83 padahal kenyataannya kursus ini dibuka untuk umum. Bukan hanya itu, banyak orang yang
mengurungkan niatnya karena berpikir bahwa segala sesuatu yang adadi KWK-GBKP hanya berbau spiritual dan keagamaan, serta nantinya tidak mampu melahirkan mental perempuan
sebagai seorang pengusaha,”ujar Pdt.Jenni
5.2.2. Informan Utama
1. Nama
: Efriyani Sembiring Meliala Usia
: 19 tahun Jenis kelamin
: Perempuan Agama
: Kristen Protestan Suku
: Batak Karo Alamat
: Desa Payung Saat pertama kali datang ke KWK-GBKP, peneliti menjelaskan bahwa yang menjadi
informan nantinya adalah seorang remaja, seorang Ibu, dan seorang lansia.Lalu, pengurus KWK-GBKP menganjurkan peneliti untuk mewawancarai seorang remaja bernama Efriyani.
Saat kedua kalinya datang ke KWK-GBKP untuk melakukan penelitian, ternyata Efriyani masih berada di kampus, sehingga peneliti menunggu sekitar 2,5 jam hingga kedatangan
Efriyani. Efriyani Sembiring Meliala ini merupakan salah satu remaja yang mengungsi di KWK-GBKP.Dia harus mengungsi disana karena desa yang dulu ditinggalinya, yakni Payung
merupakan salah satu desa yang rentan terkena hujan batu akibat erupsi Sinabung. Sehingga atas saran PemKab, mereka yang bertempat tinggal di desa tersebut diungsikan ke beberapa
tempat dan Efriyani ditempatkan di KWK-GBKP, Efriyani disana kurang lebih 1,5 tahun lamanya. Awalnyan Efriyani tidak tahu menahu soal program pemberdayaan perempuan
84 yang ada disana karena setelah mengungsi tidak ada penjelasan sama sekali dari pihak KWK-
GBKP, namun setelah 2,5 bulan mengungsi disana, pengurus KWK-GBKP membuat suatu acara lalu dalam acara tersbut juga dijelaskan sejarah, fungsi, visi misi, serta sedikit tentang
alumni-alumni KWK-GBKP. Ketika peneliti bertanya apakah Efriyani mengikuti program pemberdayaan
perempuan atau tidak, ia mengatakan bahwa ia mengikutinya namun juga menjelaskan bahwa kegiatan yang dilakukan pada program pemberdayaan perempuan yang ada selama ini
berbeda dengan apa yang para pengungsi lakukan. Mereka tidak lagi menjahit, merangkai bunga, melakukan kedit usaha dan kegiatan lain seperti biasanya. Mereka sangat antusias
sekali mengikuti setiap kegiatan yang diadakan KWK-GBKP karena selain menambah pengetahuan, juga mengisi kekosongan waktu mereka sehingga mereka tidak hanya fokus
pada masalah yang sedang terjadi. Ketika peneliti bertanya bagaimana pola makan mereka selama di KWK-GBKP,
apakah memenuhi syarat 4 sehat 5 sempurna atau tidak. Efriyani menjawab bahwa disana mereka diberikan makan 3 kali sehari, meskipun selama 1,3 tahun makanan yang mereka
dapatkan tidak seperti yang diinginkan. Selama 1,3 tahun makanan mereka biasanya hanya nasi, lauk, dan sayur. “Ada ikannya pun hanya sekali sehari, Kak.Bukan setiap makan pakai
ikan.Pernah juganya pagi, siang, dan malam pakai ikan, tapi pagi dan siang ikan asin sambal, malamnya telur rebus, Kak. Kadang ya makan nasi sama sayur kol ajalah, cuma itu
yang ada kan mau kayak mana”, ujar Efriyani.2 bulan terakhirlah para pengungsi baru dapat menikmati makanan yang memang benar-benar menyehatkan. Bisa makan ikan setiap kali
mereka makan, daging paling tidak seminggu sekali, buah-buahan setiap hari walaupun hanya buah pepaya saja setiap harinya, susu juga dalam seminggu sekali sudah disediakan
untuk para pengungsi.
85 Di KWK-GBKP para pengungsi sudah mempunyai jadwal memasak. Siapa yang akan
memasak pagi, siang, dan sore hari dari hari Senin sampai hari Minggu, dan cara makan mereka juga dibiasakan budaya antri sehingga tidak ada yang makan lebih dulu ataupun
belakangan, juga tidak pernah ada yang tidak kebagian makanan. Mereka juga sering membuat makanan tambahan seperti keripik ubi, ubi ungu, pisang, dan kue getuk.Ubi
tersebut mereka dapatkan dari pengungsi yang berasal dari Desa Sigarang-Garang yang terkadang masih suka kembali ke desa mereka untuk melihat situasi ladang mereka.Penduduk
Desa Sigarang-Garang juga merupakan salah satu desa yang dianjurkan PemKab untuk mengungsi karena letak desa mereka kurang lebih 3 km dari Gunung Sinabung.
Air merupakan zat yang memiliki peranan sangat penting bagi keberlangsungan hidup manusia dan makhluk hidup lainnya. Manusia akan lebih cepat meninggal karena kekurangan
air daripada kekurangan makanan. Di dalam tubuh mausia itu sendiri sebagian besar terdiri dari air. Tubuh orang dewasa, sekitar 55-60 berat badan terdiri dari air, untuk anak-anak
sekitar 65 dan untuk bayi sekitar 80. Air dibutuhkan oleh manusia untuk memenuhi berbagai kepentingan antara lain, diminum, masak, mandi, mencuci, dan pertanian. Ketika
penulis bertanya tentang ketersediaan air selama mereka mengungsi di KWK, Efriyan menjelaskan bahwa sangat bersyukur karena disana mereka tidak pernah kekurangan air. Jika
mereka berada di posko pengungsian lain mungkin mereka akan sulit untuk menemukan air, karena di posko lain hanya disediakan 2 MCK Mandi, Cuci, Kakus, airnya juga tidak ada
setiap waktu dan juga penggunanya juga banyak sekali. Berbeda dengan posko lain, penyediaan air di KWK-GBKP sangatlah baik, terdapat 9 kamar mandi yang dapat digunakan
untuk tempat mandi dan mencuci pakaian.Untuk minum dan masak juga disediakan drum air tempat penyaringan air sehingga dapat dipastikan bahwa air tersebut jauh dari kuman
penyakit.
86 Ketika harus berangkat ke KWK-GBKP untuk mengungsi, para pengungsi hanya
membawa sebagian pakaian mereka.Hal ini dikarenakan transportasi yang disediakan PemKab tidak muat untuk menampung pakaian pengungsi apabil dibawa semuanya.Ketika
Peneliti bertanya apakah KWK-GBKP memberikan pakaian kepada mereka, lalu Efriyani menjawab,” Pakaian yang kami dapatkan bukan dari KWK-GBKP. KWK-GBKP tidak
pernah memberikan pakaian untuk digunakan selama kami mengungsi disana, melainkan dari relawan-relawan yang berkunjung, seperti SMP Negeri Stabat memberikan pakaian
sehari-hari dan pakaian SD dan SMP untuk anak-anak yang mengungsi di KWK-GBKP. Mahasiswa ITM Institut Teknik Medan juga menyumbangkan sweater dan pakaian bekas
untuk para pengungsi.” Selain menyediakan kebutuhan pangan para pengungsi, KWK-GBKP juga
menyediakan fasilitas kesehatan.Disediakan beberapa orang bidan dan dokter guna tetap mengontrol kesehatan pengungsi selama mereka berada disana. PemKab juga telah bekerja
sama dengan pengurus KWK-GBKP dan Rumah Sakit Efarina Etaham dan Rumah Sakit Umum Kabanjahe sehingga apabila ada pengungsi yang terkena penyakit dan harus
diopname, mereka bisa datang kesana namun terlebih dahulu meminta surat rujukan dari tempat mereka mengungsi. Setiap pengungsi yang sakit dan datang ke rumah sakit tersebut
tidak akan dikenakan biaya apapun selama masa pengungsian. Efriyani mengaku selama mengungsi di KWK-GBKP tidak pernah mengalami sakit yang parah atau harus diopname,
hanya penyakit kulit alergi karena disana berbagi sabun ketika mandi serta tidur berdekat- dekatan setiap harinya dengan orang yang mungkin punya penyakit kulit.Namun setelah
melapor ke pengurus KWK-GBKP dan diberikan Prodermis, alerginya pun perlahan sembuh.Penanganan kesehatan yang dilakukan pihak KWK-GBKP sangat baik sehingga
tidak pernah ada korban yang jatuh ketika mereka sakit.
87 Selama disana Efriyani beberapa kali mengikuti kegiatan membuat keterampilan, di
antaranya mainan sepit kap anak perempuan, bros dari bunga, gelang, kalung, sabun colek, dan sunlight.Kap dan bros yang mereka buat akhirnya mereka kumpulkan lalu dijual ke Pasar
Berastagi yang letaknya hanya sekitar 500 meter dari Gedung KWK-GBKP.Sedangkan gelang, kalung, sabun colek dan sunlight yang mereka buat mereka pakai untuk kebutuhan
sehari-hari.Bukan hanya itu, MORIA GBKP juga memberikan pengajaran tentang keterampilan membuat kue kipas dan membuat bakso untuk dijual bazaar di gereja-gereja
sekitar KWK-GBKP. Bukan hanya di gereja, mereka juga berjualan ketika acara Sidang Sinode dan Jubileum 125 tahun GBKP di Lapangan Samura pada tanggal 18 April 2015 lalu.
Pihak Kementerian Sosial juga pernah melakukan kunjungan ke KWK-GBKP dan bekerjsama untuk memberikan pendampingan psikososial.Karena memang dianggap bahwa
selain usaha pemenuhan kebutuhan sandang dan pangan juga sangat dibutuhkan pendampingan psikososial, guna pemulihan trauma para pengungsi pasca erupsi
Sinabung.Dibuat Pondok Anak Ceria yang membuat suasana pengungsian semakin hidup dengan diberikannya berbagai permainan dan hiburan.Melalui permainan tersebut juga
mereka bisa belajar dan termotivasi. Selain dengan Kementerian Sosial, KWK-GBKP juga bekerja sama dengan 20 mahasiswa dan beberapa dosen Univeritas Gajah Mada Fakultas
Psikologi serta profesi Psikologi untuk melakukan “rapid assessment”. Pengiriman mahasiswa itu secara bergilir dan berkelanjutan guna menangani kasus
tekanan psikologi dan trauma yang dihadapi para pengungsi.Para mahasiswa, dosen, dan profesi psikologi beranggapan bahwa kondisi psikologi yang muncul di kalangan para
pengungsi bencana ditengarai seperti gejala depresi dan stress. Umumnya yang muncul di pengungsian adalah rasa jenuh dan gejala stress berkaitan dengan perasaan kehilangan
keluaga, tempat tinggal, pekerjaan, dan harta benda. Kondisi psikologis pengungsi Sinabung tersebut juga ditambah dengan perasaan ketidakpastian terhadap bencana yang
88 terjadi.Apalagi para pengungsi tersebut tidak berpengalaman menghadapi bencana erupsi
sebelumnya.Bukan hanya memberikan pendampingan kepada para pengungsi, mahasiswa, dosen UGM, dan profesi psikologi juga memberikan modul kepada mahasiswa nonpsikologi
dan relawan yang terjun langsung ke berbagai lokasi posko pengungsian termasuk KWK- GBKP.Hal itu dikarenakan anggapan mahasiswa, dosen, dan profesi psikologi bahwa yang
perlu untuk ditolong bukan hanya para pengungsi namun juga relawan dan staf PemKab. Manager Mickey holiday juga menentukan waktu jauh-jauh hari dan menghubungi
pihak KWK-GBKP untuk mengundang anak-anak dan remaja yang mengungsi disana untuk dibawa ke Mickey Holiday sebagai bentuk empatinya kepada para pengungsi. Hal tersebut
juga diharapkan dapat memberikan penghiburan dan memberikan refresh otak kepada mereka setelah sekian lama berdiam di lokasi pengungsian saja. Banyak kegiatan yang dilakukan
selama mereka diundang ke Mickey Holiday, selain boleh bermain sepuasnya, mereka juga diberikan makanan dan diajak menonton bersama.Hal ini benar-benar membantu pihak
KWK-GBKP dalam menjalankan tugasnya untuk memberikan penghiburan kepada anak- anak dan remaja tersebut, dan juga merupakan kesempatan langka bagi anak-anak dan remaja
tersebut karena sebagian besar dari mereka pun belum pernah menginjakkan kakinya di Mickey Holiday tersebut.
Bukan hanya pendampingan psikososial, KWK-GBKP juga tetap memenuhi kebutuhan spiritualitas para pengungsi.Sejak berdirinya Gedung KWK-GBKP, banyak vicaris
yang sedang melakukan tugasnya setelah usai menamatkan kuliahnya di STT Abdi Sabda.Merekalah yang bertugas setiap harinya secara bergantian untuk membacakan firman
Tuhan sebelum para pengungsi tidur.Para remaja juga bergantian membawakan saat teduh setiap subuh.Hal itu diadakan pihak KWK-GBKP guna menjaga iman para pengungsi pasca
erupsi Sinabung. Karena seperti yang kita tahu bahwa ketika sedang berada dalam permasalahan, kita tidak akan bisa berpikir secara positif. Kita akan lebih sering mengeluh
89 dan berputus asa. Oleh karena itulah sangat dibutuhkan kegiatan yang berbau spiritual guna
menjaga iman mereka.Namun sekalipun sudah diadakan pendampingan psikososial dan ibadah-ibadah, Efriyani mengaku tetap teringat dan takut atas kejadian yang menimpa
mereka. Efriyani menjelaskan bahwa program pemberdayaan perempuan ini sudah berjalan
dengan baik walaupun tidak seperti yang KWK-GBKP berikan kepada alumninya dulu.Ini dikarenakan pengajar menjahit dan salon kecantikannya sendiripun sudah tidak berada di
KWK lagi. Untuk merekrut anggota barupun sepertinya tidak mungkin lagi karena mereka lebih memilih untuk mencari tempat yang sudah memiliki nama. Bukan hanya itu, alat
menjahit yang dulunya digunakan juga sekarang tinggal beberapa yang layak untuk digunakan.Sehingga kegiatan yang termasuk ke dalam program pemberdayaan perempuan ini
hanyalah seperti yang diikuti oleh para pengungsi saja.Namun, Efriyani menyatakan bahwa seperti itu sajapun sudah cukup berharga baginya karena benar-benar menambahkan
pengetahuannya. “Mungkin kalau tidak ada kejadian erupsi Sinabung ini gak akan pernah ke Berastagi aku,
Kak”, ucap Efriyani.
90
91 2.
Nama : Sarianna Ginting
Usia : 38 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Agama : Kristen Protestan
Suku : Batak Karo
Alamat : Desa Payung
Wanita kelahiran Kutarayat, 2 Februari 1977 ini bernama Ibu Sarianna Ginting.Beliau juga salah satu pengungsi di KWK-GBKP pasca erupsi Sinabung.Awan panas merusak atap
rumah dan ladangnya yang bertempat di Desa Payung.Dan atas anjuran PemKab melalui kepala desa, akhirnya Ibu Sarianna dan keluarganya mengungsi di KWK-GBKP.
Ketika itu tanggal 22 Mei dan semua pengungsi sudah dikembalikan ke tempat tinggal mereka masing-masing melihat keadaan memungkinkan. Saat itu sudah tidak terdengar suara
gemuruh, tidak ada awan panas, lahar dingin, dn suasana mencekam lainnya. Sehingga untuk mewawancarai para pengungsi, saya pun langsung turun ke desa tempat mereka
tinggal.Sesampainya di rumah, keluarga salah satu pengungsi menyambut saya dengan tangan terbuka setelah sebelumnya saya menghubunginya atas saran pengurus KWK-GBKP.
Penulis pun memulai wawancaranya dengan Ibu Sarianna. Ketika ditanya berapa lama mereka di KWK-GBKP untuk mengungsi, Ibu Sarianna mengatakan bahwa mereka
mengungsi disana selama kurang lebih 1,5 tahun, dan akhirnya mengetahui program pemberdayaan perempuan tersebut melalui sosialisasi yang diadakan pengurus MORIA
Runggun.
92 Ibu Sarianna mengaku bahwa ia mengikuti program-program yang dilaksanakan
pihak KWK-GBKP seperti Ibu-Ibu lainnya yang berada di KWK-GBKP. Beliau sangat merasa senang karena setidaknya bisa memiliki aktivitas baru setelah kehilangan ladangnya
yang merupakan tempat ia melakukan aktivitas dan tempat mendapatkan penghasilan untuk kehidupannya sehari-hari. “Bersyukur sekali kami, Dek. Rumah kami sudah rusak, ladang
kami pun. Terima kasih kami ucapkan kepada Tuhan karena masih bisa tinggal di KWK ini,”ujar Ibu Sarianna kepada saya. Tempat tinggal mereka di Desa Payung sudah sangat
tidak memungkinkan untuk ditempati sementara waktu karena atapnya sudah bolong terkena awan panas hasil erupsi Sinabung, dan juga sudah sangat berdebu. Kalau ingin dibersihkan
pun sulit karena jika dibersihkan hari ini, besok atau lusa akan terkena debu Sinabung lagi. Ibu Sarianna menjelaskan bahwa pihak KWK-GBKP sudah melakukan yang terbaik
bagi mereka para pengungsi.Dalam sehari mereka bersyukur bisa makan 3 kali sehari tanpa sekalipun makanan yang diberikan tidak selalu makanan yang enak ataupun mahal.Beliau
merasa senang karena sudah punya jadwal untuk memasak makanan bagi para pengungsi.Beliau juga merasa senang karena terkadang para pengungsi juga membuat
makanan tambahan sepeti keripik atau kue getuk ataupun gorengan hasil dari ladang mereka yang masih bersisa.Ibu Sarianna menjelaskan bahwa ketika mereka masih di tempat tinggal
mereka sekalipun belum tentu bisa makan 3 kali sehari karena waktunya sudah dihabiskan untuk menggarap ladang. Tidak terlalu masalah baginya kalau tidak disediakan buah ataupun
susu karena Beliau sendiri tidak menyukai susu. Begitupula dengan penyediaan air selama mereka mengungsi.Ibu Sarianna bisa
melakukan aktivitas yang menggunakan air dengan baik.“Disini bisa aku mencuci setiap hari, tidak usah jauh-jauh ke semen. Kalau di kampung kan harus ke semen kalau mencuci,
mandi atau mengambil air, Dek”, ujarnya.Di desa tempat dulu Ibu Sarianna tinggal hanya terdapat satu kamar mandi umum, bentuknya persegi panjang, tidak beratap, langsung
93 bersebelahan dengan kamar mandi umum pria, tidak ada kakus.Yang hanya tersedia pancuran
air, sehingga kalau ingin menampung air harus membawa gayung dan ember sendiri, kalau ingin buang air hanya di pinggir kamar mandi, disitu ada seperti selokan.Letak kamar mandi
umum tersebut lumayan jauh dari rumah penduduk.Kalau ingin mandi, buang air, menyuci, atau mengambil air harus antri karena biasanya ketika sore hari, penduduk desa lainnya juga
melakukan hal serupa.Penduduk desa menyebut kamar mandi umum tersebut dengan kata “semen”.
Selama di KWK-GBKP, Ibu Sarianna mendapatkan sumbangan beberapa baju baru dan baju bekas yang diberikan oleh pengurus MORIA pada saat kunjungan dan ibadah
MORIA sekitaran Berastagi. Dia juga mendapatkan baju SMA yang kemudian ia berikan kepada anaknya yang sedang duduk di bangku kelas 2 SMA. Ketika ditanya seberapa sering
pihak KWK-GBKP memberikan pakaian kepada Ibu Sarianna, ia menjawab bahwa tidak semua relawan datang membawa pakaian.Ada yang hanya membawa bahan makan saja, ada
yang membawa obat-obatan dan juga hanya memberikan hiburan. Bu Sarianna memberikan dua ancungan jempol atas fasilitas kesehatan yang diberikan
pihak KWK-GBKP. Menurutnya, jika mungkin di posko lain para pengungsi takut apabil sakit, namun Bu Sarianna mengatakan bahwa sudah disediakan dokter dan bidan disana yang
siap kapan saja untuk memeriksa dan mengobati penyakit mereka. Sekalipun mungkin di posko lain juga boleh mengajukan surat rujukan untuk dapat berobat di Rumah Sakit Umum
Kabanjahe dan Rumah Sakit Efarina Etaham, namun pada dasarnya penyakit yang mereka alami bukan penyakit yang harus diopname ataupun diperiksa secara serius ke rumah sakit,
sehingga Bu Sarianna merasa sangat bersyukur atas pelayanan kesehatan yang ada. Beliau juga pernah mengalami demam tinggi pertama kali mengungsi ke KWK-GBKP.Ia mengaku
terlalu memikirkan erupsi Sinabung sehingga jatuh sakit, namun lusanya Beliau kembali normal karena langsung ditangani oleh pihak KWK-GBKP.
94 Banyak kegiatan keterampilan yang diberikan pihak KWK-GBKP kepada pengungsi
dan akirnya Bu Sarianna memutuskan untuk mengikuti keterampilan membuat prakan anyaman tempat beras, tikar, membuat kembang loyang dan brownies.Ketika ditanya setiap
hari apa mereka mengikuti keterampilan tersebut, Bu Sarianna menjelaskan bahwa mereka dibebaskan setiap siang harinya untuk mengerjakan hal tersebut. Bahannya sudah tersedia,
sehingga Bu Sarianna tinggal mengajak temannya yang lain untuk bisa bersama-sama membuat keterampilan tersebut.
Pada bulan 1 yang lalu, para pengungsi dikunjungi relawan dari Ambon.Para relawan menetap di KWK-GBKP selama 3 hari 2 malam.Selama mereka disana, mereka mengadakan
berbagai kegiatan pendampingan psikososial.Kegiatan tersebut meliputi senam pagi dan terapi.Bu Sarianna mengakui bahwa mereka juga diajak menonton bersama tentang bencana
gunung meletus namun bukan Gunung Sinabung, dalam tontonan yang mereka lihat juga ditampilkan kiat-kiat bagaimana menghadapi gunung yang meletus secara besar-besaran.
Relawan dari Ambon sangat berharap habwa kehadiran mereka juga dapat menjadi sarana konstruktif untuk mengatasi keterkejutan, ketakutan, kemarahan, dan berbagai bentuk
gangguan emosi lain yang dialamai pengungsi terutama kaum ibu akibat situasi bencana. 1 tahun lebih berada di tempat pengungsian tentu membuat seseorang merasa jenuh
karena tidak dapat berpergian kemana-mana sesuka hati.Untuk itu, pihak KWK-GBKP juga memberikan penghiburan kepada para pengungsi.Hiburan yang diberikan adalah dengan
mengadakan Gendang Guro-Guro Aron.Gendang Guro-Guro Aron merupakan salah satu kesenian tradisional masyarakat Karo yang berasal dari Dataran Tinggi Karo, Sumatera
Utara.Gendang Guro-Guro Aron ini dulunya digelar saat pesta-pesta adat dan acara syukuran seusai panen.Seni tradisional ini digelar sebagai ungkapan rasa syukur kepada Yang Maha
Kuasa menurut kepercayaan masing-masing atas kecukupan rezeki atau hasil panen yang berlimpah ataupun juga perayaan atas kegembiraan yang dirasakan. Pada Gendang Guro-
95 Guro Aron tersebut masyarakat Karo bernyanyi dan menari bersukaria, yang biasanya
dilakukan sepanjang malam. Penyanyinya terdiri dari pria dan wanita sepasang yang disebut perkolong-kolong.Penyanyi ini mengenakan pakaian adat karo dan biasanya memiliki suara
yang enak didengar serta pintar saling beradu pantun atau “ejekan” dalam konteks halus dan canda.Gendang Guro-Guro Aron yang dilaksanakan KWK-GBKP mengundang beberapa
penyanyi Karo yang diharapkan dapat memberi penghiburan bagi para pengungsi terutama kaum dewasa.Mungkin para pengungsi sudah kehilangan pekerjaan, tempat tinggal, dan harta
benda mereka, namun pihak KWK-GBKP tetap mengusahakan agar mereka tidak kehilangan sesuatu yang menjadi bagian hidup mereka sejak mereka lahir, yakni adat istiadat orang
Karo. Bukan hanya bantuan psikososial dan hiburan, pihak KWK-GBKP juga mengadakan
kebaktian dan saat teduh setiap harinya selama 1 tahun lebih mereka disana.Renungan diadakan pada malam hari, saat teduh diadakan pada saat subuh.Yang bertugas membawa
renungan biasanya dari pengurus KWK-GBKP, vicaris yang sedang bertugas disana, serta para pengungsi yang merupakan pertuadiaken di desa mereka.Suami Bu Sarianna juga
beberapa kali bertugas membawakan renungan karena suami Beliau adalah pertua di Desa Payung.Terkadang suami Beliau juga mengiringi ibadah Minggu yang diadakan di KWK-
GBKP karena suami Beliau sangat pandai memainkan keyboard. Melalui renungan, saat teduh, serta ibadah Minggu yang mereka ikuti, Bu Sarianna mengakui bahwa merasa tetap
kuat dan tenang meskipun Bu Sarianna tidak tahu bagaimana kelanjutan dan akhir bencana tersebut.
Menurut Bu Sarianna, kegiatan yang dilakukan KWK-GBKP sudah sangat baik, namun baginya kegiatan seperti membuat prakan tikar dan keterampilan lainnya sangat sulit.
Kalau disuruh memilih salah satu diantaranya, Bu Sarianna lebih senang jika Beliau harus memasak untuk semua pengungsi setiap harinya dibanding membuat prakan atau
96 tikar.Kendati demikian, Bu Sarianna juga merasa mendapatkan banyak keuntungan selama
mengungsi di KWK-GBKP karena dengan membuat keterampilan dan beberapa jenis makanan yang modal dasarnya berasal dari logistic, yang kemudian mereka jual akhirnya
bisa menghasilkan uang.Uang yang mereka dapatkan tersebut seluruhnya diberikan untuk para pengungsi yang sudah mengerjakan. Begitu pula ketika Sidang Sinode dan 125 tahun
Jubileum GBKP, KWK-GBKP dipercayakan untuk membuat chatering untuk menjadi makanan jemaat yang hadir di Lapangan Samura, dari sana Bu Sarianna juga mendapatkan
uang hasil dari memasak Setidaknya uang tersebut masih bisa disimpan untuk uang saku dan keperluan sekolah anak-anak mereka yang sedang menjalani pendidikan. Bukan hanya itu,
pihak KWK-GBKP juga melaporkan nama anak Bu Sarianna ke Kantor Moderamen GBKP sehingga sekarang anak Beliau bisa mengontrak rumah di Medan bersama 4 orang temannya
yang berasal dari satu desa sebelum tiba SBMPTN. Biaya kontrak rumah dan makan sehari- hari anak Bu Sarianna dan keempat temannya ditanggung oleh Kantor Moderamen GBKP.
97 3.
Nama : Aminah Karo-Karo
Usia : 58 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Agama : Kristen Protestan
Suku : Batak Karo
Alamat : Desa Payung
Yang menjadi informan ketiga Penulis adalah seorang lansia bernama Aminah Karo- Karo.Beliau berusia 58 tahun. Bu Aminah merupakan pengungsi yang berasal dari Desa
Payung, Beliau lahir di Desa Tiganderket dan setelah menikah Beliau dan suami memutuskan untuk menetap di Desa Payung yang merupakan kampung halaman mertuanya. Pekerjaan
sehari-harinya selama tinggal di Desa Payung adalah berladang, sehingga ketika terjadi erupsi Sinabung Beliau tidak lagi dapat melakukan aktivitasnya karena ladang miliknya sudah
hancur terkena debu vulkanik.Sehingga mau tidak mau Beliau harus mengikuti anjuran PemKab untuk mengungsi guna keberlangsungan dan keamanan hidupnya.Itulah alasan Bu
Aminah ketika saya bertanya mengapa Beliau bisa berada di KWK-GBKP.Sudah lebih dari 1 tahun keberadaan Bu Aminah disana.Ia bersama suami, dan 2 orang cucunya.
Sejak lama Bu Aminah sudah mengetahui program pemberdayaan perempuan yang ada di KWK-GBKP mengingat berdirinya KWK-GBKP juga sudah sangat lama.Beliau
mengatakan bahwa KWK-GBKP merupakan salah satu sarana yang sangat membantu perempuan dalam mengembangkan potensinya serta “mengembangkan sayapnya” melalui
program-program yang dilaksanakan oleh pihak KWK-GBKP sejak dulunya.Bu Aminah juga merasa bangga karena dapat menginjakkan kakinya disana karena dulunya tempat itu
merupakan tempat perempuan-perempuan “berkelas” yang menjadi bunga desa di kampung
98 masing-masing. Melalui pengurus KWK-GBKP dan BPH Moria Moderamen Bu Aminah
juga semakin mengerti apa-apa saja yang menjadi kegiatan dalam program pemberdayaan perempuan tersebut. Beliau juga sangat merasa senang karena PemKab menempatkan Beliau
di KWK-GBKP, karena banyak kegiatan yang dapat Beliau lakukan berbeda dengan pengungsi di posko-posko lainnya yang cenderung menghabiskan waktunya dengan duduk
diam di tempat pengungsian yang sempit dan sesak. KWK-GBKP sudah membuat jadwal siapa yang akan memasak setiap harinya selama
para pengungsi berada disana. Para pengungsi tidak pernah tidak mendapatkan makanan setiap harinya.mereka bisa makan 3 kali sehari meskipun tidak selalu tersedia lauk dan hanya
ada sayuran saja. Begitupula untuk para lansia, pihak KWK-GBKP juga sudah memikirkan sejak awal bahwa makanan yang dikonsumsi anak-anak, remaja, orang dewasa, dan lansia
berbeda.Jika anak-anak, remaja, dan orang dewasa bisa mengonsumsi nasi biasa, tidak semua lansia mampu mengunyah nasi biasa, ada beberapa di antara mereka yang hanya mampu
mengunyah bubur nasi.Sehingga bagi pengungsi yang bertugas memasak juga harus memasak bubur nasi untuk para lansia.Bu Aminah dan suaminya adalah lansia yang setiap
hari harus makan lauk dan sayur memakai bubur nasi.Apabila KWK-GBKP menyediakan buah-buahan, mereka juga menyediakan buah-buahan yang dapat dimakan oleh lansia, seperti
pepaya.Dan makanan tambahan untuk para lansia juga terkadang disediakan ongol-ongol dan cimpa.
Keadaan KWK-GBKP yang tersedia kamar mandi yang cukup sangat membantu para lansia, karena ketika berada di desa para lansia harus meminta tolong kepada anak, cucu, atau
siapapun yang ada disana untuk mengambil air beberapa ember untuk keperluan sehari- harinya di rumah. Sehingga ketika berada di KWK-GBKP para lansia yang sudah tidak
sanggup berjalan jauh dan mengangkat beban berat merasa sangat bersyukur.Ditambah dengan keadaan air disana yang jernih dan bersih karena memang bak mandinya juga
99 dibersihkan secara rutin sehingga dapat dipastikan terhindar dari jentik-jentik. Airnya juga
tidak ada batas waktunya untuk digunakan namun para pengungsi tetap tahu cara mempergunakan air yang ada disana sebaik mungkin.
Ketika berangkat ke KWK-GBKP untuk mengungsi para pengungsi membawa pakaian dan beberapa barang yang memang akan diperlukan selama di tempat pengungsian.
meskipun para pengungsi membawa pakaian mereka ke tempat pengungsian, namun pihak KWK-GBKP tetap memberikan pakaian baru dan bekas kepada para pengungsi. Baju sekolah
kepada anak SD, SMP, dan SMA, sweater kepada anak-anak dan orang tua, dan selimut, scraf, sarung, serta rok dalam kepada para lansia karena kebanyakan lansia yang ada di Tanah
Karo tidak menggunakan celana panjang melainkan memakai sarung yang di dalamnya memakai rok dalam, serta memakai scraf yang dibungkuskan ke kepalanya. Semua barang-
barang yang diberikan pihak KWK-GBKP merupakan sumbangan relawan dari beberapa tempat.
Para dokter dan bidan yang ditempatkan PemKab di KWK-GBKP bukan hanya memeriksa orang yang sakit namun juga menyediakan vitamin untuk para lansia yang
mengungsi disana.Karena seperti yang kita tahu, lansia merupakan salah satu korban bencana yang rentan pada kesehatan dan mental, mereka cenderung menjadi sasaran penyakit apalagi
selama mereka di tempat pengungsian.Seperti yang kita tahu, semua orang ingin mendapatkan tempat yang nyaman untuk menjadi tempat tinggalnya, namun tidak seperti itu
kenyataannya ketika mereka harus berada di tempat pengungsian.Tempat duduk dan tidur mereka mungkin tidak seluas di rumah mereka, mereka juga tidak dapat bergerak seleluasa
mungkin sehingga banyak lansia yang mulai mengeluh sakit pinggang, asam urat, kurang tidur, dan sesak. Seperti yang juga kita tahu bahwa para lansia sudah tidak dapat melakukan
banyak aktivitas, namun selama di tempat pengungsian, sekalipun beberapa orang membantu untuk menyuci pakaian mereka, namun pada dasarnya sifat tidak ingin merepotkan orang lain
100 masih dijunjung tinggi oleh para lansia, sehingga tidak jarang para lansia yang menyuci
pakaian mereka masing-masing selama mereka mengungsi di KWK-GBKP, namun untuk menjemur pakaian mereka meminta tolong orang yang lebih muda karena tinggi badan
mereka tidak dapat mencapai jemuran yang ada disana. Begitupula dengan Karo Aminah dan suaminya, Karo Aminah pernah terkena sesak
selama mengungsi di KWK-GBKP.Hal itu karena Karo Aminah dan suamninya harus duduk dengan jarak yang sangat dekat dengan beratus-ratus pengungsi.Begitu pula ketika mereka
tidur, banyaknya pengungsi yang berada disana mengakibatkan mereka sulit menghirup udara dengan baik terlebih debu vulkanik erupsi Sinabung juga berterbangan kesana-
kemari.Sedangkan suami Karo Aminah terkena prostat ketika mengungsi di KWK-GBKP. Sehingga setelah melapor ke pihak KWK-GBKP, Bulang Benteng Pandia, suaminya Karo
Aminah diberikan surat rujukan dan setelah itu Beliau berobat ke Rumah Sakit Efarina Etaham yang berada di Desa Raya dan setelah beberapa kali ke rumah sakit Beliau pun
akhirnya dianjurkan untuk dioperasi. Semua biaya pengobatan dan operasi Bulang Benteng Pandia ditanggung oleh PemKab.Menurut Karo Aminah dan suaminya, penanganan KWK-
GBKP terhadap kesehatan pengungsi sangat baik karena mereka tidak memerlukan waktu lama untuk segera ditangani serta tidak perlu memikirkan beratnya biaya pengobatan.
Kegiatan membuat keterampilan yang dilaksanakan pihak KWK-GBKP juga diikuti oleh Karo Aminah, Beliau membuat tikar dan prakan, namun hal itu hanya beberapa kali
dilakoninya karena setelah beberapa bulan disana ada relawan dari GBKP Jl.Udara Berastagi yang memberikan kesempatan kepada para pengungsi di KWK-GBKP untuk bekerja di
ladang mereka sebagai aron. Aron adalah sebuah konsep pola kerjasama dan tolong menolong pada masyarakat Suku Karo di Sumatera Utara, baik dalam menghadapi ancaman
dari pihak lain atau dalam mengerjakan sesuatu. Istilah aron berasal dari Bahasa Karo, yaitu
101 sisaro-saron saling membantu yang diwujudkan dalam bentuk kelompok kerja orang muda
atau dewasa mulai 6 hingga 24 orang dalam satu kelompok.Seiring dengan perkembangannya, mulai tahun 1980 hingga saat ini secara perlahan-lahan pengertian aron
telah mulai berubah.Hal tersebut dapat terlihat pada saat musim panen misalnya, seseorang pemilik sawah harus menyewa pekerja aron untuk mengerjakan sawahnya dan membayar
upah mereka sesuai dengan waktu mereka berkerja.Selain itu jumlah aron yang tersedia juga semakin sedikit dibandingkan jumlah aron sebelum tahun 1980. Dalam hal jam kerja juga
terdapat perbedaan yang dulunya sebelum 1980, aron bekerja dalam satu hari selama delapan jam, tetapi pada saat ini aron bekerja hanya sekitar lima jam dalam satu hari yang dimulai
pukul 10.00 WIB hingga 16.30 WIB dan dengan gaji sekitar Rp 60.000hari pada masa sekarang. Karo Aminah sanggup bekerja sebagai aron setiap harinya demi mendapatkan upah
dan disimpan uangnya untuk keperluan mereka sekeluarga.
Pada umumnya kaum lansia juga telah kehilangan peran sehingga merasa dirinya tidak berarti dan tidak lagi dibutuhkan oleh orang-orang di sekitarnya. Lanjut usia sebagai
tahap akhir dari siklus kehidupan manusia, sering diwarnai dengan kondisi hidup yang tidak sesuai dengan harapan. Banyak faktor yang menyebabkan seorang lansia megalami gangguan
mental seperti depresi. Depresi dan Lanjut Usia sebagai tahap akhir siklus perkembangan manusia. Masa dimana semua orang berharap akan menjalani hidup dengan tenang, damai,
serta menikmati masa tua bersama anak dan cucu tercinta dengan penuh kasih sayang. Pada kenyataanya tidak semua lanjut usia mendapatkan keadaan yang sama untuk mengecap
kondisi hidup idaman ini. Berbagai persoalan hidup yang mendera lanjut usia sepanjang hayatnya, seperti: kemiskinan, kegagalan yang beruntun, stress yang berkepanjangan,
ataupun konflik dengan keluarga atau anak, atau kondisi lain seperti tidak memiliki keturunan yang bisa merawatnya dan lain sebagainya. Kondisi-kondisi hidup seperti ini dapat memicu
terjadinya depresi. Tidak adanya media bagi lanjut usia untuk mencurahkan segala perasaan
102 dan kegundahannya merupakan kondisi yang akan mempertahankan depresinya dan merasa
tidak berguna bagi siapapun, karena dia akan terus menekan segala bentuk perasaan negatifnya. Berdasarkan permasalahan di atas, relawan-relawan dan pihak KWK-GBKP juga
menyempatkan waktunya untuk memberikan pendampingan psikososial.Kegiatan dukungan psikososial yang dilakukan pada lansia yaitu:
1. Pemberian keyakinan yang positif mengenai kejadian bencana yang ada.
2. Pendampingan pemulihan fisik dengan kunjungan berkala.
3. Pemberian perhatian khusus agar korban mendapatkan kenyamanan pada lokasi evakuasi.
4. Bantuan untuk membangun kembali kontak dengan keluarga dan lingkungan sosial
lainnya. 5.
Pendampingan untuk mendapatkan pengobatan. Untuk menghilangkan rasa sepi dan kerinduan para lansia kepada anak, cucu, dan
sanak saudaranya yang mungkin tidak dapat bersama dengan mereka setelah erupsi Sinabung, KWK-GBKP berusaha memberikan penghiburan kepada mereka melalui acara Gendang
Guro-Guro Aron dan juga kunjungan lansia dari Yapos Yayasan Pelayanan Orang Tua Sejahtera GBKP Retreat Center, Sukamakmur. Para lansia bertemu dengan lansia yang
berasal dari Yapos dan diadakan kebaktian khusus lansia dan setelah itu mereka saling bercerita satu dengan yang lainnya mengenai kehidupan mereka.Dengan demikian pihak
KWK sangat berharap dapat mengurangi beban para lansia setelah kejadian erupsi Sinabung. Para lansia yang berada di Tanah Karo juga pada umumnya adalah pengonsumsi sirih yang
didalamnya berisikan kapur, gambir, pinang, dan juga tembakau yang dibentuk menjadi bulat. Para lansia mengaku sudah cukup terhibur ketika disediakan belo sirih dalam bahasa
Karo. “Adi kami nakku, belo ena saja bereken kena, enggom bias. Si deban e labo merhat kel kami. Sada wari la man belo, banci melimber takal kami”, ujar Karo Aminah.
103 Menurut pengakuan Karo Aminah, Beliau ingin sekali melakukan semua kegiatan
yang dilaksanakan pihak KWK-GBKP karena memang pada dasarnya semua kegiatan tersebut baik dan sangat mengisi hari-hari mereka agar tidak bosan, namun karena daya tahan
tubuh dan kekuatan yang Karo Aminah punya, tidak banyak hal yang bisa Beliau kerjakan. Hanya kegiatan yang tidak mengharuskan untuk duduk berlama-lama dan mengangkat yang
berat-berat yang dapat Beliau kerjakan.Dan untuk manfaat nyata yang Beliau rasakan sangat banyak, terutama dalam hal keuangan melalui bekerja sebagai aronselama di KWK.Setelah
kejadian erupsi Sinabung ladang milik Karo Aminah sudah tidak dapat diolah, namun setelah menjadi aron melalui salah seorang pengurus KWK-GBKP yang merupakan jemaat GBKP
Jl.Udara Berastagi, Beliau pun mendapat penghasilan yang lumayan menurut Karo Aminah.
104
5.2.3.Informan Tambahan
1. Nama
: Kasir Sembiring Meliala Usia
: 42 tahun Jenis kelamin
: Laki-laki Agama
: Kristen Protestan Suku
: Batak Karo Alamat
: Desa Payung Pria yang bernama Kasir Sembiring Meliala ini lahir di Sigarang-Garang pada tanggal
Januari 1973.Beliau merupakan suami dari Bu Sarianna Ginting.Karena anjuran pengurus KWK-GBKP untuk menghubungi Pak Kasir sebagai salah satu pengungsi Sinabung sejak 1,5
tahun yang lewat, saya pun menghubungi Beliau dengan maksud ingin mewawancara. Namun, karena para pengungsi sudah dikembalikan ke daerah asal, saya pun akhirnya
langsung mengunjungi rumah Beliau.Beliau juga mengungsi setelah kejadian erupsi Sinabung.
Bukan hanya sang istri, namun Pak Kasir juga ikut terlibat dalam beberapa kegiatan yang dilaksanakan KWK-GBKP seperti renungan malam, ibadah Minggu, danGendang
Guro-Guro Aron. Pak Kasir sendiri adalah seorang pertua di Desa Payung yang sangat mahir memainkan keyboard.Sehingga pihak KWK-GBKP selalu memakai jasa Pak Kamir untuk
memainkan keyboard jika ada kegiatan. Pak Kasir sendiri merasa sangat senang karena selain mendapatkan sedikit uang, menurutnya itu juga sebagian yang dapat Beliau berikan untuk
memberikan penghiburan bagi saudara-saudaranya yang juga sama seperti Beliau, sama-sama sedang mengalami kesusahan atas bencana tersebut.
105 Beliau juga mendukung sang istri untuk mengikuti setiap kegiatan yang dilaksanakan
pihak KWK-GBKP. Mengapa? Karena dengan demikian, sang istri tidak perlu merasa bosan atau sendirian selama di tempat pengungsian. Melalui kegiatan tersebut juga semakin
membuat sang istri semakin disiplin, karena saat teduh diadakan setiap subuh secara rutin setiap harinya, sehingga sang istri juga akan bangun paling tidak 10 menit sebelum saat
teduh. Begitupula dalam kegiatan membuat tikar, prakan, memasak dan lain sebagainya, sang istri harus menggunakan kesabarannya dalam mengerjakan segala sesuatunya untuk dapat
menghasilkan yang baik. Bukan hanya itu, dalam melakukan kegiatan tersebut sang istri juga harus berhadapan dengan banyak orang, sehingga akan menemukan banyak sifat yang
berbeda dengan sang istri. Terkadang sejalan namun tidak jarang sang istri harus tetap bersabar karena sifat pengungsi lain yang mungkin sedikit kurang menyenangkan.
Pak Kasir juga dengan penuh semangat menceritakan tentang satu kejadian, ketika suatu hari sang istri sakit namun tetap harus melakukan tugasnya untuk membawakan
kebaktian dan malam harinya bermain keyboard. Sehingga keesokan harinya tanpa sepengetahuan Pak Kasir sang istri sudah kembali ke Desa Payung, tempat tinggal mereka
dulunya. Dan ketika Pak Kasir menghubungi sang istri melalui telepon genggamnya, sang istri hanya memberitahu keberadaannya dengan ketus lalu mematikan handphone-nya. Sang
istri merasa marah karena Pak Kasir lebih mementingkan kepentingan orang ketimbang sang istri yang sedang sakit, namun Pak Kasir hanya menanggapi sang istri dengan tertawa dan
kembali mengingatkan bahwa yang Beliau lakukan adalah untuk orang banyak. Beliau juga kembali mengingatkan sang istri untuk melakukan hal yang serupa di tempat pengungsian.
Beliau ingin istrinya juga dapat melakukan hal-hal yang dapat membuat orang lain terbantu sekalipun keadaan mereka juga sama dengan pengungsi lain.
Ketika ditanya bagaimana peran istri Pak Kasir di rumah setelah mengikuti program pemberdayaan perempuan di KWK-GBKP, Pak Kasir menjelaskan bahwa mereka belum
106 pernah kembali ke rumah setelah erupsi Sinabung, sehingga Beliau menjelaskan bagaimana
keadaan selama di KWK-GBKP saja. Menurut Beliau, sang istri tetap melakukan tugasnya sebagaimana seorang istri dan anak. Setelah memasak untuk semua pengungsi sesuai jadwal,
sang istri juga membuatkan nasi Pak Kasir dan anaknya ke piring untuk dapat dimakan. Begitupula ketika bukan jadwalnya untuk memasak, sang istri juga mengambilkan Beliau dan
sang anak piring yang sudah diisi nasi, lauk, dan sayur. Begitupula pakaian yang sudah mereka pakai, Bu Sarianna jugalah yang mencuci pakaian Pak Kasir dan sang anak. Bu
Sarianna juga sangat giat mengikuti kegiatan membuat keterampilan dengan harapan uang dari hasil menjual keterampilan dan cathering dapat diberikan untuk menambah uang saku
sang anak yang berjuang di Medan untuk SBMPTN 2015 yang akan datang karena tempat tinggal dan makan sehari-hari sang anak sudah ditanggung Kantor Moderamen GBKP.
Pak Kasir sangat berharap kepada pihak KWK-GBKP untuk tetap melaksanakan kegiatan seperti ini bagi masyarakat Tanah Karo sekalipun nantinya mereka sudah
dikembalikan ke tempat tinggal mereka masing-masing. Dan juga kegiatan yang dulunya pernah dilakukan seperti menjahit, salon kecantikan, kredit usaha CU, les bahasa Inggris,
merangkai bunga dan lainnya kembali diberikan bagi masyarakat Kato terutama kaum perempuan melalui diadakannya sosialisai yang lebih. Karena seperti yang kita tahu bahwa
perempuan di Tanah Karto cenderung pasrah terhadap keadaan mereka karena malas atapun keadaan ekonomi yang terbatas.Padahal banyak perempuan Karo yang pintar dan berpotensi
tinggi, sehingga jangan sampai menyia-nyiakan potensi tersebut. Melalui program pemberdayaan perempuan ini juga Pak Kasir sangat berharap kelak anaknya yang perempuan
dapat mengikuti kursus di KWK-GBKP dan tidak hanya menghabiskan waktunya di ladang saja sehingga pengetahuan sang anak semakin luas dan juga berharap kehidupan sang anak
dapat lebih baik dari orang tuanya.
107 2.
Nama : Benteng Pandia
Usia : 65 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Agama : Kristen Protestan
Suku : Batak Karo
Alamat : Desa Payung
Yang menjadi informan tambahan kedua Penulis adalah suami dari Karo Aminah, yakni Bulang Benteng Pandia. Beliau sudah berusia 65 tahun, ketika Penulis bertanya tempat
dan tanggal kelahirannya, Beliau menjawab bahwa Langka adalah tempat kelahirannya dan kemudian tertawa karena tidak pernah mengetahui tanggal lahirnya. Beliau juga mengungsi
sejak erupsi Sinabung di KWK-GBKP bersama sang istri dan 2 orang cucunya, sedangkan anak-anaknya ada yang berada di Medan dan di tempat pengungsian lain. Semua anak-anak
Bulang Benteng Pandia sudah menikah dan cucunya yang 2 orang itu sudah lama tinggal bersama dengan mereka di Payung karena orang tuanya harus pulang pergi Medan-Desa
Payung untuk membawa barang dagangannya ke Pasar Sentral, Medan untuk dijual. Bulang Benteng Pandia sangat mendukung program pemberdayaan perempuan yang
dilaksanakan pihak KWK-GBKP karena melalui kegiatan tersebut sang istri masih dapat bekerja sebagai aron di ladang orang lain dan mendapatkan penghasilan setiap harinya. Sejak
mengungsi, mereka memerlukan banyak biaya karena Bulang Benteng Pandia terkena sakit prostat.Memang biaya obat dan operasi Bulang Benteng Pandia dibiayai oleh PemKab.
Namun, ongkos angkutan umum dan biaya makan Bulang Benteng Pandia dan sang istri menggunakan uang mereka sendiri. Bulang Benteng Pandia menjelaskan bahwa ketika
berobat ke Rumah Sakit Efarina Etaham, mereka harus menunggu dari pagi sampai siang,
108 terkadang sampai sore karena menunggu dokter sehingga mereka harus mengeluarkan uang
untuk membeli makan siang mereka. Bulang Benteng Pandia menjelaskan bahwa sang istri tetap menjalankan tugasnya
dengan baik. Setelah sakit, Beliau tidak dapat lagi melakukan pekerjaan apapun. Sehingga yang bekerja untuk menghasilkan uang hanyalah sang istri. Bukan hanya harus membanting
tulang sebagai aron,sang istri juga tetap setia menemani dan tidak pernah absen ketika Bulang Benteng Pandia harus pergi ke rumah sakit. Sang istri tidak pernah mengeluh ketika
mengantarkannya sekalipun sehari sebelumnya sang istri sudah seharian berada di ladang untuk menggarap ladang orang lain. Sang istri jugalah yang setiap harinya selama 1,5 tahun
mereka mengungsi di KWK-GBKP yang selalu menyiapkan makanan Beliau mulai dari pagi sampai malam. Pakaian kotor Beliau juga selalu dicuci dan disetrika oleh sang istri sehingga
Beliau mengaku tidak pernah merasakan susahnya berjongkok untuk mencuci baju.
109
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. Kesimpulan