27
Kebudayaan Hindu-Buddha dan Islam di Indonesia
Kebudayaan senantiasa berkembang dari waktu ke waktu. Setiap zaman memiliki ciri-ciri dan corak kebudayaan sendiri-sendiri tergantung pengaruh
dan tantangan zaman yang dihadapi. Salah satu faktor yang vital dalam perkembangan sebuah kebudayaan adalah bahasa. Dengan menggunakan
bahasa, maka kebudayaan bisa diwariskan secara turun-temurun dari generasi ke generasi. Melalui bahasa pula segala karsa, cipta, dan rasa
manusia bisa diekspresikan ke dalam beragam media.
Masuknya pengaruh Hindu-Buddha dan Islam jelas mampu mengembangkan kebudayaan Indonesia. Beragam nilai dan sistem budaya
yang berasal dari masyarakat asal pengaruh tersebut bisa masuk dan berkembang di Indonesia. Bahkan pengaruh tersebut masih bisa ditemukan
dalam kebudayaan masyarakat pada masa kini.
A. Perpaduan Antarbudaya di Indonesia
Pada pembelajaran bab I kamu telah mampu mengidentifikasi dan mendeskripsikan perkembangan masyarakat pada masa negara
kerajaan Hindu-Buddha dan Islam. Bahkan kamu telah mampu menganalisis bagaimana sistem sosial kemasyarakatan dari masing-
masing negara kerajaan. Masuk dan berkembangnya pengaruh luar seperti Hindu-Buddha dan Islam ternyata tidak meninggalkan tradisi
dan budaya lokal. Fase inilah yang dikenal dengan akulturasi. Mari kita analisis bersama.
1. Perpaduan Tradisi Lokal dan Hindu-Buddha
Kamu tentu pernah mendengar suku bangsa Tengger. Mereka adalah sekelompok penduduk yang tinggal dan menetap di
Pegunungan Tengger. Apabila diteliti mereka memiliki kebudayaan yang khas dan diyakini merupakan keturunan orang-orang Majapahit.
Setelah pengaruh Islam mulai masuk Pulau Jawa Demak dan Kerajaan Majapahit mulai mengalami kemunduran, banyak orang Majapahit
yang menyingkir ke arah timur di kawasan Pegunungan Tengger dan Bali.
Di tempat inilah mereka mengembangkan kebudayaan sendiri. Orang Tengger tidak memiliki candi-candi sebagaimana pemeluk
agama Hindu-Buddha. Dalam melakukan upacara atau peribadatan, mereka menggunakan poten, punden berundak atau danyang. Poten
adalah sebidang lahan di lautan pasir sebagai tempat berlangsungnya upacara Kasadha.
Sebagai tempat pemujaan bagi masyarakat Hindu-Buddha, poten terbagi atas beberapa bangunan yang meliputi tiga mandala.
Selengkapnya mengenai poten tersebut bacalah info berikut ini.
kebudayaan, kesusastraan, peribadatan, bahasa, pra-
sasti, akulturasi budaya, ritual
Sumber: www.trekerath.com
Gambar 2.1 Tradisi pada masyarakat
Tengger.
Di unduh dari : Bukupaket.com
28
SEJARAH Kelas XI Program Bahasa
Poten
Sebagai tempat berlangsungnya upacara kasadha, Poten terdiri atas tiga mandala, yaitu:
1. Jeroan atau mandala utama
Mandala ini digunakan sebagai tempat pemujaan persembahyangan. Terdiri atas beberapa bagian:
a. Padma berfungsi sebagai tempat pemujaan Tuhan bentuknya
menyerupai candi. b.
Bedawang Nala kura-kura raksasa yang sedikit naga, garuda, dan angsa yang merupakan simbol mitologis.
c. Sekepat atau tiang empat untuk menyajikan sarana upacara.
d. Kori Agung candi Bentar sebagai tugu atau pintu gerbang penghubung.
2. Jaba Tengah atau mandala madya
Mandala ini sebagai tempat persiapan dan pengiring upacara. Terdiri atas beberapa bagian:
a. Kori Agung candi Bentar yang bentuknya menyerupai tugu dengan
gelung mahkota di kepala. b.
Bale kentungan atau bak kul-kul sebagai tempat kul-kul atau kentungan dibunyikan selama upacara.
c. Bak Bengong atau pewarengan suci untuk mempersiapkan
keperluan sesaji upacara. 3.
Jaba sisi atau mandala nista yaitu tempat peralihan dari luar ke dalam pura.
Tempat itulah yang menjadi sentral pelaksanaan upacara Kasadha. Masyarakat Tengger berbondong-bondong menuju puncak Gunung
Bromo dengan membawa Ongkek sesaji dari hasil pertanian untuk dilemparkan ke kawah Gunung Bromo.
2. Perpaduan Tradisi Lokal dan Islam