172 berlaku umum. Kalau dua-duanya digabung, mungkin saja nanti keputusan
pengadilan menjadi kurang baik atau kurang valid.
4. Batara Manurung
Bahwa skandal Enron Corporation ikut menyeret kejatuhan accounting firm Arthur Andersen Andersen, sebab kejahatan korporasinya antara lain
diduga melibatkan akuntan. Ahli memandang penting untuk menyampaikan hal tersebut karena apabila keliru memahami kasus tersebut maka akan
keliru menganggap bahwa konsepsi danatau konstruksi Pasal 55 dan Pasal 56 UU 52011 dibangun dengan memperhatikan pengalaman kasus
tersebut, padahal pada akhirnya 3 tahun setelah vonis bersalah dari District Court terhadap Andersen Supreme Court justru memutuskan untuk
mengirimkan kembali overturned tuntutanpenghukuman atas Andersen kepada pengadilan yang lebih rendah untuk selanjutnya mungkin saja
dilakukan tuntutan ulang. Hal tersebut diputuskan mengingat adanya kekurangan terhadap hal yang penting yang luput dari pembuktian di
pengadilan sebelumnya khususnya yang menyangkut tuduhan “corrupt persuasion” atas tindakan pemusnahan dokumen. Tetapi saat Mahkamah
Agung Amerika Serikat mengeluarkan putusan tersebut, Andersen sudah tidak berfungsi dan tinggal sejarah;
Bahwa berdasarkan keputusan Mahkamah Agung, belum terdapat pembuktian atas perihal bahwa pemusnahan dokumen serta merta
merupakan tindak pidana, apalagi dikaitkan dengan tuduhan “corruptly persuade”. Oleh karena itu adanya persepsi yang menyebutkan bahwa
kasus tersebut sebagai dasar pembenar terhadap eksistensi Pasal 55 dan Pasal 56 UU 52011 tidaklah tepat dan prematur, bahkan sebaliknya kasus
Andersen justru memberikan pelajaran yang sangat berharga untuk tidak mudah melakukan tuntutan hukum kepada akuntan sehingga seyogyanya
harus hati-hati terhadap eksistensi Pasal 55 dan Pasal 56 UU 52011 dikaitkan dengan penerapannya dalam penegakan hukum;
Dalam kedua Pasal tersebut terdapat sanksi pidana kepada Akuntan Publik dan Pihak Terasosiasi terhadap pelanggaran ketentuan Pasal 55 UU
52011. Merujuk kepada Pasal 1 angka 9 UU 52011, “Pihak Terasosiasi” tersebut didefinisikan sebagai Rekan KAP yang tidak menandatangani
173 laporan pemberian jasa, pegawai KAP yang terlibat dalam pemberian jasa,
atau pihak lain yang terlibat langsung dalam pemberian jasa; Menilik bagian Penjelasan UU 5201 khususnya paragrap 2 dan 4 dapat
dipahami bahwa jiwa dari Undang-Undang tersebut adalah antara lain 1 tanggung jawab Akuntan Publik terletak pada opini atau pernyataan
pendapatnya, dan 2 Undang-Undang tersebut dimaksudkan untuk melindungi kepentingan masyarakat dan sekaligus melindungi profesi
Akuntan Publik. Namun adalah sangat wajar kalau kemudian terdapat kekhawatiran dari kalangan akuntan bahwa pengaturan Pasal 55 juncto
Pasal 56 terlalu berlebihan dan pada tingkat penegakannya enforcement dapat bersifat multi interpretasi serta tidak terbatas yang dengan sangat
mudah dapat berdampak hukum yang merugikan akuntan publik mengingat peluang tuntutan hukum kepada akuntan atas suatu tindakan atau
kebijakannya yang bahkan sebenarnya tidak bisa dikatakan sebagai suatu delik pidana danatau berdampak pada kepentingan umum;
Bahwa terhadap Pasal 55 UU 52011, dan secara khusus Ahli akan menyoroti 2 dua persoalan pada pasal tersebut yang sedikit banyak terkait
pula dengan uraian mengenai kasus Andersen, sebagai berikut: 1. persoalan bahwa delik pidana Pasal 55 menekankan unsur pidana pada
“Kertas Kerja” yang secara terminologi tidak dijelaskan oleh UU 52011 dan di dalam praktik dapat saja berbeda antara satu Kantor Akuntan
Publik KAP dengan KAP lain mengingat yang diatur dalam Standar Profesional Akuntan Publik sebatas pedoman umum pendokumentasian
kertas kerja;
2. persoalan bahwa definisi “Pihak Terasosiasi” yang sangat luas dan terbuka sehingga Pasal 56 dapat menjangkau siapapun pihak lain yang
terlibat dalam pekerjaan jasa akuntan, sehingga dapat menimbulkan khawatir atau ketakutan bagi siapapun pihak ketiga yang terlibat dalam
pekerjaan jasa akuntan.
Telah terbukti bahwa doktrin “Respondeat Superior”, dalam kasus Andersen, dapat menghancurkan suatu bisnis yang telah dibangun puluhan
tahun dalam waktu singkat hanya karena tuduhan telah memusnahkan dokumen yang diperlukan dalam pemeriksaanpenyidikan otoritas SEC
174 atau Pengadilan yang dalam penilaian Andersen sendiri. Dokumen tersebut
dianggap tidak pentingrelevan sehingga sesuai kebijakan internal Andersen dokumen tersebut boleh dimusnahkan;
Belajar dari kasus Andersen terdapat penafsiran yang berbeda mengenai dokumen mana yang penting dan yang boleh dimusnahkan. David Duncan
memusnahkan dokumen-dokumen yang menurutnya tidak penting atau tidak relevan yang diperoleh selama proses audit Enron Corporation dan
pihak Andersen sendiri ada suatu kebijakan yang memperbolehkan dokumen untuk dimusnahkan. Sementara pihak berwenang SEC dalam
pemeriksaan mempertanyakan kenapa dokumen harus dimusnahkan yang mungkin saja dokumen tersebut penting untuk proses penyelidikan tanpa
adanya suatu pembuktian yang memadai;
Kertas Kerja dibuat berdasarkan kebutuhan dan pertimbangan masing- masing pelaksana pekerjaan audit. Hal ini mungkin saja dapat
mengakibatkan timbulnya perbedaan pendapat atas pentingnya suatu dokumen atau data atau informasi pembentuk kertas kerja antara Akuntan
Publik dengan pihak yang melakukan pemeriksaan atas Akuntan Publik. Pemahaman mengenai kekhususan pekerjaan yang dilakukan Akuntan
Publik seyogyanya dipahami oleh yang melakukan pemeriksaan atas akuntan publik;
Terkait pemusnahan dokumen hal tersebut sudah lazim dilakukan oleh Akuntan Publik sepanjang menurut pertimbangan profesionalnya dokumen
tersebut bukan merupakan dokumen penting yang perlu untuk dijadikan bagian dari Kertas Kerja;
Pasal 55 huruf b UU 52011 adalah sama sekali tidak memberikan definisi atau penjabaran lebih lanjut mengenai “Kertas Kerja” dan lebih celaka lagi
tidak ada ayat dalam pasal tersebut yang memberikan amanat untuk pengaturan lebih lanjut, apakah dalam bentuk Peraturan Pemerintah atau
peraturan pelaksanaan yang lebih teknis. Dengan demikian Pasal 55 dianggap oleh pembuat Undang-Undang sudah sempurna dan langsung
dapat dipergunakan oleh penegak hukum. Padahal ketika nanti dilaksanakan keniscayaan akan munculnya perbedaan pendapat dengan
penegak hukum berpotensi terjadi mengingat adanya kriteria kertas kerja yang tidak didefinisikan secara komprehensif dan jelas. Apabila hal tersebut
175 terjadi, maka menjadi terang benderang bahwa Pasal 55 juncto Pasal 56
UU 52011 tidak sejalan dengan jiwa dari UU 52011 itu sendiri untuk memberikan perlindungan terhadap profesi Akuntan.
[2.8]
Menimbang bahwa para Pemohon, Pemerintah dan Pihak Terkait menyampaikan kesimpulan tertulis yang diterima di Kepaniteraan Mahkamah pada
tanggal 28 Maret 2012 yang pada pokoknya menyatakan tetap dengan pendiriannya;
[2.9] Menimbang bahwa untuk mempersingkat uraian dalam putusan ini,
segala sesuatu yang terjadi di persidangan cukup ditunjuk dalam berita acara persidangan yang merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dengan
putusan ini;
3. PERTIMBANGAN HUKUM [3.1]
Menimbang bahwa pokok permohonan para Pemohon adalah pengujian konstitusionalitas Pasal 55 dan Pasal 56 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2011
tentang Akuntan Publik Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 51, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5215, selanjutnya
disebut UU 52011, terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 selanjutnya disebut UUD 1945;
[3.2]
Menimbang bahwa sebelum mempertimbangkan pokok permohonan, Mahkamah Konstitusi selanjutnya disebut Mahkamah terlebih dahulu akan
mempertimbangkan kewenangan Mahkamah untuk mengadili permohonan a quo dan kedudukan hukum legal standing Pemohon untuk mengajukan permohonan
a quo;
Kewenangan Mahkamah [3.3]
Menimbang bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 24C ayat 1 UUD 1945, Pasal 10 ayat 1 huruf a Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang
Mahkamah Konstitusi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003