kebenaran ilmiah. Sehingga penelitian ini dapat dipertanggung-jawabkan kebenarannya secara ilmiah. Apabila ternyata ada penelitian yang sama, maka
penulis akan bertanggung jawab sepenuhnya. Namun untuk kajian mengenai Surat Perintah Penghentian Penuntutan dan
Asas Oportunitas pernah dilakukan, yaitu : 1.
“Pelaksanaan Kegiatan Lembaga Penuntutan Dalam Penanganan Perkara Tindak Pidana Psikotropika di Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara”, tesis
ditulis oleh Sedia Ginting, pada 28 April 2008; dan 2.
“Sinergi Antara Kepolisian, Kejaksaan dan Komisi Pemberantasan Korupsi KPK Dalam Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi di Indonesia”, tesis
ditulis oleh Hendar Rasyid Nasution, pada 08 Desember 2010.
Oleh karena itu, penelitian ini dapat dipertanggung-jawabkan apabila dikemudian hari ternyata terdapat bukti bahwasanya penelitian ini merupakan plagiat
atau duplikasi dengan penelitian yang sudah ada sebelumnya.
F. Kerangka Teori dan Konsep
1. Kerangka Teori
Teori dipergunakan untuk menerangkan atau menjelaskan mengapa gejala spesifik atau proses tertentu terjadi.
40
40
J.J.M. Wuisman, M. Hisyam Editor, Penelitian Ilmu-ilmu Sosial, Asas-Asas, Jakarta: Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, 1996, hal. 203.
Sedangkan kerangka teori merupakan landasan dari teori atau dukungan teori dalam membangun atau memperkuat kebenaran dari
permasalahan yang dianalisis. Kerangka teori dimaksud adalah kerangka pemikiran
Universitas Sumatera Utara
atau butir-butir pendapat teori, tesis sebagai pegangan baik disetujui atau tidak disetujui.
41
Fungsi teori dalam penelitian tesis ini adalah untuk memberikan arahanpetunjuk serta menjelaskan gejala yang diamati.
42
Suatu Negara akan mencapai keberhasilan pembangunan nasionalnya secara menyeluruh jika konsep penegakan hukum law enforcement dapat ditegakkan
secara tepat dan benar. Menurut Bagir Manan, penegakan atau menegakkan hukum bukan hanya sebagai fungsi dan proses peradilan, apalagi sekedar fungsi dan proses
di pengadilan. Secara keseluruhan, semestinya wajah penegakan hukum tidak hanya diukur dari wajah pengadilan, tetapi pada seluruh fungsi dan lembaga penegakan
hukum. Selain pengadilan yang dianggap paling penting dan menentukan, sangatlah perlu untuk juga mengamati lembaga-lembaga penegak hukum di dalam dan luar
proses peradilan di samping pengadilan. Pada proses di luar peradilan seperti keimigrasian, bea cukai, perpajakan, lembaga pemasyarakatan, dan lain-lain.
Hal ini dikarenakan penelitian ini merupakan penelitian hukum, maka kerangka teori diarahkan secara
ilmu hukum dan mengarahkepada unsur hukum.
43
Menurut Mardjono Reksodiputro, Sistem Peradilan Pidana criminal justice system
adalah sistem dalam suatu masyarakat untuk menanggulangi masalah
41
M. Solly Lubis, Filsafat Ilmu dan Penelitian,Bandung: Mandar Madju, 1994, hal. 80.
42
Snelbecker dalam Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: Remaja Rosdakarya, 1993, hal 35.
43
Bagir Manan, Sistem Peradilan Berwibawa, Jakarta: FH UII Press Yogyakarta, 2005, hal. 35.
Universitas Sumatera Utara
kejahatan. Menanggulangi disini berarti untuk mengendalikan kejahatan agar berada dalam batas-batas toleransi masyarakat.
44
Sistem Peradilan Pidana SPP pada hakikatnya identik dengan sistem penegakan hukum pidana. Sistem penegakan hukum pada dasarnya merupakan
sistem kekuasaaankewenangan menegakkan hukum.
45
Sistem peradilan pidana sebagai sistem pengendalian kejahatan yang teridiri dari lembaga-lembaga
Kepolisian, kejaksaan, pengadilan dan pemasyarakatan. Dalam penelitian ini yang menjadi perhatian adalah sub-sistem Kejaksaan yang salah satunya mempunyai
kewenangan mencegah dan menangkal orang-orang tertentu untuk masukkedalam atau meninggalkan wilayah kekuasaan Negara Repubilk Indonesia karena
keterlibatannya dalam perkara pidana.
46
Dalam menjalankan tugas dan kewenangan sebagai penegak hukum, Kejaksaan tidak akan terlepas dari masalah yang mungkin terjadi. Soerjono Soekanto
mengatakan : “Masalah pokok penegakan hukum sebenarnya terletak pada faktor-faktor
yang mungkin mempengaruhi, yaitu
47
1. Faktor hukum sendiri
: 2.
Faktor penegak hukum 3.
Faktor sarana atau fasilitas yang mendukung penegakan hukum 4.
Faktor masyarakat, yakni lingkungan dimana hukum tersebut berlaku atau diterapkanfaktor kebudayaan, yakni sebagai hasil karya, cipta, dan rasa
yang didasarkan pada karsa manusia di dalam pergaulan hidup”.
44
Mardjono Reksodiputro, Sistem Peradilan Pidana Indonesia, Peran Penegak Hukum Melawan Kejahatan dalam Hak Asasi Manusia dalam Sistem Peradilan Pidana
, Jakarta: Pusat Pelayanan Keadilan dan Pengabdian Hukum UI, 1997, hal. 84.
45
Barda Nawawi Arief, Sistem Peradilan Pidana Terpadu Dalam Kaitannya Dengan Pembaruan Kejaksaan
, Jakarta: Media Hukum, 2002, hal. 27.
46
Lihat : Pasal 35 huruf f. Undang-Undang No. 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia.
47
Soerjono Soekanto, Op.cit.,hal. 8.
Universitas Sumatera Utara
Mengingat pencegahan dan penangkalan bersangkut paut dengan hak seseorang untuk bepergian, maka keputusan pencegahan dan penangkalan harus
mencerminkan dan mengingat prinsip-prinsip Negara yang berdasarkan atas hukum dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan
Undang-Undang Dasar 1945.
48
Menurut Mardjono Reksodiputro,pada dasarnya setiap manusia memiliki hak-hak yang telah melekat pada dirinya sejak lahir, yang tidak dapat dicabut dan
tidak boleh dilanggar. Tanpa hak-hak tersebut, seorang manusia tidak mempunyai martabat sebagai manusia. Hak-hak tersebut adalah Hak Asasi Manusia HAM.
49
Larangan adanya diskriminasi dalam pemberian jaminan atau perlindungan HAM ini dibatasi untuk keadaan-keadaan tertentu seperti yang diuraikan di dalam
Pasal 29 ayat 2 Deklarasi Universal tentang Hak-Hak Asasi Manusia
50
“Didalam menjalankan hak-hak dan kebebasan-kebebasan setiap orang harus tunduk hanya kepada pembatasan-pembatasan yang ditetapkan oleh undang-
undang dengan maksud untuk menjamin pengakuan serta penanaman nilai yang layak bagi hak-hak dan kebebasan-kebebasan orang lain dan untuk
memnuhi syarat-syarat benar dari kesusilaan, tata tertib umum dalam suatu masyarakat demokrasi”.
:
Negara berperan memberikan jaminan dan perlindungan HAM secara pasti terhadap warga negaranya. Salah satu bentuk hak asasi manusia yang harus
48
Bagian Umum Penjelasan Undang-Undang No. 9 Tahun 1992 tentang Keimigrasian.
49
Mardjono Reksodiputro, Hak Asasi Manusia dalam Sistem Peradilan Pidana, Jakarta: Pusat Pelayanan Keadilan dan Pengabdian Hukum dh Lembaga Kriminologi
, Jakarta: UI Press, 1999, hal. 7.
50
Menurut Muladi, hak-hak yang dapat dibatasi hanyalah hak-hak relatif derogable rights, sendangkan hak-hak absolute non derogable rights seperti hak-hak untuk hidup, hak untuk tidak
dalam hukum, kebebasan lain, tidak dapat dibatasi sekalipun negara dalam keadaan darurat. Sumber : Muladi, Hak Asasi Manusia, Politik dan Sistem Peradilan Pidana,Semarang: Universitas
Diponegoro, 2002, hal. xii.
Universitas Sumatera Utara
dilindungi adalah hak kemerdekaan seorang warga negara. Penghargaan terhadap hak kemerdekaan seorang warga negara adalah penting, seperi pada saat seorang
warga Negara menjadi tersangka atau terdakwa. Adanya pembatasan kemerdekaan membuat seseorang warga Negara mengalami penurunan status baik secara hukum
maupun moral. Oleh karena itu untuk memberikan jaminan dan perlindungan hak asasi manusia, hak-hak seseorang warga negara yang menjadi tersangka atau
terdakwa harus diatur dalam suatu konstitusi.
51
Berdasarkan uraian-uraian penjabaran diatas,maka adapun teori yang penulis gunakan didalam penelitian ini adalah Teori Penegakan Hukum dan Teori
Keadilan.Menurut Lawrence M. Friedman, dalam sebuah sistem hukum terdapat tiga komponen yang saling mempengaruhi, yaitu struktur structure, substansi
substance dan budaya hukum culture. “Legal culture the structure of legal system consists of elements of this
kinds: the number and size of courts, their jurisdiction that is what kind of cases they and how and why, and modes of appeal from one court to another
.... another aspect of the legal system is its substance. By this is meant the actual rules, norm, and behavior patterns of people inside the system ... legal
culture is meant people’s attitude toward law and the legal system-their beliefs, values, it is that part of the general culture which concerns the legal
system
”. Struktur hukum terdiri dari unsur-unsur jumlah dan ukuran pengadilan,
yuridiksinya yaitu jenis perkara dan mereka periksa dan bagaimana serta mengapa, serta cara banding dari suatu pengadilan ke pengadilan lain.
Substansi hukum adalah aturan, norma, dan pola perilaku nyata manusia yang berada dalam sistem tersebut, atau substansi juga berarti produk yang
dihasilkan oleh orang yang berada dalam sistem hukum tersebut, keputusan yang mereka keluarkan dan aturan baru yang mereka susun.
51
Lihat : Pasal 50 – 68, Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana.
Universitas Sumatera Utara
Sedangkan budaya hukum adalah sikap manusia terhadap hukum dan sistem hukum tersebut, kepercayaan, nilai, pemikiran serta harapannya. Atau dengan
kata lain, budaya social adalah suasana pikiran sosial dan kekuatan sosial yang menentukan bagaimana hukum dipergunakan, dihindari atau
disalahgunakan.
52
Dari ketiga unsur di atas, menurut Friedman, unsur yang terpenting adalah unsur budaya hukum yang menjadi penggerak bagi bekerjanya sistem hukum
tersebut. Dalam Sistem Peradilan Pidana SPPIndonesia terdapat sub-sistem – sub- sistem yang dipengaruhi oleh budaya hukum yang ada dalam sistem tersebut. Sub-
sistem yang terdiri dari Kepolisian, Kejaksaan, Pengadilan dan Lembaga Pemasyarakatan secara keseluruhan bekerjasama membentuk Suatu Sistem Peradilan
Pidana Terpadu atau integrated criminal justice administration.
53
Teori Keadilan menurut John Stuart Mill dalam bukunya Utilitarianism, mengatakan bahwa : “Keadilan bukan hanya berisi apa yang benar untuk dilakukan
atau tidak benar untuk dilakukan, namun juga sesuatu yang memperbolehkan orang lain mengklaim dari kita sesuatu sebagai hak moralnya”.
sistem ini berusaha mentransformasikan masukan input menjadi keluaran output yang menjadi tujuan
Sistem Peradilan Pidana.
54
52
Lawrence M. Friedman, American Law and Introduction, Edisi Kedua, New York: W.W Norton Company, 1998, diterjemahkan oleh Wisnu Basuki, Hukum Amerika, Sebuah Pengantar,
Jakarta: Tatanusa, 2001, hal. 7-9.
Apa yang membedakan keadilan adalah konsep mengenai hak atau klaim itu sendiri.Darimana datangnya
perasaan khusus yang melekat pada keadilan atau yang dimunculkan oleh kasus- kasus ketidakadilan. Menurut Mill, “sentimen keadilan” adalah “hasrat hewani untuk
53
Mardjono Reksodiputro, Hak Asasi Manusia dalam Sistem Peradilan Pidana, Op.cit., hal. 85.
54
Mill, Utilitarianism dalam Karen Lebacqz, Teori-Teori Keadilan,Bandung:Nusa Media,1986, Hal 21.
Universitas Sumatera Utara
menolak atau membalas sebuah rasa sakit atau kerusakan” yang menimpa dirinya atau orang lain.
55
Masalah keadilan dan hak asasi manusia dalam kaitannya dengan penegakan hukum pidana memang bukan merupakan pekerjaan yang sederhana untuk
direalisasikan. Banyak peristiwa dalam kehidupan masyarakat menunjukan bahwa kedua hal tersebut kurang memperoleh perhatian yang serius.
56
Menurut Muladi, tujuan Sistem Peradilan Pidana tersebut dapat dibedakan menjadi 3tiga, yaitu :
1. “Tujuan jangka pendek berupa resosialisasi pelaku tindak pidana;
2. Tujuan jangka menengah berupa pengendalian kejahatan; dan
3. Tujuan jangka panjang berupa kesejahteraan sosial”.
57
Jadi dalam Sistem Peradilan Pidana yang terpadu, peranan kejaksaan dalam Sistem Peradilan Pidana khususnya dalam penghentian penuntutan, tidak dapat
dipisahkan dengan sub-sistem lainnya. Pelaksanaan kekuasaan negara pada bidang penuntutan diselenggarakan oleh
Kejaksaan Agung, Kejaksaan Tinggi, Kejaksaan Negeri, dan Cabang Kejaksaan Negeri. Dengan demikian, kedudukan kejaksaan dalam peradilan pidana bersifat
menentukan karena merupakan jembatan yang menghubungkan tahap penyidikan dengan tahap pemeriksaan di sidang pengadilan. Berdasarkan peraturan yang berlaku
55
Ibid.
56
Dikdik M. Arief Mansur dan Elisatris Gultom, Urgensi Perlindungan Korban Kejahatan
,Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2007, hal. 24.
57
Muladi, Kapita Selekta Sistem Peradilan Pidana, Op.cit., hal. 75.
Universitas Sumatera Utara
di Indonesia, setiap orang baru bisa diadili jika ada tuntutan pidana dari Penuntut Umum.
Dalam melakukan penuntutan, jaksa bertindak untuk dan atas nama negara, sehingga jaksa harus bisa menampung seluruh kepentingan masyarakat, negara, dan
korban kejahatan agar bisa dicapai rasa keadilan masyarakat. Hampir di setiap yurisdiksi, jaksa itu merupakan tokoh utama dalam penyelenggaraan peradilan
pidana karena jaksa memainkan peranan penting dalam proses pembuatan keputusan pengadilan. Bahkan, di negara-negara yang memberi wewenang kepada jaksa untuk
melakukan penyidikan sendiri, jaksa tetap memiliki kebijakan diskresi penuntutan yang luas. Jaksa memiliki kekuasaan yang luas, apakah suatu perkara akan dilakukan
penuntutan ke pengadilan atau tidak. Kedudukan jaksa yang demikian penting itu, oleh Harmuth Horstkotte, seorang Hakim Tinggi Federasi Jerman, memberikan
julukan kepada jaksa sebagai bosnya proses perkara master of the procedure, sepanjang perkaranya itu tidak diajukan ke muka pengadilan.
58
Secara sederhana dapat dijelaskan bahwa jaksa dengan berbagai sistem penuntutan tidak tertutup kemungkinan untuk mengambil kebijakan diskresi dalam
menyelesaikan perkara. Kedudukan jaksa di berbagai yurisdiksi sebenarnya jaksa itu “setengah hakim” semi-judge atau seorang “hakim semu” quasijudicial officer.
Itulah sebabnya jaksa boleh mencabut dakwaan atau menghentikan proses perkara, bahkan diskresi putusan berupa tindakan penghentian penuntutan, penyampingan
perkara, dan transaksi.Fungsi yuridis semu jaksa itu berasal dari peran dan fungsi
58
R.M. Surachman dan Andi Hamzah, Jaksa di Berbagai Negara, Peranan dan Kedudukannya
, Jakarta: Sinar Grafika, 1996, hal. 6-7.
Universitas Sumatera Utara
jaksa yang bersifat ganda karena sebagai jaksa: “Mempunyai kekuasaan dan wewenang yang berfungsi sebagai administrator dalam penegakan hukum yang
merupakan fungsi eksekutif, sementara itu ia harus membuat putusan-putusan agak bersifat yustisial yang menentukan hasil suatu perkara pidana, bahkan hasilnya
final”.
59
Menurut Stanley Z. Fisher, sebagai penegak hukum, jaksa bertugas menuntut yang bersalah; menghindarkan keterlambatan dan tunggakan-tunggakan perkara
yang tidak perlu terjadi; karena jaksa mempunyai kedudukan sebagai pengacara masyarakat yang penuh antusias. Berdasarkan kedudukan jaksa sebagai pengacara
masyarakat tersebut, ia akan senantiasa mengusahakan jumlah penghukuman oleh hakim yang sebanyak-banyaknya sementara sebagai ”setengah hakim” atau sebagai
”hakim semu”, jaksa juga harus melindungi yang tidak bersalah dan mempertimbangkan hak-hak tersangka. Untuk melakukan tugas-tugas tersebut, jaksa
diberi wewenang menghentikan proses perkara sehingga jaksa harus berperilaku sebagai seorang pejabat yang berorientasi pada hukum acara pidana dan memiliki
moral pribadi yang tinggi sekali.
60
2. Kerangka Konsep