negatif atau pajak Pc-Pp menyebabkan produk yang dihasilkan turun menjadi Q
2
, harga yang diterima produsen menjadi turun Pp dan harga yang diterima konsumen menjadi naik Pc. Efisiensi ekonomi
dari produsen yang hilang sebesar BCA dan dari konsumen yang hilang sebesar DBA. Pada gambar 3 b adanya subsidi positif
menyebabkan produk meningkat dari Q
1
menjadi Q
2
, harga yang diterima produsen naik menjadi Pp dan harga yang diterima konsumen
turun menjadi Pc. Efisiensi ekonomi yang hilang dilihat dari perbandingan antara peningkatan nilai output dengan meningkatnya
ongkos produksi dan meningkatnya keinginan konsumen untuk membayar.
3.2. Kebijakan Harga Output
Kebijakan pemerintah terhadap harga output dapat berupa subsidi subsidi positif dan subsidi negatif dan kebijakan hambatan
perdagangan. Gambar 4 a memperlihatkan adanya subsidi positif untuk produsen barang impor. Sebelum adanya kebijakan, harga di
dalam negeri adalah sama dengan harga dunia Pw dengan jumlah produksi domestik sebesar Q
1
dan jumlah permintaan sebesar Q
3
. Hal tersebut menyebabkan kelebihan permintaan sebesar Q
3
-Q
1
, sehingga untuk memenuhi kelebihan permintaan, dilakukan impor. Untuk
mengurangi impor, pemerintah menetapkan subsidi positif kepada produsen barang impor. Kebijakan subsidi sebesar Pp-Pw
menyebabkan output produksi dalam negeri meningkat dari Q
1
menjadi Q
2
sedangkan konsumen tetap di Q
3.
Q
1
Q
2
Q
3
Q
2
Q
1
Q
3
Q
4
D D
S S
P
p
P
w
P
w
P
p
C A
B B
A C
E F G
a S+PI b S+CI
Gambar 4. Subsidi positif terhadap produsen dan konsumen pada barang impor
Sumber : Monke dan Pearson 1995 Keterangan :
Pw : harga internasional pada kondisi pasar bebas
Pp : harga dipasar domestik setelah dilakukan subsidi positif
Pd : harga di pasar domestik setelah diberlakukan subsidi
positif untuk konsumen barang impor S + PI
: subsidi positif kepada produsen untuk barang impor S + CI
: subsidi positif kepada konsumen untuk barang impor
Subsidi menyebabkan impor turun dari Q
3
-Q
1
menjadi Q
3
-Q
2
. Adanya transfer total dari pemerintah kepada produsen barang impor sebesar
PpABPw. Kehilangan efisiensi ekonomi pada kebijakan ini yaitu sebesar CAB terjadi karena pemerintah memilih untuk tidak
mengalokasikan sumberdaya pada Pw, menyebabkan timbulnya biaya sumberdaya untuk meningkatkan sumberdaya domestik sebesar
Q
1
CAQ
2
, sedangkan opportunity cost jika barang tersebut diimpor sebesar Q
1
CBQ
2
.
Gambar 4 b memperlihatkan adanya subsidi positif pada konsumen untuk output barang impor. Kondisi awal sebelum adanya kebijakan,
harga di dalam negeri sama dengan harga dunia Pw, dengan jumlah produksi domestik sebesar Q
1
dan jumlah yang diminta adalah sebesar Q
3
. Untuk meningkatkan konsumsi dalam negeri, diberlakukan subsidi sebesar Pw-Pd sehingga mengakibatkan
berkurangnya produksi domestik dari Q
1
ke Q
2
, meningkatkan konsumsi domestik dari Q
3
ke Q
4
dan impor meningkat dari Q
3
-Q1 ke Q
4
-Q
2
. Transfer S + CI yang terjadi terdiri dari dua bagian yaitu, pemerintah ke konsumen sebesar AGBF dan transfer dari produsen ke
konsumen sebesar PwABPd. Kehilangan efisiensi terjadi pada dua sisi yaitu produksi dan konsumsi. Dari sisi produksi, akibat dari
turunnya output dari Q
1
ke Q
2
mengakibatkan pendapatan hilang sebesar Pw Q
1
-Q
2
atau sebesar Q
2
ACQ
1
dan input dapat dihemat sebesar Q
2
BCQ
1
, sehingga efisiensi ekonomi yang hilang sebesar ACB. Pada sisi konsumsi, opportunity cost dari peningkatan
konsumsi adalah sebesar Pw Q
4
-Q
3
atau Q
3
EFQ
4
, sedangkan kemampuan masyarakat membayar konsumen sebesar Q
3
EGQ
4
, sehingga efisiensi yang hilang sebesar EFG.
Kebijakan pada output selain subsidi adalah kebijakan hambatan perdagangan restriksi pada barang impor Gambar 5..
P
w
P
d
Q
1
Q
2
Q
4
Q
3
Q
1
Q
2
Q
4
Q
3
G E
F A
C B
D S
D S
C B D
F H
E
P
d
P
w
A
J G
I
a TPI b TCE
Gambar 5. Hambatan perdagangan pada barang impor Sumber : Monke dan Pearson 1995
Keterangan : TPI
: hambatan perdagangan pada produsen untuk barang impor TCE
: hambatan perdagangan pada produsen untuk barang ekspor
Gambar 5 a memperlihatkan bahwa dengan adanya hambatan tarif pada barang impor sebesar Pd-Pw, menyebabkan kenaikan harga di
dalam negeri baik untuk produsen maupun konsumen. Output domestik meningkat dari Q
1
ke Q
2
dan konsumsi turun dari Q
3
ke Q
4
, sehingga impor turun dari Q
3
-Q
1
menjadi Q
4
-Q
2
. Terdapat transfer penerimaan dari konsumen sebesar PdABPw yaitu kepada produsen
sebesar PdEFPw dan kepada pemerintah sebesar FEAB. Efisiensi ekonomi yang hilang dari konsumen adalah sebesar ABC yang
diperoleh dari selisih antara opportunity cost konsumen dalam