21
misi perutusannya. Beliau mengecam bahwa kemacetan dalam menjalankan misi di Jawa kerena keterbatasan tentang bahasa dan perilaku orang Jawa.
Dalam misinya di Muntilan Romo Van Lith menampilkan figur Gereja yang menyatu dan hidup berdampingan dengan umat walaupun di sisi lain ada pula
yang menganggapnya terlalu keras kepala.
Beliau juga menerjemahkan buku pelajaran agama dan doa-doa kedalam Bahasa Jawa bukan hanya menerjemahkan dari Bahasa Belanda dan
Latin saja melainkan lebih mendalam lagi mengenai makna dan perasaan yang mau diungkapkannya. Hal ini memerlukan waktu yang lama karena
beliau harus berkontak langsung dengan masyarakat sampai kraton
Yogyakarta Hendarto, 1990: 114-118.
D. Penggunaan Bahasa Jawa dalam Perayaan Ekaristi untuk Membantu
Penghayatan Iman umat 1.
Perayaan Ekaristi menurut Konsili Vatikan II
Istilah Ekaristi yang dihasilkan dalam Konsili Vatikan II terdapat dalam dokumen
Sacrosanctum Concilium
,
Lumen Gentium, Presbyterorum Ordinis
. Konsili Vatikan II tidak secara sistematis menyampaikan tema Ekaristi. SC 47 secara singkat merumuskan mengenai Ekaristi, sebagai
berikut: Pada perjamuan terakhir, pada malam Ia diserahkan, Penyelamat kita
mengadakan Kurban Ekaristi Tubuh dan Darah-Nya. Dengan demikian, Ia mengabdikan Kurban Salib untuk selamanya, dan
mempercayakan kepada Gereja, Mempelai-Nya yang terkasih, kenangan wafat dan kebangkitan-Nya: sakramen cinta kasih, lambang
22
kesatuan, ikatan cinta kasih, perjamuan Paskah. Dalam perjamuan itu Kristus disambut, jiwa dipenuhi rahmat, dan kita dipenuhi jaminan
kemuliaan akan datang.
Berdasarkan artikel dari SC dapat diperoleh beberapa kesimpulan pokok dari Ekaristi yang dihasilkan oleh Konsili Vatikan II.
a. Ekaristi sebagai Sumber dan Puncak Kehidupan Gereja
Ekaristi sebagai sumber dan puncak hidup Gereja,
Sacrosanctum Concilium
menyebutkan Ekaristi sebagai ”sumber dan puncak” seluruh kegiatan Gereja, walaupun liturgi tidak mencakup seluruh kegiatan Gereja.
Liturgi sebagai puncak seluruh kegiatan Gereja dan sebagai sumber daya- kekuatan SC 10. Liturgi mendorong umat beriman supaya setelah mereka
dipuaskan dengan sakramen-sakramen dipersatukan dalam persekutuan, mereka mampu mengamalkan apa yang mereka peroleh kedalam hidup
sehari-hari. Liturgi Ekaristi sebagai sumber yang mengalirkan rahmat kepada umatnya. Kerena hidup ialah suatu ibadah maka istilah Perayaan Ekaristi
sebagai sumber dan puncak hidup Gereja menunjuk perhatian Konsili Vatikan II yang menghubungkan Ekaristi dengan seluruh spiritualitas hidup
Gereja. Dalam
Lumen Gentium
LG, Konstitusi Konsili Vatikan II tentang Gereja, art. 11 menyatakan beberapa hal mengenai Ekaristi sebagai sumber
dan puncak hidup Gereja. Dengan ikut serta dalam korban Ekaristi, sumber dan puncak seluruh
hidup kristiani, mereka mempersembahkan Anak Domba Ilahi dan diri sendiri bersama dengan-Nya kepada Allah; demikianlah semua
menjalankan peranannya sendiri dalam perayaan liturgis, baik dalam persembahan maupun dalam komuni suci, bukan dengan campur baur,
23
melainkan masing-masing dengan caranya sendiri. Kemudian sesudah memperoleh kekuatan dari tubuh Kristus dalam perjamuan suci,
mereka secara konkrit menampilkan kesatuan umat Allah yang oleh sakramen mahaluhur itu dilambangkan dengan tepat dan diwujudkan
secara mengangumkan.
Dari artikel diatas terdapat tidak poin pokok mengenai makna Ekaristi sebagai sumber dan puncak hidup Gereja. Pertama, melalui Perayaan Ekaristi
umat beriman mempersembahkan Kristus dan diri sendiri sebagai Gereja kepada Allah. Kedua, dalam Ekaristi diharapkan umat beriman berpartisipasi
menurut cara dan perannya masing-masing. Ketiga, dalam Perayaan Ekaristi umat beriman memperoleh kekuatan untuk mewujudkan kesatuan umat
melalui perutusan Martasudjita, 2012:16.
b. Ekaristi sebagai Perayaan Gereja
”Melalui liturgi, terutama dalam kuban Ilahi Ekaristi terlaksanalah karya penebusan kita” SC 2. Ekaristi sebagai karya penebusan SC 47.
Melalui Ekaristi maka Gereja memperoleh misteri penyelamatan Allah dalam nama Kristus. Ekaristi pula yang menjadi anugerah kebersamaan dan
kesatuan dengan Allah dan dengan sesama manusia. Merayakan Ekaristi Gereja senantiasa mengungkapkan dirinya sebagai karya keselamatan Allah.
Liturgi Ekaristi membantu umat beriman dalam menghayati misteri Kristus, maka dari liturgi Ekaristi maka terbentunya suatu Gereja. LG 26 menegaskan
bagaimana Gereja l ahir dari Ekaristi “Di setiap himpunan di sekitar altar,
dengan pelayanan suci Uskup, tampillah lambang cinta kasih dan kesatuan Tubuh Mistik ini, syarat mutlak untuk keselamatan. Dan jemaat-jemaat itu,
24
meskipun sering hanya kecil dan miskin, atau tinggal tersebar, hiduplah Kristus dan berkat kekuatan-Nya terhimpunlah Gereja yang satu, kudus,
katolik d an apostolik”. Dengan demikian Gereja lahir dari Ekaristi. SC 26
menyebutkan bahwa Ekaristi bukan suatu perayaan perorangan melainkan perayaan bersama yang dirayakan oleh seluruh Gereja Martasudjita,
2009:298-300.
c. Ekaristi sebagai Pusat Liturgi
Ekaristi sebagai pusat seluruh liturgi memiliki kedudukan khusus dalam beberapa tempat. Karya penebusan terlaksana dalam liturgi terutama
dalam kurban Ekaristi SC 2. Dalam liturgi terutama bagian Ekaristi umat beriman memperoleh rahmat dari Allah SC 10. Kesatuan umat sebagai
Gereja menuntut adanya keikutsertaan penuh dan aktif dalam perayaan liturgi terutama dalam bagian Ekaristi SC 41. Ekaristi sebagai pusat liturgi
menunjukan pemahaman SC yang melihat dari dua sudut pandang antara lain Ekaristi sebagai perwujudan tertinggi dan memandang liturgi lain dari sudut
Ekaristi. Selain memberikan Ekaristi sebagai pusat liturgi juga memberikan kedudukan tertinggi pada perayaan Sabda dimana Kitab Suci menjadi pusat,
perayaan sakramen lain, dan ibadat harian Martasudjita, 2009:301.
d. Ekaristi sebagai Kurban
Sacrosanctum Concilium
menyebutkan Ekaristi sebagai kurban SC 2,7,47. Kurban disini berhubungan dengan tradisi Trente. “Kristus hadir
25
dalam kurban Misa, baik dalam pribadi pelayan” SC 7. Bapa Konsili mengutip kata kurban dalam Trente. SC menghubungkan kurban Ekaristi
dengan perjamuan malam terakhir yang dilakukan oleh Yesus dan juga kurban salib. Pada perjamuan malam terakhir Yesus sudah mengorbankan
Tubuh dan Darah-Nya. Namun hal ini tidak juga berarti bahwa perjamuan malam terakhir ialah perjamuan Ekaristi. Perayaan Ekaristi yang pertama
baru terlaksana sesudah Yesus Kristus wafat dan bangkit. Kata kurban Ekaristi yang diadakan oleh Yesus pada perjamuan malam terakhir
menunjukkan pada penyerahan diri Yesus kepada Bapa bagi keselamatan dunia. Peristiwa salib Kristus itulah yang dirasakan dan dihadirkan di setiap
Perayaan Ekaristi. Maka kesatuan kurban Ekaristi dan kurban salib Kristus. Dalam hal ini maka Ekaristi juga sebagai perayaan kenangan dimana
perjamuan malam terakhir dikenang dan diabadikan dalam Perayan Ekaristi Martasudjita, 2009: 293-295.
e. Ekaristi sebagai Perjamuan
SC 47 menyebutkan Ekaristi sebagai perjamuan Paskah. Istilah perjamuan Paskah menunjukan perjamuan Ekaristi yang berasal dari
perjamuan malam terakhir yang diadakan oleh Yesus Kristus, yang disebut perjamuan Paksah Yahudi. Perayaan Paskah ini dimengerti secara
keseluruhan Perayaan Ekaristi, artinya Ekaristi sebagai perayaan kenangan. Istilah Paskah mendapat penolakan oleh beberapa Bapa Konsili Vatikan II
karena bagi orang beriman istilah Paskah berarti kebangkitan Tuhan, tetapi PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
26
yang dimaksudkan ialah kurban salib. Namun menurut maknanya, perjamuan Paskah disebut sebagai keseluruhan karya penyelamatan Allah yang wafat
dan kebangkitan-Nya sebagai puncaknya Martasudjita, 2009:297-298.
f. Ekaristi sebagai Sakramen
Kristus “mempercayakan Gereja, mempelai-Nya: sakramen cinta kasih, lambang kesatuan
ikatan cinta kasih” SC 47. Konsili Vatikan II tidak memisahkan sakramen dan kurban dalam Ekaristi dengan menyatakan bahwa
Ekaristi menghadirkan kurban salib Kristus disebut juga sebagai sakramen. Hal ini menjadi suatu pembaharuan, karena sesudah Trente hingga pra-
Vatikan II, makna kurban dan sakramen dari Ekaristi dipisahkan. Sejak abad pertengahan, gagasan sakramen dipersempit. Istilah sakramen menunjukkan
kehadiran Kristus dalam Sakramen Mahakudus atau hosti yang sudah diberkati. Dalam SC menampilkan pembaharuan akan pendangan mengenai
Ekaristi, baik dari isi maupun caranya. Dengan demikian Ekaristi disebut sebagai sakramen cinta kasih, lambang kasatuan dengan Allah dan dengan
sesama anggota Gereja Martasudjita, 2009:297.
2. Memaknai dan Menghayati Perayaan Ekaristi melalui Bahasa Jawa
a Ritus Pembuka
Penggunaan Bahasa Jawa dalam Perayaan Ekaristi meliputi seluruh bagian. Di dalam ritus pembuka mulai dari nyanyian pembuka, tanda salib,
seruan tobat hingga doa pembuka menggunakan Bahasa Jawa. Perayaan PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
27
Ekaristi Bahasa Jawa dalam ritus pembuka terdapat dialog antara imam dan umat
“
Tuhan sertamu, dan sertamu
juga” berubah menjadi “
Gusti manunggala, kalian kula sadaya
” dimana umat merasa lebih meresapi. Karl Edmund Prier, SJ dalam buku
Indonesianisasi
, mengungkapkan bahwa pada tahun 1960-an teks Latin diganti dengan Bahasa Jawa supaya liturgi lebih
mendekati rakyat Boelaars,2005:426. Ritus pembuka sebagai penghantar kepada Perayaan Ekaristi juga sebagai menghantar umat untuk masuk
kedalam suatu perjamuan. Seruan tobat yang didaraskan, umat cenderung menutup mata dan sungguh mengucapkan
“kawula ngakeni” dengan lantang dan juga cepat sehingga beberapa umat yang masih membaca bisa tertinggal
begitu juga dalam mendasarkan “kawula pitados”.
Dalam pembukaan atau biasa disebut sebagai ritus pembuka Perayaan Ekaristi terdiri dari beberapa bagian. Hal ini bertujuan supaya dapat
mempersatukan umat yang berhimpun untuk dapat mendengarkan sabda Allah dengan khidmat dan merayakan Ekaristi dengan sungguh-sungguh.
Mengawalinya dengan membuat dan merenungkan tanda salib yang dilakukan besama-sama. Dalam ritus pembuka ini pula mengajak umat untuk
menyadari panggilan Allah dalam satu kesatuan bersama suluruh umat tanpa membedakan satu dengan yang lainnya Suharyo, 2011:15-24.
Umat yang datang merupakan tanggapan dengan penuh iman akan undangan dari Allah sebagai tuan rumah dalam Perayaan Ekaristi yang
ditujukan kepada semua orang tanpa memandang latar belakangnya. Kehadiran rahmat Allah maka akan menghasilkan persaudaraan dan
28
kekeluargaan karena menanggapi panggilan dari Allah. Namun dengan terbentuknya suatu ikatan persaudaraan dan kekeluargaan maka akan mudah
membuat umat menyingkirkan mereka yang tidak termasuk kedalamnya. Melalui Imam yang memimpin Ekaristi selalu dituntut untuk menghayati dan
dapat mengembangkan semangat persaudaraan di tengah masyarakat. Sebagai manusia yang datang dan menanggapi undangan dari Allah,
maka diharapkan pula bahwa manusia menyadari kelemahannya atas segala dosa-dosanya. Dengan membawa segenap dosa, manusia datang dan berani
untuk mengakuinya karena percaya seperti kisah domba yang hilang, Allah akan selalu menanti kedatangan umatnya. Pengakuan atas keberdosaan
manusia menyadari bahwa manusia makhluk ciptaan Allah dan mencari kerahiman Allah.
b Liturgi Sabda
Pada tahun 1629 seorang pedagang Belanda Cornelis Ruly menerjemahkan Injil Matius dan dicetak dalam bahasa Belanda-Melayu. Hal
ini menjadi contoh pertama untuk mencetak dan menerjemahkan Alkitab bukan dengan Bahasa Eropa demi tujuan misioner. Kemudian pada abad-abad
selanjutnya dicetak dalam berbagai bahasa di nusantara termasuk di Jawa, hal ini dilakukan supaya dapat dengan mudah dimengerti oleh umat setempat.
Dalam hal ini digunakan terjemahan dari Protestan. Pada tahun 1974, bekerja sama dengan pihak Protestan sebagai corak ekumene berhasil menerjemahkan
Kitab Suci lengkap dalam Bahasa Indonesia, dengan masih menerjemahkan PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
29
kedalam bahasa daerah, karena bagi Gereja setempat terjemahan-terjemahan kedalam bahasa setempat sangatlah diperlukan. Hal ini karena Bahasa
Indonesia tidak selalu digunakan dalam daerah-daerah tertenu walaupun pada kenyataannya sistem pendidikan menggunakan Bahasa Indonesia. Maka
pengungkapan Sabda Allah kedalam bahasa setempat menjadi unsur utama
dalam inkulturasi Boelaars,2005:394.
Penggunaan Bahasa Jawa dalam Liturgi Sabda dirasa sungguh membantu umat untuk mendengarkan, menghayati dan meresapi Sabda Allah.
Umat yang telah terbiasa menggunakan Bahasa Jawa dalam kehidupan sehari- hari akan lebih mudah untuk memahami isi dari Sabda Allah yang dibacakan
dan homili yang disampaikan. Homili yang disampaikan oleh imam menggunakan Bahasa Jawa membantu umat dalam memahami makna Sabda
Allah. Beberapa istilah yang tidak biasa dipakai dalam kehidupan sehari-hari yang terdapat dalam Injil dapat dipertegas melalui homili yang dibawakan
oleh imam, sehingga apa yang telah didengarkan dapat dengan mudah di pahami dan diresapi sehingga umat dapat menanggapinya dalam
permohoman umum. Permohonan umum diselaraskan dengan situasi yang
sedang terjadi didalam lingkungan maupun lingkup yang lebih luas.
Umat yang berhimpun dalam Perayaan Ekaristi akan mendapat makanan rohani dengan
menyadari bahwa “manusia hidup tidak dari roti saja, tetapi dari s
etiap firman yang keluar dari mulut Allah”. Maka dalam liturgi sabda umat mendengarkan pengajaran Allah yang masih terus dapat
didengarkan melalui sabdaNya. Iman akan terus dihidupi dalam setiap umat PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
30
yang mendengarkan sabdanya seperti yang disabdakan oleh St. Paulus “jadi,
iman timbul melalui pendengaran dan pendengaran oleh firman Kristus” Rm 10:17. Tanggapan terhadap sabda yang diwartakan ialah iman, karena hanya
dengan imanlah manusia dapat menyadari kehadiran serta karya Kristus
dalam sakramen Suharyo, 2011:33-53.
Melalui Liturgi Sabda pula umat disadarkan akan kegunaan dari Kitab Suci yang bukan hanya berisi tulisan-tulisan untuk dibaca saja melainkan
undangan untuk ditanggapi dengan sepenuh hati dengan iman yang tangguh. Dengan sabda yang dibacakan dalam Perayaan Ekaristi diharapkan dapat
meneguhkan ikatan kasih antara Kristus dengan Gereja yang merupakan semua umat yang percaya kepadaNya. Adanya homili setelah pembacaan
Sabda Allah sebagai kesaksian dari sang pembawa homili akan cinta kasih yang di terima dari Kristus yang diwartakan. Bacaan-bacaan yang dipilih
dalam Perayaan Ekaristi disusun berdasarkan lingkaran tahun liturgi yaitu A, B dan C. Jadi dapat dikatakan bahwa umat yang secara terus menerus
mengikuti perayaan Ekaristi dalam 3 tahun maka sudah mendengarkan seluruh isi Kitab Suci. Hal pengulangan ini bukanlah membosankan
melainkan sesuatu yang indah. Kisah-kisah tidak hanya perlu dimengerti namun dikenang kembali, dengan kenangan itu pula umat dengan lagi dan
lagi diundang untuk merasakan kembali kasih Allah dan menanggapi
karyaNya.
Seluruh umat yang dengan mengenangkan kembali karya Allah akan disatukan oleh Roh kudus dengan para pendahulu dalam iman. Umat juga
31
disatukan dengan umat yang merayaan Ekaristi diseluruh dunia. Dengan demikian iman yang ditimbulkan oleh Sabda Allah ialah iman seluruh umat,
maka bersama-sama akan mengalami kegembiraan, peneguhan dan penghiburan dari kenangan bersama. Karena kuasa Sabda Allah maka tidak
boleh ada orang kritiani yang mengalami kesendirian dalam hidupnya.
Setelah Allah telah berbicara dan memberi pengajaran kepada umatnya maka seluruh umat dengan penuh kepercayaan menanggapi dengan
mendaraskan Syahadat. Secara bersama-sama mengucapkan iman akan Yesus Kristus yang merangkum sejarah karya penyelamatan Allah kepada manusia.
Setelah mengucapkan Syahadat maka dilanjutkan mengarahkan diri dihadapan Allah dengan menghaturkan doa-doa permohonan yang ditujukan
untuk semua kalangan baik itu dalam lingkup Gereja maupun masyarakat.
c Liturgi Ekaristi
Bahasa Jawa dalam Ekaristi telah membantu umat dalam memahami Perayaan Ekaristi dan membantu umat dalam mendalami Sabda Allah yang
telah dibacakan dalam Liturgi Sabda. Liturgi Sabda telah mengenyangkan umat dengan Sabda Yesus Kristus sebagai sabda kehidupan abadi dan kekal.
Selanjutnya Perayaan Ekaristi dilanjutkan mulai dari doa persiapan persembahan, Doa Syukur Agung sebagai puncak dari Perayaan Ekaristi dan
diakhiri dengan doa sesudah komuni. Liturgi Ekaristi dijelaskan dalam satu gagasan yaitu hidup dalam pengharapan Suharyo, 2011:59.
32
Tahun 1973 Konggres Liturgi II diputuskan bahwa supaya ada bagian yang khas dalam PWI Liturgi, dalam hal musik Boelaars,2005:427. Liturgi
Ekaristi menjadi pusat perayaan dimana umat mengikutinya dengan khidmat. Oleh karena itu lagu-lagu yang dibawakan dalam Perayaan Ekaristi umumnya
lagu dengan aliran keroncong, selendro dan pelog, dimana aliran lagu tersebut yang melekat dengan masyarakat Jawa. Lagu Rama Kawula slendro menjadi
lagu yang dinantikan oleh umat dimana umat dengan menutup mata dan menengadahkan tangan memuji dan memuliakan Allah.
Adapun inti dari harapan manusia ialah kepenuhan makna seluruh alam ciptaan dalam Kerajaan Allah. Dimana Allah telah memulai pekerjaan
dalam penciptaan alam raya ini dengan sungguh amat baik selanjutnya diharapkan manusia yang akan melanjutkannya dengan baik pula. Dalam
harapan umat tidak hanya dijanjikan oleh janji kosong melainkan suatu yang nyata dan sedang terjadi, walaupun tidak semua yang diharapkan akan
terlaksana dan nyata namun hal ini menjadikan manusia semakin menghayati dan memberikan kesaksian tentang keutamaan harapan Suharyo, 2011:59-
87. Di dalam doa persiapan persembahan manusia menyatakan harapan
akan daya ilahi yang menyempurnakan ciptaan dan kerja manusia. Roti dan anggur yang dipersiapkan sebagai hasil dari bumi dengan usaha manusia.
Menerima dengan penuh rasa syukur buah karya penyelamatan Allah maka manusia terdorong untuk membagikan anugerah penyelamatan kepada
sesama. Dengan kuasa Roh Kudus dan kuasa ilahi kemudian roti dan anggur PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
33
diubah menjadi roti kehidupan dan minuman rohani dimana Yesus sendiri yang menjadi korban keselamatan bagi manusia. Dengan demikian roti dan
anggur semakin menyadarkan manusia akan kekayaan alam dan pentingnya memelihara alam raya. Selain dengan menggunakan roti dan anggur, masih
ada pencampuran air ke dalam anggur dengan maksud bahwa manusia boleh mengambil keilahian Kristus.
Doa Syukur Agung sebagai puncak dari seluruh perjamuan, didalamnya terdapat suatu kenangan akan malam perjamuan terakhir Yesus
dengan para muridnya. Yang dikenangkan ialah sengsara dan kematian Kristus, yang cenderung menyakitkan, namun melalui Ekaristi manusia diajak
untuk berani menghadapi dengan tabah kenangan-kenangan yang menyakitkan. Karena dengan kenangan yang menyakitkan manusia
diharapkan bisa melihat Allah dalam kegelapan dan mendatangkan perdamaian. Membuat manusia lebih berani dalam menghadapi kegelapan
masa lampau yang berlandaskan pada karya keselamatan akan Yesus Kristus yang bangkit dari wafatNya. Melalui tindakan Yesus dalam perjamuan malam
terakhir, membantu siapa saja untuk hidup dalam harapan, terutama mereka yang hidupnya tertekan oleh kenangan-kenangan yang menyakitkan ataupun
menjadi korban penghianatan. Dalam Ekaristi kata Roh Kudus diucapkan dua kali dengan maksud
bahwa Gereja menyadarkan diri pada karya Roh Kudus yang mencurahkan berbagai anugerah kepada setuluh umat bukan hanya umat setempat saja.
Kerana Roh adalah satu masa semua umat dipersatukan dalam suatu PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
34
persekutuan. Kemudian bagian yang tidak kalah pentingnya ialah penerimaan Tubuh dan Darah Kristus yang dilambangkan dengan roti dan anggur dalam
komuni yang juga sebagai suatu persekutuan dengan Allah. Yesus menyebut Allah sebagai Bapa seluruh umat, sebagai Bapa tentu
saja akan selalu mendampingi dan memberi kebutuhan kepada anak-anak- Nya. Oleh karena itu dalam doa Bapa Kami seluruh umat memuji, bersyukur
dan memohon kepada Allah Bapa. Kemudian dilanjutkan dengan salam damai sebagai ungkapan kepercayaan seluruh umat akan cinta kasih dari
Bapa yang mengikat seluruh umat.
d Ritus Penutup
Setelah doa sesudah komuni, itu berarti bahwa Liturgi Ekaristi telah selesai dirayakan bersama-sama. Ditutup dengan ritus penutup yang
merupakan berkat dan perutusan, seperti halnya Yesus yang mengutus para murid untuk memberikan kesaksian kepada setiap orang begitu juga dengan
umat yang telah selesai mengikuti Perayaan Ekaristi. Ekaristi dengan Bahasa Jawa dianggap sungguh menyentuh umat setempat dalam aklamasi dan umat
yang menjawab salam dari Allah seperti yang terdapat dalam ritus penutup, sebelum berkat imam menyampaika
n salam “
Gusti manunggala
” dan umat menjawab “
kalian kula sedaya
” ungkapan salam menyentuh dan memfosukkan umat untuk mengarah dan menjawab salam yang berasal dari
Allah, dengan Bahasa Jawa maka umat merasa lebih dekat dengan Allah karena bahasa yang digunakan ialah bahasa umat. dari Bahasa Latin diganti
35
dengan Bahasa
Jawa supaya
liturgi lebih
mendekati rakyat
Boelaars,2005:426. Dengan menerima berkat, umat Allah yang berhimpun dianugerahi
kesatuan hidup dengan persekutuan dengan Allah. Apa yang telah diperoleh dan dialami selama mengikuti Perayaan Ekaristi juga senantiasa dibagikan
kepada sesama. Dengan perutusan membawa umat untuk secara terus menerus meneruskan, meneguhkan dan membagikan kasaksian tentang apa
yang telah dialaminya. Perayaan Ekaristi telah selesai namun anugerah kehadiran Yesus terus berlangsung yang menjadi kekuatan dalam menjalani
beratnya kehidupan sehari-hari Suharyo, 2011:97-101. Dengan demikian Gereja merupakan sang penerima dan pengemban
kabar Gembira, walaupun dalam lingkup kecil namun gereja harus senantiasa membagikan tugas pewartaan kepada semua orang. Karena tidak ada satupun
yang dapat menghambat penyebaran Sabda Allah. Seperti yang telah diketahui bahwa sejak awal hidup Gereja, murid Kristus telah mengalami
penindasan namun mereka tetap menyebarkan pewartaan. Dalam Kis 4:29 dikatakan bahwa para murid tidak meminta supaya mereka tidak dianiaya
melainkan meminta keberanian untuk tetap menyebarkan kabar gembira keselamatan.
Dengan demikian melalui perutusan akan mendorong setiap manusia untuk ikut terlibat dalam melaksanakan tugas Gereja. Berhimpun dalam
persekutuan, memberikan harapan baru, memperbaharui iman dan yang tidak kalah penting ialah memurnikan kasih dan melanjutkan kesaksian, seperti
36
yang telah dilakukan oleh Para Rasul, walaupun ditindas namun semangat pewartaannya tidak akan pudar.
3. Partisipasi umat dalam Ekaristi Bahasa Jawa
Penggunaan Bahasa Jawa dalam Ekaristi membuat umat setempat untuk lebih aktif dalam Ekaristi, dengan penggunaan bahasa sendiri
dipandang akan jauh lebih memudahkan umat dalam mengikuti dan menghayati Perayaan Ekaristi. Umat diharapkan akan lebih aktif menggambil
bagian dalam liturgi. Segi partisipatif umat menunjuk kepada suatu Ekaristi yang berarti sebuah perayaan bersama. Berikut dijabarkan mengenai peran
serta umat dalam Perayaan Ekaristi:
Umat diharapkan mengikuti Perayaan Ekaristi secara aktif dan sadar. Mulai dari persiapan, pelaksanaan dan sampai akhirnya penerapan kedalam
hidup bermasyarakat. Partisipasi dimaksudkan pada keikutsertaan umat dari awal Perayaan sampai pada akhir karena Ekaristi merupakan satu kesatuan
Perayaan Liturgi yang tidak bisa dipisahkan.
Partisipasi umat dilaksanakan dalam tingkatan, tugas serta keaktifan umat, yang senantiasa menjalankan tugas dengan sepenuh hati menurut
kaidah-kaidah yang sudah ditetapkan. Masing-masing tugas yang diembannya perlulah suatu koordinasi dan pengetahuan serta keterampilan masing-masing
umat menurut tugas masing-masing umat. Selain imam sebagai pemimpin Ekaristi, dibutuhkan partisipasi yang menjadi tugas umat dalam pelayanan
37
liturgi antara lain, lektor, pemazmur, paduan suara, pelayan komuni, pemusik, koster, misdinar, kolektan Martasudjita, 2009:108.
E. Tantangan Penggunaan Bahasa Jawa dalam Perayaan Ekaristi Pada