Efektivitas Selenium Dalam Pengobatan Diare Cair Akut Pada Anak

(1)

ii TESIS

EFEKTIVITAS SELENIUM DALAM PENGOBATAN DIARE CAIR AKUT PADA ANAK

MEIVILIANI SINAGA 097103009/IKA

PROGRAM MAGISTER KEDOKTERAN KLINIK - SPESIALIS ILMU KESEHATAN ANAK FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2013


(2)

iii

Judul Tesis : Efektivitas Selenium Dalam

Pengobatan Diare Cair Akut Pada Anak Nama Mahasiswa : Meiviliani Sinaga

Nomor Induk Mahasiswa : 097103009 / IKA

Program Magister : Magister Kedokteran Klinik

Konsentrasi : Kesehatan Anak

Menyetujui Komisi Pembimbing

dr. Supriatmo, SpA(K) Ketua

dr. Rita Evalina SpA(K) Anggota

Ketua Program Magister Ketua TKP-PPDS

dr. Hj. Melda Deliana, SpA(K) dr. H. Zainuddin Amir, SpP(K)


(3)

iv

Telah diuji pada

Tanggal: 11 Desember 2013

PANITIA PENGUJI TESIS

KETUA : dr. Supriatmo,Sp.A(K) …………..

Anggota : dr. Rita Evalina, SpA(K) ………….. Prof. dr. H. Aznan Lelo,PhD,SpF(K) …………..

dr. Muhammad Ali,Sp.A(K) …………..

dr. Yazid Dimyati,Sp.A(K) …………..


(4)

v

Tanggal lulus : 11 Desember 2013

PERNYATAAN

EFEKTIVITAS SELENIUM DALAM PENGOBATAN DIARE CAIR AKUT PADA ANAK

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis dijadikan acuan dalam naskah ini dan disebut dalam daftar pustaka

Medan, Juni 2013


(5)

vi

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji dan syukur kehadirat Tuhan YME yang telah melimpahkan rahmat, karunia dan kasih-Nya sehingga memberikan kesempatan kepada penulis dapat menyelesaikan penulisan tesis ini.

Tesis ini dibuat untuk memenuhi persyaratan dan merupakan tugas akhir pendidikan magister Kedokteran Klinik Konsentrasi Ilmu Kesehatan Anak di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara / RSUP H. Adam Malik Medan.

Penulis menyadari penelitian dan penulisan tesis ini masih jauh dari kesempurnaan sebagaimana yang diharapkan, oleh sebab itu dengan segala kerendahan hati penulis mengharapkan masukan yang berharga dari semua pihak di masa yang akan datang.

Pada kesempatan ini perkenankanlah penulis menyatakan penghargaan dan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Pembimbing utama dr. Supriatmo, Sp.A(K) dan dr. Rita Evalina,Sp.A(K) yang telah memberikan bimbingan, bantuan serta saran-saran yang sangat berharga dalam pelaksanaan penelitian dan penyelesaian tesis ini.

2. dr. Hj. Melda Deliana,Sp.A(K), selaku Ketua Program Studi Pendidikan Dokter Spesialis Anak FK USU, dan dr. Siska Mayasari Lubis, Mked(Ped)SpA, sebagai Sekretaris Program Studi yang telah banyak membantu dalam menyelesaikan tesis ini.

3. Rektor Universitas Sumatera Utara Prof. Dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc(CTM), Sp.A(K), serta Rektor USU sebelumnya Prof. Dr. H. Chairuddin P Lubis, DTM&H, Sp.A(K) dan Dekan FK-USU Prof. dr. Gontar A.Siregar,


(6)

vii Sp.PD-KGEH, FInaSIM yang telah memberikan kesempatan untuk mengikuti program pendidikan Dokter Spesialis Anak di FK-USU

4. Prof. dr. H. Munar Lubis,Sp.A(K), selaku Ketua Departemen Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran USU/RSUP H. Adam Malik Medan yang telah memberikan bantuan dalam penelitian dan penyelesaian tesis ini.

5. Prof.dr.Atan Baas Sinuhaji,Sp.A(K), Prof. dr. H. Aznan Lelo, PhD,SpF(K), dr. Muhammad Ali,Sp.A(K), dan dr. Yazid Dimyati,SpA(K), dr. Ade Rahmat MKed(ped),SpA yang telah memberi masukan dan bimbingan dalam penyelesaian tesis ini.

6. Seluruh staf pengajar di Departemen Ilmu Kesehatan Anak FK USU / RSUP H. Adam Malik Medan yang telah memberikan sumbangan pikiran dalam pelaksanaan penelitian dan penulisan tesis ini.

7. Bapak Bupati Simalungun, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Simalungun, Kepala desa dan kepala Puskesmas Tiga Balata, yang telah memberikan izin serta atas keramahtamahannya selama pelaksanaan penelitian.

8. Kepada Bidan dan perawat di Puskesmas Tiga Balata yang banyak membantu dalam pelaksanaan penelitian ini dari awal hingga akhir.

9. Teman-teman PPDS periode Juni 2009 yang tidak mungkin dapat saya lupakan yang telah membantu saya dalam pendidikan, keseluruhan penelitian maupun penyelesaian tesis ini. Kepada rekan-rekan PPDS lain terutama Afnita Lestari, terima kasih untuk kebersamaan kita dalam melaksanakan penelitian dan pendidikan selama ini.


(7)

viii 10. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah memberikan bantuan dalam terlaksananya penelitian serta penulisan tesis ini.

Kepada yang sangat penulis cintai dan hormati, orang tua, Prof.DR. Dadjim Sinaga,MM dan Ibunda Relliani Purba yang telah bersusah payah membesarkan, memberikan rasa aman, cinta dan doa restu kepada penulis sejak lahir hingga saat ini, dalam menjalani segala hal. Kepada yang penulis sayangi dan hormati, mertua, Drs. Aleton Saragih Sitio dan Dra. Luxy Purba yang penulis rasakan sangat mendukung, memberi semangat dan doa dalam menyelesaikan pendidikan spesialisasi dan magister ini.

Kepada seluruh saudara kandung penulis, Julianson AAH Sinaga,ST, M.Eng, Reviliani Sinaga,SE, Alberton Dalianson Sinaga,ST yang banyak memberikan semangat dan doa kepada penulis selama menjalani pendidikan spesialisasi dan penyusunan tesis ini. Seluruh ipar penulis, Eben Ezer Simorangkir, Jois Lidya Rosa Silaban,SH,M.Kn, Anenda Marini Saragih Sitio,SE, Anju Vikhers Saragih Sitio,ST, Angelan Ervina Saragih Sitio,Amd, Angelin Ervani Saragih Sitio,ST yang banyak memberikan semangat dan doa kepada penulis selama menjalani pendidikan spesialisasi dan penyusunan tesis ini.

Akhirnya kepada suami tercinta, dr. Sahdra Doresi Saragih Sitio, terima kasih atas segala doa dan dukungan, kesabaran dan pengertian yang mendalam serta pengorbanan atas segala waktu dan kesempatan yang tidak dapat penulis habiskan bersama-sama dalam suka cita dan keriangan selama penulis menjalani pendidikan spesialisasi dan menyelesaikan tesis ini.


(8)

ix Akhirnya penulis mengharapkan semoga penelitian dan tulisan ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Amin.

Medan, Juni 2013


(9)

x

DAFTAR ISI

Lembaran Persetujuan Pembimbing ii

Lembar Panitia Penguji Tesis iii

Lembar Pernyataan iv

Ucapan Terima Kasih v

Daftar Isi ix

Daftar Tabel xi

Daftar Gambar xii

Daftar Singkatan xiii

Daftar Lambang xiv

Abstrak xv

BAB 1. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang 1

1.2. Perumusan Masalah 3

1.3. Hipotesis 3

1.4. Tujuan Penelitian 3

1.4.1. Tujuan Umum 3

1.4.2. Tujuan Khusus 4

1.5. Manfaat Penelitian 4

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Diare Cair Akut 5

2.2. Selenium 9

2.3. Peranan Selenium sebagai Sistem Imun

dan Anti Oksidan 12

2.4. Efektifitas Selenium pada Diare Cair Akut 16

2.5 Kerangka Konseptual 19

BAB 3. METODOLOGI

3.1. Desain 20

3.2. Tempat dan Waktu 20

3.3. Populasi dan Sampel 20

3.4. Perkiraan Besar Sampel 21

3.5. Kriteria Inklusi dan Eksklusi 21

3.5.1. Kriteria Inklusi 21

3.5.2. Kriteria Eksklusi 21

3.6. Persetujuan / Informed Consent 22


(10)

xi 3.8. Cara Kerja dan Alur Penelitian 22

3.9. Identifikasi Variabel 26

3.10. Definisi Operasional 26 3.11. Pengolahan dan Analisis Data 29

BAB 4. HASIL 30

BAB 5. PEMBAHASAN 36

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN

6.2. Kesimpulan 40

6.3. Saran 40

BAB 7. RINGKASAN 41

DAFTAR PUSTAKA 45

Lampiran

1. Komite Etik Fakultas Kedokteran USU

2. Personil Penelitian

3. Biaya penelitian

4. Jadwal Penelitian

5. Draft Penjelasan dan Persetujuan Kepada Orang Tua 6. Kuesioner Penelitian 7. Pemantauan Keparahan Diare

8. Tabel Angka Random

9. Riwayat Hidup


(11)

xii

DAFTAR TABEL

1. Tabel 2.1. Penentuan derajat dehidrasi pada diare 7

2. Tabel 2.2. Rekomendasi RDA selenium harian pada bayi dan anak 11 3. Tabel 4.1. Karakteristik dasar sampel 32

4. Tabel 4.2. Konsistensi tinja setelah terapi 33

5. Tabel 4.3. Durasi diare 34


(12)

xiii

DAFTAR GAMBAR

1. Gambar 4.1. Profil penelitian 31


(13)

xiv

DAFTAR SINGKATAN

USU : Universitas Sumatera Utara Rikesdas : Riset Kesehatan Dasar Balita : Bawah Lima Tahun

WHO : World Health Organization

BB : Berat Badan

dkk : dan kawan-kawan

ASI : Air Susu Ibu

GPxGI : Gastrointestinal glutathione peroxidase

AMP : Adenosin Mono Phospate :

NK : Natural Killer

IL : Interleukin : IFN- : Interferon-

UV : Ultraviolet

RDA : Recommended Dietary Allowance

HIV : Human Immunodeficiency Virus

AIDS : Acquired Immune Deficiency Syndrome PAM : Perusahaan Air Minum

PUSKESMAS : Pusat Kesehatan Masyarakat PUSTU : Puskesmas Pembantu

POLINDES : Pondok Bersalin Desa POSYANDU : Pos Pelayanan Terpadu

NCHS : National Centre for Health Statistic SPSS : Statistical Package for Social Science

TB : Tinggi Badan

SD : Sekolah Dasar

SMP : Sekolah Menengah Pertama SMU : Sekolah Menengah Umum

D3 : Diploma 3

D4 : Diploma 4

S1 : Strata 1

S2 : Strata 2

PNS : Pegawai Negeri Sipil BAB : Buang air besar

U.S.NAMRU-2 : The United States Naval Medical Research Unit No. 2 RSUP : Rumah Sakit Umum Pusat

PSP : Persetujuan Setelah Penjelasan TNF α : Tumor Necrosis Factor α


(14)

xv

DAFTAR LAMBANG

 : persentase mg : miligram

> : lebih besar dari kg : kilogram

 : lebih kecil dari  : sama dengan g : mikrogram

± : tambah kurang cm : centi meter km : kilometer

Km2 : kilometer kuadrat

n1 : Jumlah subyek yang masuk dalam kelompok I n2 : Jumlah subyek yang masuk dalam kelompok II z : Deviat baku normal untuk 

z : Deviat baku normal untuk  α : Kesalahan tipe I

β : Kesalahan tipe II

S : Simpangan baku frekuensi BAB dari kedua kelompok X1-X2 : Perbedaan frekuensi BAB yang diinginkan P : Probability

SD : Standard Deviation

CI : Confidence Interval


(15)

xvi

EFEKTIVITAS SELENIUM DALAM PENGOBATAN DIARE CAIR AKUT PADA ANAK

Meiviliani Sinaga, Supriatmo, Atan Baas Sinuhaji, Rita Evalina, Berliana Hasibuan, Afnita Lestari

Departemen Ilmu Kesehatan Anak. Fakultas Kedokteran Sumatera Utara/ RSU.H.Adam Malik, Medan-Indonesia

Abstrak

Latar Belakang Diare cair akut masih menjadi masalah kesehatan utama pada bayi dan anak di negara sedang berkembang. Defisiensi selenium dapat menjadi faktor risiko terjadinya diare. Masih sedikit penelitian mengenai efektivitas selenium dalam pengobatan diare pada anak.

Tujuan Menilai efektifitas selenium dalam mengurangi keparahan diare cair akut pada anak.

Metode Uji klinis acak tersamar tunggal dilakukan pada anak dengan diare cair akut usia enam bulan sampai dua tahun di Kabupaten Simalungun, sejak bulan Mei sampai Agustus 2012. Dilakukan randomisasi pada anak menjadi kelompok selenium dan plasebo. Penyembuhan diare dinilai berdasarkan frekuensi diare, konsistensi tinja, dan durasi diare. Untuk membandingkan perbedaan antara kedua kelompok digunakan uji Mann- Whitney, uji Fisher dan uji Kolmogorov- Smirnov.

Hasil Enam puluh lima anak yang memenuhi kriteria penelitian, 36 anak menerima selenium dan 29 anak menerima plasebo. Ditemukan perbedaan rerata frekuensi diare (3.5 dan 4.1, P=0.016; 2.7 dan 3.4, P=0.002; 2.1 dan 2.8; P= <0.001) pada hari kedua sampai keempat, konsistensi tinja (P=0.034), dan durasi diare (60 jam dan 72 jam; P = 0.001 ) diantara kedua kelompok. Bila diamati sejak hari pertama diare sampai diare sembuh, terdapat perbedaan bermakna terhadap lama diare antara kedua kelompok (108 jam dan 120 jam; P = 0.009).

Kesimpulan Pemberian selenium diduga bermakna dalam mengurangi durasi, frekuensi dan konsistensi tinja pada diare anak.


(16)

xvii

THE EFFECTIVENESS OF SELENIUM IN THE TREATMENT OF ACUTE WATERY DIARRHEA IN CHILDREN

Meiviliani Sinaga, Supriatmo, Atan Baas Sinuhaji, Rita Evalina, Berliana Hasibuan, Afnita Lestari

Department of Child Health, Medical School

University of North Sumatera / Haji Adam Malik Hospital, Medan-Indonesia

Abstract

Background Acute watery diarrhea remain major health problems affected by infant and children in developing countries. Selenium deficiency may be the risk factor of diarrhea and vice versa. There were less studies conducted regarding the effectiveness of selenium in the treatment of diarrhea in children.

Objective To determine the effectiveness of selenium in reducing the severity of acute watery diarrhea.

Methods A single blind randomized clinical trial was done in acute watery diarrhea children aged six months to two years old at the public health centre in Simalungun from May to August 2012. Children were randomized into the selenium and placebo group. We monitor diarrhea frequency, faeces consistency and duration of diarrhea. Mann-Whitney, Fisher, Kolmogorov-Smirnov test were used to compare the two groups.

Results Sixty five children were recruited in the study, 36 childrens treated with selenium and 29 childrens with placebo. There are differences on frequency of diarrhea (3.5 vs 4.1,P = 0.016; 2,7 vs 3.4,P =0.002; 2.1 vs 2.8; P= <0.001) on second to fourth day respectively, stool consistency (P = 0.034), and duration of diarrhea (60 vs 72 hours; P= 0.001) between the two groups. It was found significant differences on length of cessation diarrhea since the first day of diarrhea between the two groups (108 vs 120 hours; P = 0.009).

Conclusions Selenium might be effective in reducing duration, frequency and stool consistency of diarrhea in children.

Keywords : acute watery diarrhea, selenium, frequency diarrhea, stool consistency


(17)

xvi

EFEKTIVITAS SELENIUM DALAM PENGOBATAN DIARE CAIR AKUT PADA ANAK

Meiviliani Sinaga, Supriatmo, Atan Baas Sinuhaji, Rita Evalina, Berliana Hasibuan, Afnita Lestari

Departemen Ilmu Kesehatan Anak. Fakultas Kedokteran Sumatera Utara/ RSU.H.Adam Malik, Medan-Indonesia

Abstrak

Latar Belakang Diare cair akut masih menjadi masalah kesehatan utama pada bayi dan anak di negara sedang berkembang. Defisiensi selenium dapat menjadi faktor risiko terjadinya diare. Masih sedikit penelitian mengenai efektivitas selenium dalam pengobatan diare pada anak.

Tujuan Menilai efektifitas selenium dalam mengurangi keparahan diare cair akut pada anak.

Metode Uji klinis acak tersamar tunggal dilakukan pada anak dengan diare cair akut usia enam bulan sampai dua tahun di Kabupaten Simalungun, sejak bulan Mei sampai Agustus 2012. Dilakukan randomisasi pada anak menjadi kelompok selenium dan plasebo. Penyembuhan diare dinilai berdasarkan frekuensi diare, konsistensi tinja, dan durasi diare. Untuk membandingkan perbedaan antara kedua kelompok digunakan uji Mann- Whitney, uji Fisher dan uji Kolmogorov- Smirnov.

Hasil Enam puluh lima anak yang memenuhi kriteria penelitian, 36 anak menerima selenium dan 29 anak menerima plasebo. Ditemukan perbedaan rerata frekuensi diare (3.5 dan 4.1, P=0.016; 2.7 dan 3.4, P=0.002; 2.1 dan 2.8; P= <0.001) pada hari kedua sampai keempat, konsistensi tinja (P=0.034), dan durasi diare (60 jam dan 72 jam; P = 0.001 ) diantara kedua kelompok. Bila diamati sejak hari pertama diare sampai diare sembuh, terdapat perbedaan bermakna terhadap lama diare antara kedua kelompok (108 jam dan 120 jam; P = 0.009).

Kesimpulan Pemberian selenium diduga bermakna dalam mengurangi durasi, frekuensi dan konsistensi tinja pada diare anak.


(18)

xvii

THE EFFECTIVENESS OF SELENIUM IN THE TREATMENT OF ACUTE WATERY DIARRHEA IN CHILDREN

Meiviliani Sinaga, Supriatmo, Atan Baas Sinuhaji, Rita Evalina, Berliana Hasibuan, Afnita Lestari

Department of Child Health, Medical School

University of North Sumatera / Haji Adam Malik Hospital, Medan-Indonesia

Abstract

Background Acute watery diarrhea remain major health problems affected by infant and children in developing countries. Selenium deficiency may be the risk factor of diarrhea and vice versa. There were less studies conducted regarding the effectiveness of selenium in the treatment of diarrhea in children.

Objective To determine the effectiveness of selenium in reducing the severity of acute watery diarrhea.

Methods A single blind randomized clinical trial was done in acute watery diarrhea children aged six months to two years old at the public health centre in Simalungun from May to August 2012. Children were randomized into the selenium and placebo group. We monitor diarrhea frequency, faeces consistency and duration of diarrhea. Mann-Whitney, Fisher, Kolmogorov-Smirnov test were used to compare the two groups.

Results Sixty five children were recruited in the study, 36 childrens treated with selenium and 29 childrens with placebo. There are differences on frequency of diarrhea (3.5 vs 4.1,P = 0.016; 2,7 vs 3.4,P =0.002; 2.1 vs 2.8; P= <0.001) on second to fourth day respectively, stool consistency (P = 0.034), and duration of diarrhea (60 vs 72 hours; P= 0.001) between the two groups. It was found significant differences on length of cessation diarrhea since the first day of diarrhea between the two groups (108 vs 120 hours; P = 0.009).

Conclusions Selenium might be effective in reducing duration, frequency and stool consistency of diarrhea in children.

Keywords : acute watery diarrhea, selenium, frequency diarrhea, stool consistency


(19)

xviii

BAB 1. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Diare cair akut merupakan salah satu manifestasi gangguan fungsi saluran cerna. Umumnya episode diare adalah akut, bila berlangsung lebih dari 14 hari disebut diare persisten.1 Di Indonesia, diare masih merupakan penyebab kematian utama pada bayi dan anak. Menurut Riset Kesehatan Dasar (Rikesdas 2007) yang diselenggarakan Departemen Kesehatan Republik Indonesia (Depkes RI), berdasarkan penyakit menular, diare menempati urutan ketiga setelah tuberkulosis dan pneumonia.2

Di Indonesia, dilaporkan tiap anak mengalami diare sebanyak 411 per 1000 episode per tahun (Depkes, 2010). Berdasarkan Survei Morbiditas diare 2010, prevalensi diare pada anak tertinggi terjadi pada usia 6-11 bulan (21,65%), 12-17 bulan (14,43%) dan 24-29 bulan (12,37%).2

Walaupun persentase diare sebagai penyebab kematian pada anak di Indonesia cenderung menurun tetapi angka kesakitan dan kematian masih tetap tinggi.1 World Health Organization (WHO) memprediksikan pada tahun 2025 masih akan terjadi lima juta kematian pada anak usia kurang dari 5 tahun, dimana 97% terjadi di negara sedang berkembang dengan penyakit infeksi sebagai penyebab utama yang salah satunya adalah diare.3 Oleh karena itu, diperlukan penanganan yang komprehensif dan rasional. Terapi


(20)

xix yang rasional diharapkan akan memberikan hasil yang maksimal, oleh karena efektif, efisien dan biaya yang terjangkau.

Sejak tahun 1980-an, beberapa peneliti telah mulai mempertanyakan apakah defisiensi mikronutrien tertentu dapat berhubungan dengan penyakit diare.4 Suatu penelitian meta-analisis mengemukakan zink telah terbukti dapat menurunkan frekuensi, berat serta morbiditas diare akut.5 Mikronutrein yang lain seperti selenium diduga memiliki peranan dalam proses diare akut namun penelitian mengenai hubungan diare akut dengan selenium sangat sedikit.6

Belakangan ini konsep radikal bebas dianggap memperantarai stres oksidatif yang disebut sebagai momentum atas terjadinya patofisiologi penyakit. Penyakit gastrointestinal sering dievaluasi sebagai penyerta stress oksidatif yang merupakan faktor kausatif dan intervensi. 7

Keseimbangan antara pro-oksidan dan antioksidan pada organisme aerobik merupakan kondisi yang kritis. Jika keseimbangan mengarah pada pro-oksidan maka akan terjadi proses pengerusakan yang disebut stres oksidatif.Oksidan dapat merusak dan merangsang seluruh sistem sel secara berkesinambungan sehingga dapat memperluas proses pengerusakan oleh oksidan. Untuk melindungi tubuh dan mengurangi dampak negatif dari serangan radikal bebas, tubuh memerlukan antioksidan. 8,9 Salah satu anti oksidan adalah selenium yang mengandung enzim Gastrointestinal


(21)

xx

glutathione peroxidase (GPx2/ GPx GI) yang paling banyak ditemukan dalam mukosa epitel traktus gastrointestinal.10 Pada diare terjadi defisiensi selenium yang dapat meningkatkan stress oksidatif dan menurunkan differensiasi dan proliferasi sel T dan menurunkan toksisitas limfosit T.11,12 Hal ini memunculkan hipotesis bahwa selenium memegang peranan dalam proses penyembuhan diare akut.6

1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian dalam latar belakang masalah di atas, dapat dirumuskan masalah : Apakah selenium efektif dalam mengurangi keparahan diare cair akut ?

1.3. Hipotesis

Pemberian selenium efektif dalam mengurangi keparahan diare cair akut pada anak dibandingkan dengan pemberian plasebo ( Maltodextrin).

1.4. Tujuan Penelitian

1.4.1. Tujuan Umum

Tujuan umum penelitian ini adalah untuk menilai keefektifan selenium dalam mengurangi keparahan diare cair akut pada anak.


(22)

xxi 1.4.2 Tujuan Khusus

1. Menilai keefektifan selenium dalam mengubah konsistensi tinja. 2. Menilai keefektifan selenium dalam menurunkan frekuensi diare. 3. Menilai keefektifan selenium dalam mengurangi durasi diare.

1.5 Manfaat Penelitian

1. Di bidang pelayanan masyarakat : Dengan terapi yang lebih efektif, efisien dan biaya yang terjangkau, diharapkan angka kesakitan dan kematian yang disebabkan diare akut dapat berkurang sehingga akan bermanfaat dalam upaya peningkatan kesehatan masyarakat khususnya kesehatan anak.

2. Di bidang akademik / ilmiah : meningkatkan pengetahuan peneliti di bidang gastroentero-hepatologi anak, khususnya dalam pengobatan diare akut pada anak.

3. Di bidang pengembangan penelitian : memberikan kontribusi ilmiah pada bidang gastroentero-hepatologi anak dalam pengobatan diare akut pada anak.


(23)

xxii

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Diare Cair Akut

Diare cair akut didefinisikan diare yang terjadi secara akut dan berlangsung kurang dari 14 hari dengan frekuensi ≥ 3x per hari disertai pengeluaran tinja yang lunak atau cair yang sering dan tanpa darah atau lendir dalam tinja. Mungkin disertai muntah dan demam.13,14

Umumnya diare akut yang terjadi di negara berkembang merupakan diare infeksius yang disebabkan oleh virus, bakteri dan parasit.13,15 Dari beberapa penelitian di Indonesia tentang penyebab diare akut, rotavirus merupakan penyebab tersering, dengan penyebaran tersering melalui transmisi faecal-oral, dan masa inkubasi 1 sampai 3 hari.16

Pada diare infeksius terjadi pengeluaran toksin yang dapat menimbulkan gangguan sekresi serta reabsorpsi cairan dan elektrolit dengan akibat dehidrasi, gangguan keseimbangan elektrolit dan gangguan keseimbangan asam basa.13,17

Ada 2 prinsip patomekanisme terjadinya diare cair akut, yaitu : (1) diare sekretorik disebabkan sekresi air dan elektrolit ke dalam usus. Hal ini terjadi bila absorbsi natrium oleh villi gagal sedangkan sekresi klorida di sel epitel berlangsung terus menerus atau meningkat. Hasil akhir adalah sekresi


(24)

xxiii cairan yang mengakibatkan kehilangan air dan elektrolit dari tubuh sebagai tinja cair. Kripta melakukan sekresi aktif klorida dan menghambat absorbsi natrium, klorida dan HCO3- yang dirangsang oleh siklik AMP, siklik GMP dan Ca2+. Pada diare karena infeksi perubahan ini terjadi karena adanya rangsangan pada mukosa usus oleh toksin bakteri atau virus , (2) diare osmotik disebabkan meningkatnya osmolaritas intra luminal, misalnya absorbsi larutan dalam lumen kolon yang buruk.14,18 Sebagai contoh adalah diare yang yang disebabkan Rotavirus. Infeksi Rotavirus umumnya mengenai jejunum, tetapi dapat difus menyebar mengenai seluruh usus halus sehingga menimbulkan diare yang hebat. Virus ini menimbulkan diare dengan cara menginvasi epitel vili sehingga terjadi kerusakan sel yang matur. Sel matur ini akan diganti dengan sel imatur yang berasal dari proliferasi sel- sel kripta. Sel imatur ini mempunyai kapasitas absorbsi yang kurang dibandingkan dengan sel matur dan aktifitas disakaridase yang terdapat di sel imatur ini masih kurang sehingga terjadi gangguan pencernaan karbohidrat. Kedua hal patomekanisme ini dapat terjadi invasi dan destruksi pada sel epitel, penetrasi ke lamina propria serta kerusakan mikrovili usus yang dapat menimbulkan keadaan maldigesti dan malabsorpsi. Bila tidak mendapatkan penanganan yang adekuat pada akhirnya dapat mengalami invasi sistemik. 13-19


(25)

xxiv Dalam revisi ke-4 WHO tahun 2005 mengenai tatalaksana diare cair akut pada anak menyebutkan tujuan pengobatan diare akut pada anak adalah:20

1. Pencegahan dehidrasi: bila tidak dijumpai tanda-tanda dehidrasi. 2. Pengobatan dehidrasi: bila dijumpai tanda-tanda dehidrasi ( Tabel 2.1) 3. Mencegah timbulnya kurang kalori protein: dengan cara memberikan

makanan selama diare berlangsung dan setelah diare berhenti. 4. Mengurangi lama dan beratnya diare dan mengurangi kekambuhan

diare pada masa-masa mendatang dengan memberikan zink dengan dosis 10 sampai 20 mg selama 10 sampai 14 hari.

Tabel 2.1. Penentuan derajat dehidrasi pada diare

GEJALA/ TANDA

KLASIFIKASI DEHIDRASI*

TANPA DEHIDRASI

RINGAN-SEDANG BERAT

Keadaan umum Baik, Sadar Gelisah Letargi/Tidak sadar

Mata Normal Cekung Sangat cekung

Rasa haus Minum biasa, tidak

haus

Sangat haus Tidak bisa minum

Turgor kulit Kembali cepat Kembali lambat Kembali sangat lambat

(≥ 2 detik)  Pembacaan tabel dari kanan ke kiri

Kesimpulan derajat dehidrasi ditentukan bila dijumpai ≥ 2 gejala / tanda pada kolom yang sama.


(26)

xxv hilang melalui diare. Pemberian oralit berguna untuk mencegah terjadinya dehidrasi dan mengobati dehidrasi (terapi) pada diare akut. Bila pemberian oralit gagal, dilakukan pemberian cairan secara intravena dan penderita harus dirawat di rumah sakit. Pemberian cairan dilakukan berdasarkan derajat dehidrasi yang terjadi. Pada anak tanpa dehidrasi diberikan cairan per oral sekehendak hati (oralit, minuman bergaram, cairan sayur atau sop bergaram) sampai diare berhenti. Pada penderita dehidrasi ringan sedang diberikan cairan rehidrasi per oral atau intravena 75cc/kg berat badan selama 4 jam, sedangkan pada dehidrasi berat diberikan cairan intravena 100 cc/kg berat badan dalam waktu 3-6 jam.1,20

Obat antidiare dan antimuntah tidak dianjurkan karena tidak terbukti bermanfaat dalam pengobatan diare bahkan dapat menyebabkan kelumpuhan usus dan bahkan menimbulkan kematian pada bayi.16

Setelah rehidrasi selesai makanan segera diberikan walaupun diare masih terus berlangsung. Tujuan pemberian makanan untuk mencegah terjadinya kurang kalori protein, mempercepat rehabilitasi mukosa usus yang rusak dan mengurangi pemecahan lemak dan protein tubuh sehingga mengurangi pembentukan asam-asam organik dan mencegah terjadinya asidosis metabolik.17,20

Keberadaan oralit sebagai terapi pencegahan dehidrasi telah menurunkan angka kematian yang disebabkan diare akut, dari 5 juta anak


(27)

xxvi per tahun menjadi 3.2 juta per tahun, akan tetapi oralit tidak dapat mengurangi keparahan diare.21

2.2. Selenium

Selenium ditemukan pertama kali pada tahun 1817 oleh Jons Jakob Berzelius, seorang ahli kimia yang berasal dari Swedia.22-24 Pada penelitian tahun 1957 melaporkan bahwa selenium dapat mencegah nekrosis hepar pada tikus yang mengalami defisiensi vitamin E. Pada manusia, fungsi selenium baru ditemukan pada tahun 1973. Dr. John Rottuck dari Universitas Wisconsin menemukan bahwa selenium dapat bergabung dalam molekul suatu enzim yang disebut glutathione peroksidase (GPx).Sejak itu, terutama tahun 1980-an informasi mengenai selenium meningkat dengan cepat.22

Selenium merupakan trace element yang baik bagi kesehatan dan diperlukan tubuh dengan jumlah yang sangat kecil,23 yang fungsinya untuk

sistem kekebalan tubuh dan defisiensi selenium mempengaruhi terjadinya perkembangan beberapa penyakit infeksi virus.6 Selain itu selenium juga merupakan anti oksidan dan anti inflamasi.22,25 Beberapa efek positif dari intake selenium pada kesehatan manusia adalah:22

1. Stimulasi sistem imun , khususnya fungsi neutrofil, makrofag, sel NK, limfosit T dan pembentukan anti bodi


(28)

xxvii 3. Efek preventif terhadap inflamasi (menurunkan aktivitas NF-κB dan

produksi sitokin pro-inflamasi)

4. Proteksi sel dari efek buruk stress oksidatif dan radikal bebas

5. Efek preventif terhadap spontaneous tumors (efek sitotoksik langsung, stimulasi apoptosis sel-sel tumor

6. Proteksi kulit terhadap efek negatif dari radiasi UV (melanoma malignan) 7. Reduksi virulensi virus

8. Reduksi risiko aterosklerosis dan penyakit kardiovaskular 9. Modifikasi motilitas dan fungsi sperma pada laki-laki subfertil 10. Prevensi depresi dan kondisi psikis negatif lainnya

Sumber selenium terbaik pada makanan adalah sayuran, gandum, beras merah, dan beberapa daging dan makanan laut. Kandungan selenium bervariasi tergantung dengan kadar selenium dari tanah.23 Selenium terdapat dalam makanan dan tubuh manusia dalam dua bentuk yaitu organik dan bentuk inorganik 10,22,26 Dalam tubuh manusia, selenium terutama terdapat di otot, hati, darah, ginjal, jantung dan paru.10 Absorbsi selenium dalam lumen usus diduga berperan dalam pengaturan homeostasis selenium. Dalam bentuk organik, selenium diserap hampir 100% sedangkan absorbsi selenium anorganik dipengaruhi oleh berbagai faktor lumen usus, namun diperkirakan masih diatas 50%.27


(29)

xxviii Homeostasis dari selenium diatur dalam mekanisme ekskresi. Apabila masukan selenium meningkat dari tingkat kurang ke cukup, dan sebagian besar di absorbsi dalam lumen usus, maka ekskresi selenium lewat urin ditingkatkan sebagai mekanisme utama homeostasis.27 Sedang bila masukan lebih tinggi lagi, maka ekskresi lewat paru meningkat pula sebagai mekanisme sekunder homeostasis.27,28

Mikronutrien ini menjadi bagian yang penting dari enzim yang tergantung selenium, yang disebut selenoprotein. Terdapat 25 selenoprotein yang telah teridentifikasi, beberapa diantaranya enzim glutathione peroksidase (5 jenis), iodothyronine deiodinase (3 jenis). Selenoprotein Glutathione peroxidase (GPx1 sampai GPx4) memiliki karakteristik antara lain sebagai enzim antioksidan, eliminasi H2O2 dan hidro peroksida organik, regulasi produksi prostanoid, regulasi reaksi inflamasi dan perlindungan membran biologis dan DNA.22,26,28

Kebutuhan selenium bardasarkan Recommended Dietary Allowance (RDA) yang dibuat oleh Badan Nutrisi dan makanan Amerika Serikat tahun 2000 seperti yang terlihat pada tabel 2.2.29

Tabel 2.2. Rekomendasi RDA selenium harian pada bayi dan anak. Umur

(tahun)

BB (kg) Faktor kebutuhan protein relatif Faktor keaman an

Rekomendasi Se RDA Se 1989 (µg/dl)

Rekomendas i Se Nordic

1989 ( µg/hari) µg/kg/

hari

µg/dl

Bayi 0-0.5 4.1-7.5 2.30 1.35 2.1 10-15 10 10-20 0.5-1.0 7.5-9.8 2.00 1.30 1.7 15 15 20-30


(30)

xxix

Anak-anak

1-3 9.8-14.4 1.53 1.24 1.3 15-20 20 20-30 4-6 16.3-20.1 1.38 1.24 1.1 20 20 20-30 7-10 22.3-32.0 1.33 1.24 1.1 25-35 30 20-30 Laki-laki 11-14 35.3-50.8 1.30 1.25 1.1 40-55 40 30-60 Peremp

uan

11-14 37.0-50.3 1.27 1.25 1.1 40-55 45 30-60 Selenium merupakan elemen yang diperlukan untuk fungsi selular normal, tetapi dapat memiliki efek toksik pada dosis tinggi. Dengan dosis asupan batas atas toleransi 400 µg per hari. Menurut penelitian di Atlanta tahun 2010 gejala toksik selenium antara lain: diare ( 78%), fatique (75%), rambut rontok ( 72%), perubahan warna kerapuhan kuku ( 61%), mual (58%).30 Menurut penelitian di New York pada tahun 1991 menjelaskan indikator awal keracunan selenium adalah bau nafas seperti bawang putih, kelainan dermatologi, gangguan gastrointestinal (dyspepsia, diare, anoreksia).29

2.3. Peranan Selenium sebagai Sistem Imun dan Antioksidan

Selenium merupakan komponen penting dari selenocystein yang terlibat dalam sebagian besar aspek dalam fungsi dan biokimia sel. Dengan demikian, ada banyak potensi selenium dalam mempengaruhi sistem imun tubuh baik sistem imun spesifik dan non spesifik.31 Beberapa peran selenium yang telah diketahui antara lain meningkatkan sistem imun untuk melawan virus, sebagai antioksidan, aktivitas sebagai anti kanker, pengaturan hormon tiroid dan lain-lain.10 Selenium diperlukan untuk berfungsinya neutrofil,


(31)

xxx makrofag, sel NK, limfosit T dan beberapa mekanisme kekebalan tubuh lainnya.22

Sebagai bagian dari enzim yang mengandung selenium yang disebut selenoprotein. Salah satu kelompok dari selenoprotein adalah Glutation Peroksidase ( GPx) yaitu enzim yang berfungsi mengkatabolisme (H2O2) dan merupakan enzim antioksidan. Terdiri dari 5 jenis enzim yang mengandung selenium yaitu cellular glutathioneperoksidase (GPx1/cGPx), gastrointestinal glutathione peroksidase (GPx2/GPx GI), ekstraseluler glutathione peroxidase (GPx3/ eGPx), phospholipid hydroperoxide (GPx4), Glutathione peroxidase-6 (GPx6).10

Pada umumnya defisiensi selenium dapat menekan efektifitas sistem imun.32 Suplementasi selenium sangat dibutuhkan untuk mencapai sistem imun yang optimal, meskipun mekanismenya belum sepenuhnya dipahami.31 Tingginya asupan selenium mungkin terkait dengan berkurangnya risiko penyakit kanker, dan dapat mengurangi kondisi patologis lainnya termasuk stress oksidatif dan peradangan. 22

Beberapa penelitian yang memperlihatkan peranan selenium dalam mengoptimalkan sistem imun dan sebagai antioksidan antara lain penelitian pada tahun 1994 di New York memperlihatkan bahwa suplementasi selenium memiliki efek imunostimulan, termasuk terlihat peningkatan proliferasi sel T teraktivasi. Kelompok yang diberi suplemen selenium 200 µg per hari


(32)

xxxi memperlihatkan peningkatan respons stimulasi antigen dan peningkatan kemampuan limfosit T sitotoksik sebesar 118%. Aktivitas sel NK juga terlihat meningkat sebesar 82%.33 Beberapa temuan menunjukkan bahwa defisiensi selenium dapat menjadi faktor risiko pada penyakit jantung.22 Peranan selenium pada sistem imun mulai diteliti pada kasus endemik cardiomyopathy di China, dimana kandungan selenium pada tanahnya rendah. 34,35 Penelitian di San Diego pada tahun 2000 dengan menggunakan model tikus, didapatkan bahwa tikus dengan defisiensi selenium mengalami miokarditis, hal ini disebabkan virus Coxsackie avirulen dapat merusak miokardium atau karena adanya perubahan genom virus Coxsackie dari avirulen menjadi virulen akibat defisiensi selenium. Sementara pada tikus yang cukup selenium, setelah dilakukan inokulasi virus Coxsackie avirulen tidak terjadi peradangan.35 Penelitian tahun 2003 di Skolavia, memperlihatkan bahwa Selenium dapat menghambat berkembangnya virulensi dan perkembangan Human Immunodeficiency Virus ( HIV ) menjadi Acquired Immune Deficiency Syndrome ( AIDS ).22 Selenium merupakan nutrisi yang penting untuk penderita HIV, dimana selenium merupakan inhibitor yang poten terhadap replikasi virus secara invitro. Progresifitas HIV sejalan dengan menurunnya sel T helper CD4. Lebih dari 20 penelitian melaporkan penurunan yang progesif dari selenium darah, bersamaan dengan penurunan sel T helper


(33)

xxxii CD4 pada infeksi HIV. Penurunan selenium ini terjadi bahkan pada saat stadium awal penyakit.36

Penelitian lain pada tahun 2001 di Amerika Serikat meneliti bahwa defisiensi selenium mempengaruhi proses infeksi oleh virus influenza. Dari hasil penelitian pada kelompok defisiensi selenium menderita peradangan parenkim (interstitial pneumonitis) yang lebih berat dibandingkan dengan kelompok yang cukup selenium. Pada pemeriksaan Broncho Alveolar Lavage (BAL) terjadi peningkatan sel-sel inflamasi dan skor patologi yang lebih tinggi. Hal ini disebabkan ekspresi berlebihan dari kemokin akibat defisiensi selenium. Kemokin yang meningkat antara lain RANTES, MIP-1β, MIP-1α, MIP-2, IP-10 dan MCP-1.37

Meningkatnya ekspresi kemokin disebabkan peningkatan stres oksidatif akibat defisiensi selenium. Adanya defisiensi selenium, yang merupakan komponen enzim Glutathione Peroksidase (GPx) akan mengganggu sistem pertahanan terhadap stress oksidatif. Hal ini akan berakibat meningkatnya stress oksidatif di kelompok tersebut. Dengan meningkatnya stress oksidatif ini akan meningkatkan aktifitas faktor nuklear κB (NF-κB) dan selanjutnya meningkatkan produksi kemokin, termasuk RANTES dan MCP-1. Ekspresi yang berlebihan dari kemokin ini akan menyebabkan migrasi sel-sel inflamasi yang lebih banyak ke jaringan terinfeksi yang memperparah proses peradangan.35


(34)

xxxiii Penelitian di Perancis menjelaskan bahwa defisiensi selenium mempengaruhi fungsi antioksidan jaringan hati tikus dengan cara menurunkan aktivitas enzim CuZn-SOD sitolitik dan GPx, meningkatkan rasio Glutation (GSH) yang merupakan pertanda stres oksidatif, serta meningkatkan petanda oksidasi protein.38

2.4 Efektifitas Selenium pada Diare Cair Akut

Diare cair akut adalah diare yang disebabkan infeksi virus, parasit, bakteri. Beberapa mikroorganisme yang menyebabkan diare cair akut, yaitu: Rotavirus, Eschenchia Coli enterotoksigenik, Shigella, Campylobacter jejuni,

dan Cryptosporidium, Vibrio cholera, Salmonella dan E coli

enteropatogenik.14 Beberapa pemeriksaan yang diperlukan untuk

menegakkan diare cair akut, diantaranya dengan pemeriksaan makroskopis ditemukan tinja cair, tanpa mukus dan darah. Pada pemeriksaan mikroskopis tidak dijumpai adanya leukosit dalam feses .39

Penelitian tentang peranan selenium terhadap diare sangat sedikit. Sejauh ini selenium sebagai mikronutrien yang penting, yang diperlukan fungsinya untuk sistem kekebalan tubuh spesifik dan non spesifik, defisiensi selenium mempengaruhi terjadinya, virulensi, atau perkembangan beberapa penyakit infeksi virus.6 Di samping itu penelitian-penelitian sebelumnya mengenai hubungan antara selenium dengan penyakit akibat virus, terlihat


(35)

xxxiv selenium yang cukup dapat memberikan kontribusi positif dalam proses penyembuhan.22

Gastrointestinal glutathione peroxidase (GPx2/GPx GI) paling banyak ditemukan di mukosa epitel traktus gastrointestinal. Aktifitas GPx GI dan GPx1 dapat ditemukan dalam traktus gastrointestinal bagian tengah dan bawah, terutama pada kripta dan vili usus. GPx GI pada vili berfungsi untuk melindungi epitel vili, sedangkan vilinya sendiri dilindungi eGPx.10

Pada diare yang disebabkan virus pada manusia secara selektif menginfeksi lapisan epitel dan menghancurkan sel-sel ujung vili pada usus halus. Hal ini menyebabkan absorbsi usus halus terganggu sehingga terjadi defisiensi selenium. Penurunan selenium mengakibatkan turunnya enzim GPx yang bersifat anti oksidan sehingga menyebabkan meningkatnya stres oksidatif. Stres oksidatif yang meningkat ini akan mengaktivasi NF-κB yang selanjutnya meningkatkan produksi kemokin seperti RANTES, MCP-1, IL-8, akibatnya migrasi sel-sel radang ke lokasi infeksi semakin meningkat dimana hal ini dapat memperparah proses peradangan.33 Selain itu defisiensi mengakibatkan penurunan aktifitas GPx pada neutrofil sehingga mengurangi kemampuannya untuk membunuh kuman patogen yang tertelan.40 Defisiensi selenium dapat menurunkan differensiasi dan proliferasi sel T dan menurunkan toksisitas limfosit T.11,12 Pada diare akut cair yang disebabkan


(36)

xxxv rotavirus, limfosit T dan neutofil diperlukan untuk menghancurkan enterosit sehingga dapat mencegah perkembangan rotavirus lebih lanjut

Penelitian di India pada tahun 1996 menyatakan “tidak ada perbedaan bermakna kadar selenium serum pada kelompok diare persisten, kelompok diare akut dan kelompok kontrol”.41 Namun penelitian di Turkey tahun 1996 didapatkan level serum selenium lebih rendah pada kelompok yang menderita diare cair akut dibandingkan dengan kelompok kontrol pada saat masuk rumah sakit. Setelah diare berakhir terjadi peningkatan secara signifikan level selenium serum pada kelompok yang menderita diare cair akut dibandingkan kelompok normal.6 Penelitian di New York tahun 1999 menjelaskan tikus yang diare mengalami penurunan enzim Selenium

Dependent Glutathione Peroxidase ( GPx 1 dan GPx2) sebanyak 40 sampai

50%. Hal ini menyebabkan terganggunya sistem pertahanan tubuh di saluran pencernaan.42

Penelitian tahun 1968 di New Zealand, didapatkan lembu yang mengalami defisiensi selenium terjadi diare berat, sementara pemberian suplementasi selenium dapat mencegah dan mengobati diare tersebut.43 Tiega dkk, menemukan bahwa babi yang mendapat diet selenium yang cukup memiliki masa inkubasi yang lebih panjang seperti munculnya gejala penyakit, lama diare yang lebih singkat dan kuman yang lebih sedikit pada tinja dibandingkan dengan babi yang mendapatkan diet selenium yang


(37)

xxxvi kurang.44,45,46 Babi dengan defisiensi selenium mengalami perubahan degeneratif pada sel epitel kolon yang dapat mengganggu mekanisme pertahanan kolon.47 Penelitian tahun 2005 melaporkan bahwa suplemen selenium meningkatkan resistensi terhadap stres oksidatif pada ayam yang terinfeksi Escherichia coli.48

2.5. Kerangka Konseptual

Diare akut :

1. Konsistensi tinja 2. Frekuensi diare 3. Durasi diare

Infeksi mikroorganisme

(virus,bakteri&parasit) di saluran cerna

: Hal yang diamati dalam penelitian

Defisiensi selenium

Gangguan stabilitas & integritas membran usus halus Gangguan imunitas saluran

cerna

………… : Diobati dengan supplementasi


(38)

xxxvii

BAB 3. METODOLOGI

3.1. Desain

Penelitian ini merupakan uji klinis acak tersamar tunggal untuk menilai manfaat selenium (kelompok I) dibanding plasebo (kelompok II) terhadap keparahan diare cair akut pada anak.

3.2. Tempat dan Waktu

Penelitian ini dilakukan di Puskesmas Tiga Balata Kecamatan Jorlang Hataran, Kabupaten Simalungun, Sumatra Utara. Insiden diare di wilayah tersebut cukup tinggi, yakni sebanyak 345 kasus pada tahun 2011, dan penelitian dilakukan selama 4 bulan mulai Mei 2012 sampai Agustus 2012.

3.3. Populasi dan Sampel

Populasi target adalah anak yang mengalami diare cair akut usia 6 bulan sampai 24 bulan. Populasi terjangkau adalah populasi target pasien rawat jalan di puskesmas Tiga Balata, selama bulan Mei 2012 sampai Agustus 2012. Sampel adalah populasi terjangkau yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi.


(39)

xxxviii

3.4. Perkiraan Besar Sampel

Besar sampel dihitung dengan mempergunakan rumus besar sampel untuk uji hipotesis rerata dua populasi independen, yaitu :49,50

n1 =n2 = 2 (Z+Z) S 2 (X1 – X2)

n1 = jumlah subyek yang masuk dalam kelompok I n2 = jumlah subyek yang masuk dalam kelompok II  = kesalahan tipe I = 0,05 → Tingkat kepercayaan 95% Z = nilai baku normal = 1,96

 = kesalahan tipe II = 0,2 → Power (kekuatan penelitian) 80% Z = 0,84

S = Simpang baku frekuensi BAB dari kedua kelompok : 9.9 50 X1 – X2= Perbedaan frekuensi BAB yang diinginkan : 7

Dengan menggunakan rumus di atas didapat jumlah sampel untuk masing-masing kelompok sebanyak 31 orang.

3.5. Kriteria Inklusi dan Eksklusi

3.5.1. Kriteria Inklusi


(40)

xxxix 2. Anak yang menderita diare cair akut tanpa dehidrasi dan dehidrasi ringan sedang

3. Tidak dijumpai leukosit dan darah pada feses

3.5.2. Kriteria Eksklusi

1. Mendapat suplementasi selenium

2. Pasien dengan penyakit penyerta yang berat seperti gizi buruk, ensefalitis, meningitis, sepsis, bronkopneumonia, tuberkulosis paru dan lain – lain

3.6. Persetujuan / Informed Consent

Semua subyek penelitian akan diminta persetujuan dari orang tua setelah dilakukan penjelasan terlebih dahulu untuk pemberian selenium pada penderita diare cair akut.

3.7. Etika Penelitian

Penelitian ini disetujui oleh Komite Etik Kesehatan dari Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

3.8. Cara Kerja dan Alur Penelitian

1. Pemilihan subyek penelitian dipusatkan di salah satu puskesmas yang ada di Kecamatan Jorlang Hataran yaitu puskesmas Tiga Balata


(41)

xl 2. Pengambilan subyek penelitian dilakukan tiap hari oleh peneliti sampai

jumlah subyek terpenuhi

3. Data dasar diperoleh dari wawancara dan kuesioner (Hospital Based) 4. Subyek yang datang dan memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi

dimasukkan dalam penelitian sampai jumlah subjek yang diperlukan terpenuhi (consecutive sampling)

5. Penilaian derajat dehidrasi anak subjek berdasarkan derajat dehidrasi WHO 2005

6. Semua subyek diberikan rehidrasi cairan peroral atau intravena sesuai standar WHO

7. Dilakukan pemeriksaan feses secara mikroskopis dengan pewarnaan eosin 1% - 2 % oleh peneliti untuk menilai tidak ditemukan leukosit dalam feses perlapangan pandang

8. Subyek yang memenuhi kriteria inklusi dan eklusi dan mendapat persetujuan orang tua dimasukkan dalam penelitian dan dibagi menjadi dua kelompok secara acak dengan menggunakan randomisasi sederhana, memakai tabel random

9. Semua subyek penelitian tidak diberikan antibiotik

10. Pemberian terapi selenium pada kelompok I dengan dosis pada usia 6 sampai 12 bulan sebesar 15 µg/ hari dan usia >1 tahun sampai 2 tahun sebesar 20 µg/ hari yang diberikan satu kali secara oral selama 7 hari.


(42)

xli Sementara pada kelompok II diberikan plasebo dengan dosis yang sama dengan selenium sesuai usia, diberikan satu kali selama 7 hari. Untuk subyek dengan dehidrasi ringan sedang, dilakukan rehidrasi terlebih dahulu dan dipantau sampai selesai, dan setelah rehidrasi tercapai diberikan selenium maupun plasebo dengan cara membuka kapsulnya dan diberikan secara oral. Pemberian terapi selenium maupun plasebo dilakukan oleh orang tua atau pengasuh.

11. Pemantauan dilakukan tiap 3 hari oleh peneliti sampai subyek sembuh. Orang tua diminta mengamati dan mengisi lembar pemantauan frekuensi diare, konsistensi tinja dan durasi diare yang dilakukan setiap hari (24 jam). Pada orangtua dijelaskan cara mengukur frekuensi, menilai konsistensi tinja dan penilaian durasi diare. Subyek dan orangtua/ pengasuh bertemu kembali dengan peneliti setiap 3 hari di puskesmas. Pada saat ini peneliti memeriksa kembali kondisi subyek dan meminta lembar pemantauan yang sudah diisi dan menanyakan ulang pada orangtua / pengasuh tentang kebenaran pengisian lembar pemantauan tersebut. Peneliti juga menanyakan apakah terdapat komplikasi seperti mual, muntah, diare, anoreksia, bau nafas seperti bawang putih. Juga ditanyakan apakah orangtua subyek diberikan obat lain selain selenium. Bila orangtua dan subyek tidak datang ke puskesmas, peneliti melakukan kunjungan ke rumah subyek untuk memantau penyembuhan diare


(43)

xlii 12. Penilaian penyembuhan diare akut akut cair berdasarkan perubahan frekuensi, konsistensi dan durasi diare yang dinilai setiap hari sampai diare sembuh

13. Pengolahan dan analisis data

Alur Penelitian

Selenium : 6 -12 bulan : 15 µg/ hari >1 - 2 tahun : 20 µg/ hari

Plasebo

Keparahan diare akut 1. Konsistensi tinja 2. Frekuensi diare 3. Durasi diare

Populasi terjangkau yang memenuhikriteria inklusi

Randomisasi sederhana

Pemeriksaaan feses secara mikroskopis


(44)

xliii

3.9. Identifikasi Variabel

Variabel bebas Skala

Jenis intervensi ( selenium dan plasebo ) Nominal dikotom

Variabel tergantung Skala

Konsistensi tinja Nominal

Frekuensi diare Numerik

Durasi diare Numerik

3.10. Definisi Operasional

1. Diare cair akut didefinisikan diare yang terjadi secara akut dan berlangsung kurang dari 14 hari dengan frekuensi ≥ 3x per hari disertai pengeluan tinja yang lunak atau cair yang sering dan tanpa darah atau lendir dalam tinja dan pada pemeriksaan feses tidak dijumpai leukosit per lapangan pandang ( dengan menggunakan perbesaran 200x ) pada pemeriksaan feses secara mikroskopis dengan pewarnaan eosin 1-2 % .13,14,38

2. Cairan rehidrasi menurut WHO pada diare cair akut tanpa dehidrasi dengan oralit 50-100ml setiap BAB, dan diare akut cair dehidrasi ringan sedang dengan oralit yang diberikan 3 jam pertama 75 cc/kgbb.15

3. Penyakit penyerta adalah semua penyakit berat yang ada saat diare akut terjadi seperti gizi buruk, ensefalitis, meningitis, sepsis, bronkopneumonia,


(45)

xliv tuberkulosis paru dan lain-lain, yang didiagnosis berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik saja tanpa pemeriksaan penunjang lainnya.

4. Gizi buruk adalah suatu keadaan dimana secara klinis anak tampak sangat kurus dan atau edema pada kedua punggung kaki sampai seluruh tubuh serta secara antropometri didapatkan berat badan dibandingkan tinggi badan berdasarkan usia dan jenis kelamin berada di bawah persentil tiga standar deviasi (dinilai dari National Centre for Health Statistic (NCHS) tahun 2000).51

5. Selenium yang digunakan dalam bentuk tablet yang berasal dari GNC, di import oleh : PT. Guna Nutrindo Sehat, Jakarta 10350 dengan nomor POM SI: 014 500 451 dan dikemas dalam bentuk kapsul dengan dosis sesuai rekomendasi RDA yaitu pada anak usia 6 sampai 12 bulan sebanyak 15 µg/hari dan usia >1- 2 tahun 20 µg/hari.

6. Plasebo ( Maltodextrin ) adalah sediaan bubuk yang dikemas dalam kapsul dengan warna yang sama dan tidak mengandung zat aktif. Banyaknya maltodextrin yang digunakan sesuai dengan banyaknya selenium dalam kapsul.

7. Pengobatan diare cair akut adalah terapi yang diberikan untuk menyembuhkan diare akut yang hasilnya dinilai dari penurunan keparahan diare.


(46)

xlv 8. Keparahan diare akut adalah beratnya diare akut yang dinilai dari

konsistensi tinja, frekuensi diare, durasi diare.

9. Frekuensi diare adalah jumlah kejadian diare dalam 24 jam

10. Konsistensi tinja adalah keadaan kepadatan tinja. Pada penyembuhan diare konsistensi tinja yang cair atau lembek berubah menjadi normal.52

a. Konsistensi tinja cair adalah bentuk tinja yang seperti air

b. Konsistensi tinja lembek adalah bentuk tinja antara cair dan normal (sudah mengandung ampas) namun masih mengikuti bentuk wadah penampungnya

c. Konsistensi tinja normal adalah bentuk tinja yang sesuai dengan bentuknya sendiri (tidak mengikuti bentuk wadah penampungnya) 11. Durasi diare adalah waktu (dalam hitungan hari ) yang dihitung sejak

mulai diare sampai diare sembuh.

12. Diare sembuh adalah keadaan tidak dijumpai lagi pengeluaran tinja dengan frekuensi ≥ 3x/ 24 jam disertai perubahan konsistensi tinja tanpa dijumpai darah atau lendir dalam tinja, disertai atau tanpa muntah selama lebih atau sama dengan 24 jam.14


(47)

xlvi

3.11. Pengolahan dan Analisa Data

Data yang terkumpul diolah, dianalisis dan disajikan dengan menggunakan program komputer (SPSS versi 15, Microsoft Excel tahun 2007). Interval kepercayaan yang digunakan adalah 95% (IK 95%) dan batas kemaknaan P ˂ 0.05

Untuk menilai perbandingan antara pemberian selenium berskala nominal dengan frekuensi diare, durasi diare tinja yang berskala numerik digunakan uji Mann- Whitney. Untuk menilai hubungan antara pemberian selenium berskala nominal dengan konsistensi tinja yang berskala nominal digunakan uji Fisher dan Kolmogorov- Smirnov. Pada penelitian ini dilakukan analisis intention to treat.


(48)

xlvii

BAB 4. HASIL PENELITIAN

Sampel diperoleh dari anak diare yang berobat ke Puskesmas Tiga Balata Kecamatan Jorlang Hataran. Diperoleh sampel 73 anak yang menderita diare cair akut dengan derajat dehidrasi yang berbeda, dimana 8 anak dieksklusikan dari penelitian karena: 4 anak menderita gizi buruk, 2 anak dengan dehidrasi berat, dan 2 anak tidak mendapat persetujuan dari orang tua. Dari 65 anak diare yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi dibagi dua kelompok secara acak terbuka, yaitu 36 anak mendapat selenium dosis pada usia 6 sampai 12 bulan sebesar 15 µg/ hari dan usia >1tahun sampai 2 tahun sebesar 20µg/ hari yang diberikan satu kali secara oral selama 7 hari dan 29 anak mendapat plasebo dosis yang sama dengan selenium. Kedua kelompok masing-masing dipantau sampai sembuh (Gambar 4.1).


(49)

xlviii Gambar 4.1. Profil penelitian

Kedua kelompok memiliki gambaran karakteristik dasar sampel yang sama. Dimana rerata usia subyek adalah 13 bulan. Rerata, frekuensi diare, konsistensi tinja dan lama diare sebelum pemberian terapi pada kedua kelompok berturut-turut adalah 3-5 kali per hari, bersifat cair, lamanya 1-2 hari dan tidak dijumpai darah dalam tinja. Sebelum diberikan terapi, lebih banyak ditemukan anak dengan tanpa dehidrasi (rata-rata 75%) daripada dengan dehidrasi ringan sedang (rata-rata 25%) pada kedua kelompok.

73 anak penderita diare

8 orang dieksklusikan: 4 menderita gizi buruk 2 dehidrasi berat

2 tidak disetujui orang tua ikut dalam penelitian

65 anak yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi

Selenium

15 mikrogram/ hari (n=19) 20 mikrogram/ hari (n=17)

Plasebo

15 mikrogram/ hari (n=16) 20 mikrogram/ hari (n=13)

Mengikuti penelitian dan pemantauan dilakukan sampai sembuh

(n = 36)

Mengikuti penelitian dan pemantauan dilakukan sampai sembuh


(50)

xlix Karakteristik diare sebelum terapi pada kedua kelompok tidak terdapat perbedaan yang bermakna dengan nilai P > 0.05 (Tabel 4.1).

Tabel 4.1. Karakteristik dasar sampel

Karakteristik Responden Kelompok Intervensi Selenium (n=36) Plasebo (n=29)

Jenis Kelamin, n (%)

Laki-Laki 19 (52.8) 17 (58.6)

Perempuan 17 (47.2) 12 (41.4)

Usia, mean (SD), tahun 12.22 (5.5) 13.66 (6.3) Berat Badan, mean (SD), kg 8.29 (1.5) 8.34 (2.1) Panjang Badan, mean (SD), cm 71.03 (5.7) 71.17 (8.3) BB/PB, mean (SD) 92.67 (3.4) 93.45 (4.9) Lama diare, n (%)

<1 hari 13 (36.1) 8 (27.6)

1–2 hari 15 (41.7) 16 (55.2)

3– 4 hari 5 (13.9) 5 (17.2)

>4 hari 3 (8.3) 0

Frekuensi diare

3-5x/hari 28 (77.8) 24 (82.8)

6-10x/hari 5 (13.9) 4 (13.8)

>10x/hari 3 (8.3) 1 (3.4)

Konsistensi tinja, n (%)

Cair 36 (100) 29 (100)

Derajat dehidrasi, n (%)

Tanpa dehidrasi 27 (75) 22 (75.9) Dehidrasi ringan-sedang 9 (25) 7 (24.1) Darah dalam tinja, n (%)

Tidak ada 36 (100) 29 (100)

Riwayat konsumsi selenium, n (%)

Tidak ada 36 (100) 29 (100)

Pemantauan keparahan diare pada kedua kelompok dilakukan setiap hari selama 7 hari. Dengan menggunakan uji Mann Whitney diperoleh perbedaan bermakna rata-rata frekuensi diare per hari pada kelompok selenium dibandingkan dengan kelompok plasebo sejak pemantauan hari kedua sampai hari keempat ( P < 0.05 ). ( Gambar 4.2 ). Sedangkan, pada hari


(51)

l pertama setelah pemberian terapi belum ditemukan perbedaan yang bermakna untuk rerata frekuensi diare (P=0.709). Pada hari kelima pengobatan, rerata frekuensi diare telah mencapai < 2 kali/hari pada kelompok yang mendapat selenium dan plasebo

Gambar 4.2. Frekuensi diare per hari setelah diterapi

Pada hari pertama setelah pemberian terapi, kedua kelompok memilliki konsistensi tinja yang cair. Dari kedua kelompok intervensi, konsistensi tinja yang normal sudah mulai tampak pada hari ketiga pengobatan, dimana kelompok responden yang memperoleh selenium lebih banyak dibandingkan plasebo yaitu 6 berbanding 1 responden dan setelah hari ketujuh seluruh responden sudah memiliki konsistensi tinja yang normal.


(52)

li Sejak hari kedua pengobatan, konsistensi tinja untuk kedua kelompok telah mempunyai perbedaan yang signifikan (P= 0.034) dimana responden yang mengalami konsistensi tinja yang cair telah menjadi 75% atau sebanyak 27 responden yang mendapat selenium sedangkan pada kelompok plasebo masih 96.6% yang tinjanya masih cair. Begitu juga untuk pengobatan di hari keempat sampai hari kelima, masih terdapat perbedaan yang bermakna untuk konsistensi tinja dari kedua kelompok intervensi (P< 0.05) ( Tabel 4.2) Tabel 4.2. Konsistensi tinja setelah terapi

Konsistensi Tinja Selenium (n=36)

Plasebo (n=29)

P OR IK 95 %

Hari Pertama, n (%)

Cair 36 (100) 29 (100) - -

Lembek 0 0

Normal 0 0

Hari Kedua, n (%)

Cair 27 (75) 28 (96.6) 0.034a 0.107 0.013-0.904 Lembek 9 (25) 1 (3.4)

Normal 0 0

Hari Ketiga, n (%)

Cair 9 (25) 14 (48.3) 0.349b - Lembek 21 (58.3) 14 (48.3)

Normal 6 (16.7) 1 (3.4) Hari Keempat, n (%)

Cair 3 (8.3) 6 (20.7) 0.006b - Lembek 14 (38.9) 20 (68.9)

Normal 19 (52.8) 3 (10.4) Hari Kelima, n (%)

Cair 3 (8.3) 0 0.028b

- Lembek 5 (13.9) 17 (58.6)

Normal 28 (77.8) 12 (41.4) Hari Keenam, n (%)

Cair 0 0 0.51a 0.239 0.057-1.002

Lembek 3 (8.3) 8 (27.6) Normal 33 (91.7) 21 (72.4) Hari Ketujuh, n (%)

Cair 0 0 - -

Lembek 0 0

Normal 36 (100) 29 (100) a

Fisher Exact, bKolmogorov- Smirnov

Dengan menggunakan uji Mann Whitney didapatkan perbedaan bermakna pada durasi diare sejak pemberian terapi hingga diare sembuh


(53)

lii antara kedua kelompok dimana kelompok selenium ditemukan durasi diare yang lebih singkat dibandingkan dengan kelompok plasebo, dengan nilai median masing-masing adalah 60 jam (2.5 hari) dan 72 jam (3 hari). Bila diamati sejak hari pertama diare sampai diare sembuh, maka juga didapatkan perbedaan bermakna pada lama diare antara kedua kelompok, dimana kelompok selenium lebih cepat sembuh dibanding kelompok plasebo dengan nilai rerata masing-masing 108 jam (4.5 hari) dan 120 jam (5 hari) (Tabel 4.3)

Tabel 4.3. Durasi diare

Lama diare (jam)

Selenium (n= 36)

Plasebo

(n=29) P

median Min - maks Median Min –maks

Obat - sembuh 60 18 - 120 72 36 – 132 0.001

Awal diare - sembuh

108 60 -132 120 48 - 132 0.009

Pada penelitian ini, efek samping yang dinilai meliputi mual, muntah, rambut rontok, dan napas berbau bawang putih. Pada kedua kelompok tidak dijumpai adanya efek samping.


(54)

liii

BAB 5. PEMBAHASAN

Diare akut merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas anak di negara berkembang.15 Telah diketahui bahwa defisiensi mikronutrein tertentu seperti selenium diduga memiliki peranan dalam proses diare akut namun penelitian mengenai hubungan diare akut dengan selenium sangat sedikit.6 Studi ini mencoba untuk mendapatkan penanganan diare cair akut yang lebih baik dengan menilai efektivitas selenium dalam mengurangi keparahan diare cair akut pada anak.

Pada studi ini didapati anak yang menderita diare akut cair memiliki rerata usia 13 bulan dan diduga disebabkan oleh virus. Penyebab diare tersering pada anak usia dibawah lima tahun adalah rotavirus.19 Hal ini sesuai dengan yang ditemukan di Kupang, Nusa Tenggara Timur, pada Agustus 2002 saat terjadi wabah diare. The United States Naval Medical Research Unit No. 2 (U.S.NAMRU-2) di Jakarta melaporkan terjadi lebih dari 2000 kasus diare dan 12 kematian akibat diare, dan dari hasil pemeriksaan specimen tinja pasien ditemukan rotavirus yang merupakan penyebab diare tersering pada anak usia dibawah lima tahun.53

Penelitian tentang peranan selenium terhadap diare sampai saat ini sangat sedikit. Ini merupakan uji klinis pertama yang menilai efektivitas selenium dalam mengurangi keparahan diare cair akut pada anak dengan


(55)

liv ditemukan frekuensi diare yang lebih rendah, durasi diare yang lebih singkat, serta perbaikan konsistensi tinja yang lebih cepat pada kelompok selenium dibandingkan kelompok plasebo. Penelitian di Turkei menemukan kadar serum selenium lebih rendah pada kelompok yang menderita diare cair akut dibandingkan dengan kelompok kontrol pada saat masuk rumah sakit. Setelah diare berakhir terjadi peningkatan secara signifikan level selenium serum pada kelompok yang menderita diare cair akut dibandingkan kelompok normal.6 Penelitian di New York menjelaskan tikus yang diare mengalami penurunan enzim Selenium Dependent Glutathione Peroxidase ( GPx 1 dan GPx2) sebanyak 40 sampai 50%. Hal ini menyebabkan terganggunya sistem pertahanan tubuh di saluran pencernaan.42

Penelitian di New Zealand, didapatkan lembu yang mengalami defisiensi selenium terjadi diare berat, sementara pemberian suplementasi selenium dapat mencegah dan mengobati diare tersebut.43 Tiega dkk, menemukan bahwa babi yang mendapat diet selenium yang cukup memiliki masa inkubasi yang lebih panjang seperti munculnya gejala penyakit, lama diare yang lebih singkat dan kuman yang lebih sedikit pada tinja dibandingkan dengan babi yang mendapatkan diet selenium yang kurang. 44-46


(56)

lv Penelitian di Inggris pada tahun 1994, didapatkan bahwa pada pasien yang mengalami diare kronis memiliki kadar selenium plasma dan aktivitas enzim GPx yang lebih rendah dibandingkan dengan kontrol.54

Pada diare cair akut karena virus umumnya bersifat self limiting, sehingga pemberian antibiotik tidak dianjurkan. Pemberian antibiotik yang tidak rasional justru akan memperpanjang lamanya diare karena akan mengganggu keseimbangan flora usus dan Clostridium difficile yang akan tumbuh dan menyebabkan diare sulit disembuhkan.15 Pada studi ini seluruh subyek penelitian tidak diberikan antibiotik selama intervensi

Efek samping suplementasi selenium ditemukan bila diberikan melebihi dosis rekomendasi. Efek samping dapat berupa bau nafas seperti bawang putih, rambut rontok, gangguan gastrointestinal (mual, muntah).29 Namun pada penelitian ini tidak ditemukan efek samping selama pemberian intervensi.

Peneliti menyadari bahwa penelitian ini masih belum sempurna dan banyak dijumpai keterbatasan, diantaranya yaitu tidak dilakukannya ketersamaran ganda dalam pemberian terapi, tidak dilakukannya pengukuran kadar selenium sampel sebelum dan sesudah pemberian terapi, tidak dilakukan penilaian ada tidaknya hubungan timbal balik diare dan defisiensi selenium, serta ketidakmampuan peneliti mengamati setiap harinya


(57)

lvi kesembuhan pasien dan hanya berdasarkan keterangan orangtua atau pengasuh sehingga bisa menyebabkan bias pengukuran.

Keterbatasan lainnya adalah tidak diketahuinya jenis mikroorganisme penyebab diare, karena tidak dilakukan kultur feses pada semua sampel dan tidak dilakukannya analisa terhadap faktor lain seperti sarana air bersih, serta kondisi lingkungan pasien yang dapat mempengaruhi kesembuhan diare akut.


(58)

lvii

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Pada penelitian ini didapatkan bahwa pemberian selenium diduga efektif dalam mengurangi keparahan diare akut pada anak sehingga bermanfaat dalam pengobatan diare akut pada anak.

6.2 Saran

Dibutuhkan penelitian lebih lanjut dengan dilakukan penilaian kadar selenium anak sebelum dan sesudah pemberian terapi, sehingga lebih tepat dalam menilai hubungan timbal balik antara diare dengan kadar selenium dan efektivitas selenium dalam mengurangi keparahan diare akut. Perlu dilakukan pemeriksaan kultur feses untuk mengetahui penyebab diare.


(59)

lviii

BAB 7. RINGKASAN

Diare cair akut dan defisiensi mikronutrien masih menjadi masalah kesehatan utama pada bayi dan anak di negara sedang berkembang termasuk Indonesia. Beberapa peneliti telah menemukan adanya hubungan defisiensi mikronutrien tertentu dengan penyakit diare. Pada saluran pencernaan, defisiensi selenium dapat sebagai faktor risiko atau akibat diare. Belum ada studi mengenai efektifitas selenium dalam pengobatan diare cair akut pada anak.

Penelitian ini bertujuan untuk menilai efektifitas selenium dalam mengurangi keparahan diare cair akut pada anak.

Uji klinis acak tersamar tunggal, sampel penelitian adalah anak usia 6 bulan sampai 2 tahun yang menderita diare cair akut, yang ditegakkan berdasarkan definisi diare WHO dan dilakukan pemeriksaan feses secara mikroskopis oleh peneliti, bila tidak dijumpai leukosit (dengan menggunakan pembesaran 200x) dalam feses maka sampel dimasukkan dalam penelitian dan dibagi menjadi dua kelompok secara acak sederhana. Kelompok I mendapat pengobatan selenium dengan dosis 15 μg/hari pada usia 6 sampai 12 bulan dan 20μg/hari pada usia > 12 bulan sampai 2 tahun selama 7 hari. Kelompok II diberikan plasebo satu kali sehari secara oral selama 7 hari.


(60)

lix Sebagai kesimpulan, selenium diduga efektif dalam mengurangi keparahan diare cair akut. Masih diperlukan penelitian lebih lanjut untuk mendukung hasil penelitian ini.


(61)

lxii

DAFTAR PUSTAKA

1. Soenarto Y, Jufrie M. Tatalaksana diare pada anak. Disampaikan pada Lokakarya Tatalaksana Diare, Medan, 7-10 Juni 2007

2. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Situasi diare di Indonesia 2011. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia; 2011

3. Thapar N, Sanderson IR. Diarrhoea in children: an interface between developing and developed countries. Lancet 2004; 363:641-53

4. Brown KH. Diarrhea and malnutrition. Nutr J 2003;133:328S-332S

5. Anggarwal R, Sentz J, Miller MA. Role of zinc administration in prevention of childhood diarrhea and respiratory illness: a meta analisis. Pediatrics 2006;3481:1120-30

6. Olmez A, Yalcin S, Yurdakok K, Coskun T. Serum selenium levels in acute gastroenteritis of possible viral origin. J Trop Pediatr 2004;50(2):78-81 7. Bhardwaj P. Oxidative stress and antioxidants in gastrointestinal disease.

Trop Gastroentrol 2008;29:129-135

8. Stojiljkovic V, Todorovic A, Pejic S, Kasapovic J, Saicic Z, Radlovic N, dkk. Antioxidant status and lipid peroxidation in small intestinal mucosa children with celiac disease. Clin Biochem 2009;42:1431-37

9. Hidajat Boerhan. Penggunaan antioksidan pada anak. Disampaikan pada Continuing Education Ilmu Kesehatan XXXV Kapita Slekta Ilmu Kesehatan Anak IV “Hot topic in pediatrics”, JW Marriot, Surabaya 3-4 September 2005

10. Sunde,RA. 2006. Selenium. Dalam: Present Knowlegde in Nutrition,edisi ke 9.ILSI Press, Washington, D.C. Pp.480-97

11. Kiremidjian- Schumacher L, Roy M, Wishe HI, Cohen MW, Stotzky G. Regulation of cellular immune responses by selenium. Biol Trace Elem Res.1992;33:23-35

12. Kiremidjian- Schumacher L, Roy M, Wishe HI, Cohen MW, Stotzky G. Selenium and immune cell functions. Effect on lymphocyte proliferation and production of interleukin 1 and interleukin 2. Proc Soc Exp Biol Med 1990;193:136-42

13. Sinuhaji AB, Sutanto AH. Mekanisme diare infektisius akut. Cermin Dunia Kedokteran edisi khusus 1992; 80:44-6

14. Tim Pendidikan Medik Pemberantasan Diare (PMPD). Buku ajar diare. Jakarta:Departemen Kesehatan RI;1999.h.3-32

15. Subagyo B, Santoso NB. Diare akut. Dalam: Juffrie M, Soenarto SY, Oswari H, Arief S, Rosalina I, dkk, penyunting. Buku ajar Gastroenterologi-hepatologi. Edisi ke-1. Jakarta: IDAI, 2010.h.87-120

16. Noerasid H, Suraatmadja S, Asnil PO. Gastroenteritis (diare) akut. Dalam: Suharyono, Boediarso A, Halimun EM, penyunting. Gastroenterologi anak praktis. Edisi ke-4. Jakarta: FK-UI, 2003. h.51-76


(62)

lxiii 17. Sinuhaji AB. Asidosis metabolik: salah satu penyulit diare akut pada anak yang seharusnya dapat dicegah (Pidato pengukuhan jabatan guru besar tetap fakultas kedokteran USU). Medan: Universitas Sumatera Utara, 2007

18. Santosa B. Tatalaksana diare akut cair dalam naskah lengkap Konggres Nasional III Badan Koordinasi Gastroenterologi Anak Indonesia. Penanganan optimal masalah saluran cerna dan hati pada anak. Surabaya: BKGAI;2007.h.34-35

19. Ramig RF. Pathogenesis of intestinal and systemic rotavirus infection. J Virol 2004;78(19):10213-20

20. WHO. The Treatment of diarrhoea : a manual for physicians and other senior health workers. Revisi ke-4. Geneva: Who Press, 2005

21. Molla AM. Improved oral rehydration therapy. Dalam : Bhutta ZA, editor. Contemporary issues in childhood diarrhoea and malnutrition. Edisi 1. Oxford university press:2000; 243-54

22. Ferencik M, Ebringer L. Modulatory effects of selenium and zinc on immune system, Folia Microbiol 2006;48(3),417-26

23. Ekweagwu E, Agwu AE, Madukwe. The role of micronutriens in children health: A review of the literature. Afr J of Biotech 2008;7(21):3804-10 24. Chen J, Berry MJ. Selenium and seroprotein in the brain disease. J

Neurochem 2003;86:1-12

25. Finley JW. Does selenium accumulation in meat confer a health benefit to the consumer?.Proc of the Am Soc of animal science 1999:1-10

26. Tinggi Ujang. Selenium: it’s role as antioxidant in human health. Review. Environ Health Prev Med2008;13:102-8

27. Satoto. Selenium dan kurang yodium. Jurnal GAKY Indonesia (Indonesian journal of IDD).2002

28. Fan AM, Kizer KW. Selenium nutritional, toxicology and clinical aspects. West J Med 1990; 153: 160-7

29. Litov RE, Combs GF. Selenium in Pediatric Nutrition.Pediatric 1991;87:339-51

30. MacFarquhar JK, Broussard DL, Melstrom P, Hutchinson R, Wolkin A, dkk. Acute selenium toxicity associated with a dietary supplement. Arch Intern Med 2010;170:256-261

31. Arthur JR, McKenzie RC, Beckett GJ. Selenium in immune system. Nutr J 2003;133:1457S-9S

32. Thomson CD. Assessment of requirements for selenium and adequancy of selenium status: a review. Eur J Clin Nutr 2004;58:391-402

33. Kiremidjan-Schumacher L, Roy M, Wishe HI, dkk. Supplementation with selenium and human immune cell functions. Biol Trace Elem Res 1994;41:115-27


(63)

lxiv 34. Beck MA, Levander OA, Handy J. Selenium deficiency and viral infection.

Nutr J. 2003;133:1463-7

35. Beck MA. Nutritionally induced oxidative stress:effect on viral diseases. Am J Clin Nutr.2007;71:1676-9

36. Rayman MP. The importance of selenium to human health. Lancet 2000;356;15:233-41

37. Beck MA, Nelson HK, Shi Q, Dael PV, Schiffrin EJ, Blum S, dkk. Selenium deficiency increases the pathology of an influenza virus infection. The FASEB journal express 2001;27:1-19

38. Dwipoerwantoro PG. Perubahan mekanisme stress oksidatif pada tikus dengan defisiensi selenium dan pengaruh defisiensi selenium pada kadar hormone tiroid plasma( Ringkasan disertasi untuk memperokeh gelar Doktor fakultas kedokteran Universitas Indonesia). Jakarta : Universitas Indonesia 2009

39. Bass MD. Rotavirus, Caliciviruses and Astroviruses. Dalam: Behrman RE, Kliegman R, Arvin AM, penyuting. Nelson Texbook of Pediatrics. Edisi ke-18. Philadelphia 2008.h 1399- 401

40. Boyne R, Arthur JR. The response of selenium deficient mice to candida albicans infection. J Nutr 1986;116:816-22

41. Chaudhary S, Verma M, Dhamawan V, Nain CK, Kumar N, Khumar L, dkk. Plasma vitamin A, zinc and selenium concentrations in children with acute and persistant diarrhoea. J Diarrh Dis Res 1996;14:190-93

42. Nieto N, Pedrosa JML, Mesa ML, Torres MI, Fernandez MI, Rios A, dkk. Chronic diarrhea impairs intestinal antioxidant defense system in rats at weaning. Dig Dis Sci 2000;45(10):2004-50

43. Andrews TJL, Hartley WJ, Grant AB. Selenium-responsive diseases of animals in New Zealand. N Z Vet J 1968;16:3-17

44. Teige J, Saxegaard F, Frooslie A. Influence of diet on experimental swine dysentery.2. Effects os vitamin E and selenium deficient diet supplemented with 3% cod liver oil, vitamin E or selenium. Acta Vet Scand 1978;19:133-46

45. Teige J, Tollersrud S, Larsen HJ. Swine dysentery: the influence of dientary vitamin E and selenium on the clinical and pathological effects of Treponema hyodysenteria in pigs. Res Vet Sci 1982;32:95-100

46. Teige J, Tollersrud S, Larsen HJ. Swine dysentery: the influence of dientary selenium on the clinical and pathological effects of Treponema hyodysenteria in pigs. Acta Vet Scand 1984;25:1-9

47. Teige J Jr, Nafstad PH. Ultrastructure of colonic epithelial cells in vitamin E and selenium deficient pigs. Acta Vet Scand 1978;19:549-60

48. Mahmoud KZ, Edens FW. Influence of organic selenium on hsp 70 response of heat-stressed and enteropathogenic Escherichia coli-


(64)

lxv challenged broiler chickens. Comp Biochem Physiol C Toxicol Pharmacol 2005;141(1):69-75

49. Madiyono B, Moeslichan S, Sastroasmoro S, Budiman I, Purwanto H. Perkiraan besar sampel. Dalam : Sastroasmoro S, Ismael S, penyunting. Dasar-dasar metodologi penelitian klinis. Edisi ke-3. Jakarta: Sagung Seto; 2008. h.302-31

50. Sazawal S, Black RE, Bhan MK, Bhandari N, Sinha A, Jalla S. Zinc supplementation in young children with acute diarrhea in India. N Engl J Med 1995;333:839-44

51. Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat, Direktorat Gizi Masyarakat. Buku bagan tatalaksana anak gizi buruk. Jakarta: Bakti Husada; 2005

52. Lewis SJ, Heaton KW. Stool form scale as a useful guide to intestinal transit time. Scand J Gastroenterol 1997;32(9):920-4

53. Corwin AL, Subekti D, Sukri NC, Willy RJ, Master J, Priyanto E, dkk. A large outbreak of probable rotavirus in nusa tenggara timur, Indonesia. Am J Trop Med Hyg. 2005; 72(4):488-94

54. Thomas AG, Miller V, Shenkin A, Fell GS, Taylor F. Selenium and gluthathione peroxidase status in pediatric health and gastrointestinal disease. J Pediatr Gastroentrol Nutr 1994;19(2):213-9


(65)

lxvi LAMPIRAN

1. Personil Penelitian 1. Ketua Penelitian

Nama : dr. Meiviliani Sinaga

Jabatan : Peserta PPDS Ilmu Kesehatan Anak FK-USU/RSHAM

2. Anggota Penelitian

1. Prof. dr. Atan Baas Sinuhaji, SpA(K) 2. dr. Supriatmo, SpA(K)

3. dr. Rita Evalina, SpA(K) 4. dr. Berlian Hasibuan,SpA(K) 5. dr. Afnita Lestari

2. Biaya Penelitian

1. Penyediaan bahan / perlengkapan : Rp. 10.000.000 2. Transportasi / Akomodasi : Rp. 2.000.000 2. Penyusunan dan penggandaan hasil : Rp. 2.000.000 3. Seminar hasil penelitian : Rp. 6.000.000

Jumlah : Rp. 20.000.000

3. Jadwal Penelitian WAKTU KEGIATAN MEI 2012 JUNI 2012 JULI 2012 AGUSTUS 2012 Persiapan Pelaksanaan Penyusunan laporan Pengiriman laporan


(66)

lxvii

4. Penjelasan dan Persetujuan Kepada Orang Tua

Yth. Bapak / Ibu ……….

Sebelumnya kami ingin memperkenalkan diri (dengan menunjukkan surat tugas dari

Departemen Ilmu Kesehatan Anak FK USU). Nama saya dokter

……….………….., bertugas di divisi Gastroentero-Hepatologi Departemen Ilmu Kesehatan Anak FK USU / RSUP H. Adam Malik / RSUD dr.Pirngadi Medan. Saat ini, kami sedang melaksanakan penelitian tentang manfaat selenium pada anak yang menderita diare akut.

Berdasarkan hasil pemeriksaan kami, anak Bapak / Ibu mengalami diare akut. Bila tidak segera ditangani maka akan menyebabkan kekurangan cairan yang berat dan akan menimbulkan komplikasi penyakit yang lain dan kematian. Untuk itu, kami berencana mengobati anak Bapak / Ibu dengan memberikan selenium. Sebelumnya kami akan memeriksa tinja anak Bapak / ibu, dan setelah itu kami akan memeriksa perubahan konsistensi, frekuensi dan lama diare anak Bapak / Ibu untuk melihat manfaat obat tersebut dalam mengurangi keparahan diare.

Selenium merupakan mikronutrien essensial yang dapat diperoleh dari makanan sehari-hari. Selenium memiliki efek mengurangi keparahan diare dengan cara meningkatkan daya tahan tubuh khususnya saluran cerna dan memperbaiki permukaan saluran cerna yang rusak akibat diare. Efek samping pemberian selenium pada diare jarang terjadi, umumnya dapat berupa mual dan muntah.

Sebelum dilakukan pengobatan, kami akan menanyakan beberapa hal yang berkaitan dengan penyakit anak Bapak / Ibu berupa sudah berapa lama anak mengalami diare dan kemudian menilai perubahan konsistensi, frekuensi dan lama waktu yang diperlukan sampai diare berhenti setelah mendapat pengobatan.

Jika Bapak / Ibu bersedia agar anaknya diobati dengan obat tersebut, maka kami mengharapkan Bapak / Ibu menandatangani lembar Persetujuan Setelah Penjelasan (PSP).

Demikian yang dapat kami sampaikan. Atas perhatian Bapak / Ibu, kami ucapkan terima kasih.


(67)

lxviii

PERSETUJUAN SETELAH PENJELASAN (PSP)

Saya yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama : ... Umur ... tahun L / P

Alamat : ...

dengan ini menyatakan dengan sesungguhnya telah memberikan

PERSETUJUAN

untuk dilakukan pengobatan diare akut terhadap anak saya :

Nama : ... Umur ... tahun L / P

Alamat Rumah : ...

Alamat Sekolah : ...

yang tujuan, sifat, dan perlunya pengobatan tersebut di atas, serta risiko yang dapat ditimbulkannya telah cukup dijelaskan oleh dokter dan telah saya mengerti sepenuhnya.

Demikian pernyataan persetujuan ini saya buat dengan penuh kesadaran dan tanpa paksaan.

... , ... 2012

Yang memberikan penjelasan Yang membuat pernyataan persetujuan

dr. ... ...

Saksi-saksi : Tanda tangan

1. ... ...


(68)

lxix

5. Kuesioner Penelitian

No Sampel : ……….

Tanggal Pengisian kuesioner : ………. Puskesmas tempat berobat/dirawat : ……….

IDENTITAS PRIBADI

Nama : ………...Jenis Kelamin: L / P Umur/Tanggal Lahir : …....Tahun ….. Bulan/... Anak Ke : ... dari ...bersaudara Alamat Rumah : ………...……....

………... Nomor Telpon/HP : ………...… Berat Badan : ...Kg Panjang Badan :...cm

DATA ORANG TUA

Umur Orang Tua : Ayah…...Tahun, Ibu……….Tahun Pendidikan Terakhir

Ayah : 1. SD 2. SMP 3. SMU 4. D3/D4 5. S1/S2 Ibu : 1. SD 2. SMP 3. SMU 4. D3/D4 5. S1/S2 Pekerjaan

Ayah : 1. PNS 2. Karyawan swasta 3. Wiraswasta 4. Petani/Nelayan 5. Tidak bekerja Ibu : 1. PNS 2. Karyawan swasta 3. Wiraswasta

4. Petani/Nelayan 5. Tidak bekerja Pendapatan / Bulan

Ayah : 1.<Rp.500 ribu 2. Rp.500 ribu -1 juta 3.Rp.1 juta – 3 juta 4. >Rp. 3 juta

Ibu : 1.<Rp.500 ribu 2. Rp.500 ribu -1 juta 3.Rp.1 juta – 3 juta 4. >Rp. 3 juta


(1)

ANAMNESE PENYAKIT:

1. Sejak kapan anak mengalami mencret (sebelum berobat ke puskesmas/ rumah sakit) ?

1. < 1 hari 2. 1-2 hari 3. 3-4 hari 4. ≥ 5 hari 2. Sebelum berobat, berapa kali anak mengalami mencret per hari ?

1. 3 - 5x/hari 2. 6 -10x/hari 3. >10x/hari

3. Bagaimana konsistensi tinja pada saat mencret ?

1. Cair 2. Lembek 3. Normal

4. Apakah selama mencret pernah dijumpai darah pada tinja?

1. Ya 2. Tidak

5. Apakah anak pernah mendapat selenium sebelumnya ?

1. Ya 2. Tidak

6. Penyakit yang pernah diderita sebelumnya:

...

LAMA RAWATAN DI RUMAH SETELAH SEMBUH:


(2)

6. Pemantauan Keparahan Diare

Nomor Sampel : ... Nama Pasien : ...

Umur : ... L / P

Tanggal berobat/dirawat : ...

Lama Rawatan : ... Hari

Hari Rawatan

Konsistensi tinja


(3)

Pemantauan

konsistensi

buang

air

besar

(BAB)

A Tinja cair /diare

B Tinja setengah cair / masih diare

C Tinja sedikit cair / masih diare

D Tinja normal


(4)

(5)

RIWAYAT HIDUP

Nama Lengkap : dr. Meiviliani Sinaga

Tempat dan Tanggal Lahir : Jakarta, 1 Mei 1981

Alamat : Jl. Bunga Mawar no. 61.

Pasar V. Padang Bulan. Medan

Nama Orang Tua :

Ayah : Prof. DR. Dadjim Sinaga, MM

Ibu : Reliani Purba

PENDIDIKAN

Sekolah Dasar : SDN 05 Pagi, Jakarta, tamat tahun 1992

Sekolah Menengah Pertama : SMP St Franciscus ASISI, Jakarta, tamat tahun 1995

Sekolah Menengah Umum : SMU Negeri 26, Jakarta, tamat tahun 1998

Dokter Umum : Fakultas Kedokteran UKI, Jakarta,

tamat tahun 2006

Dokter Spesialis Anak : Fakultas Kedokteran USU Medan, masuk Juli 2009

RIWAYAT PEKERJAAN : Dokter Pelaksana Harian RS GKPS Pamatang Raya, Pamatang Raya, Kabupaten Simalungun, tahun 2007 - 2009


(6)

PERTEMUAN ILMIAH / PELATIHAN

1. Simposium “The Role of Probiotic and Antibiotic For Children” di Medan, 13 Juni 2009, sebagai peserta.

2. 4th Indonesian Pediatrics Society Annual Meeting di Medan, 22 – 24 Februari 2010, sebagai peserta.

3. 4th Indonesian Pediatrics Society Annual Meeting di Medan, 22 – 24 Februari 2010, sebagai panitia

4. Pertemuan Ilmiah Tahunan IV Ilmu Kesehatan Anak di Medan, 22- 24 Februari 2010, sebagai peserta

5. Seminar “ Interpretasi EKG, Suara Jantung & Foto Toraks Anak” di Medan, 5 November 2011, sebagai peserta

6. Workshop “ Ventilator Support Practice for Clinical Application in NICU” di Medan, 17 Mei 2013, sebagai peserta