. Nasihat substansi dalam serat wulangreh menunjukkan inti pesan nasihat dan memberikan ajaran tentang cara-cara dalam memecahkan masalah.

5. Resistensi

Resistensi dapat didefinisikan secara luas sebagai apapun yang diletakkan klien untuk menghalangi jalannya proses konseling dan helping. Resistensi berupa feelings (perasaan), pikiran dan communication (komunikasi) klien yang menggagalkan, menghalangi, memperlambat dan kadang-kadang menghentikan prosesnya (Richard Nelson: 2012). Resistensi sebagian besar disebabkan karena adanya perasaan yang tidak enak, pikiran yang tidak sama, beda paham, beda pendidikan, tidak setuju, maupun faktor kebiasaan. Penyebab tersebut menjadikan proses konseling gagal, terhambat, tidak ditemukan jalan keluarnya. Sebaliknya, tidak adanya resistensi membuat proses konseling akan berjalan dengan lancar, ditemukan solusi, efektif.

6. Perempuan Jawa

a. Pengertian perempuan Jawa

Sudarwati dan Jupriono (1997) berpendapat secara etimologis kata perempuan berasal dari kata empu yang berarti ‘tuan’, ‘orang yang


(37)

mahir/berkuasa’, atau pun ‘kepala’, ‘hulu’, atau ‘yang paling besar’; maka, kita kenal kata empu jari ‘ibu jari’, empu gending ‘orang yang mahir mencipta tembang’. Perempuan Jawa adalah perempuan yang berasal dari Jawa.

b. Perempuan Jawa dalam serat Wulangreh

Ajaran tentang moral, ketuhanan, budi pekerti maupun kehidupan dalam rumah tangga yang tertulis dalam serat Wulangreh karangan Sri Susuhunan Pakubuwana IV sebenarnya ditujukan bagi perempuan Keraton, tetapi juga mempunyai pengaruh bagi perempuan pada umumnya.

c. Kedudukan perempuan Jawa

Perlu diketahui bahwa dalam kultur Jawa merupakan sebuah kultur yang tidak memberikan tempat bagi kesejajaran antara laki-laki dan perempuan (Handayani: 2004). Hal ini disebutkan bahwa mayoritas masyarakat Jawa menganut sistem partiarki yaitu sistem sosial yang menempatkan laki-laki sebagai sosok otoritas utama yang sentral dalam organisasi sosial. Perempuan Jawa diharapkan menjadi pribadi yang tunduk dan patuh terhadap kekuasaan pria. Sejarah dunia perempuan sejak dulu hingga zaman moderen, perempuan dideterminir oleh kaum laki-laki. Kedudukan kaum laki-laki lebih dominan daripada kaum perempuan baik dalam kekuatan jasmani melindungi orde (kelompok) pada jaman pra-sejarah, menetapkan


(38)

norma-norma, nilai-nilai, rite keagamaan, adat-istiadat dan semua orde yang mengatur bentuk-bentuk komunikasi dan relasi manusiawi. Sepanjang sejarah kehidupan manusia, kaum laki-laki menguasai nasib diri perempuan. Perempuan dikendalikan sesuai dengan rencana-rencana dan kebutuhan kaum laki-laki.

d. Sifat dan ciri khas perempuan Jawa

Kartini Kartono (1977) mengungkapkan sifat-sifat kelembutan dan rendah hati itu banyak dituntut (terutama dituntut oleh kaum laki-laki) dimanapun dan pada saat apapun. Kartini Kartono menambahkan, ciri khas kewanitaan lainnya yang banyak disebut-sebut baik oleh orang awam maupun oleh para sarjana ialah memelihara (besorgend). Sifat memelihara ini kemudian dikembangkan menjadi tuntutan ethis dan bersumberkan pada cinta kasih tanpa pamrih, disertai dengan pengorbanan (sering juga pengorbanan diri) dan penyerahan diri. Karakter yang sangat khas pada perempuan Jawa, yakni sabar, sumarah, sumeleh.

e. Kehidupan Perempuan Jawa

1) Aktivitas dan tanggung Jawab perempuan Jawa

Aktivitas perempuan Jawa yang telah menjadi seorang istri sering disebut sebagai laku melek. Laku melek merupakan warisan yang sejak lama dipraktikan perempuan Jawa. Mereka memiliki porsi tidur lebih sedikit dibandingkan suaminya. Kebiasaan itu


(39)

bukan semata-mata karena kepadatan aktivitas, tapi sekaligus menggambarkan bentuk tatanan norma yang ada (Petuguran, 2010).

Perempuan pada umumnya memiliki aktivitas yang luar biasa banyak dan padat. Sebagai contohnya: setiap pagi perempuan bertugas menyiapkan sarapan, menyeduhkan kopi untuk suami, menyiapkan air hangat untuk anak-anaknya; siang hari perempuan mempunyai kesibukan membersihkan rumah, mencuci, menyetrika pakaian, belanja, dan masak. Semua aktivitas tersebut menuntut perempuan bangun lebih awal. Kesibukan semacam itu juga dialami perempuan menjelang tidur. Meskipun suami dan anak-anak sudah tidur, perempuan umumnya masih terjaga. Mereka memiliki kewajiban untuk menghangatkan makanan, menyiapkan berbagai keperluan suami dan anak-anak, sekaligus memastikan keperluan mereka esok.

Laku melek adalah representasi kerja keras perempuan Jawa. Perempuan sanggup bekerja lebih lama karena termotivasi untuk membuktikan baktinya kepada suami dan keluarga. Laku melek perempuan dilakukan karena kesadaran untuk menghormati dan berbakti kepada suami. Laku melek sebagai gambaran pengabdian istri pada suami punya kaitan erat dengan etika lama yang berkembang dalam masyarakat.


(40)

2) Pengabdian perempuan Jawa

Handayani dalam Petuguran (2010) mengatakan, sejak masa kanak-kanak perempuan dididik untuk berbakti pada suami, sedangkan anak laki-laki dididik untuk bertanggungJawab terhadap keluarga. Didikan berupa nasihat semacam itu hingga sekarang masih dipertahankan, menginspirasi para perempuan untuk membuktikan bakti dan kesetiaannya.

3) Perempuan Jawa dalam mengelola kemarahan

Handayani (2004) mengatakan, banyak ditemukan wajah wanita Jawa yang cenderung mengalah untuk kepentingan orang lain. Wanita mempunyai ketahanan yang sangat tinggi untuk menderita. Rahasia ketahanan perempuan untuk menderita adalah kepasrahan yang total kepada Tuhan. Perempuan Jawa hampir tidak pernah menunjukkan kejengkelan meski ia marah. Ia tidak pernah mengatakan “jangan” secara verbal, meski hendak melarang. Strategi yang biasa dilakukan adalah dengan “diam” (pasif) dan secara halus.

7. Nasihat Dalam Konseling Barat

Pemberian nasihat di negara barat tidak dianjurkan dalam teori konseling barat. Nasihat yang diberikan konselor barat kepada konseli hanya menjadi pengalihan proses komunikasi antar pribadi konselor dan


(41)

konseli. Nasihat menjadi salah satu hal yang membuat konseli enggan mengatakan lebih lanjut apa yang harus diceritakan dalam proses konseling. Nasihat menjadi halangan (handicap) bagi komunikasi dalam proses konseling.

Berikut ini adalah perspektif metode pemberian nasihat dalam praktek konseling menurut pendapat beberapa ahli/ konselor. Corey (1988) mengatakan bahwa nasihat akan berakibat klien terus tergantung kepada konselor. Tetapi, meskipun Corey tidak menganjurkan penggunaan nasihat, ia memberi kesempatan bahwa nasihat bisa digunakan dalam dua kondisi yang sangat khusus. Misalnya ketika klien diketahui akan mengambil sebuah keputusan yang membahayakan dirinya, dalam kasus seperti ini konselor boleh memberikan nasihat sepenuhnya. Selain kondisi seperti di atas, konselor dibenarkan untuk memberikan nasihat jika konseli sama sekali tidak mampu membuat keputusan apapun terhadap dirinya sendiri. Dalam dua kondisi semacam itu nasihat dari konselor masih bisa diberikan asal dalam porsi yang seimbang. Porsi yang seimbang ini merupakan wilayah yang mudah menimbulkan perdebatan, karena kondisi ini gampang dirumuskan, tetapi sulit untuk diteorikan, apalagi dibuat standard operating procedur- nya. Koestoer (1982) menulis, “Advies terdiri atas pandangan-pandangan atau anjuran-anjuran kepada klien, biasanya atas dasar asumsi bahwa konselor lebih tahu daripada klien apa yang harus dikerjakan. Persuasi dan advies


(42)

itu menuntut ketergantungan pada diri klien. Metode nasihat ini kurang dapat digunakan untuk mengurangi simptom-simptom dan mengabaikan elemen-elemen emosional”.

Gordon (1993) seorang ahli komunikasi parenting dari Amerika bahkan memasukkan nasihat sebagai satu dari dua belas penghambat komunikasi antara orang tua dan anak. Ia mengajukan tiga teori tentang akibat pemberian nasihat kepada anak; a). Anak akan menolak memodifikasi tingkah lakunya jika ia diberitahu bagaimana mereka harus berubah, atau bagaimana seharusnya, atau hal yang lebih baik dalam perubahan. b). Sebuah nasihat akan mengirim pesan kepada anak bahwa Anda tidak mempercayai anak bahwa ia dapat memilih sendiri pemecahannya. c). Menasihati anak berarti mengirim pesan bahwa kebutuhan Anda lebih penting daripada kebutuhan anak. Ia akan merasa ia harus melakukan apa yang Anda nasihatkan, tidak peduli dengan kebutuhannya.

Winkel (2012) seorang pakar Bimbingan Konseling di Indonesia yang menempuh pendidikan di Amerika sangat berhati-hati dalam menganjurkan penggunaan nasihat. Ia menulis, “Kadang-kadang ada konseli yang membutuhkan nasihat, lebih-lebih bila dia dalam keadaan bingung. Konselor yang berpengalaman tidak akan ragu-ragu dalam menggunakan teknik ini, tetapi ia harus sangat bijaksana dalam menentukan kepada siapa dan kapan teknik ini sebaiknya digunakan”.


(43)

Lebih lanjut Winkel (2012) menuliskan, “Nasihat biasanya baru diberikan dalam fase-fase penyelesaian masalah, bila seluk beluk permasalahan sudah jelas dan konselor yakin bahwa usul atau sarannya memang cocok dengan keadaan konseli. Untuk itu konselor harus minta umpan balik (tentang nasihat itu) kepada konseli.”

Dari pendapat para ahli peneliti menyimpulkan bahwa dalam praktek konseling barat, nasihat tidak sepenuhnya diberikan selama proses konseling. Nasihat hanya diberikan pada waktu yang diperlukan dan tepat bagi konseli sebagai bentuk bombongan dalam proses konseling.

8. Nasihat Dalam Konseling Indonesia

a. Nasihat menurut Bimbingan Konseling Islami

Nasihat dalam praktek Bimbingan Konseling Islami (BKI) menempati posisi penting. Hal ini diungkapkan oleh seorang praktisi Bimbingan Konseling Islami sebagai berikut:

“Nasihat merupakan elemen pokok dalam agama Islam sehingga orang yang menganut Islam harus bisa memberikan nasihat kepada teman atau saudaranya. Sebagaimana dalam sebuah hadits disampaikan Al-Dinu Al-Nashihah, hal ini menunjukkan pentingnya nasihat dalam agama. Dengan nasihat konselor mampu memberikan motivasi kepada klien. Terutama nasihat-nasihat yang mampu membuat hati klien terbuka dan ikhlas dalam menjalani nasihat itu” (kangsumar.blog.com).

Nasihat, dalam konseling Islami berasal dari kata kerja “nashaha”


(44)

dari segala kotoran. Bisa juga bermakna “khâtha” (طﺎﺧَ َ ), yaitu menjahit. Konseling Islami mengartikan para penasihat selalu menginginkan kebaikan bagi orang yang dinasihatinya, seperti seseorang yang memperbaiki pakaiannya yang sobek. Nasihat, secara bahasa dari akar kata ‘nash’ yang berarti halus, bersih atau murni, lawan dari curang atau kotor. Sehingga jika nasihat tersebut dalam bentuk ucapan harus jauh dari kecurangan dan motivasi kotor. Nasihat adalah kemauan berbuat baik kepada obyek yang diberi nasihat atau memberikan arahan yang baik melalui perkataan atau ucapan dengan jujur dan penuh motivasi (Akhyar:2007).

Konseling Islami menyatakan bahwa elemen kejujuran, kata-kata baik, halus, bersih murni dan bersifat memotivasi perlu diperhatikan konselor dalam memberikan praktek konseling. Elemen-elemen nasihat tersebut akan diterapkankan dalam penelitian ini. Serat Wulangreh Putri yang masih berupa tembang dalam penelitian ini akan diubah menjadi seperangkat nasihat khususnya tentang budi pekerti yang diupayakan memiliki elemen-elemen seperti yang telah dipaparkan pada Konseling Islami.

Bimbingan Konseling Islami menyatakan bahwa nasihat merupakan elemen penting dalam proses konseling, maka konselor merupakan penasihat sedangkan konseli merupakan orang yang


(45)

dinasihati. Sehingga para konselor perlu memperhatikan dan mematuhi rambu-rambu diri sebagai seorang penasihat.

b. Nasihat Menurut Serat Maduboso

Serat Maduboso yang ditulis oleh Raden Ngabehi Padmosusastro berisi nasihat kepada para penasihat. Serat Maduboso merupakan nasihat parenting kepada para orang tua dalam menasihati anak-anaknya. Uraian tentang serat Maduboso dibawah ini diambil dari sebuah blog milik Iwan Muljono yang diunduh dari http://iwanmuljono.blogspot.com berisi tentang nasihat kepada para penasihat.

Serat Maduboso berisi tentang nasihat atau yang disebut pitutur. “Meta Pitutur” ini mengingatkan penasihat untuk berhati-hati sebelum memberikan nasihat kepada orang lain. Meskipun sifatnya menghimbau kepada para penasihat, tetapi pengarang serat ini tidak bisa mengingkari pentingnya nasihat dalam budaya Jawa. Kepada para penutur (orang yang memberikan pitutur), diantaranya Padmosusastro mengingatkan supaya para pemberi pitutur sudah lebih dulu melakukan apapun yang dinasihatkan kepada orang lain. Ia menulis

Wong tuwa sugih pitutur marang wong nom, dening wis tau ngalami, ananging apa wis bisa marèni kalakuane dhewe kang ambalasar: durung karuwan, tarkadhang mung lagi bisa nuturi bae, yèn duwe karêman durung bisa ambuwang.


(46)

Teks diatas mengingatkan supaya sebelum memberi nasihat, seseorang telah melakukan apapun yang dinasihatkan. Teks itu juga bernada pesimistik, bahwa tidak semua penasihat telah melakukan apapun yang dinasihatkan. Jika hal itu yang terjadi maka sebuah nasihat akan menjadi boomerang bagi orang yang memberikannya. Inti dari pesan Padmosusastro ialah supaya seseorang tidak terlalu mudah untuk memberikan nasihat kepada orang lain sebelum ia sendiri terbukti melakukan apa yang dinasihatkan.

Nasihat dalam konteks ini memiliki kandungan beban moral yang tinggi, karena dalam budaya Jawa-pun berlaku hukum modeling, dimana seseorang mencontoh perilaku orang lain yang memiliki otoritas yang lebih tinggi. Nasihat, dalam pemahaman serat Maduboso mensyaratkan kredibilitas yang tinggi bagi penasihat. Konselor yang hidupnya tidak tertata dengan baik sudah pasti sangat rentan jika menggunakan nasihat sebagai metodenya. Padmosusastro berulangkali mengingatkan betapa mudah seseorang memberi petuah, tetapi betapa sulitnya untuk melakukannya. Ia menulis, mituturi bêcik iku gampang, anggêre ora dikon anglakoni dhewe.

Nasihat dalam serat Maduboso juga harus bersifat eksperiensial, pernah dialami oleh orang yang memberikan nasihat. Bagaimana ketika pemberi nasihat belum pernah mengalami sendiri


(47)

kejadian yang dialami oleh yang dinasihati. Akankah nasihat didengarkan oleh orang yang dinasihati? Padmosusastro menulis

Wong nganggit piwulang iku gampang: nanging ênggone nglakoni sing angèl, dening sing nganggit piwulang durung mêsthi yèn wis tau anglakoni dhewe apa kang winulangake, suprandene isining layang kabar kêbak piwulang. Bèn, aja kuwatir ora-orane digugu. Ana piwulang ing dalêm kabar: rukun agawe santosa. Iya bênêr dhasar unine mêngkono, nanging mung ana ing lambe, bae, ora têrus ing ati.

TERJEMAHAN: memberi nasihat itu gampang, tetapi

menjalaninya yang sulit. Apalagi yang memberi nasihat belum pernah mengalami kejadian tentang apa yang dinasihatkannya. Walau demikian isi surat kabar tetap banyak pituturnya. Biarkan saja. Tidak usah khawatir, paling-paling tidak ada yang mengikutinya. Contohnya: Nasihat bahwa “bersatu kita teguh”. Memang benar bunyinya demikian, tetapi hanya di bibir tidak masuk dalam sanubari.

Meskipun ada sisi-sisi sulit dalam mempraktekkan nasihat kepada orang lain, Padmasusastra tetap berpendapat bahwa nasihat itu perlu.

Wong kang ora anggugu piwulang bêcik, iku prasasat nadhahi rubuhe kayu gurda, ngandêle yèn wis anglakoni, apa kowe dhêmên mangkono.

TERJEMAHAN: Orang yang tidak mengindahkan nasihat baik, ibarat ditimpa robohnya pohon beringin (gurda). Dia baru percaya kalau sudah mengalami. Apa kamu mau seperti itu?

‘Meta nasihat’ seperti tertuang dalam Serat maduboso ini penting dibahas dalam tulisan ini, supaya dalam menjabarkan instrument penelitian yang berupa sekumpulan nasihat dari Surat Wulangreh Putri ada rambu-rambu yang digunakan sebagai acuan. Setidaknya selain


(48)

memperhatikan teori nasihat berdasarkan kultur Jawa , sifat ekperiensial juga mengacu pada sifat-sifat nasihat yaitu jujur, baik, halus, bersih murni dan bersifat memotivasi seperti tertulis dalam teori Bimbingan Konseling Islami.

B. Kajian Penelitian yang Relevan

Penelitian tentang Resistensi Perempuan Jawa Terhadap Nasihat Tentang Budi Pekerti dalam serat Wulangreh putri, sepengetahuan peneliti belum pernah ada. Penelitian yang relevan dengan penelitian tentang serat Wulangreh ini pernah diteliti oleh Yuli Widiyono pada bulan maret 2010 dengan judul tesisnya Kajian Tema, Nilai Estetika dan Pendidikan dalam Serat Wulangreh karya Sri Susuhunan Pakubuwana IV. Fokus penelitian ini meneliti tentang tema, nilai estetika, pendidikan pada serat Wulangreh putri, persamaan dan perbedaan antara serat Wulangreh dengan Wedhatama. Pada hasil penelitian yang dilakukan Yuli Widiyono banyak memberikan manfaat penulis terutama tentang kajian tema yang telah diteliti. Yuli Widiyono telah mengupas banyak tentang tema, nilai estetika dan pendidikan dalam serat Wulangreh, tetapi ditinjau dari kajian penulis yang membedakan penelitiannya adalah tema budi pekerti dalam serat Wulangreh dan resistensi khususnya perempuan Jawa terhadap serat Wulangreh belum dikupas.


(49)

31 BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

Bab ini memuat beberapa hal yang berkaitan dengan metodologi penelitian, antara lain jenis penelitian, tempat dan waktu penelitian, subjek dan objek penelitian, teknik dan instrumen pengumpulan data, keabsahan data dan teknik analisis data.

A. Jenis Penelitian

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif. Bogdan dan Taylor (dalam Moleong, 2001) menjelaskan bahwa penelitian yang menggunakan metodologi kualitatif menghasilkan data deskriptif kualitatif, berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati. Penelitian deskriptif-kualitatif adalah penelitian yang menghasilkan dan mengolah data yang bersifat deskriptif seperti transkip wawancara, catatan lapangan, gambar, foto, maupun rekaman kaset atau video.

B. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan oleh peneliti di kampus Universitas Sanata Dharma Yogyakarta, tepatnya di ruang laboraturium prodi Bimbingan dan Konseling. Penelitian ini bervariasi sesuai dengan kebutuhan dan target waktu yang ditentukan peneliti. Penelitian dilaksanakan pada hari Rabu, 24 September 2014. Penelitian berlangsung kurang lebih selama 5 jam, dimulai dari pukul 09.00-14.00 WIB.


(50)

C. Subjek dan Objek Penelitian

Poerwandari (1998) menjelaskan karakteristik penelitian kualitatif diarahkan tidak pada jumlah sampel yang besar melainkan pada kasus-kasus tipikal sesuai dengan kekhususan masalah penelitian. Subjek penelitian adalah mahasiswi Universitas Sanata Dharma. Mereka adalah mahasiswi yang berasal dari suku Jawa, menggunakan bahasa Jawa untuk komunikasi sehari-hari, dan terikat dengan budaya Jawa dalam keseluruhan hidupnya. Sepuluh wanita Jawa putri yang terpilih telah diseleksi sesuai dengan keaslian suku Jawanya. Penelitian ini adalah penelitian payung, sehingga sepuluh subjek wanita Jawa dibagi pada masing-masing peneliti. Subjek penelitian dalam penelitian ini terdapat 4 subjek dengan nama samaran : Mawar, Melati, Lily, Rosa. Subjek masuk ke dalam topik utama yang sudah diklasifikasikan, yaitu: Budi Pekerti (aspek afeksi) dalam jenis nasihat proses (2 subjek: Mawar dan Melati) dan nasihat substansi (2 subjek: Lily dan Rosa). Jumlah nasihat pada masing-masing subjek sekitar 5 nasihat dalam serat wulangreh putri.

D. Teknik dan Instrumen Pengumpulan Data

Pohan (2007: 45) mengungkapkan bahwa data adalah fakta, informasi atau keterangan. Proses penelitian ini melalui tiga tahap yaitu tahap wawancara tak-terstruktur, tahap wawancara semi-terstuktur dan tahap wawancara tersturktur Focus Disscusion Grup (FGD). Pada desain ini tidak sepenuhnya proses dibiarkan sebagai fenomena lepas tersendiri. Unsur nasihat


(51)

yang diteliti dalam penelitian ini sengaja dimasukkan sebagai sebuah perlakuan khusus di dalam setting laboratorium/ ruang khusus.

Teknik penulisan data dalam penelitian ini adalah naratif recording yaitu dengan menceritakan kembali suatu kejadian, keadaan lingkungan yang bertujuan untuk memperoleh data yang luas dan komprehensif tentang seberapa besar resistensi perempuan terhadap nasihat yang telah diberikan melalui proses konseling tahap pertama. Metode pengumpulan data ini dilakukan melalui tiga tahap yaitu wawancara informatif, memberikan skala resistensi pada lembar kuesioner (setelah melalui proses wawancara) dan mencatat perilaku verbal dengan menggunakan tappe recorder dan handycam. 1. Wawancara

Bungin (2001) menjelaskan, bahwa wawancara adalah proses percakapan dengan maksud untuk mengonstruksi mengenai orang, kejadian, kegiatan, organisasi, motivasi, perasaan dan sebagainya yang dilakukan dua pihak yaitu pewawancara (interviewer) yang mengajukan pertanyaan dengan orang yang diwawancarai (interviewee). Poerwandari (1998) menyatakan metode wawancara adalah percakapan tanya jawab yang diarahkan untuk mencapai tujuan tertentu. Wawancara dilakukan untuk mengetahui makna-makna subyektif yang dipahami individu yang berkaitan dengan topik yang diteliti dan bermaksud melakukan eksplorasi terhadap isu maupun makna subjektif yang muncul.


(52)

Emzir (2010) menyatakan bahwa terdapat 3 karakteristik wawancara berdasarkan bentuk pertanyaan yang diajukan, yaitu:

a. Wawancara tertutup

Wawancara dengan mengajukan pertanyaan yang menuntut jawaban-jawaban tertentu. Misalnya, pertanyaan yang memerlukan jawaban-jawaban ya atau tidak, atau setuju, ragu-ragu, tidak setuju. Wawancara tertutup mempunyai keistimewaan dalam hal mudahnya mengklasifikasikan dan menganalisis data secara statistik.

b. Wawancara Terbuka

Wawancara ini dilakukan peneliti dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang tidak dibatasi jawabannya, artinya pertanyaan-pertanyaan yang mengundang jawaban terbuka. Misalnya, bagaimana pendapat Anda tentang pengajaran campuran laki-laki dan perempuan?. Wawancara terbuka memiliki kelebihan dari segi kekayaan datanya, akan tetapi sulit untuk mengklasifikasikan jawaban yang diajukan.

c. Wawancara Tertutup dan Terbuka

Wawancara ini merupakan gabungan wawancara jenis pertama dan kedua. Wawancara jenis ketiga ini menggabungkan kelebihan dari kedua jenis wawancara tertutup dan wawancara terbuka dari segi kekayaan data dan kemungkinan pengklasifikasian dan analisis data secara statistik. Misalnya peneliti mengajukan pertanyaan tertutup, “Apakah Anda setuju jika seorang istri harus selalu melayani


(53)

suaminya?” kemudian peneliti beralih pada pertanyaan terbuka, “mengapa?” atau “apa alasannya? Dapatkah Anda menjelaskan pendapat Anda secara detail?” dan sebagainya.

Dari uraian karakteristik wawancara berdasarkan bentuk pertanyaan yang diajukan, penelitian ini menggunakakan wawancara tertutup dan terbuka. Proses wawancara pada penelitian ini ada dua macam yaitu wawancara informatif dan wawancara penskalaan resistensi.

1) Wawancara Informatif

Pengumpulan data dilakukan melalui wawancara informatif. Wawancara informatif adalah merupakan suatu alat untuk memperoleh fakta/data/informatif secara lisan; jadi terjadi pertemuan di bawah empat mata, dengan tujuan mendapatkan data yang diperlukan untuk bimbingan. Wawancara informatif lain tujuannya daripada wawancara penyuluhan, yang terutama bertujuan untuk mengolah data yang sudah diperoleh; pengolahan itu dilakukan oleh penyuluh bersama dengan subjek dalam suatu pertemuan pribadi. Peran wawancara informatif ini dilakukan oleh konselor sebagai penasihat dan konseli sebagai subjek yang dinasihati. Pemberian nasihat oleh konselor dan tanggapan berdasarkan pengalaman hidup dan pengetahuan konseli terhadap nasihat yang telah diberikan konselor menjadi kegiatan utama dalam wawancara informatif. Setting wawancara informatif dalam


(54)

penelitian ini yaitu; subjek masuk ke dalam ruangan khusus, di dalam ruangan itu hanya ada konselor dan konseli, konselor kemudian memberikan nasihat kepada konseli dari serat Wulangreh putri, konseli kemudian memberikan tanggapan tentang nasihat yang telah diberikan konselor.

2) Wawancara penskalaan resistensi

Selain wawancara informatif, pengumpulan data dilakukan melalui pengisian kuesioner skala resistensi. Setelah mengisi kuesioner skala resistensi kemudian subjek masuk dalam wawancara penskalaan resistensi pada focus grup discussion.

Verbatim wawancara peneliti dengan subjek peneliti dalam wawancara informatif terdapat pada lampiran 3.

2. Kuesioner Skala Resistensi

Sebagai pemandu penelitian dalam wawancara, tujuan utama penyusunan skala resistensi adalah untuk memperoleh informasi yang relevan dengan kebutuhan dan tujuan penelitian di mana informasi tersebut memiliki nilai reliability dan validity yang setinggi mungkin (Burhan: 2001). Kuesioner berkaitan dengan kegiatan wawancara ketiga tahap dalam penelitian ini. Kuesioner skala resistensi berisi tentang nasihat serat Wulangreh putri yang sudah diseleksi dan dibahasakan sesuai dengan kebutuhan topik peneliti. Alternatif jawaban yang tersedia dalam


(55)

kuesioner skala resistensi ini berawal pada skala dari angka 1 (mewakili penolakan) sampai 10 (mewakili penerimaan) dalam kuesioner. Skala tersebut mewakili subjek dalam menyikapi nasihat yang diberikan selama proses wawancara informatif. Fokus utama dalam kuesioner skala resistensi ini adalah nasihat tentang budi pekerti. Kuesioner skala resistensi terdapat pada lampiran 4.

3. Focus Group Discussion (FGD)

Burhan (2001) menjelaskan, FGD adalah sebuah teknik pengumpulan data yang umumnya dilakukan pada penelitian kualitatif. FGD adalah suatu metode riset yang oleh Irwanto (dalam Uzaimi, 2011) didefinisikan sebagai “suatu proses pengumpulan informasi mengenai suatu permasalahan tertentu yang sangat spesifik melalui diskusi kelompok” . Uzaimi (2011) menyatakan, FGD adalah metode penelitian yang cocok untuk menjawab pertanyaan how dan why, bukan untuk menjawab pertanyaan what dan how many.

“In addition to being especially useful for gaining the types of research information listed above, focus groups also overlap with in-depth interviewin types of data they can produce: Both offer the ability to drill down into the ‘how’ and ‘why’ of human experience, behavior, perceptionsm and beliefs; with sufficient sample sizes, both can give some indication of norms and range perspectives on a given a topic; and both are frequently used as a supplement to quantitative data.”(Guest, Greg dkk,1963: 174)

Terjemahan: “Selain menjadi sangat berguna untuk mendapatkan jenis informasi penelitian yang tercantum di atas , fokus grup juga tumpang tindih dengan wawancara mendalam jenis data yang dapat


(56)

mereka hasilkan : Keduanya menawarkan kemampuan untuk menelusuri ke 'bagaimana ' dan ' mengapa' dari pengalaman manusia , perilaku , perceptionsm dan keyakinan ; dengan ukuran sampel yang cukup , keduanya dapat memberikan beberapa indikasi norma dan berbagai perspektif pada topik tertentu ; dan keduanya sering digunakan sebagai suplemen untuk data kuantitatif.”

Metode FGD ini akan menjadi metode utama dalam penelitian ini. Menurut peneliti, FGD dapat memberikan jawaban dari persoalan yang diangkat dalam penelitian ini. Penelitian FGD ini dapat membantu menurunkan teori beserta penjelasan teori yang sulit jika dilakukan dengan menggunakan pendekatan yang lain. Variabel yang digali melalui FGD ini adalah:

a. Mengingatkan kata-kata dari nasihat yang diberikan selama proses wawancara informatif tahap pertama.

b. Mempertanyakan alasan subjek memberikan skala dari angka 1 (mewakili penolakan) sampai 10 (mewakili penerimaan) dalam kuesioner. Skala tersebut mewakili subjek dalam menyikapi nasihat yang diberikan selama proses wawancara informatif.

Pertanyaan dalam penelitian ini lebih sering mempertanyakan tentang “mengapa” dan “bagaimana”, sehingga metode FGD sangat membantu memberikan jawaban dari persoalan topik penelitian ini. Verbatim FGD dan hasil wawancara FGD terdapat pada lampiran 4.


(57)

4. Observasi

Observasi dilakukan oleh sejawat. Observasi dalam pelaksanaan penelitian ini secara sistematis, sehingga pengamatan penelitian terkontrol. Observasi sistematik berbeda dengan observasi sederhana dalam hal tujuannya untuk mengumpulkan data yang lebih mendalam tentang gejala-gejala topik penelitian yang membantu dalam perumusan hipotesis atau pengujian hipotesis, kebalikan dari pengamatan sederhana yang mempunyai tujuan pengumpulan data awal dalam penelitian survei (Garabiyah, 1981:34). Penelitian ini menggunakan media camera sehingga pengamatan dapat dilihat berulang kali dari hasil video wawancara informatif. Peran peneliti dalam observasi sebagai penonton atau penyaksi dalam pelaksanaan FGD. Data observasi juga didapat dari observer lainya (peneliti lain). Hasil observasi terdapat pada lampiran 10.

E. Keabsahan Data

Validitas atau keabsahan data penelitian ini dicapai dalam pengujian kredibilitas data dilakukan dengan triangulasi menurut Sugiyono (2010). Triangulasi dalam penelitian ini merupakan triangulasi teknik pengumpulan data. Data diperoleh lalu dicek validitasnya dengan tiga teknik pengumpulan data yaitu; wawancara informatif, kuesioner skala resistensi dan Focus Group Discussion.


(58)

Gambar 1.1 Triangulasi dengan tiga teknik pengumpulan data F. Teknik Analisis Data

Strauss dan Cobin (1990:59) menyatakan bahwa pengumpulan data dan analisis data merupakan proses antar jaringan (interwoven process) yang erat dan harus terjadi secara bergantian karena analisis mengarahkan pengambilan sampel data. Data FGD dikelompokkan menurut tema yang sudah ditentukan. Penelitian ini melalui 3 jenis pengodean menurut Strauss dan Cobin (1990:58), yaitu (1) pengodean terbuka (open coding), (2) pengodean berporos (axial coding) dan (3) pengodean selektif (selective coding). Pada akhir proses klasifikasi pengodean pada penelitian ini, data yang tidak relevan dengan penelitan disingkirkan supaya tidak mengganggu proses analisis. Pengkodingan data penelitian terdapat pada lampiran 6 dan lampiran 7.

W aw ancara Informatif Kuesioner Skala Resistensi

Focus Group Discussion


(59)

1. Persiapan

a. Menentukan subjek, yaitu sepuluh mahasiswa Universitas Sanata Dharma Yogyakarta

b. Klasifikasi serat Wulangreh putri ke dalam jenis nasihat Proses dan nasihat Subtansi

c. Klasifikasi topik pada masing-masing serat Wulangreh putri d. Pemilahan atau seleksi antara nasihat dan bukan nasihat

e. Klasifikasi nasihat yang relevan (dipakai) dan tidak relevan (tidak dipakai)

f. Menentukan variabel yang akan diteliti.

g. Menentukan sasaran subjek dengan jumlah 4 orang yang diteliti berdasarkan topik yang telah diseleksi

h. Pengujian instrumen oleh ahli yang dilakukan oleh peneliti dan dosen peneliti

2. Pelaksanaan

a. Penelitian dilaksanakan pada hari Rabu, 24 September 2014 pukul 09.00 – 14.00 WIB di R. Laboraturium Prodi BK, USD.

b. Subjek mengikuti wawancara informatif, konselor memberikan nasihat sesuai dengan nasihat dalam serat Wulangreh putri yang telah diklasifikasikan, sedangkan konseli menanggapi nasihat yang telah diberikan konselor sesuai dengan pengalaman dan pengetahuan konseli.


(60)

c. Pengisian kuesioner skala resistensi

d. Subjek masuk ke dalam Focus Grup Discussion

e. Mengulas kembali hasil diskusi pada wawancara informatif dan alternatif jawaban subyek yang tersedia dalam kuesioner skala resistensi.

f. Subjek kembali mengikuti wawancara Focus Group Disscusion dengan pertanyaan utama wawancara, yaitu “apa alasan subjek memilih skala …. dari angka 1 sampai 10?”, “bagaimana” dan “mengapa”.

3. Analisis Data

Berikut ini tahap-tahap yang digunakan dalam analisis data:

a. Jenis data didapatkan melalui wawancara informatif, skala resistensi, data FGD dan data observasi dari catatan peneliti maupun catatan observer lain.

b. Data tersebut dibuat verbatim, khususnya dari hasil rekaman video. c. Kemudian data tersebut diberi kode/ coding.

d. Menentukan skala resistensi subjek terhadap pemberian nasihat dengan melihat angka yang dipilih subjek, yaitu angka 1 – 4 resistensi terhadap nasihat tinggi, angka 5 – 7 resistensi terhadap nasihat sedang dan angka 8 – 10 resistensi terhadap nasihat rendah.

e. Membuat grafik resistensi berdasarkan skala pilihan subjek. f. Penghitungan skala resistensi


(61)

g. Analisis data dengan menggabungkan data penelitian dalam metode trianggulasi

h. Kesimpulan hasil penelitian 4. Klasifikasi Data

Tahapan analisis dilakukan oleh peneliti berdasarkan transkip FGD yang telah dibuat. Sebelum dianalisis, data FGD dikelompokkan menurut tema yang sudah ditentukan. Pengelompokan tema ini dilakukan agar peneliti lebih mudah dalam menganalisis data dan memberi arti pada kumpulan data yang sudah terkumpul. Data yang tidak relevan dengan penelitian akan disingkirkan supaya tidak mengganggu proses analisis. Berikut ini adalah rangkaian tahap klasifikasi data FGD hasil pengodean menurut Strauss dan Cobin.

a. Klasifikasi serat Wulangreh putri ke dalam jenis nasihat proses atau subtansi dan penentuan topik pada masing – masing nasihat dalam serat Wulangreh putri. Data yang telah diklasifikasikan menjadi jenis proses atau jenis substansi dan inti topik dari teks Wulangreh putri ini kemudian diklasifikasikan kembali menjadi nasihat dan bukan nasihat. Klasifikasi serat Wulangreh putri ke dalam jenis nasihat proses atau substansi terdapat pada lampiran 2.

b. Klasifikasi Nasihat atau Bukan Nasihat dan Serat Wulangreh putri yang Relevan atau tidak Relevan. Tahap klasifikasi ini difokuskan pada serat Wulangreh putri yang memiliki relevansi nasihat yang


(62)

efektif dalam kehidupan masyarakat. Selain itu fokus tahap klasifikasi ini ditujukan sesuai dengan kebutuhan penelitian. Klasifikasi serat Wulangreh putri yang dipakai dan tidak dipakai ini terdapat pada lampiran 1.

c. Klasifikasi variable yang diteliti menjadi akhir seleksi topik yang digunakan dalam penelitian ini. Variabel yang memiliki relevansi yang paling banyak akan dipilih menjadi topik nasihat dalam proses penelitian selanjutnya.

Tabel 2: Klasifikasi Variabel yang akan Diteliti

VARIABEL PROSES SUBSTANSI

Budi Pekerti

M5, M8, M9, M10, A6, A14, A17, D11, D14, D19, K2, K21, K26, K28, K30

M6, D3, D7, D10, K9

Keterangan:

M: Mijil D: Dandang Gula A: Asmarandana K: Kinanthi

Angka yang terdapat di belakang huruf M, A, D, K adalah nomer urut tembang dalam serat Wulangreh. Masing-masing variabel diisi dengan narasi berupa nasihat dalam jenis proses maupun substansi.


(63)

45 BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Pada bab ini disajikan hasil penelitian dan pembahasan tentang resistensi perempuan Jawa terhadap nasihat tentang budi pekerti dalam serat Wulangreh putri. Bab ini berisi tentang deskripsi data, pelaksanaan wawancara dan hasil, pembahasan.

A. Deskripsi Data

Penelitian ini meneliti tentang seberapa besar resistensi perempuan Jawa terhadap nasihat jenis proses dan substansi tentang budi pekerti yang diberikan konselor berdasarkan serat Wulangreh putri. Berdasarkan hasil analisis data wawancara informatif, pengisian kuesioner dan data FGD, resistensi perempuan Jawa terhadap pemberian nasihat budi pekerti dalam serat Wulangreh putri adalah rendah. Pernyataan ini akan dideskripsikan lebih lanjut dengan berbagai proses olahan data sebagai berikut.

1. Data Wawancara Informatif

Data wawancara informatif yang terkumpul melalui rekaman video maupun suara selama proses wawancara kemudian diolah menjadi teks verbatim wawancara informatif. Data verbatim wawancara informatif kemudian digabungkan dengan data hasil penskalaan resistensi dan data hasil wawancara FGD untuk mengecek validitasnya melalui metode trianggulasi. Selain itu, data akan ditambahkan dengan data hasil observasi sejawat. Berikut ini adalah data wawancara informatif yang


(1)

pingin memberontak. Kamu gak usah ikut kelompokku. Aku bener-bener cari yang mau berfikir kritis, yang mau dengan bekerja keras.

Ki 2: Yang saya ketahui tentang keselarasan batin itu antara pikiran dengan hati perasaan itu bisa seimbang. Jadi nggak pikirannya mikirin apa, tetapi hatinya gak selaras dengan pikiran. Atau sebaliknya. Jadi kalau aku yang merasakan hati dan pikiran gak seimbang itu langsung pusing. Soalnya aku juga masih ada bayang-bayang masa lalu.

berbicara apa yang kita rasakan namun tetap berbicara apa adanya jika sudah tepat waktunya. Seorang wanita yang dewasa tau mana yang baik dan mana yang salah. Bisa mengukur dirinya sendiri dan jangan sampai mengeluh.


(2)

TRIANGGULASI NASIHAT SUBSTANSI KONSELI 3 DAN 4

Topik Wawancara Informatif

Kuesioner Skala Resistensi

Wawancara FGD

Tanggung Jawab Bersuami

Ki 3: Menurut saya, perempuan itu belum bersikap dewasa karena harus bertanggung jawab terhadap suami. Berarti perempuan itu egois karena gak bisa menghormati suaminya. Seharusnya kalau suaminya mengatakan “gini” ya istrinya harus mengikuti. Seperti surga istri ada di suami juga. Intinya: Belum bisa menghargai suami, bersikap dewasa, egois. Harusnya saling mengerti antara suami dan istri. Jika ada perbedaan, harusnya dalam hubungan suami istri tersebut harus bisa diselesaikan secara baik-baik, tidak perlu emosi, maupun bisa saling bertukar pikiran. Tidak yang istri pulang ke rumah orang tuanya.

Ki 4: Wanita itu tidak menyadari kodratnya sebagai seorang istri. Ibaratnya kalau kita berkeluarga ya antara satu sama lain harus berkesinambungan gak kayak yang cewek kayak gitu, trus yang cowok luweh. Harus ada komitmen, juga mereka kan pasti punya anak. Jadi mau tidak mau harus menyadari.

Ki3: 9

Ki4: 7

Ki3: Karena untuk menjalin sebuah komunikasi antara suami dan istri harus mengetahui watak masing-masing. Kalau kita menghargai suami pasti suami juga menghargai seorang istri. Seorang istri juga perlu mengetahui watak suami agar bisa bertukar pendapat, saling mengerti, saling menghargai tanpa memandang perbedaan antara status, misal statusnya suami mungkin bisa dikatakan orang kaya dan istri dari menengah kebawah, agar tidak terjadi perbedaan tersebut maka seorang istri harus mengetahui watak-watak suami dan suami harus juga menerima istri apa adanya.

Ki4: Karena tidak mudah untuk menerima sifat


(3)

orang lain. Sebagai istri harus menerima

walaupun suaminya walaupun tidak sesuai dengan yang diharapkan, tetap harus menerima. Istri memang harus memahami

suaminya, suami pun juga harus memahami istrinya. Jangan mau menang sendiri. Jiwa, Raga,

Kebahagiaa n

Ki 3:Hubungan antara jiwa, raga dan kebahagiaan itu saling berkaitan. Jika jiwa kita mengalami kebahagiaan, tentu raga kita juga mengalami bahagia, tidak tertekan, tidak depresi. Hubungan kebahagiaan itu tersebut bisa dikatakan antara raga kita berpikir tenang, maka jiwa kita merasa tenang jadi otomasi kebahagiaan akan datang dengan sendirinya walaupun tidak berupa materi ataupun kebahagiaan misalnya yang rumahnya bagus, mobil ada, itu tidak. Tetapi kebahagiaan itu ada dalam hati kita masing-masing. Jadi ketenangan hati tidak bisa tergantikan dengan materi apapun karena kebahagiaan ada dalam hati kita masing-masing.

Ki 4:Kalau orang merasa merasa bahagia, pasti raganya juga kelihatan lebih segar. Jiwanya juga tidak terganggu dalam artian seperti itu. Tetapi kalau orang sudah tertekan dari segi kebahagiaan, maksudnya kebahagiaannya sudah dikekang,

Ki3: 8

Ki4: 9

Ki3: Karena kalau pikirannya jernih pasti hati kita juga ikut tenang, tapi kalau kita sedang emosi, mungkin banyak pikiran yang mengganggu dan membuat hati tidak tenang.

Ki4: Karena kalau hati dan pikiran tidak singkron akan susah dan tidak enjoy.


(4)

pasti akan berdampak ke jiwa sama ke raganya dia. Misal tidak dibolehin ini itu, padahal suka tetapi akan mempengaruhi ya walaupun gak banyak tetapi mempengaruhi banget. Kehidupan

Batiniah

Ki 3: wanita merawat kebatiniahnya dengan batin kan termasuk dalam jiwa hati juga. Wanita Jawa terkenal akan tutur kata yang sopan, lemah lembut dan unggah-ungguhnya. Dalam batin itu kalau seorang wanita berbicara sesuai dengan uanggah-ungguh atau tata krama dalam Jawa itu pasti batinnya udah selaras dengan pikiran. Tidak mungkin kalau kita mengucapkan sesuatu yang kasar, belum tentu hatinya kasar.

Ki 4:Kalau batin itu bagian dalam, paling tidak mengikuti adat dalam arti kalau tidak boleh “gini” ya diikuti. Meskipun sekarang zaman modern, tetapi paling tidak adat-adat Jawa itu jangan sampai dilupakan. Misal kalau cewek Jawa itu gak boleh aneh-aneh, atau gak boleh apa, harus kalem, paling tidak harus ditunjukkan. Tetapi kita tetap gak boleh kolot, walaupun di jaman modern. Intinya menjaga ke-Jawa-annya.

Ki3: 10

Ki4: 6

Ki3: Karena sesuatu yang diberikan dalam hati, pikiran, kalau menurutnya memang baik dan selaras, kita akan tenang. Jika hati sudah tenang, raga tidak akan gelisah.

Ki4: Karena terkadang ada orang yang pesimis. Pikiran dan perasaan yang tidak bisa selaras bisa dipengaruhi oleh suasana.

Kesetiaan Ki 3: Kesetiaan itu di mana seorang, salah satu pribadi bisa menghargai yang orang itu lakukan pada pasangannya. Setia juga bukan berarti selalu bertemu atau tatap muka, belum tentu hatinya juga setia, karena setia juga bisa dikatakan kita percaya pada masing-masing, saling melengkapi, bertukar pikiran, tidak saling egois, saling

Ki3: 8

Ki4: 10

Ki3: Karena sudah dijelaskan dalam pernikahan, kalau memang sudah mengikat pada perkawinan yang sakral pasti istri harus setia, suami juga harus setia. Ibaratnya istri juga


(5)

mengerti kesibukan masing-masing, itu juga bisa dikatakan setia. Setia juga misalnya dalam pacaran Long Distanceatau pacaran jarak jauh, itu juga bisa menguji kesetiaan kita di mana salah satu pasangan bisa menjaga pandangan kita, hati kita, yang mungkin kasarannya gampang tergoda dengan wanita lain atau pria lain.

Ki 4: Menurut saya, komitmen di antara dua orang yang berhubungan untuk saling menghargai, saling menghormati. Setia dalam persahabatan ya saling menjaga, saling tolong menolong. Kan ada istilah setia kawan. Setia itu intinya adalah ikatan batin yang benar-benar kuat dan sulit dilepaskan dalam artian, kalau sudah setia dengan orang lain ya setia dengan orang itu saja. Kata “setia” hanya diucapkan untuk orang yang kita mau serius, atau kita mau menjalin hubungan yang serius dengan orang itu. Jangan sampai kita mematahkan kesetiaan atau kepercayaan itu.

harus tidak berpikiran negatif pada suami, suami juga harus percaya pada istri.

Ki4: Karena kesetiaan adalah komitmen. Kesetiaan selalu dinilai baik. Ketika istri setia suami pun juga harus setia.


(6)

LAMPIRAN 10

HASIL OBSERVASI

No. Nama

Subjek

Jenis Nasihat

Hasil Observasi

1. Mawar Mawar tampak antusias dan serius dalam mengikuti

kegiatan. Secara verbal, Mawar menjelaskan pendapatnya dengan tegas, baik dan nyambung, sehingga menunjukkan bahwa Mawar mengikuti proses penelitian dengan fokus. Secara nonverbal, Mawar menjelaskan tanggapannya dengan tatapan yang fokus.

2. Melati PROSES Melihat dari cara menjawab Melati, Melati mungkin

adalah pribadi yang bicara seperlunya. Walaupun begitu, Melati tetap mengikuti proses penelitian dengan fokus dan nyambung dengan topik yang dibicarakan. Secara nonverbal, Melati menunjukkan sikap menerima dengan mengikuti setiap proses kegiatan.

3. Lily Lily tampak antusias dan fokus dalam mengikuti kegiatan.

Mendenga rtanggapan yang diberikan Lily, Lily dapat menjelaskan pendapatnya dengan lancar, tidak

terbata-bata. Lily menunjukkan sikap seriusnya dengan

mengerakkan tangan saat menjelaskan pendapatnya tentang topik yang dibahas.

4. Rosa

SUBSTA NSI

Rosa tampak gugup selama menjawab pertanyaan. Terkadang ada beberapa jawaban yang tidak nyambung dan tidak konsisten dengan jawaban pertama maupun berikutnya. Namun Rosa bisa kembali menjelaskan jawabannya sesuai dengan alur pembicaraan.