PERBANDINGAN KETERAMPILAN PROSES SAINS DAN HASIL BELAJAR FISIKA SISWA ANTARA MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STUDENT TEAM ACHIEVEMENT DIVISION (STAD) DENGAN NUMBERED HEAD TOGETHER (NHT)

(1)

BELAJAR FISIK KOOPERA

DIV

FAKULT

ISIKA SISWA ANTARA MODEL PEMBEL RATIF TIPESTUDENT TEAM ACHIEVEME

IVISION(STAD) DENGANNUMBERED HEAD TOGETHER(NHT)

(Skripsi)

Oleh

HAPPY KOMIKESARI

LTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIK UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2012

ELAJARAN MENT


(2)

PERBANDINGAN KETERAMPILAN PROSES SAINS DAN HASIL BELAJAR FISIKA SISWA ANTARA MODEL PEMBELAJARAN

KOOPERATIF TIPESTUDENT TEAM ACHIEVEMENT DIVISION(STAD) DENGANNUMBERED

HEAD TOGETHER(NHT)

Oleh

Happy Komikesari

Berdasarkan observasi di SMA Negeri 15 Bandarlampung, proses pelaksanaan pembelajaran fisika masih belum meraih hasil yang maksimal terutama pada siswa kelas X. Penyebab rendahnya ketuntasan belajar siswa adalah kesulitan dalam memahami konsep-konsep fisika. Hal ini disebabkan bukan hanya karena faktor materi yang disampaikan, tapi siswa kurang dilibatkan dalam proses belajar mengajar. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui perbedaan rata-rata hasil belajar aspek kognitif dan KPS siswa pada pembelajaran fisika menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD dengan NHT. Penelitian ini dilaksanakan di SMA Negeri 15 Bandarlampung pada semester genap tahun pelajaran 2011/2012 di kelas X4 dan X5. Desain eksperimen pada penelitian ini menggunakan bentuk Kuasi eksperimen dengan tipeOne-Group Pretest-Posttest Design. Teknik analisis data hasil belajar menggunakan skor gain yang ternormalisasi dan pengujian hipotesis menggunakan ujiIndependent Sample T Test, sedangkan analisis data KPS menggunakan data skor observasi pada proses pembelajaran dan


(3)

pengujian hipotesis menggunakan ujiIndependent Sample T Test. Berdasarkan tes hasil belajar diperoleh rata-rataN-gainhasil belajar siswa pada kelas eksperimen 1 (model pembelajaran kooperatif tipe STAD) sebesar 0,57 (kategori sedang). Pada kelas eksperimen 2 (model pembelajaran kooperatif tipe NHT) diperoleh rata-rataN-gainhasil belajar siswa sebesar 0.42 (kategori sedang). Berdasarkan hasil perhitungan diketahui rerata skor KPS siswa pada kelas STAD sebesar 80.18% (kategori baik) sedangkan pada kelas NHT, diketahui rerata skor KPS siswa sebesar 68,12% (kategori baik). Hasil tersebut mengindikasikan bahwa model pembelajaran kooperatif tipe STAD lebih efektif digunakan sebagai upaya untuk meningkatkan hasil belajar siswa dan KPS dalam pembelajaran.


(4)

BELAJAR FISIKA SISWA ANTARA MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPESTUDENT TEAM ACHIEVEMENT

DIVISION(STAD) DENGANNUMBERED HEAD TOGETHER(NHT)

Oleh

Happy Komikesari Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar SARJANA PENDIDIKAN

Pada

Program Studi Pendidikan Fisika

Jurusan Pendidikan Matematika Ilmu Pengetahuan Alam Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2012


(5)

PERBANDINGAN KETERAMPILAN PROSES SAINS DAN HASIL BELAJAR FISIKA SISWA ANTARA MODEL PEMBELAJARAN

KOOPERATIF TIPESTUDENT TEAM

ACHIEVEMENT DIVISION (STAD) DENGAN NUMBERED HEAD TOGETHER(NHT)

Nama Mahasiswa :Happy Komikesari Nomor Pokok Mahasiswa : 0813022032

Program Studi : Pendidikan Fisika

Jurusan : Pendidikan MIPA

Fakultas : Keguruan dan Ilmu Pendidikan

MENYETUJUI 1. Komisi Pembimbing

Drs. I Dewa Putu Nyeneng, M.Sc. Dr. Abdurrahman, M.Si. NIP 19580603 198303 1 002 NIP 19681210199303 1 002

2. Ketua Jurusan Pendidikan MIPA

Dr. Caswita, M.Si.


(6)

1. Tim Penguji

Ketua :Drs. I Dewa Putu Nyeneng, M.Sc.

Sekretaris :Dr. Abdurrahman, M.Si.

Penguji

Bukan Pembimbing :Dr. Undang Rosidin, M.Pd.

2. Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

Dr. H. Bujang Rahman, M.Si. NIP. 19600315 198503 1 003


(7)

Saya yang bertanda tangan di bawah ini adalah:

Nama : Happy Komikesari

NPM : 0813022032

Fakultas/Jurusan : FKIP/P MIPA Program Studi : Pendidikan Fisika

Alamat : Jl. Flamboyan IV No. 37C/89 Labuhan Dalam Tanjung Senang Bandarlampung

Menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang tertulis diacu dalam naskah ini dan disebut dalam daftar pustaka.

Bandar Lampung, Mei 2012 Yang Menyatakan,

Happy Komikesari NPM. 0813022032


(8)

Penulis dilahirkan di Bandarlampung, Lampung pada tanggal 18 Maret 1990, sebagai anak pertama dari tiga bersaudara pasangan Bapak Mariady Hassan dan Ibu Ramlin.

Penulis mengawali pendidikan formal pada tahun 1995 di TK Transmigrasi Labuhan Ratu Bandarlampung. Pada tahun 1996 penulis melanjutkan pendidikan di SD N 4 Labuhan Ratu, tahun 1997 pindah ke SD N 1 Labuhan Dalam dan tamat pada tahun 2002. Selanjutnya penulis melanjutkan pendidikan di SMP N 2 Bandarlampung hingga tahun 2005. Pada tahun 2005 penulis melanjutkan pendidikan di SMA N 2 Bandarlampung dan tamat pada tahun 2008. Pada tahun yang sama, penulis diterima dan terdaftar sebagai mahasiswa regular program studi Pendidikan Fisika, Jurusan Pendidikan MIPA, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan di Universitas Lampung melalui jalur SNMPTN.

Pada tahun 2011, penulis melaksanakan praktik mengajar melalui Program Pengalaman Lapangan (PPL) di SMA N 2 Padang Cermin.


(9)

1. Allah tidak akan merubah nasib suatu kaum, kecuali mereka sendiri yang merubahnya (QS. Ar-Ra’da : 11)

2. If you can't explain it simply, you don't understand it well enough. (Albert Einstein)

3. Emptiness the starting point.—In order to taste my cup of water you must first empty your cup. Drop all your preconceived and fixed ideas and be neutral. Do you know why this cup is useful? Because it is empty.

(Bruce Lee)

4. Kita bisa karena terbiasa. (Happy Komikesari)

5. Tidak ada orang gagal, yang ada hanyalah orang yang terlalu cepat berhenti. (Happy Komikesari)

6. Two simplest advice for your life: If it makes you happy, then do it. If it makes you sad, then let it go.(Happy Komikesari)


(10)

Teriring do’a dan rasa syukur kehadirat Allah SWT,ku persembahkan skripsi ini sebagai tanda cinta dan kasihku yang tulus kepada:

1. Ayah dan Mama tercinta yang telah membesarkan, mendidik, selalu mendoakan dan memberikan yang terbaik untuk menuju keberhasilanku.

2. Adik-adikku tersayang M. Ario Dillah dan M. Brilliant yang menjadikanku lebih dewasa dalam berpikir dan bertindak.

3. Teman-teman Pendidikan Fisika Angkatan Reguler 2008.


(11)

Bismillahirrohmanirrohim

Alhamdulillah, puji syukur atas kehadirat Allah SWT. karena kasih sayang dan rahmat-Nya, penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi yang berjudul

“Perbandingan Keterampilan Proses Sains dan Hasil Belajar Fisika Siswa antara Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD dengan NHT”sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Fisika di Universitas Lampung.

Pada kesempatan ini Penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Dr. Bujang Rahman, M.Si. selaku Dekan FKIP Universitas Lampung. 2. Bapak Dr. Caswita, M.Si. selaku Ketua Jurusan Pendidikan MIPA.

3. Bapak Dr. Undang Rosidin, M.Pd. selaku Ketua Program Studi Pendidikan Fisika dan Pembahas atas kesediaan yang selalu memberikan bimbingan dan saran atas perbaikan skripsi ini

4. Bapak Drs. I Dewa Putu Nyeneng, M.Sc. selaku Pembimbing Akademik dan Pembimbing I atas kesediaan dan keikhlasannya memberikan bimbingan, arahan dan motivasi yang diberikan selama penyusunan skripsi ini. 5. Bapak Dr. Abdurrahman, M.Si. selaku Pembimbing II atas kesediaan dan

keikhlasannya memberikan bimbingan, arahan dan motivasi yang diberikan selama penyusunan skripsi ini.


(12)

Pendidikan MIPA.

7. Bapak Sucipto, S.Pd.selaku Kepala SMA Negeri 15 Bandarlampung atas bantuan dan kerja samanya selama penelitian berlangsung.

8. Ibu Sulistiyani, S.Pd. selaku guru mitra selama penelitian berlangsung. 9. Bapak dan Ibu Guru serta Staf SMA Negeri 15 Bandarlampung. 10. Siswa-siswi di SMA Negeri 15 Bandarlampung.

11. Sahabat seperjuangan: Diana Sari dan Elrya Dimitri. Terimakasih atas bantuan, dukungan, motivasi, persaudaraan dan kebersamaan selama empat tahun ini semoga kita menjadi orang-orang yang berhasil kelak.

12. Teman seperjuangan: Sinka dan Icha. Terimakasih atas persaudaraan dan kebersamaannya.

13. Rekan seperjuangan dalam menulis skripsi: Lis, Tina, Heni, Salva, Hervin, Nining, Tutik, Anna, Siska, Hadijah, Echi, Niluh, Naufal, Diana A, Dio, Rani, Fatimah, Ismu, Ninik, Theo, Pipi, Dian, Fadila, dan Oktha. Terimakasih atas saran, kritik, doa, bantuan dan kebersamaanya.

14. Teman-teman Pendidikan Fisika 2008: Fathin, Dewi, Laras, Sarah, Septa, Ahmadi, Agung, Arief, Fahrudin, Kafid, Bayu, Husni, Ikbal, Johan,

Nurohman, Mardian, Mario, Wira, dan Widi. Terimakasih atas persaudaraan dan kebersamaannya.

15. Teman-teman PPL: Amah, Bina, Yuni, Darma, Pita, Rina, Desi, spesial untuk Nesti dan Pepin. Terima kasih atas persaudaraan dan kebersamaannya.


(13)

satu persatu. Serta semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan skripsi ini.

Semoga Allah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya kepada kita semua, serta berkenan membalas semua budi yang diberikan kepada penulis dan semoga skripsi ini bermanfaat bagi kita semua, Amin.

Bandarlampung, Mei 2012


(14)

(15)

(16)

(17)

(18)

(19)

1.1 Latar Belakang Masalah

Proses pelaksanaan pembelajaran fisika di SMA N 15 Bandar Lampung masih belum meraih hasil yang maksimal terutama pada siswa kelas X. Hal ini diduga karena siswa kesulitan dalam memahami konsep fisika. Kesulitan untuk memahami konsep-konsep fisika yang dialami oleh siswa bukan hanya karena faktor materi yang disampaikan, tapi siswa kurang dilibatkan dalam proses belajar mengajar.

Pencapaian keberhasilan belajar mengajar memerlukan dukungan dari guru, siswa dan sekolah. Salah satu hal yang paling penting yang harus dimiliki oleh siswa, terutama dalam pelajaran fisika atau sains adalah Keterampilan Proses Sains (KPS). Kecakapan hidup seperti kemampuan mengamati, berpikir, bekerja, bersikap ilmiah dan berkomunikasi merupakan bagian dari KPS.

Untuk merancang kegiatan belajar mengajar yang dapat merangsang siswa supaya aktif berpartisipasi dalam proses belajar mengajar, diperlukan strategi yang tepat dalam penyampaiannya yaitu dimulai dari digunakannya metode, pendekatan atau bahkan model yang dapat membangkitkan siswanya untuk memotivasi belajar, berusaha menghadirkan pembelajaran yang menarik dan diminati oleh siswa, sehingga hasil belajar siswa bukan lagi menjadi


(20)

masalah yang besar. Salah satu model yang dapat digunakan adalah model pembelajaran kooperatif yang diharapkan mampu meningkatkan KPS dan hasil belajar siswa.

Ada banyak tipe dalam model pembelajaran kooperatif yang bisa

dikembangkan, salah satunya adalahNumbered Head Together(NHT). NHT merupakan salah satu bentuk pengajaran yang diterapakan pada kelas

heterogen dengan berbagai karakteristik yang berbeda-beda. Siswa menempati posisi sangat dominan dalam proses pembelajaran dan terjadinya kerjasama dalam kelompok dengan ciri utamanya adanya penomoran sehingga semua siswa berusaha untuk memahami setiap materi yang diajarkan dan

bertanggung jawab atas nomor anggotanya masing-masing. Dengan model pembelajaran kooperatif tipe NHT ini siswa diharapkan bisa lebih aktif dan memiliki motivasi belajar yang tinggi sehingga memperoleh hasil belajar yang memuaskan, dimana cara penyajian pelajarannya mengandung empat

komponen yaitunumbering(penomoran),questioning(pengajuan pertanyaan), heads together(berpikir bersama), dananswering(pemberian jawaban).

Selain model pembelajaran kooperatif tipe NHT ada juga tipeStudent Team Achievement Division(STAD) dimana peran guru dalam pembelajaran ini adalah menyajikan masalah, mengajukan masalah, dan memfasilitasi penyelidikan. Selanjutnya siswa memecahkan masalah yang diberikan oleh guru. Model pembelajaran kooperatif tipe STAD ini diharapkan dapat meningkatkan keaktifan seluruh siswa dalam kelompoknya dan dalam mengikuti proses pembelajaran di sekolah. Dengan adanya peningkatan


(21)

aktivitas serta peran aktif siswa dalam proses pembelajaran disekolah maka hasil belajar siswa akan meningkat pula, dimana cara penyajian pelajarannya mengandung lima komponen yaitu presentasi kelas, pembentukan tim, kuis secara individual, skor kemajuan individual, dan rekognisi tim.

Dalam bekerja kelompok, siswa berdiskusi dan saling membantu untuk

memecahkan suatu permasalahan dan memahami suatu konsep sehingga dapat meningkatkan KPS siswa yang memungkinkan seseorang bekerja secara efektif dengan orang lain yaitu melibatkan perilaku yang menjadikan hubungan spasial berhasil sehingga memecahkan suatu permasalahan yang dihadapi.

Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, maka telah dilakukan penelitian dengan judul“Perbandingan Keterampilan Proses Sains dan Hasil Belajar Fisika Siswa Antara Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD Dengan NHT”.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah

(1) Adakah perbedaan rata-rata KPS siswa antara model pembelajaran kooperatif tipe STAD dengan NHT?

(2) Adakah perbedaan rata-rata hasil belajar siswa antara model pembelajaran kooperatif tipe STAD dengan NHT?


(22)

1.3 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui :

(1) Perbedaan rata-rata KPS siswa antara model pembelajaran kooperatif tipe STAD dengan NHT

(2) Perbedaan rata-rata hasil belajar antara model pembelajaran kooperatif tipe STAD dengan NHT

1.4 Manfaat Penelitian

Penelitian ini bermanfaat untuk:

(1) Dapat menjadi alternatif baru bagi guru dalam menerapkan strategi pembelajaran untuk meningkatkan KPS siswa dan hasil belajar.

(2) Dapat menambah wawasan peneliti tentang efektifitas perbandingan model pembelajaran kooperatif tipe STAD dan NHT untuk

mengembangkan pengetahuan dan memperoleh pengalaman praktis terhadap kegiatan penelitian serta mengaplikasikan bagi peningkatan mutu pendidikan.

(3) Menjadi bahan rujukan untuk tindakan penelitian lebih lanjut di masa yang akan datang.

1.5 Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini adalah sebagai berikut:


(23)

(STAD) merupakan adalah salah satu model pembelajaran yang berguna untuk menumbuhkan kemampuan kerjasama, kreatif, dan berpikir kritis dimana cara penyajian pelajarannya mengandung lima komponen yaitu presentasi kelas, pembentukan tim, kuis secara individual, skor kemajuan individual, dan rekognisi tim

(2) Model pembelajaran kooperatif tipeNumbered Head Together(NHT) merupakan salah satu tipe pembelajaran kooperatif yang menekankan pada struktur khusus yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa dan memiliki tujuan untuk meningkatkan penguasaan akademik, dimana cara penyajian pelajarannya mengandung lima komponen yaitu: numbering(penomoran), questioning(pengajuan pertanyaan),heads together(berpikir bersama), dananswering(pemberian jawaban). (3) Keterampilan Proses Sains (KPS) yang dibatasi pada indikator:

mengamati, merumuskan hipotesis, merencanakan percobaan, melakukan percobaan, menginterpretasi data, menerapkan konsep, dan

berkomunikasi.

(4) Hasil belajar yang dibatasi pada ranah kognitif.

(5) Objek penelitian ini adalah siswa kelas X SMAN 15 Bandarlampung tahun ajaran 2011/2012

(6) Materi yang dibelajarkan dalam penelitian ini adalah materi pokok Alat Optik


(24)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kerangka Teoretis

1. Konsep Belajar dan Mengajar

Menurut pendapat Witherington dalam Sukmadinata (2007: 155) Belajar merupakan perubahan dalam kepribadian, yang dimanifestasikan sebagai pola-pola respon yang baru yang berbentuk keterampilan, sikap, kebiasaan, pengetahuan dan kecakapan.

Berdasarkan pendapat Witherington, belajar selalu dikaitkan dengan perubahan-perubahan pada diri orang yang belajar, apakah itu mengarah kepada yang lebih baik atau pun yang kurang baik, direncanakan atau tidak. Belajar juga dikaitkan dengan perubahan. Perubahan-perubahan ini muncul karena adanya pengalaman yang berbentuk interaksi dengan orang lain atau lingkungannya. Sejalan dengan pendapat Witherington, Hilgard dalam Sukmadinata (2007: 155) menyatakan belajar dapat dirumuskan sebagai perubahan perilaku yang relatif permanen, yang terjadi karena pengalaman.

Slameto (2003: 2) juga mengungkapkan:

belajar merupakan suatu proses perubahan yaitu perubahan tingkah laku sebagai hasil dari interaksi dengan lingkungannya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Perubahan-perubahan tersebut akan nyata dalam seluruh aspek tingkah laku.


(25)

Berdasarkan kutipan tersebut, belajar dapat didefinisikan sebagai suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku. Perubahan tidak hanya berkaitan dengan penambahan pengetahuan, tetapi juga berbentuk kecakapan, keterampilan, sikap, pengertian, harga diri, minat, watak, penyesuaian diri. Jelasnya menyangkut secara keseluruhan pribadi sesorang, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya.

Belajar juga menempatkan seseorang dari status abilitas yang satu ke tingkat abilitas yang lain. Mengenai perubahan status abilitas tersebut, menurut Bloom dalam Sardiman (2007: 23), meliputi tiga ranah /matra, yaitu matra kognitif, afektif dan psikomotorik. Masing-masing matra ataudomainini diperinci lagi menjadi beberapa jangkauan kemampuan (level of competence). Rincian ini dapat disebutkan sebagai berikut.

a. Cognitive Domain:

1) Knowledge(Pengetahuan, ingatan)

2) Comprehension(pemahaman, menjelaskan, meringkas) 3) Analysis(menguraikan, menentukan hubungan)

4) Synthesis(mengorganisasikan, merencanakan, membentuk bangunan baru)

5) Evaluation(menilai) 6) Application(menerapkan) b. Affective Domain:

1) Receiving(sikap menerima) 2) Responding(memberikan respons) 3) Valuing(nilai)

4) Organization(organisasi) 5) Characterization(karakterisasi) c. Psychomotor Domain:

1) Initiatory level 2) Pre-routine level 3) Rountinized level


(26)

Belajar erat kaitannya dengan mengajar. Mengajar pada dasarnya merupakan suatu usaha untuk menciptakan kondisi atau sistem lingkungan yang

mendukung dan memungkinkan untuk berlangsungnya proses belajar. Jika belajar merupakan kegiatan siswa, maka mengajar sebagai kegiatan guru. Menurut Sardiman (2007: 48)

Secara luas, mengajar diartikan sebagai suatu aktivitas

mengorganisasi atau mengatur lingkungan sebaik-baiknya dan menghubungkan dengan anak, sehingga terjadi proses belajar. Atau dikatakan, mengajar sebagai upaya menciptakan kondisi yang kondusif untuk berlangsungnya kegiatan belajar bagi para siswa. Kondisi itu diciptakan sedemikian rupa sehingga membantu perkembangan anak secara optimal baik jasmani maupun rohani, baik fisik maupun mental.

Pengertian mengajar seperti yang telah diuraikan diatas memberikan penjelasan bahwa fungsi pokok dalam mengajar itu adalah menyediakan kondisi yang kondusif, sedang yang berperan aktif dan banyak melakukan kegiatan adalah siswanya, dalam upaya menemukan dan memecahkan masalah.

2. Keterampilan Proses Sains (KPS)

KPS merupakan sejumlah keterampilan yang dibentuk oleh komponen-komponen model sains/scientific methods. Keterampilan proses (prosess-skill) sebagai proses kognitif termasuk di dalamnya juga interaksi dengan isinya (content). Indrawati dalam Nuh (2010: 1) mengemukakan bahwa:

Keterampilan Proses merupakan keseluruhan keterampilan ilmiah yang terarah (baik kognitif maupun psikomotor) yang dapat digunakan untuk menemukan suatu konsep atau prinsip atau teori, untuk mengembangkan konsep yang telah ada sebelumnya, ataupun untuk melakukan penyangkalan terhadap suatu penemuan


(27)

Berdasarkan pendapat tersebut, KPS adalah kemampuan siswa untuk menerapkan model ilmiah dalam memahami, mengembangkan dan

menemukan ilmu pengetahuan. KPS sangat penting bagi setiap siswa sebagai bekal untuk menggunakan model ilmiah dalam mengembangkan sains serta diharapkan memperoleh pengetahuan baru/ mengembangkan pengetahuan yang telah dimiliki.

Keterampilan proses mencakup keterampilan berpikir/ keterampilan

intelektual yang dapat dipelajari dan dikembangkan oleh siswa melalui proses belajar mengajar dikelas, yang dapat digunakan untuk memperoleh

pengetahuan tentang produk IPA. Keterampilan proses perlu dikembangkan untuk menanamkan sikap ilmiah pada siswa.

Semiawan dalam Nuh (2010: 1) berpendapat bahwa terdapat empat alasan mengapa KPS diperlukan dalam proses belajar mengajar sehari-hari yaitu, 1) Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi berlangsung

semakin cepat sehingga tidak mungkin lagi guru mengajarkan semua konsep dan fakta pada siswa

2) Adanya kecenderungan bahwa siswa lebih memahami konsep-konsep yang rumit dan abstrak jika disertai dengan contoh yang konkret

3) Penemuan dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi tidak bersifat mutlak 100 %, tapi bersifat relatif

4) Dalam proses belajar mengajar, pengembangan konsep tidak terlepas dari pengembangan sikap dan nilai dalam diri anak didik.

Model ilmiah merupakan dasar dari pembentukan pengetahuan dalam sains. Model ilmiah dapat diartikan sebagai cara untuk bertanya dan menjawab pertanyaan ilmiah dengan membuat obsevasi dan melakukan eksperimen. Menurut Supatmo (2009: 13), terdapat lima keterampilan dalam KPS, yaitu:


(28)

a) Keterampilan mengamati

1. Menggunakan sebanyak mungkin alat indera. 2. Memperhatikan banyak segi atau ciri.

3. Memiliki sendiri informasi yang relevan dengan masalah yang dihadapi.

b) Keterampilan merumuskan hipotesis

1. Menjelaskan mengapa sesuatu terjadi atau alasan alasan untuk pengamatan.

2. Menggunakan pengetahuan sebelumnya.

3. Menunjukkan bahwa ada beberapa kemungkinan penjelasan dari beberapa hal yang diamati.

c) Kemampuan menginterpretasi data

1. Mencatat setiap pengamatan secara terpisah 2. Menghubungkan hasil pengamatan

3. Menemukan suatu pola dalam satu seri pengamatan d) Keterampilan menerapkan konsep

1. Menentukan bagaimana mengolah pengamatan 2. Menganalisis konsep hasil pengamatan

3. Menggunakan konsep-konsep yang telah dipelajari dalam situasi baru

e) Keterampilan berkomunikasi

1. Menyusun dan menyampaikan laporan secara sistematis 2. Menggunakan indera untuk berbicara dan mendengarkan

yang nantinya dapat membantu siswa untuk memilah-milah ide.

3. Menggambarkan data dengan grafik, tabel atau diagram Dalam pembelajaran sains, keenam langkah-langkah model ilmiah tersebut dikembangkan dan dijabarkan menjadi sebuah KPS yang dapat diajarkan dan dilatihkan kepada siswa.

KPS merupakan kegiatan intelektual yang biasa dilakukan oleh para ilmuwan dalam menyelesaikan masalah dan menghasilkan produk-produk sains. Keterampilan proses dalam pengajaran sains merupakan suatu model atau alternatif pembelajaran sains yang dapat melibatkan siswa dalam tingkah laku dan proses mental, seperti ilmuwan. Funk dalam Dimyati dan Mudjiono (2002: 140) mengutarakan bahwa:

berbagai keterampilan proses dapat diklasifikasikan menjadi dua yaitu keterampilan proses dasar (basic skill) dan keterampilan


(29)

terintegrasi (integrated skill). Keterampilan proses dasar meliputi kegiatan yang berhubungan dengan observasi, klasifikasi,

pengukuran, komunikasi, prediksi, inferensi. Keterampilan terintegrasi terdiri atas: mengidentifikasi variabel, tabulasi, grafik, diskripsi hubungan variabel, perolehan dan proses data, analisis penyelidikan, hipotesis ekperimen.

Keterampilan proses dasar diuraikan oleh Rezba dan Wetzel dalam Mahmuddin (2010: 3) sebagai berikut.

keterampilan proses dasar terdiri atas enam komponen tanpa urutan tertentu, yaitu:

1) Observasi atau mengamati, menggunakan lima indera untuk mencari tahu informasi tentang obyek seperti karakteristik obyek, sifat, persamaan, dan fitur identifikasi lain.

2) Klasifikasi, proses pengelompokan dan penataan objek 3) Mengukur, membandingkan kuantitas yang tidak diketahui

dengan jumlah yang diketahui, seperti: standar dan non-standar satuan pengukuran.

4) Komunikasi, menggunakan multimedia, tulisan, grafik, gambar, atau cara lain untuk berbagai temuan.

5) Menyimpulkan, membentuk ide-ide untuk menjelaskan pengamatan.

6) Prediksi, mengembangkan sebuah asumsi tentang hasil yang diharapkan.

Keenam keterampilan proses dasar di atas terintegrasi secara bersama-sama ketika ilmuan merancang dan melakukan penelitian, maupun dalam kehidupan sehari-hari. Semua komponen keterampilan proses dasar penting baik secara parsial maupun ketika terintegrasi secara bersama-sama. Keterampilan proses dasar merupakan fondasi bagi terbentuknya landasan berpikir logis. Oleh karena itu, sangat penting dimiliki dan dilatihkan bagi siswa sebelum melanjutkan ke keterampilan proses yang lebih rumit dan kompleks. Keterampilan proses terpadu (terintegrasi) diuraikan oleh Weztel dalam Mahmuddin (2010: 4) sebagai berikut:

Perpaduan dua kemampuan keterampilan proses dasar atau lebih membentuk keterampilan proses terpadu. Keterampilan proses terpadu meliputi:


(30)

1) merumuskan hipotesis, membuat prediksi (tebakan) berdasarkan bukti dari penelitian sebelumnya atau penyelidikan.

2) mengidentifikasi variabel, penamaan dan pengendalian terhadap variabel independen, dependen, dan variabel kontrol dalam penyelidikan

3) membuat defenisi operasional, mengembangkan istilah spesifik untuk menggambarkan apa yang terjadi dalam penyelidikan berdasarkan karakteristik diamati.

4) percobaan, melakukan penyelidikan dan mengumpulkan data 5) interpretasi data, menganalisis hasil penyelidikan.

Hal serupa juga diungkapkan oleh Padilla dalam Nurohman (2010: 3), bahwa KPS dapat dibagi dalam dua kelompok, yaitu:

1) the basic (simpler) process skilldan 2) integrated (more complex) skills. The basic process skill, terdiri dari 1) Observing, 2)Inferring, 3)Measuring, 4)Communicating, 5)Classifying,dan 6) Predicting.

Sedangkan yang termasuk dalamIntegrated Science Process Skills adalah 1)Controlling variables,2)Defining operationally,3) Formulating hypotheses, 4) Interpreting data,5)Experimenting dan,6)Formulating models.

Keterampilan proses sebagaimana disebutkan di atas merupakan KPS yang diaplikasikan pada proses pembelajaran. Pembentukan keterampilan dalam memperoleh pengetahuan merupakan salah satu penekanan dalam

pembelajaran sains. Oleh karena itu, penilaian terhadap keterampilan proses siswa harus dilakukan terhadap semua KPS baik secara parsial maupun secara utuh.

Penilaian merupakan tahapan penting dalam proses pembelajaran. Penilaian dalam pembelajaran sains dapat dimaknai sebagai membawa konten, proses sains dan sikap ilmiah secara bersama-sama. Penilaian dilakukan terutama untuk menilai kemajuan siswa dalam pencapaian KPS. Menurut Smith dan Welliver dalam Mahmuddin (2010: 4), pelaksanaan penilaian keterampilan


(31)

proses dapat dilakukan dalam beberapa bentuk, diantaranya : pretes dan postes, diagnostik, penempatan kelas, dan bimbingan karir.

Penilaian KPS dilakukan dengan menggunakan instrumen yang disesuaikan dengan materi dan tingkat perkembangan siswa atau tingkatan kelas. Oleh karena itu, penyusunan instrumen penilaian harus direncanakan secara cermat sebelum digunakan. Menurut Widodo dalam Mahmuddin (2010: 5),

penyusunan instrumen untuk penilaian terhadap keterampilan proses siswa dapat dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut:

1) Mengidentifikasikan jenis KPS yang akan dinilai. 2) Merumuskan indikator untuk setiap jenis KPS.

3) Menentukan dengan cara bagaimana KPS tersebut diukur (misalnya apakah tes unjuk kerja, tes tulis, ataukah tes lisan). 4) Membuat kisi-kisi instrumen.

5) Mengembangkan instrumen pengukuran KPS berdasarkan kisi-kisi yang dibuat. Pada saat ini perlu mempertimbangkan konteks dalam item tes KPS dan tingkatan KPS (objek tes)

6) Melakukan validasi instrumen.

7) Melakukan ujicoba terbatas untuk mendapatkan validitas dan reliabilitas empiris.

8) Perbaikan butir-butir yang belum valid.

9) Terapkan sebagai instrumen penilaian KPS dalam pembelajaran sains.

Pengukuran terhadap keterampilan proses siswa, dapat dilakukan

menggunakan instrumen tertulis. Pelaksanaan pengukuran dapat dilakukan secara tes(paper and pencil test)dan bukan tes. Penilaian melalui tes dapat dilakukan dalam bentuk tes tertulis(paper and pencil test). Sedangkan penilaian melalui bukan tes dapat dilakukan dalam bentuk observasi atau pengamatan. Penilaian dalam keterampilan proses agak sulit dilakukan melalui tes tertulis dibandingkan dengan teknik observasi. Namun demikian,


(32)

menggunakan kombinasi kedua teknik penilaian tersebut dapat meningkatkan akurasi penilaian terhadap KPS.

3. Hasil Belajar

Belajar merupakan tindakan dan perilaku siswa yang kompleks. Sebagai tindakan maka belajar hanya dialami oleh siswa sendiri. Siswa adalah penentu terjadi atau tidaknya proses belajar. Proses belajar terjadi berkat siswa

memperoleh sesuatu yang ada di lingkungan sekitar. Menurut Gagne dalam Dimyati (2002: 10) belajar terdiri dari tiga komponen penting yaitu kondisi eksternal, kondisi internal, dan hasil belajar.

Keberhasilan proses belajar yang dilakukan dapat diukur dengan tolak ukur hasil belajar yang diperoleh oleh siswa. Hal tersebut didukung oleh pendapat Djamarah dan Zain (2006: 121)

Setiap proses belajar mengajar selalu menghasilkan hasil belajar, dapat dikatakan bahwa hasil belajar merupakan akhir atau puncak dari proses belajar. Akhir dari kegiatan inilah yang menjadi tolak ukur tingkat keberhasilan siswa dalam proses belajar mengajar. Siswa yang memiliki kemampuan analisis, maka ia akan memecahkan suatu permasalahan teori tertentu dengan menganalisis pengetahuan yang

dilambangkan dengan kata-kata menjadi buah pikiran. Hal tersebut didukung oleh pendapat Hamalik (2002: 19)

Hasil belajar merupakan suatu kemampuan yang didapat dari kegiatan belajar yang merupakan kegiatan kompleks. Dengan memiliki hasil belajar, seseorang akan mampu mengartikan dan menganalisis ilmu pengetahuan yang dilambangkan dengan kata-kata menjadi suatu buah pikiran dalam memecahkan suatu permasalahan tertentu.


(33)

Hasil belajar dapat dilihat dari nilai yang diperoleh setelah tes dilakukan. Menurut Bloom, dalam Dimyati (2002: 26)

Ada tiga taksonomi yang dipakai untuk mempelajari jenis perilaku dan kemampuan internal akibat belajar yaitu

1. Ranah Kognitif

Ranah kognitif terdiri dari enam jenis perilaku, yaitu: pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis, dan evaluasi.

2. Ranah Afektif

Ranah afektif terdiri dari lima perilaku yaitu penerimaan, partisipasi, penilaian dan penentuan sikap, organisasi, dan pembentukan pola hidup.

3. Ranah Psikomotor

Ranah psikomotor terdiri dari tujuh jenis perilaku, yaitu persepsi, kesiapan, gerakan terbimbing, gerakan yang terbiasa, gerakan kompleks, penyesuaian gerakan, dan kreativitas. Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa hasil belajar merupakan hasil yang telah diperoleh setelah siswa menerima pengetahuan, dimana hasil belajar mencakup tiga ranah, yaitu kognitif, afektif, dan psikomotor. Dalam penelitian ini, dari tiga ranah yang ada pada hasil belajar akan diambil satu ranah saja yaitu pada ranah kognitif.

4. Model Pembelajaran Kooperatif

Menurut Abdurrahman dan Bintoro dalam Nurhadi (2004: 61)

pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran yang secara sadar dan sistematis mengembangkan interaksi yang silih asah, silih asih, dan silih asuh antar sesama siswa sebagai latihan hidup dalam masyarakat nyata.

Lebih lanjut Abdurrahman dan Bintoro menjelaskan bahwa pembelajaran kooperatif adalah suatu system yang didalamnya terdapat elemen-elemen yang saling terkait, yaitu:


(34)

1. Saling ketergantungan positif, saling ketergantungan positif menuntut adanya interaksi promotif yang memungkinkan sesama siswa saling memberikan motivasi untuk meraih hasil belajar yang optimal

2. Interaksi tatap muka, menuntut para siswa dalam kelompok dapat saling bertatap muka sehingga mereka dapat saling berdialog dan mereka mendapatkan sumber belajar yang baru. 3. Akuntabilitas individual, merupakan penilaian kelompok yang didasarkan atas rata-rata hasil belajar tiap anggota (individu) dalam kelompok.

4. Keterampilan menjalin hubungan antar pribadi baik dengan sesama siswa maupun dengan guru.

Menurut Andayani (2007: 1), pembelajaran kooperatif merupakan strategi belajar melalui penempatan siswa belajar dalam kelompok kecil yang memiliki tingkat kemampuan yang berbeda. Dalam menyelesaikan tugas kelompok, setiap anggota saling bekerja sama dan membantu memahami suatu bahan pelajaran artinya bahan belum selesai jika salah satu teman dalam sekelompok belum menguasai bahan pembelajaran.

5. Student Team Achievement Division(STAD) Menurut Slavin (2009: 143)

Cooperative LearningtipeStudent Team Achievement Divisions (STAD) merupakan model pembelajaran yang paling sederhana dan paling baik untuk permulaan bagi para guru yang baru menggunakan pendekatan kooperatif

STAD dapat digunakan pada siswa berbagai usia dan pada semua mata pelajaran. STAD memiliki ciri pemberian penghargaan untuk kelompok yang terbaik, yang dilihat dari hasil kuis individual sebagai bentuk penghargaan kepada kelompok yang berhasil membuat seluruh anggota kelompoknya memahami suatu materi.


(35)

Menurut Slavin (2009: 143), STAD terdiri atas lima tahapan utama, yaitu : Tahap 1: Presentasi kelas

Pada awal pembelajaran guru menyampaikan materi dengan pengajaran langsung, ceramah, Tanya jawab, atau dengan cara audio visual. Saat presentasi kelas siswa harus memperhatikan dan memahami materi yang disampaikan guru karena akan membantu siswa bekerja kelompok dan mengerjakan kuis individual dengan baik. Tahap 2: Tim

Kelompok terdiri dari lima sampai enam orang siswa yang anggotanya heterogen yang dilihat dari prestasi akademik, jenis kelamin, ras atau etnik. Kelompok berfungsi untuk mendiskusikan materi bersama teman kelompoknya dan untuk mempersiapkan anggota kelompok agar bekerja dengan baik dan optimal pada saat kuis.

Tahap 3: Kuis

Setelah siswa melaksanakan presentasi kelas dan belajar secara berkelompok, maka siswa akan mengerjakan kuis secara individual dan teman sekelompoknya tidak diperkenankan untuk mebantu.

Tahap 4: Skor kemajuan individual

Setiap siswa memberikan kontribusi nilai terhadap kelompok. Hal ini akan memacu siswa untuk belajar lebih giat agar kelompoknya memiliki nilai terbaik. Tahap 5: Rekognisi tim

Tim akan mendapatkan sertifikat ataupun bentuk penghargaan yang lain apabila skor mereka mencapai rata-rata tertentu.

Gagasan utama dari STAD adalah untuk memotivasi siswa supaya dapat saling mendukung, membantu satu sama lain dalam menguasai kemampuan yang diajarkan oleh gurunya (Slavin, 2009: 12). Para siswa melakukan diskusi setelah gurunya menyampaikan pelajaran. Pada proses tersebut akan timbul interaksi dimana satu sama lain akan berkomunikasi untuk mendiskusikan pelajaran yang tengah berlangsung. Penghargaan yang akan diberikan juga memotivasi siswa untuk belajar dan bekerjasama agar timnya mendapatkan skor yang tinggi. Walaupun siswa belajar bersama namun pada saat kuis siswa punya tanggung jawab individual.


(36)

6. Numbered Heads Together(NHT) Menurut Ayyubi (2009: 1)

NHT adalah salah satu tipe dari pembelajaran koperatif dengan sintaks: pengarahan, buat kelompok heterogen dan tiap siswa memiliki nomor tertentu, berikan persoalan materi bahan ajar (untuk tiap kelompok sama tapi untuk tiap siswa tidak sama sesuai dengan nomor siswa, tiap siswa dengan nomor sama mendapat tugas yang sama, kemudian bekerja kelompok, presentasi kelompok dengan nomor siswa yang sama sesuai tugas masing-masing sehingga terjadi diskusi kelas, kuis individual dan buat skor perkembangan tiap siswa, umumkan hasil kuis dan diberi reward. Pembelajaran kooperatif tipe NHT merupakan salah satu tipe pembelajaran kooperatif yang menekankan pada struktur khusus yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa dan memiliki tujuan untuk meningkatkan penguasaan akademik. NHT dikembangkan oleh Spencer Kagan. Teknik ini memberikan kesempatan siswa untuk saling membagi-bagikan ide dan mempertimbangkan jawaban yang paling tepat. (Lie, 2008: 59).

NHT pada dasarnya merupakan varian diskusi kelompok, dengan ciri khasnya adalah guru hanya menunjuk salah satu siswa yang dapat mewakili

kelompoknya. Cara ini merupakan suatu upaya individual dalam diskusi kelompok.

Menurut Lie (2008: 60) dalam melakukan pembelajaran NHT, guru menggunakan 4 tahapan, yaitu :

Tahap 1 :Numbering

Pada tahap ini, guru membuat kelompok-kelompok kecil yang terdiri dari 3-5 orang anggota dan masing-masing anggota dalam kelompok mendapatkan nomor antara satu sampai lima.

Tahap 2 :Questioning


(37)

kelompok. Pertanyaan bisa bervariasi dari mulai pertanyaan yang bersifat umum hingga yang bersifat spesifik.

Tahap 3 :Heads Together

Pada tahap ini, semua anggota kelompok mendiskusikan

pertanyaan dari guru dan memastikan setiap anggota mengetahui jawaban dari pertanyaan tersebut.

Tahap 4 :Answering

Pada tahap ini, guru memanggil salah satu nomor. Siswa dengan nomor yang dipanggil mengangkat tangan dan menjawab

pertanyaan yang diberikan guru untuk seluruh kelas.

2.2 Kerangka Pemikiran

Penelitian ini mencobakan dua macam model pembelajaran kooperatif yaitu tipe STAD dan NHT, kemudian akan dilihat rata-rata KPS dan nilai hasil belajar dari masing-masing model tersebut. Dalam pembelajaran IPA pemilihan model dan metode mengajar sangat menentukan untuk mencapai tujuan pembelajaran. Ada beberapa model atau metode yang dapat

mengaktifkan dan meningkatkan kegiatan pembelajaran salah satunya adalah pembelajaran kooperatif. Model pembelajaran kooperatif mengutamakan kerja sama dalam menyelesaikan permasalahan untuk menerapkan pengetahuan dan keterampilan dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran.

Pada penelitian ini terdapat dua bentuk variabel yaitu variabel bebas dan variabel terikat. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah model pembelajaran kooperatif tipe STAD (X1) dan tipe NHT (X2), sedangkan variabel terikatnya adalah KPS dan hasil belajar. Dalam penelitian ini ada dua KPS dan dua hasil belajar yang diukur yaitu KPS pada model pembelajaran kooperatif tipe STAD (Y11) dan KPS pada tipe NHT (Y21), serta hasil belajar


(38)

pada model pembelajaran kooperatif tipe STAD (Y12) dan hasil belajar pada tipe NHT (Y22), kemudian dilakukan uji hipotesis untuk mengetahui mana yang lebih tinggi rata-rata KPS dan hasil belajar siswa. Untuk memberikan gambaran yang lebih jelas disajikan dalam diagram berikut:

Gambar 2.1 Model teoretis perbandingan KPS dan hasil belajar fisika siswa antara model pembelajaran kooperatif tipe STAD dan tipe NHT

Pembelajaran model kooperatif tipe STAD merupakan salah satu

pembelajaran kooperatif yang diterapkan untuk menghadapi kemampuan siswa yang heterogen. Dimana model ini dipandang sebagai metode yang paling sederhana dan langsung dari pendekatan pembelajaran kooperatif. Penerapan model pembelajaran kooperatif tipe STAD berdampak pada peningkatan KPS siswa. Hal ini disebabkan siswa diberi kesempatan untuk melakukan kolaborasi dan elaborasi dengan teman sebaya dalam bentuk diskusi kelompok untuk memecahkan suatu permasalahan. Dalam model pembelajaran ini, masing-masing kelompok beranggotakan 4–5 orang yang dibentuk dari anggota yang heterogen terdiri dari laki-laki dan perempuan yang berasal dari berbagai suku, yang memiliki kemampuan tinggi, sedang

X1

Y11

Y12

X2

Y21


(39)

dan rendah. Jadi, model pembelajaran kooperatif tipe STAD adalah salah satu model pembelajaran yang berguna untuk menumbuhkan kemampuan

kerjasama, kreatif, berpikir kritis dan ada kemampuan untuk membantu teman serta merupakan pembelajaran kooperatif yang sangat sederhana.

Selain model pembelajaran kooperatif tipe STAD ada juga tipe NHT yang diharapkan dapat membangkitkan KPS dan hasil belajar siswa. Pembelajaran kooperatif tipe NHT merupakan salah satu tipe pembelajaran kooperatif yang menekankan pada struktur khusus yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa dan memiliki tujuan untuk meningkatkan penguasaan

akademik, dimana cara penyajian pelajarannya mengandung lima komponen yaitu:numbering(penomoran),questioning(pengajuan pertanyaan),heads together(berpikir bersama), dananswering(pemberian jawaban).

Dari keterangan di atas model pembelajaran kooperatif tipe STAD dan NHT dapat meningkatkan kemampuan sains siswa, karena pada keduanya memiliki keunggulan masing-masing sehingga dapat dilihat mana yang lebih baik dalam peningkatan KPS dan hasil belajar siswa.


(40)

Gambar 2.2 Diagram Kerangka Pemikiran Alat Optik

Kelas A

Tipe STAD -presentasi kelas -pembentukan tim -kuis secara individual -skor kemajuan individual -rekognisi tim

Tipe NHT -penomoran

-pengajuan pertanyaan -berpikir bersama -pemberian jawaban

Kelas B

Pretest Pretest

N-Gain N-Gain

KPS danN-Gainhasil belajar siswa dengan model pembelajaran kooperatif tipe STAD lebih tinggi dibandingkan rata-rata kemampuan KPS dan hasil belajar siswa dengan tipe NHT

Dibandingkan

Hasil belajar KPS

Posttest Posttest


(41)

2.3 Hipotesis Tindakan 1. Hipotesis Pertama

O

H : Tidak ada perbedaan rata-rata KPS siswa pada pembelajaran fisika siswa antara model pembelajaran kooperatif tipe STAD dengan NHT.

1

H : Ada perbedaan rata-rata KPS siswa pada pembelajaran fisika antara model pembelajaran kooperatif tipe STAD dengan NHT.

2. Hipotesis Kedua

O

H : Tidak ada perbedaan rata-rata hasil belajar siswa pada

pembelajaran fisika antara model pembelajaran kooperatif tipe STAD dengan NHT.

1

H : Ada perbedaan rata-rata hasil belajar siswa pada pembelajaran fisika antara model pembelajaran kooperatif tipe STAD dengan NHT.


(42)

3.1 Populasi Penelitian

Populasi penelitian ini, yaitu seluruh siswa kelas X SMA Negeri 15

Bandarlampung pada semester genap Tahun Pelajaran 2011/2012 yang terdiri atas lima kelas berjumlah 177 siswa.

3.2 Sampel Penelitian

Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini menggunakan teknik

Purposive Sampling. Berdasarkan populasi yang terdiri dari lima kelas diambil dua kelas sebagai sampel. Sampel yang diperoleh adalah kelas X5kelompok eksperimen 1 dan kelas X4sebagai kelompok eksperimen 2.

3.3 Desain Penelitian

Desain eksperimen pada penelitian ini menggunakan bentuk Kuasi eksperimen dengan tipeOne-Group Pretest-Posttest Design. Pada desain ini, terdapat pretest sebelum diberi perlakuan dan posttest setelah diberi perlakuan. Dengan demikian hasil perlakuan dapat diketahui lebih akurat, karena dapat


(43)

Keterangan: 1

O : nilai pretest 2

O : nilai posttest 1

X : model pembelajaran koperatif tipe STAD 2

X : model pembelajaran koperatif tipe NHT 1

O X1 O2

1

O X2 O2

Desain ini dapat digambarkan sebagai berikut :

Gambar 3.1 Desain EksperimenOne-Group Pretest-Posttest Design

(Sugiyono, 2010: 110-111)

3.4 Variabel Penelitian

Pada penelitian ini terdapat dua bentuk variabel yaitu variabel bebas dan variabel terikat. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah model pembelajaran kooperatif tipe STAD dan tipe NHT, sedangkan variabel terikatnya adalah KPS dan hasil belajar.

3.5 Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan adalah lembar observasi pada proses pembelajaran untuk mengukur KPS dan soal uraian hasil belajar kognitif siswa pada saat pretestdanposttest.

3.6 Analisis Instrumen

Sebelum instrumen digunakan dalam sampel, instrumen harus diuji terlebih dahulu dengan menggunakan uji validitas dan uji reliabilitas


(44)

1. Uji Validitas

Agar dapat diperoleh data yang valid, instrumen atau alat untuk

mengevaluasinya harus valid. Instrumen yang valid berarti alat ukur yang digunakan untuk mendapatkan data (mengukur) itu valid. Valid berarti instrumen tersebut dapat digunakan untuk mengukur apa yang seharusnya diukur (ketepatan). Sebuah tes dikatakan memiliki validitas jika hasilnya sesuai dengan kriterium, dalam arti memiliki kesejajaran antara hasil tes tersebut dengan kriterium.

Untuk menguji validitas instrumen digunakan rumus korelasiproduct momentyang dikemukakan oleh Pearson dengan rumus:

= ( )( )

{ ( ) }{ ( ) }

(Arikunto, 2008: 72) Dengan kriteria pengujian jika korelasi antar butir dengan skor total lebih dari 0,3 maka instrumen tersebut dinyatakan valid, atau sebaliknya jika korelasi antar butir dengan skor total kurang dari 0,3 maka instrumen tersebut dinyatakan tidak valid. Dan jika r hitung > r tabel dengan α= 0,05 maka koefisien korelasi tersebut signifikan.

Item yang mempunyai kerelasi positif dengan kriterium (skor total) serta korelasi yang tinggi, menunjukkan bahwa item tersebut mempunyai validitas yang tinggi pula. Biasanya syarat minimum untuk dianggap memenuhi syarat adalah kalau r = 0,3.

(Masrun dalam Sugiyono, 2010: 188).

Uji validitas dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan program SPSS 17.0 dengan kriterium uji bilacorrelated itemtotal correlation


(45)

lebih besar dibandingkan dengan 0,3 maka data merupakanconstruckyang kuat (valid).

2. Uji Reliabilitas

Instrumen yang reliabel adalah instrumen yang bila digunakan beberapa kali untuk mengukur objek yang sama, akan menghasilkan data yang sama. Perhitungan untuk mencari harga reliabilitas instrumen didasarkan pada pendapat Arikunto (2008: 109) yang menyatakan bahwa untuk menghitung reliabilitas dapat digunakan rumusalpha, yaitu:

=

1 1

Di mana:

r11 = reliabilitas yang dicari

Σσi2 = jumlah varians skor tiap-tiap item σt2 = varians total

(Arikunto, 2008: 109)

Uji reliabilitas merupakan indeks yang menunjukkan sejauh mana alat pengukuran dapat dipercaya atau diandalkan. Reliabilitas instrumen diperlukan untuk mendapatkan data sesuai dengan tujuan pengukuran. Untuk mencapai hal tersebut, dilakukan uji reliabilitas dengan

menggunakan SPSS 17.0 dengan modelAlpha Cronbach’syang diukur berdasarkan skalaalpha cronbach’s0 sampai 1.

Menurut Sayuti dikutip oleh Sujianto dalam Saputri (2010: 30), kuesioner dinyatakan reliabel jika mempunyai nilai koefisien alpha, maka digunakan ukuran kemantapan alpha yang diinterprestasikan sebagai berikut:


(46)

1. Nilai Alpha Cronbach’s 0,00 sampai dengan 0,20 berarti kurang reliabel.

2. Nilai Alpha Cronbach’s 0,21 sampai dengan 0,40 berarti agak reliabel.

3. Nilai Alpha Cronbach’s 0,41 sampaidengan 0,60 berarti cukup reliabel.

4. Nilai Alpha Cronbach’s 0,61 sampai dengan 0,80 berarti reliabel.

5. Nilai Alpha Cronbach’s 0,81 sampai dengan 1,00 berarti sangat reliabel

Setelah instrumen valid dan reliabel, kemudian disebarkan pada sampel yang sesungguhnya. Skor total setiap siswa diperoleh dengan menjumlahkan skor setiap nomor soal.

3.7 Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan lembar pengumpulan data berbentuk tabel yang diperoleh dari hasil observasi saat pembelajaran

berlangsung dan hasilpretest dan posttest. Adapun bentuk pengumpulan datanya berupa tabel yang dijelaskan pada Tabel 3.1dan Tabel 3.2 sebagai berikut

Tabel 3.1 Data rekapitulasiN-gainhasil belajar NO

Nama

Siswa PRETEST POST TEST

N-Gain rerata Pretest Posttest N-Gain 1 Siswa 1

2 Siswa 2 3 Siswa 3 Skor Tertinggi Skor Terendah Jumlah Skor rata-rata siswa


(47)

Tabel 3.2 Data KPS siswa (non-test)

NO Nama Siswa

Indikator Penilaian KPS Skor %KPS Kategori K1 K2 K3 K4 K5 K6 K7

1 Siswa 1 2 Siswa 2 3 Siswa 3 Jumlah Skor Skor Maksimum

Nilai Rata-rata

Keterangan:

K1 = Keterampilan mengamati

K2 = Keterampilan merumuskan hipotesis K3 = Keterampilan merencanakan percobaan K4 = Keterampilan melakukan percobaan K5 = Keterampilan menginterpretasi data K6 = Keterampilan menerapkan konsep K7 = Keterampilan berkomunikasi

Pada masing-masing item KPS diberi nilai rentang antara 1 sampai 4. Indikator:

K1 : Keterampilan mengamati 1. Menggunakan 3 alat indra.

2. Memperhatikan tiga segi atau ciri.

3. Memiliki sendiri informasi yang relevan dengan masalah yang dihadapi.

K2 : Keterampilan merumuskan hipotesis

1. Menjelaskan mengapa sesuatu terjadi atau alasan alasan untuk pengamatan. 2. Menggunakan pengetahuan sebelumnya.

3. Menunjukkan bahwa ada beberapa kemungkinan penjelasan dari beberapa hal yang diamati.

K3 : Keterampilan merencanakan percobaan


(48)

penelitian.

2. Menentukan apa yang harus diamati, diukur, dan ditulis 3. Menentukan cara dan langkah-langkah kerja.

K4 : Keterampilan melakukan percobaan

1. Melaksanakan prosedur kerja yang telah dibuat 2. Mampu menggunakan alat dan bahan

3. Mengumpulkan data

K5 : Kemampuan menginterpretasi data 1. Mencatat setiap pengamatan secara terpisah 2. Menghubungkan hasil pengamatan

3. Menemukan suatu pola dalam satu seri pengamatan

K6 : Keterampilan menerapkan konsep

1. Menentukan bagaimana mengolah pengamatan 2. Menganalisis konsep hasil pengamatan

3. Menggunakan konsep-konsep yang telah dipelajari dalam situasi baru

K7 : Keterampilan berkomunikasi

1. Menggambarkan data dengan grafik atau tabel 2. Menulis hasil diskusi dan pembahasan

3. Menjelaskan data secara lisan

Dengan deskriptor sebagai berikut:

4 = Jika 3 atau semua indikator setiap sub keterampilan dilaksanakan 3 = Jika 2 indikator setiap sub keterampilan dilaksanakan


(49)

pre pre post S S S S g    max

2 = Jika 1 indikator setiap sub keterampilan dilaksanakan

1 = Jika tidak satupun indikator setiap sub keterampilan dilaksanakan

(Supatmo, 2009: 13)

3.8 Teknik Analisis Data dan Pengujian Hipotesis 1. Analisis Data

Untuk menganalisis kategori tes hasil belajar siswa digunakan skor gain yang ternormalisasi.N-gaindiperoleh dari pengurangan skorpostest dengan skorpretestdibagi oleh skor maksimum dikurang skorpretest.

Jika dituliskan dalam persamaan adalah

Keterangan:

g = Ngain

post

S = Skorpostest

pre

S = Skorposttest max

S = Skor maksimum

Kategori: Tinggi : 0,7 N-gain  1 Sedang : 0,3  N-gain< 0,7 Rendah :N-gain< 0,3

Meltzer (2002) dikutip oleh Marlangen (2010: 34)

Untuk menganalisis peningkatan hasil belajar siswa digunakan skorpretest danposttest. Peningkatan skor antara tes awal dan tes akhir dari variabel tersebut merupakan indikator adanya peningkatan atau penurunan hasil


(50)

belajar pada pembelajaran fisika antara model pembelajaran kooperatif tipe STAD dengan NHT, sedangkan penilaian KPS dilakukan dengan observasi saat proses pembelajaran menggunakan lembar observasi.

Data KPS siswa berupa lembar observasi yang mencakup lima aspek penilaian yaitu mengamati, merumuskan hipotesis, menginterpretasi data, menerapkan konsep, dan berkomunikasi.

Proses analisis untuk data KPS siswa adalah sebagai berikut: (a) Skor yang diperoleh dari masing-masing siswa adalah jumlah

skor dari setiap soal.

(b) Persentase keterampilan proses dihitung dengan rumus

Pengkategorian keterampilan proses adalah sebagai berikut 81–100 Sangat baik

61–80 Baik

41–60 Cukup

21–40 Kurang

<20 Sangat Kurang

(Muhibin Syah dalam Marnasusanti, 2007: 30)

2. Pengujian Hipotesis 1. Uji Normalitas

Untuk menguji apakah sampel penelitian merupakan jenis distribusi normal, dapat dilakukan dengan uji statistik


(51)

parametrik Kolmogrov-Smirnov. Caranya adalah menentukan terlebih dahulu hipotesis pengujiannya yaitu:

O

H : data terdistribusi secara normal

1

H : data tidak terdistribusi secara normal Pedoman pengambilan keputusan:

1) Nilai Sig. atau signifikansi atau nilai probabilitas < 0,05 maka distribusinya adalah tidak normal.

2) Nilai Sig. atau signifikansi atau nilai probabilitas > 0,05 maka distribusinya adalah normal.

2. Uji Hipotesis

Jika data terdistribusi normal maka pengujian hipotesis dalam penelitian menggunakan statistik parametrik tes.

1) Uji T Untuk Dua Sampel Bebas (Independent Sample T Test) Uji ini dilakukan untuk membandingkan dua sampel yang berbeda (bebas).Independent Sample T Testdigunakan untuk mengetahui ada atau tidaknya perbedaan rata-rata antara dua kelompok sampel yang tidak berhubungan.

Adapun hipotesis yang akan diuji adalah

Hipotesis Pertama

O

H : Tidak ada perbedaan rata-rata KPS siswa pada pembelajaran fisika antara model pembelajaran kooperatif tipe STAD dengan NHT.


(52)

              2 1 2 1 2 2 2 2 1 1 _____ 2 ____ 1 1 1 2 ) 1 ( ) 1 ( n n n n s n s n X X t 1

H : Ada perbedaan rata-rata KPS siswa pada pembelajaran fisika antara model pembelajaran kooperatif tipe STAD dengan NHT.

Pengambilan keputusan berdasarkan nilai signifikansi atau nilai probabilitas.

Jika nilai signifikansi atau nilai probabilitas > 0,05 maka O

H diterima.

Jika nilai signifikansi atau nilai probabilitas < 0,05 maka O

H ditolak.

Hipotesis Kedua

O

H : Tidak ada perbedaan rata-rata hasil belajar siswa pada pembelajaran fisika antara model pembelajaran kooperatif tipe STAD dengan NHT.

1

H : Ada perbedaan rata-rata hasil belajar siswa pada

pembelajaran fisika antara model pembelajaran kooperatif tipe STAD dengan NHT.

Rumus perhitunganIndependent Sample T Testadalah sebagai berikut :


(53)

Dimana t adalah t hitung. Kemudian t tabel dicari pada tabel distribusi t denganα = 5% : 2 = 2,5% (uji 2 sisi) dengan derajat kebebasan (df) n-2. Setelah diperoleh besar t hitung dan t tabel maka dilakukan pengujian dengan kriteria pengujian sebagai berikut :

Kriteria pengujian

O

H diterima jika -t tabel  t hitungt tabel

O

H ditolak jika-t hitung < -t tabel atau t hitung > t tabel Pengambilan keputusan berdasarkan nilai signifikansi atau nilai probabilitas.

Jika nilai signifikansi atau nilai probabilitas > 0,05 maka O

H diterima.

 Jika nilai signifikansi atau nilai probabilitas < 0,05 maka HO ditolak.

(Priyatno, 2010: 32-41)

2) Uji Data Dua Sampel Tidak Berhubungan (Independen)

Pada penelitian ini jika data tidak terdistribusi normal maka untuk menguji data dari dua sampel yang tidak berhubungan

menggunakan Uji Mann-Whitney.

Hipotesis Pertama

O


(54)

fisika antara model pembelajaran kooperatif tipe STAD dengan NHT.

1

H : Ada perbedaan rata-rata KPS siswa pada pembelajaran fisika antara model pembelajaran kooperatif tipe STAD dengan NHT.

Pengambilan keputusan berdasarkan nilai signifikansi atau nilai probabilitas.

 Jika nilai signifikansi atau nilai probabilitas > 0,05 maka HO diterima.

 Jika nilai signifikansi atau nilai probabilitas < 0,05 maka HO ditolak.

Hipotesis Kedua

O

H : Tidak ada perbedaan rata-rata hasil belajar siswa pada pembelajaran fisika antara model pembelajaran kooperatif tipe STAD dengan NHT.

1

H : Ada perbedaan rata-rata hasil belajar siswa pada

pembelajaran fisika antara model pembelajaran kooperatif tipe STAD dengan NHT.

Pengambilan keputusan berdasarkan nilai signifikansi atau nilai probabilitas.

Jika nilai signifikansi atau nilai probabilitas > 0,05 maka O

H diterima.


(55)

 Jika nilai signifikansi atau nilai probabilitas < 0,05 maka HO ditolak.


(56)

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian

Penelitian pembelajaran optik dengan sub pokok bahasan alat optik ini mulai dilaksanakan pada tanggal 14 Februari 2012 di SMA Negeri 15

Bandarlampung. Proses pembelajaran berlangsung selama 3 kali tatap muka dengan alokasi waktu 3 x 3 jam pelajaran yang terdiri atas 3 x 135 menit pada setiap kelas eksperimen. Hasil yang diperoleh dari penelitian ini berupa data kuantitatif (KPS dan hasil belajar) yang selanjutnya diolah dengan

menggunakan SPSS versi 17.

1. Tahapan Pelaksanaan a. Kelas Eksperimen 1

Kelas yang digunakan sebagai kelas eksperimen 1 adalah kelas X5. Pembelajaran di kelas eksperimen 1 menggunakan pembelajaran kooperatif tipe STAD. Tahapan pelaksanaan pembelajaran dilaksanakan di kelas dan di laboratoriun fisika. Pelaksanaan pembelajaran pada kelas ini dilakukan sesuai jadwal pelajaran di sekolah yaitu pada hari Selasa (14,21, dan 28 Februari 2012) dimulai dari pukul 07.15 sampai dengan 09.30 WIB.


(57)

Pada pertemuan pertama dibuka dengan guru bertanya pengalaman mereka yang mengarah pada alat-alat yang menerapkan prinsip kerja pada optika geometri sehingga siswa mampu bernalar, setelah itu diberikan pretes selama 25 menit untuk mengetahui kemampuan awal siswa sebelum diterapkannya pembelajaran kooperatif tipe STAD. Setelah pretes selesai guru menjelaskan tujuan pembelajaran kepada siswa, kemudian guru bertanya kepada siswa tentang apa itu alat-alat optik dan apa saja alat-alat optic yang sering dipakai dalam kehidupan sehari-hari. Kemudian guru membagi kelas menjadi beberapa

kelompok lalu membagikan LKS kepada tiap siswa, guru meminta siswa melakukan kegiatan dalam LKS. Guru membimbing tiap-tiap kelompok untuk melakukan kegiatan dalam LKS itu. Pada saat proses pembelajaran berlangsung guru didampingi observer untuk

memberikan penilaian KPS siswa sesuai dengan instrumen yang telah disiapkan. Guru meminta satu-dua kelompok untuk mempersentasikan hasil diskusi LKS yang telah mereka kerjakan. Guru meminta

tanggapan dari kelompok lain dan memastikan bahwa seluruh

kelompok telah mengetahui jawaban yang benar. Guru mempersilakan siswa untuk bertanya yang belum mereka pahami dan bersama siswa menyimpulkan materi pelajaran yang baru saja disampaikan. Guru memberi penghargaan pada siswa atau kelompok yang kinerjanya bagus. Post test dilakukan untuk menguji kemampuan hasil belajar siswa setelah diterapkannya pembelajaran kooperatif tipe STAD, test berlangsung selama 25 menit.


(58)

Pada pertemuan kedua dibuka dengan guru bertanya tentang

pengalaman mereka yang mengarah pada alat-alat yang menerapkan prinsip kerja pada lup dan periskop sehingga siswa mampu bernalar, setelah itu diberikan pretes selama 25 menit untuk mengetahui kemampuan awal siswa sebelum diterapkannya pembelajaran

kooperatif tipe STAD. Setelah pretes selesai, guru menjelaskan tujuan pembelajaran kepada siswa, dan bertanya apa saja alat-alat optik yang sering digunakan dalam kehidupan benda sehari-hari untuk melihat benda kecil dan benda dipermukaan laut. Kemudian guru membagi kelas menjadi beberapa kelompok lalu membagikan LKS kepada tiap siswa, guru meminta siswa melakukan kegiatan dalam LKS. Guru membimbing tiap-tiap kelompok untuk melakukan kegiatan dalam LKS itu. Pada saat proses pembelajaran berlangsung guru didampingi observer untuk memberikan penilaian KPS siswa sesuai dengan instrumen yang telah disiapkan. Guru meminta satu-dua kelompok untuk mempersentasikan hasil diskusi LKS yang telah mereka kerjakan. Guru meminta tanggapan dari kelompok lain dan

memastikan bahwa seluruh kelompok telah mengetahui jawaban yang benar. Guru mempersilakan siswa untuk bertanya yang belum mereka pahami dan bersama siswa menyimpulkan materi pelajaran yang baru saja disampaikan. Guru memberi penghargaan pada siswa atau kelompok yang kinerjanya bagus. Post test dilakukan untuk menguji kemampuan hasil belajar siswa setelah diterapkannya pembelajaran kooperatif tipe STAD, test berlangsung selama 25 menit.


(59)

Pada pertemuan ketiga dibuka dengan guru bertanya tentang

pengalaman mereka yang mengarah pada alat-alat yang menerapkan prinsip kerja pada teropong dan mikroskop sehingga siswa mampu bernalar, setelah itu diberikan pretes selama 25 menit untuk

mengetahui kemampuan awal siswa sebelum diterapkannya pembelajaran kooperatif tipe STAD. Setelah pretes selesai, guru menjelaskan tujuan pembelajaran kepada siswa, dan bertanya apa saja alat-alat optik yang sering kita gunakan dalam kehidupan benda sehari-hari untuk melihat benda kecil dan benda jarak jauh. Kemudian guru membagi kelas menjadi beberapa kelompok lalu membagikan LKS kepada tiap siswa, guru meminta siswa melakukan kegiatan dalam LKS. Guru membimbing tiap-tiap kelompok untuk melakukan kegiatan dalam LKS itu. Pada saat proses pembelajaran berlangsung guru didampingi observer untuk memberikan penilaian KPS siswa sesuai dengan instrumen yang telah disiapkan. Guru meminta satu-dua kelompok untuk mempersentasikan hasil diskusi LKS yang telah mereka kerjakan. Guru meminta tanggapan dari kelompok lain dan memastikan bahwa seluruh kelompok telah mengetahui jawaban yang benar. Guru mempersilakan siswa untuk bertanya yang belum mereka pahami dan bersama siswa menyimpulkan materi pelajaran yang baru saja disampaikan. Guru memberi penghargaan pada siswa atau

kelompok yang kinerjanya bagus. Post test dilakukan untuk menguji kemampuan hasil belajar siswa setelah diterapkannya pembelajaran kooperatif tipe STAD, test berlangsung selama 25 menit.


(60)

b. Kelas Eksperimen 2

Kelas yang digunakan sebagai kelas eksperimen 2 adalah kelas X4. Pembelajaran di kelas eksperimen 2 menggunakan pembelajaran kooperatif tipe NHT. Tahapan pelaksanaan pembelajaran

dilaksanakan di kelas dan di laboratoriun fisika. Pelaksanaan pembelajaran pada kelas ini dilakukan sesuai jadwal pelajaran di sekolah yaitu pada hari Rabu (15,22, dan 29 Februari 2012) jam pelajaran ke-1, 2, 3 atau dimulai dari pukul 07.15 sampai dengan 09.30 WIB.

Pada pertemuan pertama dibuka dengan guru bertanya pengalaman mereka yang mengarah pada alat-alat yang menerapkan prinsip kerja pada optika geometri sehingga siswa mampu bernalar, setelah itu diberikan pretes selama 25 menit untuk mengetahui kemampuan awal siswa sebelum diterapkannya pembelajaran kooperatif tipe NHT. Setelah pretes selesai guru menjelaskan tujuan pembelajaran kepada siswa, kemudian guru bertanya kepada siswa tentang apa itu alat-alat optik dan apa saja alat-alat optic yang sering dipakai dalam kehidupan sehari-hari. Kemudian guru membagi siswa menjadi beberapa

kelompok, setiap kelompok dibagi secara heterogen dan setiap siswa dalam kelompok diberikan nomor yang berbeda, dan setiap anggota kelompok dibagikan Lembar Kerja Siswa (LKS). Guru meminta siswa melakukan kegiatan dalam LKS dan membimbing tiap-tiap kelompok untuk melakukan kegiatan dalam LKS itu. Pada saat proses


(61)

pembelajaran berlangsung guru didampingi observer untuk

memberikan penilaian KPS siswa sesuai dengan instrumen yang telah disiapkan. Guru menyebut satu nomor dan para siswa dari tiap

kelompok dengan nomor yang sama mengangkat tangan dan

menyiapkan jawaban kepada siswa di kelas. Guru meminta tanggapan dari kelompok lain dan memastikan bahwa seluruh kelompok telah mengetahui jawaban yang benar. Guru mempersilakan siswa untuk bertanya yang belum mereka pahami. Guru bersama siswa

menyimpulkan materi pelajaran yang baru saja disampaikan. Guru memberikan penghargaan kepada kelompok yang mendapatkan nilai tertinggi dan siswa yang berhasil menjawab soal yang diberikan. Post test dilakukan untuk menguji kemampuan hasil belajar siswa setelah diterapkannya pembelajaran kooperatif tipe NHT, test berlangsung selama 25 menit.

Pada pertemuan kedua dibuka dengan guru bertanya tentang

pengalaman mereka yang mengarah pada alat-alat yang menerapkan prinsip kerja pada lup dan periskop sehingga siswa mampu bernalar, setelah itu diberikan pretes selama 25 menit untuk mengetahui kemampuan awal siswa sebelum diterapkannya pembelajaran

kooperatif tipe NHT. Setelah pretes selesai, guru menjelaskan tujuan pembelajaran kepada siswa, dan bertanya apa saja alat-alat optik yang sering digunakan dalam kehidupan benda sehari-hari untuk melihat benda kecil dan benda dipermukaan laut. Kemudian guru membagi siswa menjadi beberapa kelompok, setiap kelompok dibagi secara


(62)

heterogen dan setiap siswa dalam kelompok diberikan nomor yang berbeda, dan setiap anggota kelompok dibagikan Lembar Kerja Siswa (LKS). Guru meminta siswa melakukan kegiatan dalam LKS dan membimbing tiap-tiap kelompok untuk melakukan kegiatan dalam LKS itu. Pada saat proses pembelajaran berlangsung guru didampingi observer untuk memberikan penilaian KPS siswa sesuai dengan instrumen yang telah disiapkan. Guru menyebut satu nomor dan para siswa dari tiap kelompok dengan nomor yang sama mengangkat tangan dan menyiapkan jawaban kepada siswa di kelas. Guru meminta tanggapan dari kelompok lain dan memastikan bahwa seluruh

kelompok telah mengetahui jawaban yang benar. Guru mempersilakan siswa untuk bertanya yang belum mereka pahami. Guru bersama siswa menyimpulkan materi pelajaran yang baru saja disampaikan. Guru memberikan penghargaan kepada kelompok yang mendapatkan nilai tertinggi dan siswa yang berhasil menjawab soal yang diberikan. Post test dilakukan untuk menguji kemampuan hasil belajar siswa setelah diterapkannya pembelajaran kooperatif tipe NHT, test berlangsung selama 25 menit.

Pada pertemuan ketiga dibuka dengan guru bertanya tentang

pengalaman mereka yang mengarah pada alat-alat yang menerapkan prinsip kerja pada teropong dan mikroskop sehingga siswa mampu bernalar, setelah itu diberikan pretes selama 25 menit untuk

mengetahui kemampuan awal siswa sebelum diterapkannya pembelajaran kooperatif tipe NHT. Setelah pretes selesai, guru


(63)

menjelaskan tujuan pembelajaran kepada siswa, dan bertanya apa saja alat-alat optic yang sering kita gunakan dalam kehidupan benda sehari-hari untuk melihat benda kecil dan benda jarak jauh. Kemudian guru membagi kelas menjadi beberapa kelompok lalu membagikan LKS kepada tiap siswa, guru meminta siswa melakukan kegiatan dalam LKS. Guru membimbing tiap-tiap kelompok untuk melakukan kegiatan dalam LKS itu. Pada saat proses pembelajaran berlangsung guru didampingi observer untuk memberikan penilaian KPS siswa sesuai dengan instrumen yang telah disiapkan. Guru meminta satu-dua kelompok untuk mempersentasikan hasil diskusi LKS yang telah mereka kerjakan. Guru meminta tanggapan dari kelompok lain dan memastikan bahwa seluruh kelompok telah mengetahui jawaban yang benar. Guru mempersilakan siswa untuk bertanya yang belum mereka pahami dan bersama siswa menyimpulkan materi pelajaran yang baru saja disampaikan. Guru memberi penghargaan pada siswa atau

kelompok yang kinerjanya bagus. Post test dilakukan untuk menguji kemampuan hasil belajar siswa setelah diterapkannya pembelajaran kooperatif tipe STAD, test berlangsung selama 25 menit.

2. Hasil Uji Coba Penelitian

a. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas

Sebelum penelitian dilaksanakan, instrumen yang digunakan berupa soal tes hasil belajar I dan II diuji terlebih dahulu untuk mengetahui


(64)

layak atau tidaknya digunakan tiap butir soalnya dan pengujian dilakukan kepada objek di luar sampel eksperimen. Sedangkan uji reliabilitas digunkan untuk mengetahui konsistensi dari instrumen yang digunakan, apakah instrumen dapat diandalkan dan tetap

konsisten jika soal digunakan kembali atau diulang. Adapun hasil dari uji validitas dan reliabilitas tersebut adalah:

(a) Uji Validitas Soal

Validitas soal diolah menggunakan program komputer, dan datanya ditampilkan pada Tabel 4.1

Tabel 4.1 Hasil Uji Validitas Soal Tes Formatif Nomor Soal Pearson Correlation Keterangan I

1 0,669 Valid

2 0,847 Valid

3 0,605 Valid

4 0,614 Valid

5 0,791 Valid

II

1 0,823 Valid

2 0,465 Valid

3 0,712 Valid

4 0,813 Valid

5 0,831 Valid

III

1 0,846 Valid

2 0,611 Valid

3 0,629 Valid

4 0,817 Valid

5 0,725 Valid

Dengan N = 30 danα = 0,05 makartabeladalah 0,361. Dari Tabel

4.1 dapat dilihat bahwa semua butir soal pada setiap tes formatif memilikiPearson Correlation> 0,361 sehingga semua butir soal valid.


(65)

(b) Uji Reliabilitas Soal

Uji reliabilitas pada tes formatif yang dilakukan diambil dari 30 koresponden dengan jumlah soal sebanyak 5 butir untuk setiap tesnya. Reliabilitas soal dilakukan dengan menggunakan program komputer. Hasil reliabilitas soal ditampilkan pada Tabel 4.2.

Tabel 4.2 Hasil Uji Reliabilitas Soal

Tes Formatif Cronbach’s Alpha N of Items

I 0.794 5

II 0.794 5

III 0.780 5

Berdasarkan Tabel 4.2dapat dilihat bahwa nilai Cronbach’s Alpha pada tes formatif I dan II sebesar 0,794 dan pada tes formatif III dan sebesar 0,780. Karena Nilai Alpha Cronbach’s berada di antara 0,61 sampai dengan 0,80 berarti reliabel maka dapat disimpulkan bahwa alat ukur dalam penelitian tersebut reliabel.

3. Data Kuantitatif

Data kuantitatif pada penelitian ini terdiri atas 2 aspek, yaitu KPS dan hasil belajar. Data yang disajikan berupa data hasil pengolahan dengan SPSS versi 17 dan data analisis dengan Microsoft office excel 2007.

a. Data Hasil Belajar Siswa (Aspek Kognitif)

Data hasil belajar siswa ini diambil dari masing-masing kelas

eksperimen dengan jumlah siswa pada kelas eksperimen 1 sebanyak 30 siswa dan pada kelas eksperimen 2 sebanyak 30 siswa. Data hasil


(66)

belajar siswa diperoleh dengan cara memberikan pretest pada awal pembelajaran dan post test pada akhir pembelajaran yang terdiri dari 5 item. Untuk menganalisis kategori tes hasil belajar siswa digunakan skor gain yang ternormalisasi,N-gaindiperoleh dari pengurangan skor postest dengan skor pretest dibagi oleh skor maksimum dikurang skor pretest. Test yang diberikan berbentuk essay. Setiap item pertanyaan dibuat berdasarkan indikator yang mengacu pada silabus yang

diwakilkan oleh setiap item soal. Adapun perolehan skor hasil belajar siswa dari masing-masing kelas eksperimen disajikan pada Tabel 4.3. Tabel 4.3 Perolehan Skor Hasil Belajar Siswa

Perolehan Skor STAD NHT

Rata-rata N-gainI 0.56 0.43

Rata-rata N-gainII 0.58 0.37

Rata-rata N-gainIII 0.56 0.45

Rata-rata N-gain 0.57 0.42

Kategori Sedang Sedang

Tabel 4.4 Hasil Uji Normalitas Rata-Rata Hasil Belajar

No Parameter Kelas

STAD NHT 1 2 3 4 5 Jumlah Siswa Rata-rataN-gain N-gainTertinggi N-gainTerendah Asymp. Sig (2-tailed)

30 0.57 0.90 0.22 0,949 30 0.42 0.71 0.10 0,893

Langkah pertama dalam uji statistik hasil belajar aspek kognitif adalah menguji data skor rata-rata hasil belajar dari kedua kelas tersebut berdistribusi normal atau tidak. Berdasarkan data yang tersaji pada Tabel 4.4 dapat diketahui bahwa data skor hasil belajar pada kelas


(67)

STAD memiliki distribusi normal, dimana nilai Asymp. Sig. (2-tailed)diatas 0,05 yaitu 0,949. Berdasarkan hasil uji tersebut dapat disimpulkan bahwa data skor rata–rata hasil belajar pada kelas STAD berdistribusi normal. Hal yang sama juga terjadi pada kelas NHT dimana untuk data skor hasil belajar memiliki distribusi normal dengan nilaiAsymp. Sig. (2-tailed)diatas 0,05 yaitu 0,893, berdasarkan hasil uji tersebut dapat disimpulkan bahwa skor hasil belajar pada kelas NHT berdistribusi normal. Hasil ini merupakan salah satu syarat terpenuhinya untuk melakukan uji 2 sampel tidak berhubungan dengan menggunakanIndependent Sample T Test. Namun sebelum dilakukan uji t test, terlebih dahulu dilakukan uji kesamaan varian (homogenitas) dengan F test (Lavene’s Test), artinya jika varian sama, maka uji t menggunakanEqual Variances Assumed(diasumsikan varian sama) dan jika varian berbeda menggunakanEqual Variances Not Assumed (diasumsikan varian berbeda).

Tabel 4.5 Hasil Uji Perbedaan Hasil Belajar Siswa Gain Equal Variances Assumed Equal Variances Not Assumed Levene's Test For

Equality Of Variances

F Sig

0,010 0,921 t-test for equality

of Means t df Sig (2-tailed) 3,768 58 0,000 3,768 57,669 0,000 Berdasarkan Tabel 4.5, nilai signifikansi pada uji F adalah 0,921 lebih besar dari 0,05, maka H0 diterima dan dapat disimpulkan bahwa


(68)

varian kelompok kelas eksperimen 1 dan 2 adalah sama. Dengan ini penggunaan uji t menggunakanEqual Variances Assumed. Setelah di-ketahui bahwa varian kedua kelas sama, kemudian dilakukan uji t. Nilai thitung Equal Variances Assumedpada tabel di atas sebesar 3,768 sedangkan nilai ttabel sebesar 1,697. Nilai thitung > ttabel (3,768 > 1,697) dan signifikansi (0,000 < 0,05) maka H0 ditolak. Berdasarkan hasil pengujian tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa ada

perbedaan rata-rata hasil belajar siswa antara model pembelajaran kooperatif tipe STAD dengan pembelajaran NHT.

b. Data KPS (Penilaian Proses)

Penilaian KPS dilakukan dengan observasi saat proses pembelajaran menggunakan lembar observasi. Data KPS siswa berupa lembar observasi yang mencakup tujuh aspek penilaian yaitu mengamati, merumuskan hipotesis, merencanakan percobaan, melakukan percobaan menginterpretasi data, menerapkan konsep, dan berkomunikasi. Penilaian KPS selama proses pembelajaran menggunakan lembar penilaian KPS dimana penilaian dilakukan dengan cara observasi oleh guru dibantu dengan observer melalui lembar penilaian KPS. Adapun perolehan skor KPS siswa dari masing-masing kelas eksperimen disajikan pada Tabel 4.6


(69)

Tabel 4.6 Perolehan Skor KPS Siswa

Perolehan Skor STAD NHT

Rata-rata skor KPS I 73 65

Rata-rata skor KPS II 82 68

Rata-rata skor KPS III 86 71

Rata-rata Skor KPS 80.18 68.12

Tabel 4.7 Hasil Uji Normalitas Skor KPS

No Parameter

Kelas

STAD NHT

1 Jumlah Siswa 30 30

2 Rata-rata 80.18 68,12

3 Nilai Tertinggi 84.67 74

4 Nilai Terendah 73.67 57.33

5 Asymp. Sig (2-tailed) 0,338 0,742

Langkah pertama dalam uji statistik data KPS adalah menguji data skor KPS dari kedua kelas eksperimen tersebut berdistribusi normal atau tidak. Berdasarkan data yang tersaji pada Tabel 4.7 dapat

diketahui bahwa data skor KPS pada kelas STAD memiliki distribusi normal, dimana nilai Asymp. Sig. (2-tailed)diatas 0,05 yaitu 0,338. Berdasarkan hasil uji tersebut dapat disimpulkan bahwa data skor KPS pada kelas STAD berdistribusi normal. Hal yang sama juga terjadi pada kelas NHT dimana untuk data skor KPS memiliki distribusi normal dengan nilaiAsymp. Sig. (2-tailed)diatas 0,05 yaitu 0,742, berdasarkan hasil uji tersebut dapat disimpulkan bahwa skor KPS pada kelas NHT berdistribusi normal. Hasil ini merupakan salah satu syarat terpenuhinya untuk melakukan uji 2 sampel tidak berhubungan dengan menggunakanIndependent Sample T Test. Namun sebelum dilakukan


(70)

uji t test, terlebih dahulu dilakukan uji kesamaan varian (homogenitas) dengan F test (Lavene’s Test), artinya jika varian sama, maka uji t menggunakanEqual Variances Assumed(diasumsikan varian sama) dan jika varian berbeda menggunakanEqual Variances Not Assumed (diasumsikan varian berbeda).

Tabel 4.8 Hasil Uji Perbedaan KPS Siswa

Gain Equal Variances Assumed Equal Variances Not Assumed Levene's Test For

Equality Of Variances

F Sig

0,023 0,879 t-test for equality

of Means t df Sig (2-tailed) 11,737 58 0,000 11,737 56,695 0,000

Berdasarkan Tabel 4.8, nilai signifikansi pada uji F adalah 0,879 lebih besar dari 0,05, maka H0 diterima dan dapat disimpulkan bahwa varian kelompok kelas STAD dan NHT adalah sama. Dengan ini penggunaan uji t menggunakanEqual Variances Assumed. Setelah di-ketahui bahwa varian kedua kelas sama, kemudian dilakukan uji t. Ni-lai thitung Equal Variances Assumedpada tabel di atas sebesar 11,737 sedangkan nilai ttabel sebesar 1,694. Nilai thitung >ttabel (11,737 > 1,694) dan signifikansi (0,000 < 0,05) maka H0 ditolak. Berdasarkan hasil pengujian tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa ada

perbedaan rata-rata KPS (KPS) antara model pembelajaran kooperatif tipe STAD dengan pembelajaran NHT.


(71)

4.2 Pembahasan

1. Hasil Belajar Siswa (Aspek Kognitif)

Berdasarkan hasil analisis pada ujiIndependent Sample T Testmaka dapat terlihat bahwa ada perbedaan rata-rata hasil belajar siswa antara model pembelajaran kooperatif tipe STAD dengan pembelajaran NHT. Hal ini terlihat dari data kuantitatif yang menunjukkan pembelajaran dengan model pembelajaran kooperatif tipe STAD lebih tinggi dibandingkan pembelajaran NHT.

Hal tersebut didukung oleh rerataN-gainsiswa pada kedua kelas tersebut. Berdasarkan hasil perhitungan diketahui rerataN-gainpada kelas STAD sebesar 0,57 (kategori sedang) dengan rincian: 2 siswa (6,67%) memperoleh kategori rendah, 22 siswa (73,33%) memperoleh kategori sedang, dan 6 siswa (20%) memperoleh kategori tinggi.

Sedangkan pada kelas NHT, diketahui rerataN-gain0,42 (kategori sedang) dengan rincian: 6 siswa (20%) memperoleh kategori rendah, 24 siswa (80%) memperoleh kategori sedang dan tidak ada siswa (0%) memperoleh kategori tinggi.


(72)

Gambar 4.1. Grafik persentase rata-rataN-gainhasil belajar per kelas eksperimen

Perbedaan nilai rata-rata hasil belajar pada masing-masing kelas terkait proses pembelajaran dari kedua kelas tersebut. Secara keseluruhan proses pembelajaran pada kedua kelas berbeda, yang membedakan adalah pada proses berlangsungnya, dimana kelas eksperimen 1 menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD dan kelas eksperimen 2

menggunakan pembelajaran NHT. Perbedaan yang menyebabkan rata-rata hasil belajar siswa kelas dengan model pembelajaran kooperatif tipe STAD lebih tinggi daripada kelas dengan pembelajaran NHT karena pada model pembelajaran kooperatif tipe STAD siswa ikut terlibat secara aktif dalam proses pembelajaran, berdiskusi dengan teman

sekelompoknya, yang secara otomatis membuat siswa meningkat secara pengetahuan dan pemahaman dimana komponen ini merupakan bagian penting dalam tercapainya tujuan hasil belajar dalam ranah kognitif.

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90

RENDAH SEDANG TINGGI

STAD NHT Kategori P er se n tase


(73)

Seperti yang diungkapkan oleh Bloom dalam Dimyati dan Mudjiono (2002: 202) tujuan ranah kognitif digolongkan dalam 6 kelas atau tingkatan, yaitu: pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis, dan evaluasi.

Selain itu, dalam penerapannya model pembelajaran kooperatif tipe STAD memberikan kesempatan kepada siswa untuk memecahkan masalah yang telah disampaikan sebelumnya oleh guru bersama-sama dengan kelompoknya untuk mengalami sendiri dalam mengikuti proses, bahkan siswa dituntut menganalisis, membuktikan, dan menarik

kesimpulan sendiri mengenai suatu objek sehingga siswa termotivasi untuk lebih belajar percaya diri dan berimbas pada hasil belajar siswa yang semakin meningkat.

Sedangkan pada pembelajaran NHT, siswa juga diberi kesempatan untuk memecahkan masalah tetapi siswa lebih cenderung individual karena siswa hanya mempunyai tanggung jawab terhadap soal yang sesuai dengan nomor yang disebutkan oleh guru secara acak tidak seperti pada penerapan model pembelajaran kooperatif tipe STAD yang dinilai berdasarkan kelompok.

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan siswa cenderung lebih antusias bekerja secara kelompok dengan nilai berdasarkan hasil

kerjasama dari kelompok tersebut, sehingga hasil belajar yang diperoleh siswa dengan menggunakan pembelajaran NHT belum dapat


(74)

model pembelajaran kooperatif tipe STAD.Seperti yang diungkapkan oleh Erik Danuharja (2010: 81) dalam skripsinya bahwa keunggulan dari model STAD tersebut antara lain adalah siswa ikut terlibat secara aktif dalam proses pembelajaran dan siswa dapat belajar dari temannya sendiri melalui kerja kelompok, diskusi, saling mengoreksi yang dapat membuat kemampuan belajar siswa menjadi lebih merata. Keunggulan yang dimiliki oleh model STAD merupakan faktor penting yang perlu

diperhatikan dalam rangka meningkatkan hasil belajar siswa. Kelemahan yang terdapat pada model NHT tersebut antara lain adalah lebih

cenderung individual karena siswa hanya mempunyai tanggung jawab terhadap soal yang sesuai dengan nomor yang dimiliki, sehingga peluang terjadinya untuk spesialisasi terhadap model soal tertentu cukup besar. Berdasarkan analisis data dan pendapat-pendapat yang mendukung, dapat dinyatakan bahwa antara model pembelajaran kooperatif tipe STAD lebih efektif dibandingkan dengan pembelajaran NHT.

2. Keterampilan Proses Sains (KPS)

Berdasarkan hasil analisis pada ujiIndependent Sample T Testmaka dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan rata-rata KPS siswa dengan model pembelajaran kooperatif tipe STAD dan NHT. Hal ini terlihat data kuantitatif yang menunjukkan model pembelajaran kooperatif tipe STAD lebih tinggi dibandingkan dengan pembelajaran NHT.


(1)

sangat berpengaruh pada KPS siswa.

Proses yang dilakukan siswa pada kelas model pembelajaran kooperatif tipe STAD lebih banyak muncul berdasarkan indikator yang ada

dibandingkan pembelajaran NHT sehingga penilaian untuk KPS siswa selama penerapan model pembelajaran kooperatif tipe STAD lebih tinggi dibandingkan pembelajaran NHT.


(2)

61

V. SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan

Berdasarkan hasil data dan pembahasan, dapat disimpulkan bahwa:

1. Ada perbedaan rata-rata KPS siswa antara model pembelajaran kooperatif tipe STAD dengan NHT . Hasil uji perbedaan KPS siswa dengan nilai signifikansi pada uji F adalah 0,879 lebih besar dari 0,05, maka H0 diterima sehingga dapat dikatakan bahwa varian kelompok kelas STAD dan NHT adalah sama. Setelah diketahui bahwa varian kedua kelas sama, kemudian dilakukan uji t menggunakanEqual Variances Assumed. Nilai

hitung

t >ttabel (11,737 > 1,694) dan signifikansi (0,000 < 0,05) maka H0

ditolak dan H1diterima. Hal ini didukung dengan perolehan skor rata-rata KPS siswa pada model pembelajaran kooperatif tipe STAD sebesar 80,18% (kategori baik) dan pembelajaran NHT sebesar 68,12% (kategori baik).

2. Ada perbedaan rata-rata hasil belajar siswa antara model pembelajaran kooperatif tipe STAD dengan NHT. Hasil uji perbedaan hasil belajar siswa dengan nilai signifikansi pada uji F adalah 0,921 lebih besar dari 0,05, maka H0 diterima sehingga dapat dikatakan bahwa varian


(3)

(0,000 < 0,05) maka H0 ditolak dan H1diterima. Hal ini didukung dengan perolehan skorN-gainhasil belajar siswa pada kelas model pembelajaran kooperatif tipe STAD sebesar 0,57 (kategori sedang) dan kelas pembelajaran NHT sebesar 0,42 (kategori sedang).

5.2 Saran

Berdasarkan hasil pengamatan selama proses pembelajaran berlangsung dan juga analisis terhadap hasil belajar dan KPS siswa, maka penulis memberikan saran sebagai berikut:

1. Model pembelajaran kooperatif tipe STAD dapat dijadikan salah satu alternatif bagi guru-guru di sekolah sebagai salah satu upaya untuk meningkatkan hasil belajar dan KPS siswa.

2. Pada pelaksanaan model pembelajaran kooperatif tipe STAD sebagai upaya untuk meningkatkan hasil belajar dan KPS siswa, guru hendaknya memperhatikan indikator-indikator yang harus dicapai pada hasil belajar dan KPS sehingga siswa dapat benar-benar aktif terlibat dalam proses pembelajaran dengan baik.

3. Agar pelaksanaan model pembelajaran kooperatif tipe STAD dapat berjalan dengan baik, guru harus mempersiapkan diri dan perlengkapan


(4)

63 secara matang. Dari mulai alat yang akan digunakan, mental guru dan pengetahuan, serta siswa yang harus berada dalam kondisi yang kondusif. Sehingga secara teknis seluruh proses pembelajaran akan berlangsung dengan lancar dan baik.

4. Guru hendaknya benar-benar membimbing siswa untuk aktif pada seluruh proses pembelajaran karena jika siswa aktif dalam seluruh proses

pembelajaran, maka pemahaman siswa terhadap materi akan bertambah dan pada akhirnya akan berpengaruh pada peningkatan hasil belajar dan KPS siswa.

5. Kondisi dan fasilitas sekolah harus bisa dimanfaatkan agar mampu

memberikan kontribusi yang positif bagi proses kegiatan belajar mengajar, sehingga baik hasil belajar maupun KPS siswa dapat tercapai dengan baik.


(5)

Arikunto, Suharsimi. 2008.Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan (Edisi Revisi). Jakarta: Bumi Aksara

Dimyati dan Mudjiono. 2002.Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta Djamarah dan Zain. 2006.Strategi Belajar dan Mengajar. Jakarta: Bumi Aksara Hamalik, Oemar. 2002. Proses Belajar Mengajar. Jakarta: Bumi Aksara

Herdian, A. 2009.Model Pembelajaran Kooperatif Tipe NHT.[Online] tersedia: http://herdy07.wordpress.com. 06/11/2011. 10:15 WIB

Lie, Anita. 2008.Cooperative Learning: Mempraktikkan Cooperative Learning di

Ruang-ruang Kelas.Jakarta: PT. Gramedia Widiasarana Indonesia.

Mahmuddin. 2010.Belajar Jadi Manusia: Komponen Penilaian Keterampilan

Proses Sains. [Online] tersedia: http://mahmuddin.wordpress.com.

06/11/2011. 10:00 WIB

Marlangen, Taranesia. 2010. Studi Kemampuan Berpikir Kritis dan Konsep Pada Pembelajaran Fisika dengan Pendekatan Multiple Representation.Skripsi. Bandarlampung: Universitas Lampung

Marnasusanti, Ardian. 2007. Analisis Keterampilan Proses Sains Siswa SMA Negeri 5 Tegal Kelas XI IPA Dalam Sub Pokok Materi Pergeseran Kesetimbangnan Kimia Melalui Metode Praktikum.Skripsi. Semarang: FMIPA Universitas Negeri Semarang

Nuh, Usep. 2010.Fisika SMA Online: Keterampilan Proses Sains. [Online] tersedia: http://fisikasma-online.blogspot.com. 05/11/2011. 11:05 WIB Nurhadi, dkk. 2004.Pembelajaran Konstekstual dan Penerapannya dalam KBK.


(6)

Nurohman, Sabar. 2010. Penerapan Seven Jump Method (SJM) Sebagai Upaya Peningkatan Keterampilan Proses Sains Mahasiswa. Skripsi. Universitas Negeri Yogyakarta

Priyatno, Duwi. 2010.Paham Analisa Statistik Data dengan SPSS. Yogyakarta: MediaKom

Sardiman, A. M. 2007.Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: Raja Grafindo Remaja

Slameto. 2003.Belajar dan Faktor-faktor yang mempengaruhinya. Jakarta : Rineka Cipta

Slavin, Robert. 2009.Cooperative Learning Teori, Riset dan Praktik (Edisi

Terjemah).Bandung: Nusa Media

Sugiyono. 2010.Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Alfabeta

Sukmadinata, Nana Syaodih. 2007.Landasan Psikologi Proses Pendidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya

Supatmo, Jatmiko Purwo. 2009. Meningkatkan KPS Siswa SMAN 1 Kota Gajah Melalui Metode Inkuiri.Skripsi.Bandarlampung: Universitas Lampung


Dokumen yang terkait

Pengaruh Strategi Pembelajaran Kooperatif Model Numbered Head Together (NHT) terhadap Hasil Belajar Siswa pada Mata Pelajaran Sosiologi Kelas X (Studi Kasus: SMA Negeri 8 Kota Tangerang Selatan

0 4 169

Perbedaan hasil belajar biologi siswa antara pembelajaran kooperatif tipe stad dengan metode ekspositori pada konsep ekosistem terintegrasi nilai: penelitian quasi eksperimen di SMA at-Taqwa Tangerang

0 10 192

Peningkatan Hasil Belajar Biologi Siswa dengan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD Pada Konsep Jaringan Tumbuhan (Penelitian Tindakan Kelas di Kelas XI IPA MA Jamiyyah Islamiyah Pondok Aren Tangerang Tahun Ajaran 2012-2013)

1 6 287

Perbedaan hasil belajar siswa atara model pembelajaran NHT (numbered head together) dengan stad (student team achievment division pada konsep laju reaksi)

3 10 173

Penerapan model pembelajaran kooperatif dengan teknik Student Teams Achievement Division (STAD) untuk meningkatkan hasil belajar fiqih di MTs Nurul Hikmah Jakarta

0 9 145

Penerapan model pembelajaran kooperatif student teams achievement division dalam meningkatkan hasil belajar siswa pada mata pelajaran fiqih: penelitian tindakan kelas VIII-3 di MTs Jami'yyatul Khair Ciputat Timur

0 5 176

Pengaruh model pembelajaran kooperatif tipe numbered head together (NHT) terhadap hasil belajar fisika siswa pada konsep fluida dinamis

0 8 192

Pengaruh strategi pemecahan masalah “ideal” dengan model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Head Together (NHT) terhadap kemampuan berpikir kritis matematik siswa

1 10 208

Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Student Teams Achievement Division dalam Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Pada Mata Pelajaran Fiqih (Penelitian Tindakan Kelas VIII-3 di Mts. Jam'yyatul Khair Ciputat Timur)

0 5 176

PERBANDINGAN KETERAMPILAN PROSES SAINS DAN HASIL BELAJAR FISIKA SISWA ANTARA MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STUDENT TEAM ACHIEVEMENT DIVISION (STAD) DENGAN NUMBERED HEAD TOGETHER (NHT)

0 0 12