Kemiskinan Pada Keluarga Nelayan

23 Selain 5 faktor penyebab kemiskian diatas, penyebab kemiskinan di kalangan nelayan juga dikarenakan karena adanya dampak negatif kebijakan modernisasi perahu dan modernisasi alat tangkap yang sering disebut dengan istilah revolusi biru. Kebijakan ini telah mendorong timbulnya gejala lebih tangkapan atau overfishing dan penguasaan sumber daya perikanan secara berlebihan di perairan pantai maupun perairan lepas. Untuk itu nelayan harus berusaha keras dalam persaingan tersebut. Hal ini digambarkan dengan kondisi nelayan yang mempunyai perlengkapan mencari ikan dengan alat-alat sederhana, hal ini membuat nelayan kesulitan dalam memperoleh hasil tangkapan. Keterbatasan alat penangkapan ikan yang mempengaruhi pendapatan nelayan, maka banyak dari nelayan yang menggunakan bahan peledak dalam proses penangkapan ikan. Padahal penangkapan ikan di laut dengan cara menggunakan bahan peledak mengakibatkan rusaknya ekosistem bawah laut. Oleh sebab itu sangatlah disayangkan bilamana penggunaan bahan peledak terus digunakan. Pemerintah harus berupaya keras melarang dan memantau nelayan dalam penggunaan bahan peledak dalam penangkapan ikan di laut. Akan tetapi larangan menggunakan bahan peledak menjadikan nelayan harus menuai ketidak pastian dalam memperoleh hasil tangkapan dan berdampak pada pendapatan nelayan. Hal ini sangat dirasakan bagi keluarga nelayan buruh atau kecil.

3. Kemiskinan Pada Keluarga Nelayan

Keluarga merupakan kesatuan sosial yang membentuk masyarakat yang hidup dalam satu atap dan memiliki hubungan darah. Di dalam keluarga umumnya 24 terdapat anggota-anggota keluarga, seperti suami, istri, dan anak. Seperti halnya dengan keluarga-keluarga pada umumnya, keluarga nelayan juga mempunyai tanggungan ekonomi untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari anggota keluarganya. Dalam keluarga, semua modal dan barang diatur oleh kepala keluarga yang bertindak tanpa pamrih demi kepentingan bersama. Masing-masing anggota keluarga akan berkontribusi sesuai dengan peran, tanggungjawab dan kemampuannya. Persoalan yang mendasari keluarga nelayan yang tingkat penghasilannya tergolong kecil dan tidak pasti adalah bagaimana mengelola sumber daya ekonomi yang dimiliki secara efisien dan efektif. Adanya pengelolaan sumber daya ekonomi diharapkan mereka bisa bertahan hidup dan bekerja dengan cara mengelola sumber daya ekonomi yang ada. Pengelolaan sumber daya ekonomi oleh nelayan diharapkan dapat membuat nelayan merasa aman dan mampu melewati masa-masa krisis yang mengancam kelangsungan keluarganya. Menurut Kusnadi 2002;17, “Dalam kelompok sosial yang berpenghasilan rendah di daerah perkotaan misalnya lebih berorientasi pada pemenuhan kebutuhan pokok pangan dalam upaya menjaga kelangsungan kehidupan keluarganya. Kualitas bahan pangan yang bisa mereka peroleh juga rendah, dikarenakan harganya yang murah dan sesuai dengan karakter batas kemampuan sosial-ekonominya. Hal seperti ini juga sama terjadi pada rumah tangga nelayan buruh. Bagi keluarga nelayan buruh yang terpenting adalah makanan untuk keberlangsungan setiap hari meski dengan lauk - pauk yang sederhana. Lauk-pauk pada yang umumnya adalah ikan laut dan sayur bening atau asam. Dikarenakan kebutuhan pangan merupakan prioritas utama dibandingkan dengan kebutuhan sandang dan papan. Kebutuhan sandang hanya bisa tercukupi ketika nelayan memperoleh penghasilan yang lebih dari cukup. Selain itu nelayan buruh juga kurang memperhatikan kebutuhan papan. Dapat dilihat dari kondisi pemukiman nelayan buruh yang jauh dari standar layak. ” 25 Kemiskinan pada keluarga nelayan dapat dicirikan oleh pendapatan yang lebih rendah daripada pengeluaran, tingkat pendidikan keluarga rendah, kelembagaan yang ada belum mendukung terjadinya pemerataan pendapatan, potensi tenaga kerja keluarga istri dan anak belum dapat dimanfaatkan dengan baik, dan akses terhadap permodalan yang rendah. Menurut Kusnadi 2002 :40, ciri umum yang dapat dilihat dari kondisi kemiskinan dan kesenjangan sosial-ekonomi dalam kehidupan masyarakat nelayan adalah fakta-fakta yang bersifat fisik berupa kualitas pemukiman. Perkampungan nelayan miskin dapat mudah diidentifikasi dari kondisi rumah yang dihuni oleh para nelayan. Rumah yang sangat sederhana dengan dinding yang terbuat dari anyaman bambu, lantai masih menggunakan tanah, beratap daun rumbia dan perabotan rumah tangga yang tidak memadai merupakan gambaran tempat tinggal para nelayan buruh atau nelayan tradisional. Sedangkan rumah-rumah yang sudah tergolong megah dan fasilitas yang memadai dapat dikenali bahwa rumah tersebut ialah tempat tinggal pemilik perahu, pedagang perantara atau pedagang berskala besar dan pemilik toko. Selain dilihat dari kehidupan fisiknya, kehidupan nelayan miskin dapat dilihat dari tingkat pendidikan anak-anak mereka, pola konsumsi sehari - hari dan tingkat pendapatannya. Tingkat pendapatan nelayan rendah yang cenderung rendah maka tidak dapat dipungkiri tingkat pendidikan anak-anak mereka juga rendah. Banyak terjadi anak-anak para nelayan yang harus berhenti bersekolah sebelum lulus sekolah dasar, ada juga yang sudah sampai lulus sekolah dasar tetapi tidak melanjutkan ke jenjang sekolah menengah pertama atau yang lebih tinggi. 26 Disamping itu kebutuhan yang paling mendasar bagi rumah tangga nelayan miskin ialah pemenuhan kebutuhan pangan. Keluarga nelayan yang belum dapat memenuhi kebutuhan pangan maka nelayan tersebut secara otomatis dapat dikatakan nelayan miskin. Menurut Kusnadi 2002:20, keluarga nelayan buruh sering dianggap oleh orang luar bergaya hidup konsumtif atau boros ketika memperoleh penghasilan yang cukup banyak. Padahal yang kita ketahui nelayan buruh tidak setiap hari memperoleh hasil tangkapan yang tergolong banyak. Apalagi ketika musim ikan perolehan pendapatan nelayan buruh dalam sekali mencari ikan atau beroperasi paling hanya mendapatkan uang senilai Rp. 50.000,00 sampai Rp. 100.000,00 penghasilan maksimum. Dalam masa kerja satu tahun nelayan paling hanya mengalami 1-2 kali, bahkan kadang tidak diperoleh sama sekali. Oleh sebab itu keluarga nelayan buruh sering dihadapkan pada masa-masa kesulitan dan kekurangan dalam kehidupannya ketika hasil dari bernelayan sangatlah kurang. Akan tetapi pada saat nelayan memperoleh hasil yang banyak atau cukup, maka sering dari mereka bersifat konsumtif. Sikap yang demikian mencerminkan kompensasi psikologis dari kesengsaraan hidup yang cukup lama menimpanya. Gaya hidup yang boros merupakan upaya menyenangkan diri dalam sesaat saja. Oleh sebab itu beban kehidupan akan semakin berat bagi keluarga nelayan buruh yang menggantungkan seluruh keberlangsungan kehidupannya dengan hasil melaut. 27 Kemiskinan yang melanda keluarga nelayan pun dapat mempersulit mereka dalam membentuk kehidupan generasi berikutnya yang lebih baik lagi. Anak-anak mereka harus menerima keadaan yang saat ini dialaminya, mereka harus menerima kenyataan untuk mengenyam tingkat pendidikan yang rendah. Hal ini dikarenakan ketidak mampuan ekonomi orangtuanya. Menurut Kusnadi 2002 :27, banyak anak- anak yang tidak bersekolah atau drop out dari sekolah dasar sebelum mencapai kelulusan. Anak-anak mereka sering dituntut untuk ikut mencari nafkah guna menanggung beban kehidupan keluarga dan mengurangi beban tanggung jawab orangtuanya. Keterbatasan memperoleh yang layak maka kiranya sangatlah sulit untuk menciptakan generasi atau sumber daya manusia yang lebih berkualitas dalam kelompok masyarakat nelayan. Akibat generasi yang diturunkan demikian, maka mereka tetap mewarisi pekerjaan dan tingkat hidup seperti yang dialami oleh orangtuanya. Oleh demikian desa-desa pantai atau pesisir pantai akan menjadi kantong-kantong kemiskinan, kebodohan, dan keterbelakangan sepanjang masa.

4. Strategi Keluarga Nelayan