Strategi Nelayan Kedonganan Menghadapi Kemiskinan.

(1)

0 Bidang Unggulan : Pengentasan Kemiskinan Kode/Bidang Ilmu : 623/ Antropologi

LAPORAN PENELITIAN

Hibah Unggulan Program Studi

STRATEGI NELAYAN

KEDONGANAN MENGHADAPI

KEMISKINAN

Tim Peneliti :

1. Dr. Purwadi, M.Hum. (NIDN. 0029115305) 2. Drs. I Ketut Kaler, M.Hum. (NIDN. 0031125867)

Dibiayai oleh

DIPA PNBP Universitas Udayana

sesuai dengan Surat Perjanjian Penugasan Pelaksanaan Penelitian Nomor: 011/UN14.1.1/PNL.01.03.00/2015, tanggal 25 Mei 2015

PROGRAM STUDI ANTROPOLOGI

FAKULTAS SASTRA DAN BUDAYA

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR


(2)

(3)

2 KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan ke hadapan Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rakhmat-Nya pelaksanaan dan penyusunan laporan kegiatan penelitian ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Selain itu, kami juga mendapat bantuan dari berbagai pihak dalam menjalankan kegiatan ini. Oleh karena itu, melalui kesempatan ini kami ucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Rektor Universitas Udayana yang telah memberikan kesempatan dan dana untuk pelaksanaan kegiatan ini.

2. Bapak Ketua Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat Universitas Udayana beserta staf yang telah memberikan bantuan administrasi, sehingga kegiatan ini dapat dilaksanakan.

3. Dekan Fakultas sastra dan Budaya Universitas Udayana yang telah memberikan peluang kepada kami untuk melaksanakan kegiatan penelitian ini.

4. Bapak Kepala Desa Kedonganan dan jajarannya yang telah menerima dan memberikan dukungan kepada tim penelitian ini.

5. Pimpinan LPD, Bendesa Adat Kedonganan, BPKP2K yang telah memberikan kesempatan untuk pelaksanaan kegiatan penelitian ini.

Mudah-mudahan hasil kegiatan ini bermanfaat sesuai dengan harapan semua pihak terkait.

Denpasar, 30 Oktober 2015

Ketua Pelaksana Kegiatan


(4)

3 DAFTAR ISI

HALAMAN PENGESAHAN KATA PENGANTAR DAFTAR ISI

RINGKASAN

BAB I : PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang...5

1.2. Tujuan Khusus...6

1.3. Urgensi Penelitian dan Potensi Hasil...6

1.4. Tinjauan Pustaka...7

BAB II : METODE PENELITIAN 2.1. Lokasi Penelitian...12

2.2. Penentuan Informan...12

2.3. Teknik Pengumpulan Data...13

2.4. Teknik Analisis Data...13

BAB III : GAMBARAN UMUM KELURAHAN KEDONGANAN 3.1. Lokasi dan Lingkungan Alam...14

3.2. Demografi...14

3.3. Sistem Mata Pencaharian Hidup...16

3.4. Potensi Pariwisata...16

BAB IV : KEHIDUPAN NELAYAN KEDONGANAN 4.1. Nelayan Kedonganan...19

4.2. Hidup Keseharian...27

4.3. Pengelolaan dan Pemasaran Hasil...30

4.4. Perkembangan Kelompok Nelayan...33

BAB V : STRATEGI MENGHADAPI KEMISKINAN 5.1. Orientasi Nilai Budaya...36

5.2. Faktor-faktor Mempertahankan Kenelayanan... 37

5.3. Peran Lembaga Adat...40

BAB VI : KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan...49

6.2. Saran...49

DAFTAR PUSTAKA...51

LAMPIRAN Lampiran 1 : Catatan Harian (logbook)...55


(5)

4 RINGKASAN

Tujuan jangka panjang penelitian ini adalah ”terwujudnya pengelolaan sumber daya laut berbasis masyarakat”. Tujuan tersebut hendak dicapai dengan mewujudkan target khusus penelitian, yaitu strategi pengelolaan sumber daya laut berbasis masyarakat. Untuk itu, permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini adalah bagaimana strategi masyarakat nelayan Kelurahan Kedonganan menghadapi kemiskinan. Adapun fokus penelitian adalah sebagai berikut;

1. Program kerja, pelaksanaan program kerja, pengawasan dan evaluasi yang berkaitan dengan strategi pengelolaan sumber daya laut oleh masyarakat nelayan Kelurahan Kedonganan.

2. Langkah-langkah yang ditempuh pihak pengelola sumber daya laut dalam menghadapi kemiskinan masyarakat nelayan Kelurahan Kedonganan.

3. Hubungan pihak pengelola sumber daya laut dengan masyarakat nelayan Kelurahan Kedonganan pada masa kini.

Metode penelitian yang digunakan untuk mencapai tujuan dan target tersebut di atas adalah metode kualitatif, berparadigma fenomenologis dan interpretatif. Langkah-langkah yang ditempuh dalam konteks ini adalah sebagai berikut;

1. Mengumpulkan data dengan metode pengamatan dan wawancara mendalam.

2. Bersamaan dengan pengumpulan data, dilakukan analisis data secara interpretatif dengan pendekatan fenomenologis untuk memperoleh pengetahuan tentang gagasan-gagasan, pemikiran, keyakinan yang ada di balik aktivitas pengelolaan sumber daya laut oleh masyarakat nelayan Kelurahan Kedonganan. Hal tersebut akan dipahami secara lebih mendalam dengan menggunakan pendekatan interpretatif.

3. Hasil interpretasi digunakan untuk membuat hipotesis kerja yang kemudian digunakan untuk menggali informasi secara lebih mendalam hingga diperoleh informasi yang memadai untuk mencapai tujuan penelitian.

4. Berdasarkan hasil penelitian dirumuskan simpulan akhir, selanjutnya simpulan digunakan untuk menyusun model strategi pengelolaan sumber daya laut berbasis masyarakat.


(6)

5 BAB I

PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang

Permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini adalah bagaimana masyarakat nelayan Kelurahan Kedonganan menghadapi kemiskinan. Hal tersebut diketahui berdasarkan hasil penelitian sebelumnya yang mengungkapkan bahwa walaupun para nelayan Kedonganan telah merasakan proses modernisasi bidang perikanan, namun setiap nelayan hanya mampu menangkap ikan maksimal hanya 4,8 kg/hari saja (Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Badung). Kenyataan tersebut membuat perekonomian nelayan memprihatinkan. Seperti yang dikemukakan oleh Mubyarto dkk. (dalam Kinseng, 2014:38) bahwa keluarga nelayan pada umumnya lebih miskin daripada keluarga petani atau pengrajin. Para nelayan kecil dan buruh nelayan memang berada pada posisi yang lemah dan marginal (Kinseng, 2014:39). Sucipta (2012) mengungkapkan bahwa sejak tahun 1995 Kedonganan mulai terjamah perkembangan kepariwisataan dan menjadi tujuan wisata pantai dan kuliner. Sebagai pengaruh dari keberhasilan pendirian kafe-kafe di pantai Jimbaran, masyarakat Kedonganan pun turut mendirikan kafe-kafe pula. Namun perkembangan di Kedonganan tanpa kendali sehingga menimbulkan banyak permasalahan di bidang ekonomi, sosial, budaya, dan lingkungan. Permasalahan ini sangat urgen, karena bila tidak terselesaikan bisa berlanjut dengan situasi yang lebih parah dan akan mencoreng citra objek wisata Kedonganan, bahkan pariwisata budaya Bali. Lebih jauh permasalahan ini bisa pula mengakibatkan penurunan jumlah wisatawan yang mengunjungi objek wisata tersebut diiringi penurunan jumlah masukan finansial, baik bagi pengelola objek wisata tersebut, pemerintah daerah, dan terlebih pada masyarakat yang bersangkutan.

Kemudian sejak tahun 2007 Desa Adat Kedonganan didukung oleh Pemkab Badung mulai menata pantai Kedonganan dengan memaksimalkan semua potensi desa termasuk penataan kafe-kafe. Pengelolaan kafe diberikan kepada masing-masing Banjar di wilayah Kedonganan. Dengan berjalannya waktu, kini pantai Kedonganan berubah menjadi tujuan wisata pantai dan kuliner yang menarik. Hal tersebut tak lepas dari peran Desa Adat Kedonganan yang telah melibatkan masyarakat mulai dari perencanaan awal dengan tujuan meningkatkan perekonomian masyarakat, mempertahankan adat istiadat setempat dan pengelolaan yang berkelanjutan.


(7)

6 Peraturan Daerah Provinsi Bali No.2 Tahun 2012 menyatakan bahwa pariwisata Bali berlandaskan kebudayaan Bali yang dijiwai falsafah Tri Hita Karana, yang mengidealkan keharmonisan sosial (pawongan). Oleh karena itu, penelitian ini selain mengkaji permasalahan tersebut dari perspektif masyarakat nelayan pendukung budaya tersebut, juga mengkaji bagaimana masyarakat Kedonganan menciptakan strategi dalam menghadapi salah satu permasalahan hidup mereka, yaitu kemiskinan, agar diperoleh pengetahuan yang dapat dimanfaatkan untuk membangun strategi dalam memecahkan masalah yang menunjukkan adanya ketidakharmonisan sosial.

1.2Tujuan Khusus

Bertolak dari latar belakang di atas, penelitian ini mempunyai tujuan khusus, yaitu untuk mengetahui dan memahami beberapa hal guna dapat merumuskan strategi pengelolaan sumber daya laut di Kedonganan berbasis masyarakat. Adapun hal-hal yang hendak diketahui dan dipahami dalam penelitian ini adalah sebagai berikut;

1. Program kerja, pelaksanaan program kerja, pengawasan dan evaluasi yang berkaitan dengan strategi pengelolaan sumber daya laut oleh masyarakat nelayan Kelurahan Kedonganan.

2. Langkah-langkah yang ditempuh pihak pengelola sumber daya laut dalam menghadapi kemiskinan masyarakat nelayan Kelurahan Kedonganan.

3. Hubungan pihak pengelola sumber daya laut dengan masyarakat nelayan Kelurahan Kedonganan pada masa kini.

1.3Urgensi Penelitian dan Potensi Hasil yang bisa didapat

Berdasarkan tujuan khusus di atas, penelitian ini sangat urgen karena hasil penelitian ini yang berupa pengetahuan dan pemahaman tentang berbagai hal yang hendak diketahui dan dipahami itu diharapkan bermanfaat, baik secara teoretis maupun praktis.

1.3.1 Manfaat Teoretis

1. Menambah pengetahuan dan pemahaman tentang program kerja, pelaksanaan, pengawasan dan evaluasi yang berkaitan dengan pengelolaan sumber daya laut di Kedonganan.


(8)

7 2. Menambah pengetahuan dan pemahaman tentang pandangan pihak pengelola

sumber daya laut terhadap program kerja, pelaksanaan, pengawasan dan evaluasi.

3. Menambah pengetahuan dan pemahaman tentang pandangan masyarakat nelayan Kelurahan Kedonganan terhadap program kerja, pelaksanaan, pengawasan dan evaluasi yang berkaitan dengan pengelolaan sumber daya laut di Kedonganan.

4. Menambah pengetahuan dan pemahaman tentang strategi masyarakat nelayan Kelurahan Kedonganan menghadapi kemiskinan.

1.3.2 Manfaat Praktis

1. Merumuskan strategi pengelolaan sumber daya laut yang memungkinkan untuk pengembangan atau modernisasi perikanan lebih lanjut, dan menghindarkan terjadinya pemiskinan.

2. Menambah materi mata kuliah Antropologi Maritim yang akan diselenggarakan Program Studi Antropologi Fakultas Sastra dan Budaya Universitas Udayana. 3. Menambah publikasi ilmiah pada jurnal terakreditasi.

1.4. Tinjauan Pustaka

1.4.1. Hasil Penelitian Terdahulu

Terkait dengan tujuan penelitian, ada beberapa hasil penelitian yang relevan untuk ditelaah dan diacu dalam penelitian ini. Antara lain, penelitian Widhianti (2005), Orientasi Nilai Budaya Masyarakat Nelayan di Kawasan Wisata Kedonganan, Kelurahan Kedonganan, Kabupaten Badung, Bali. Penelitian Widhianti mengungkapkan gambaran tentang peluang, ancaman, kekuatan dan kelemahan yang mempengaruhi daya saing nelayan di Kedonganan. Hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan sebagai informasi awal untuk menggali informasi lebih dalam yang berkaitan dengan tujuan penelitian ini. Widhianti mengungkapkan bahwa meskipun Kedonganan terletak di kawasan wisata, namun hal itu bukan jaminan bagi para nelayan meningkatkan kualitas hidupnya. Berbagai kesulitan hidup ditemui, namun hal itu pun tidak menjadi halangan untuk tetap hidup sebagai nelayan. Resiko dihadapi dengan besar hati karena bagi mereka hidup adalah anugerah. Orientasi nilai semacam itu bisa dilihat sebagai suatu strategi menghadapi permasalahan hidup.


(9)

8 Strategi senada dapat pula ditemui pada penelitian Pradnyaswari (2011) tentang Pemertahanan Identitas Etnik dalam Masyarakat Multikultural pada Masyarakat Kampung Bugis di Pulau Serangan Kecamatan Denpasar Selatan, yang mengungkapkan bagaimana masyarakat Bugis yang berprofesi sebagai nelayan di Serangan beradaptasi di lingkungan yang mengalami perubahan sejak adanya proyek reklamasi. Hal ini penting juga untuk dicermati karena memperlihatkan bagaimana suatu masyarakat dengan menggunakan kebudayaannya menginterpretasi dan mengadaptasi lingkungannya. Dalam hal ini kebudayaan digunakan sebagai strategi menghadapi hari depan.

Berkaitan dengan strategi masyarakat tertentu menghadapi permasalahan mereka dikemukakan oleh Marzali (2003) dalam Strategi Peisan Cikalong dalam Menghadapi Kemiskinan. Marzali mengasumsikan bahwa gejala kemiskinan Jawa bermula dari faktor tekanan penduduk yang tidak terimbangi oleh perkembangan teknologi pertanian dan kemajuan institusi ekonomi pedesaan.

Selain itu, Kusnadi (2002) dalam Konflik Sosial Nelayan, Kemiskinan dan Perebutan Sumber Daya Perikanan, mengungkapkan bahwa kemiskinan, keterbelakangan masyarakat nelayan, kerusakan lingkungan pesisir dan laut merupakan dampak dari kebijakan pembangunan yang selama ini berorientasi ke daratan. Sekalipun pemerintah menggulirkan kebijakan modernisasi perikanan untuk meningkatkan kesejahteraan nelayan, namun hasil yang dicapai tidak memuaskan. Secara umum nelayan masih terperosok dalam perangkap kerentanan sosial-ekonomi yang berkepanjangan.

Penguasaan dan akses terhadap sumber daya alam semakin sering menjadi isu utama dalam konflik sosial. Dalam buku Konflik Nelayan, Kinseng (2014) mengemukakan bahwa konflik sosial di kalangan nelayan di Indonesia selama ini sering bersifat destruktif dan brutal, sehingga telah menelan korban harta benda bahkan nyawa para nelayan yang tidak sedikit. Namun di sisi lain, Sucipta (2012) dalam tulisan Pengelolaan Pantai Kedonganan Sebagai Daya Tarik Wisata Kuliner Berbasis Masyarakat di Desa Kedonganan, mengungkapkan bahwa sebenarnya ketidakharmonisan bisa diatasi bila masyarakat setempat turut berpartisipasi dalam penguasaan sumber daya alam, dalam hal ini sumber daya kelautan atau pantai. Sucipta mengungkapkan bahwa pengelolaan pantai Kedonganan benar-benar melibatkan masyarakat, sehingga masyarakat mendapat manfaat maksimal dalam ekonomi, sosial budaya. Begitu juga berkaitan dengan kepariwisataan, wisatawan merasa aman dan mendapat pelayanan yang


(10)

9

maksimal, sehingga apa yang menjadi harapan masyarakat, yaitu dari masyarakat untuk masyarakat pasti dapat terwujud dalam pariwisata berkelanjutan itu. Karenanya untuk mencapai keharmonisan bersama, yaitu keharmonisan antara masyarakat, lingkungan dan hubungan baik dengan wisatawan, pengelolaan sumber daya tersebut didasari juga dengan filosofi Tri Hita Karana. Hasil penelitian Kusnadi, Kinseng maupun Sucipta tersebut dapat memberikan wawasan atau pemahaman tersendiri yang bermanfaat dalam pelaksanaan penelitian ini.

1.4.2. Pemahaman tentang Manajemen

Pengelolaan sumber daya laut identik dengan menyoroti manajemen sumber daya laut itu sendiri. Istilah manajemen diartikan sebagai penggunaan sumber daya secara efektif untuk mencapai sasaran (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2008:870). Manajemen dalam arti tersebut terdiri atas empat bagian, yaitu (1) perencanaan, (2) pelaksanaan, (3) pengawasan, dan (4) evaluasi.

1.4.3. Perencanaan

Mengacu Pasal 1 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Perencanaan Pembangunan Nasional, menyatakan bahwa perencanaan pembangunan adalah suatu proses untuk menentukan masa depan yang tepat melalui urutan pilihan, dengan memperhitungkan sumber daya yang tersedia. Sejalan dengan itu, Dror (dalam Schoorl,1980:294), mendefinisikan perencanaan sebagai proses dalam penyiapan seperangkat keputusan mengenai tindakan di kemudian hari yang ditujukan untuk mencapai tujuan-tujuan dengan menggunakan cara-cara yang optimal, yaitu kondisi kehidupan yang lebih baik daripada yang ada sebelumnya. Hal tersebut berkaitan dengan bidang sosial ekonomis dan sosial budaya. Pada konteks ini, orientasi pada keuntungan (profit oriented) merupakan bagian yang tak terpisahkan. Bisa dikatakan tidak hanya mencakup keuntungan ekonomis saja, melainkan bisa pula mencakup keuntungan sosial budaya (Koentjaraningrat, 1989). Orientasi tersebut sangat penting dan relevan dalam rangka pengembangan dan penguatan kreativitas dalam berbagai bidang. Dikatakan penting dan relevan karena setiap manusia yang bersifat rasional akan memiliki motivasi kuat untuk melakukan suatu kegiatan yang menjanjikan keuntungan bagi dirinya sendiri. Berdasarkan pemikiran tersebut dapat diduga bahwa program kerja dalam pengelolaan sumber daya laut di Kedonganan berorientasi pada keuntungan ekonomis dan keuntungan sosial-budaya.


(11)

10 1.4.4. Pelaksanaan

Pelaksanaan rencana yang telah ditetapkan dapat dilihat sebagai perbuatan atau tindakan yang dilakukan dengan cara-cara tertentu oleh pihak yang bersangkutan. Diantaranya ada yang dilakukan secara kolektif oleh orang-orang yang memiliki kedudukan yang berbeda dalam unit kerja yang bersangkutan. Keragaman kedudukan atau status itu bisa menunjukkan hubungan horizontal sehingga kedudukannya sama, misalnya sama-sama sebagai anggota panitia; dan ada pula yang mencerminkan hubungan vertikal, sehingga kedudukannya itu mencerminkan hubungan yang bersifat hierarkis, dan kedudukannya ada yang lebih tinggi dan lebih rendah. Hubungan horisontal dan vertikal itu selalu bernuansa kekuasaan, karena seperti dikemukakan oleh Takwin (2003), hubungan kuasa tidak hanya terjadi dalam hubungan antara negara dan rakyat, majikan dan buruh dan lain-lain, melainkan terjadi di mana saja dan kapan saja.

Hubungan kuasa senantiasa ditandai dengan ideologi dan wacana. Artinya, ada gagasan atau ide yang dijadikan acuan dalam melaksanakan suatu kegiatan. Agar ideologi itu dapat diacu maka dilakukan wacana oleh para pihak yang bersangkutan. Melalui wacana bisa terjadi hegemoni, dominasi, dan bahkan kekerasan yang dilakukan oleh satu pihak oleh pihak yang lain yang pada umumnya dilakukan oleh pihak yang berkuasa kepada pihak yang dikuasainya.

Mengingat perencanaan kegiatan bisa diorientasikan pada keuntungan sosial ekonomi dan sosial budaya, maka hal itu bisa saja tercermin dalam pelaksanaannya. Bila orientasi pada keuntungan ekonomi bersifat dominan, maka pelaksanaannya akan lebih mengutamakan efisiensi. Sedangkan bila orientasi pada keuntungan sosial budaya yang lebih dominan, maka proses pelaksanaannya bisa mencerminkan berbagai prinsip pengutamaan, antara lain pengutamaan kualitas kinerja dan citra.

1.4.5. Pengawasan dan Evaluasi

Pengawasan dan evaluasi atau bisa dilakukan terhadap perencanaan dan pelaksanaan dalam manajemen. Mengingat dalam perencanaan dan pelaksanaan tersebut ada pihak perencana dan pelaksananya, maka pengawasan dan evaluasi tersebut juga tertuju pada pihak perencana dan pelaksananya. Ini berarti ada pengawas dan evaluator, begitu juga ada pihak yang diawasi dan dievaluasi.


(12)

11 Sebagaimana halnya dalam proses pelaksanaan di atas, proses pengawasan dan evaluasi pun bisa bernuansa adanya hubungan kuasa, sehingga dalam prosesnya tidak tertutup kemungkinan ada unsur ideologi, wacana, hegemoni, dominasi, bahkan juga negosiasi. Selain itu, di dalam proses tersebut kemungkinan ada pula idealisme dan motivasi untuk mencari berbagai bentuk keuntungan sosial-ekonomis.


(13)

12 BAB II

METODE PENELITIAN

Metode yang relevan untuk digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kualitatif. Penerapan metode ini diwujudkan dengan tahapan-tahapan sebagai berikut.

1) Mengumpulkan data dengan metode pengamatan dan wawancara mendalam. 2) Bersamaan dengan pengumpulan data tersebut dilakukan analisis data secara

interpretatif dengan pendekatan fenomenologis. Hal tersebut dilakukan untuk memperoleh pengetahuan tentang gagasan, pikiran, keyakinan yang ada di balik aktivitas pengelolaan sumber daya laut masyarakat nelayan Kelurahan Kedonganan. Hasil interpretasi digunakan untuk membuat hipotesis kerja yang kemudian dipakai untuk menggali informasi secara lebih mendalam hingga diperoleh informasi yang memadai untuk mencapai tujuan penelitian.

3) Berdasarkan hasil penelitian dirumuskan simpulan akhir dan selanjutnya digunakan untuk menyusun model strategi pengelolaan sumber daya laut berbasis mesyarakat setempat.

2.1. Penentuan Lokasi Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Kelurahan Kedonganan, Kecamatan Kuta Selatan, Kabupaten Badung. Lokasi ini dipilih karena di lokasi tersebut merupakan pusat kegiatan kenelayanan berada.

2.2. Penentuan Informan

Informan yang dipilih sebagai narasumber atau pemberi informasi dalam penelitian ini meliputi orang-orang dari warga masyarakat nelayan Kelurahan Kedonganan, baik para pemimpin maupun anggotanya yang mempunyai pengetahuan tentang kehidupan nelayan tersebut serta mempunyai pengetahuan tentang strategi apa saja yang dilakukan dalam menghadapi berbagai masalah hidup kenelayanan.

Pemilihan informan akan dilakukan dengan teknik purposif, yaitu para tokoh desa yang memiliki informasi yang dibutuhkan sebagai informan pangkal. Selanjutnya dilakukan teknik snowball, dalam arti dari informan pangkal digali identitas informan lain yang dibutuhkan dalam penelitian. Jumlah informan ditentukan sesuai dengan kecukupan perolehan data.


(14)

13 2.3. Teknik Pengumpulan Data

Penelitian ini menggunakan teknik wawancara dan observasi. Jenis wawancara mendalam dan wawancara pengalaman individu yang disebut metode individual life history (Koentjaraningrat, 1989:158). Sedangkan fenomena yang diobservasi adalah situasi sosial atau hidup keseharian dalam menghadapi kemiskinan di sekitar kehidupan masyarakat nelayan di Desa Kedonganan.

2.4. Teknik Analisis Data

Analisis data dilakukan dengan analisis interpretatif, baik secara emik maupun secara etik. Setiap informasi penting yang diperoleh dari informan langsung dianalisis untuk membentuk hipotesis-hipotesis yang kemudian digunakan untuk membuat pertanyaan yang akan diajukan berikutnya. Proses analisis semacam itu pada dasarnya dapat dilihat tahap demi tahap yang meliputi kegiatan mereduksi data, menyajikan data, menafsirkan data, dan menarik simpulan.

Reduksi data meliputi berbagai kegiatan, yaitu penyeleksian, pemfokusan, simplifikasi, pengkodean, penggolongan, pembuatan pola, foto dokumentasi untuk situasi atau kondisi yang memiliki makna subyektif, kutipan wawancara yang memiliki makna subyektif, dan catatan reflektif. Penyajian data dan penafsiran berkaitan dengan penyusunan teks naratif dalam kesatuan bentuk, keteraturan, pola-pola, penjelasan, konfigurasi, alur sebab akibat, dan proposisi. Sedangkan penarikan kesimpulan atau verifikasi antara lain mencakup hal-hal yang hakiki, makna subyektif, temuan konsep, dan proses universal. Kegiatan pengumpulan data, reduksi data, penarikan kesimpulan dan penyajian data, merupakan rangkaian kegiatan yang terkait dan bisa berlangsung secara stimultan hingga mendapatkan hasil penelitian akhir.


(15)

14 BAB III

GAMBARAN UMUM KELURAHAN KEDONGANAN

3.1. Lokasi dan Lingkungan Alam

Kelurahan Kedonganan terletak di sebelah selatan kota Denpasar yang berjarak -/+ 20 km, dan berjarak 5 km dari Kuta. Kelurahan ini berada di wilayah Kecamatan Kuta, Kabupaten Badung, dan merupakan wilayah (palemahan) Desa Adat Kedonganan. Adapun batas-batas Kelurahan Kedonganan sebagai berikut : Sebelah Utara : Kelurahan Tuban

Seb elah Se latan : Kelurahan Jimbaran Sebelah Barat : Samudera Indonesia Sebelah Timur : Selat Badung

Luas wilayah Kelurahan Kedonganan 191 ha, yang dimanfaatkan sebagian besar untuk pemukiman dan pekarangan. Sebagian lainnya merupakan hutan, pekuburan dan fasilitas umum. Seacara topografis, Kelurahan Kedonganan merupakan daerah dataran rendah dengan tanah berbukit kapur di sebelah selatan. Daerah ini terletak pada ketinggian 31 m di atas permukaan laut dengan karakteristik wilayah pesisir dan jenis tanah berpasir. Keadaan musim di wilayah Kelurahan Kedongan seperti halnya wilayah tropis lainnya di Indonesia. Curah hujan rata-rata 1700 mm/tahun, dengan suhu udara berkisar antara 23°-34°. Wilayah ini dengan kondisi tanah yang kurang subur untuk pertanian, maka wilayah Kedonganan hanya dapat ditanami dengan tanaman yang bisa tumbuh di tempat bersuhu panas, misalnya kedelai, pandan, dan umbi-umbian. Tanaman lainnya sebatas tanaman untuk pakan ternak, pisang dan kelapa.

Jenis fauna yang diternakkan antara lain; sapi, babi, ayam, dan bebek. Pemeliharaan ternak dilakukan hampir di setiap rumah tangga atau keluarga dengan jumlah yang bervariasi. Hasil ternak tersebut selain untuk memenuhi konsumsi sendiri, ada pula yang dijual. Jenis binatang lain yang banyak dijumpai ialah anjing dan kucing.

3.2. Demografi

Berdasarkan data yang diperoleh dari Kantor Kelurahan Kedonganan, jumlah seluruh penduduk Kelurahan Kedonganan pada tahun 2014 adalah 5.809 orang, yang


(16)

15 terdiri dari laki - laki 3.128 orang, dan perempuan 2.681 orang dari 1.257 KK (kepala kelu arga), d engan kep adatan p endudu k 2.952/km2. Adapun jumlah sebaran KK d an penduduk di setiap banja r di Kelurahan Kedonganan dapat dilihat pada tabel berikut :

TABEL 1

Sebaran Penduduk Kelurahan Kedonganan

NO. BANJAR Kepala

Keluarga

Jumlah Penduduk

1. Kubu Alit 147 727

2. Ketapang 258 1.113

3. Anyar Gede 184 945

4. Kerthayasa 156 698

5. Pasek 257 1.016

6. Pengenderan 255 1.310

JUMLAH 1.257 5.809

Sumber : Profil Kelurahan Kedonganan tahun 2014.

Selain masyarakat “asli” Kedonganan, banyak pula warga masyarakat yang berasal dari wilayah Bali lainnya. Hal itu disebabkan banyak orang Kedonganan yang menikah dengan orang Bali dari wilayah lain, misalnya dari Tabanan, Singaraja, Gianyar dan lainnya. Terlepas dari perbedaan wilayah asal, secara keseluruhan penduduk Kedonganan dapat diidentifikasikan sebagai orang Bali. Sedangkan penduduk pendatang dari etnis lainnya adalah Jawa, Madura, dan Cina.

Fasilitas pendidikan di Kelurahan Kedonganan dapat dijumpai di pusat kelurahan. Fasilitas pendidikan itu mendapat perhatian dari pemerintah daerah dan juga di tingkat kelurahan. Kelurahan Kedonganan hingga kini sudah memiliki 5 bangunan gedung sekolah, yaitu untuk jenjang pendidikan TK dan SD. Sedangkan untuk jenjang pendidikan lebih tinggi, seperti SMP, SMU atau SMK terletak di kelurahan lain yang jaraknya tidak terlalu jauh dari Kedonganan.

Warga masyarakat yang berkeinginan untuk melanjutkan sekolah relatif sedikit. Namun hal itu tidak menutup kemungkinan bagi sebagian masyarakat


(17)

16 lainnya yang berkeinginan untuk menuntut ilmu yang lebih tinggi, karena Kedonganan tak terlalu jauh letaknya dengan Universitas Udayana. Hal tersebut diharapkan dapat memacu pola pikir masyarakat agar d ap at mener im a ar ti pentingn ya p end id ikan dalam kehid upan mer eka.

3.3. Sistem Mata Pencaharian Hidup

Masyarakat Kedonganan merupakan masyarakat yang heterogen dengan sistem mata pencaharian yang beraneka ragam pula. Mata pencaharian utama di Kelurahan Kedonganan adalah sebagai nelayan. Selain itu banyak pula bekerja dalam bidang perdagangan sebagai pengusaha kecil dan menengah, industri dan swasta. Hal itu disebabkan oleh semakin berkembangnya sektor pariwisata di Kedonganan, sehingga sarana dan prasarana yang mendukungnya dibutuhkan juga. Walaupun sebagian pekerjaan yang sudah disebutkan merupakan pekerjaan pokok, tapi tidak menutup kemungkinan bagi masyarakat Kedonganan untuk memiliki pekerjaan atau penghasilan tambahan atau sampingan seperti menyewakan rumah, menyewakan kamar, menjadi pengrajin, atau pekerjaan lainnya.

3.4. Potensi Pariwisata

Pariwisata menjadi salah satu sektor andalan Indonesia untuk meningkatkan devisa negara karena Indonesia mempunyai banyak potensi alam dan potensi manusia yang merupakan modal dasar penunjang kepariwisataan. Oleh karena itu, pariwisata adalah sektor yang mampu menggalakkan ekonomi dan sektor-sektor terkait, yaitu sektor lapangan kerja, pendapatan masyarakat, pendapatan daerah, pendapatan negara serta penerimaan devisa meningkat melalui upaya pengembangan dan pendayagunaan berbagai potensi kepariwisataan nasional (Geriya, 1995:43).

Wilayah Kedonganan termasuk dalam wilayah Kecamatan Kuta yang merupakan pusat dari pariwisata Bali. Kedonganan merupakan daerah pantai yang potensial sebagai peningkatan hidup masyarakat setempat. Dalam rencana induk pariwisata Bali tahun 1990, wilayah Kedonganan telah ditetapkan sebagai wilayah wisata (tourist resort). Sebelum berkembangnya kepariwisataan, pantai Kedonganan merupakan pantai nelayan yang kesehariannya lekat dengan kehidupan dan aktifitas nelayan. Kehidupan masyarakat Kedonganan pada awalnya selain sebagai nelayan, mereka bertani lahan kering atau tegalan karena daerah ini tanahnya kurang subur untuk


(18)

17 pertanian sawah.

Perkembangan kepariwisataan di Kedonganan tidak bisa dipisahkan dari perkembangan kepariwisataan di daerah Jimbaran. Beroperasinya Hotel Four Seasons Jimbaran Bali pada tahun 1993 membuka peluang bagi masyarakat Jimbaran untuk ikut merasakan dampak positif pariwisata. Dengan banyaknya wisatawan yang datang ke pantai Jimbaran, beberapa penduduk Jimbaran mulai mendirikan warung-warung ikan bakar bagi wisatawan yang ingin menikmati makanan tradisional khas nelayan sambil menikmati pemandangan matahari terbenam. Warung-warung tersebut ramai didatangi tamu, sehingga ada sembilan warung ikan bakar yang beroperasi di pantai Jimbaran. Kesuksesan warung-warung ikan bakar di Jimbaran mendorong beberapa warga Kedonganan ikut mendirikan warung ikan bakar pula. Warung-warung makan tersebut akhirnya berkembang menjadi café seperti sekarang, dimana keberadaannya mengakibatkan pantai Kedonganan dan Jimbaran dikenal sebagai lokasi untuk aktivitas wisata kuliner. Pada awalnya, hanya ada lima café saja. Kemudian kesuksesan lima cafe tersebut mendorong semakin banyak warga Kedonganan yang ikut-kutan mendirikan café dan meninggalkan profesi sebagai nelayan yang sebelumnya mereka jalani. Suatu bentuk pekerjaan baru yang lebih menjanjikan.

Faktor lain yang mendorong berdirinya café di sepanjang pantai Kedonganan adalah tidak terserapnya produksi ikan kelompok-kelompok nelayan Kedonganan yang berlimpah pada waktu itu. Pemindahan Tempat Pelelangan Ikan (TPI) ke Jembrana mengakibatkan nelayan Kedonganan harus mengalokasikan biaya dan waktu yang lebih banyak untuk membawa hasil tangkapan ke Jembrana. Selain itu adanya keluhan dari otoritas Bandara Internasional I Gusti Ngurah Rai terhadap pencemaran bau di sekitar perairan pantai Kedonganan dan limbah ikan yang dibuang oleh nelayan Kedonganan di tengah laut. Fakor-faktor tersebut menyebabkan nelayan Kedonganan beranggapan bahwa profesi nelayan tidak lagi menjanjikan sehingga mereka mulai beralih profesi. Salah satu peluang yang menjanjikan pada waktu itu adalah beralih profesi menjadi pengusaha café.

Pada awal perkembangan, pendirian café di pantai Kedonganan tanpa koordinasi. Warga yang ingin mendirikan café dating ke pantai untuk mengkapling area pantai seluas yang diinginkan dan dibutuhkan. Ketika lahan pantai Kedonganan sudah mulai terbatas, warga yang ingin mendirikan café tetap memaksakan diridi area


(19)

18 yang sempit, yang mengakibatkan garis pantai Kedonganan didominasi oleh bangunan café tanpa perencanaan yang baik sehingga lingkungan Pantai Kedonganan menjadi tidak rapih dan terlihat kumuh. Di samping itu banyaknya jumlah café yang ada menimbulkan berbagai dampak negatif, antara lain berupa pencemaran sampah dan pencemaran bau yang bersumber dari limbah café yang dibuang langsung ke pantai ataupun ke laut sebagai akibat tidak adanya sistem pengolahan limbah. Hal tersebut tentunya berdampak tidak baik untuk perkembangan kepariwisataan, khususnya di Kedonganan. Untuk menatanya dibutuhkan suatu perencanaan dan pengelolaan yang didukung dan disetujui oleh seluruh warga masyarakat. Suatu penataan yang dilaksanakan dengan konsep berbasis masyarakat.


(20)

19 BAB IV

KEHIDUPAN NELAYAN KEDONGANAN

4.1. Nelayan Kedonganan

4.1.1. Sistem Kekerabatan

Sistem kekerabatan masyarakat Kedonganan terjadi melalui perkawinan. Prinsip keturunan dan pewarisan mengikuti garis patrilinial, yaitu yang menentukan bahwa dalam hubungan kerabat dan pewarisan hak serta kewajiban kekerabatan diperhitungkan melalui garis laki-laki. Perkawinan merupakan hal yang penting dalam kehidupan masyarakat Kedonganan, karena melalui perkawinan barulah seseorang mendapat hak dan kewajiban sebagai warga komunitas serta warga kelompok kerabat. Perkawinan yang dianggap ideal adalah perkawinan memad ik (meminang). Inisiatif d an pelaksanaannya dilakukan oleh keluarga pihak laki-laki. Adat menetap yang lazim dilakukan adalah virilokal (pasangan pengantin tinggal di rumah laki-laki).

Perkawinan sangat penting dalam kehidupan masyarakat Kedonganan. Hal tersebut bersangkutan pula dengan sistem pewarisan. Di dalam kehidupan perkawinan, bila tidak mempunyai keturunan maka harta bersama akan jatuh ke tangan keluarga suami. Harta warisan dianggap mempunyai nilai religius magis. Selain dapat memberikan suatu kesan secara nyata dan tidak nyata, dapat pula mempengaruhi baik buruknya hidup seseorang di dunia ini.

4.1.2. Sistem Kemasyarakatan

Di Kelurahan Kedonganan terdapat empat lembaga tradisional dalam kehidupan bermasyarakat, yaitu desa dinas, desa adat, banjar dan seka.

Desa dinas bersifat administratif dan kedinasan yang dikepalai oleh Lurah. Para warga komunitas desa dinas disatukan oleh adanya kesatuan


(21)

20 fungsi yang d ijalankan oleh Kelurahan seb agai kesatu an administratif. Lurah dibantu oleh seorang Sekretaris dan beberapa Kepala Seksi dalam bidang masing-masing yang telah ditentukan untuk memudahkan menjalankan tugas dalam Kelurahan. Pengangkatan pengurus kedinasan ini telah diatur dalam pemerintahan desa. Fungsi kedinasan untuk melakukan koordinasi terhadap jalannya pemerintahan dan pembinaan kemasyarakatan, melakukan tugas di bidang pembangunan, melakukan upaya dalam rangka peningkatan partisipasi dan swadaya gotong-royong masyarakat, melakukan kegiatan yang berguna untuk keamanan dan ketertiban serta melakukan fungsi lain yang dilimpahkan pemerintah ke Kelurahan.

Desa adat secara formal dituangkan dalam pasal 1(e) Perda Bali No.6 tahun 1986, yang mengatakan bahwa desa adat adalah kesatuan masyarakat hukum adat di propinsi Tingkat I Bali yang memiliki satu kesatuan tradisional dan tata krama pergaulan hidup masyarakat Hindu secara turun-temurun dalam ikatan Kahyangan Tiga yang mempunyai wilayah tertentu dan harta kekayaan sendiri serta berhak mengurus rumah tangganya sendiri. Kekuasaan tertinggi pada desa adat terdapat pada rapat anggota dan dikepalai oleh seorang bendesa adat. Sebagai bendesa adat hanya memiliki peran sebagai pemegang mandat dari krama (warga) desa adat di dalam melaksanakan berbagai tugas dan fu ngsi desa adat atau mengorganisasikan berbagai kegiatan yang berhubungan dengan eksistensi desa adat. Bendesa adat dibantu oleh pangliman, penyarikan, patengen, kesinoman, pasayahan-pasayahan, kelian banjar. Masing-masing prajuru (pengurus) melaksanakan kewajiban sepert melaksanakan ayahan desa (kerja bakti), menyelenggarakan upacara dewa yajna (ngodalin) di pura milik desa, menyelenggarakan upacara bhuta yajna (mecaru) di desa setiap Tilem Kesanga, melaksanakan upacara Mekiyis dan lain-lain. Selain itu mereka wajib tunduk dan mentaati peraturan yang berlaku bagi desa adat Kedonganan, baik secara tertulis maupun secara tidak tertulis. Wajib menjaga keamanan bersama, menjaga nama baik desa dan melaksanakan suka duka antara sesamanya.

Penggantian prajuru desa adat Kedonganan dilaksanakan setiap 5 tahun sekali dengan panitia pelaksanaan berasal dari utusan masing-masing banjar.


(22)

21 Selanjutnya dipilih oleh masyarakat Kedonganan dengan suara terbanyak. Setelah itu bendesa yang terpilih membentuk prajuru yang berasal dari masing-masing banjar. Syarat untuk menjadi bendesa adat Kedonganan adalah usia ± 20 tahun dengan pendidikan minimal SMP dan yang paling penting tidak dikucilkan oleh banjar di mana ia berasal.

Desa adat Kedonganan juga memiliki awig-awig, baik tertulis maupun tidak tertulis yang berupa anggaran dasar dan anggaran rumah tangga untuk mengatur stabilitas organisasinya. Awig-awig ini sebagai sarana pengikat warga masyarakat desa adat Kedonganan yang dimuat dan disyahkan oleh pejabat berwenang. Sanksi yang ada, bilamana ada yang melanggar awig-awig ini berupa teguran oleh prajuru desa. Tuduhan atas seseorang yang bersalah didasarkan atas Tri Premana, dan jika terbukti maka orang tersebut didenda. Besar kecilnya dijabarkan atas denda uang, ayahan (kerja bakti), upacara dan banten, sapa sumapa di desa dan banjar.

Banjar. Komunitas terkecil di Bali disebut banjar. Suatu banjar dikepalai oleh seorang kelian banjar yang bertugas dalam bidang sosial dan kehidupan keagamaan suatu komunitas. Pusat kegiatan warga banjar adalah di bale banjar di mana para warga banjar bertemu dan melakukan kegiatan pada hari-hari tertentu. Secara organisatoris kedudukan krama berada di bawah kelian, namun segala keputusan diambil dalam rapat krama banjar dan dilaksanakan oleh kelian banjar. Kelian banjar dibantu oleh penyarikan, kesinoman dan lain-lain. Anggota dari banjar adalah mereka yang sudah menikah (mapakuren) dan tidak lagi berstatus sebagai teruna. Kewajiban krama banjar adalah melaksanakan upacara Dewa Yajna, Bhuta Yajna, Pitra Yajna, menyelenggarakan penguburan warga yang meninggal, membantu anggota kra ma yang terkena musibah d an baha ya, menyelenggarakan tugas rutin banjar secara bergiliran, kerja bakti dan wajib bekerja untuk kepentingan krama banjar. Fungsi banjar yang ada di desa adat Kedonganan adalah untuk mewujudkan hidup bergotong royong di kalangan warga krama banjar, baik dalam keadaan suka maupun duka.


(23)

22 banjar. Seka di Kelurahan Kedonganan merupakan kesatuan dari beberapa orang anggota banjar yang terhimpun atas dasar kepentingan yang sama dalam suatu hal, misalnya seka teruna teruni, seka pesantian, seka gong dan seka kidung. Sifat seka-seka ini ada yang permanen dan ada pula yang sementara. Jumlah anggota dan prajuru seka ada yang besar dan ada yang kecil. Pada prinsipnya seka yang ada dilandasi oleh prinsip gotong royong, musyawarah dan tujuan khusus. Kegiatan seka disamping untuk kepentingan anggotanya, juga banyak membantu kegiatan banjar, bahkan untuk beberapa hal dimanfaatkan oleh banjar. Seka mempunyai anggota, struktur pimpinan, hubungan berpola antar anggota, aturan serta fungsi tertentu dalam kaitannya dengan kelompok sosial dan kelompok kepentingan yang sama di lingkungan banjar, desa adat dan desa dinas.

4.1.3. Sistem Kepercayaan

Di Kelurahan Kedonganan ada beberapa agama yang dianut, yaitu Hindu, Islam, Kristen Protestan, Katholik dan Buddha. Aktivitas hidup keagamaan orang Kedonganan yang mayoritas beragama Hindu dapat dikatakan sangat tinggi. Hal tersebut dapat dilihat dalam praktek keagamaan yang bukan hanya dilakukan pada hari-hari yang dipandang suci agama Hindu saja, tetapi juga pada hampir setiap kegiatan lainnya.

Orang Kedonganan percaya bahwa segala aktivitas keagamaan, tradisi dan adat istiadat yang dilakukan adalah untuk keselarasan, keserasian dan keteraturan dalam hidup di dunia dan akhirat. Segala aktivitas keagamaan ini walau dianggap menyita waktu, tenaga dan juga biaya,bahkan terkesan boros, namun mereka percaya bahwa hal itulah tanda bakti kepada Ida Sang Hyang Widhi, Tuhan Yang Maha Esa. Selain itu masyarakat Kedonganan percaya adanya leluhur (Betara-Betari) yang turut mempengaruhi dalam kehidupan mereka. Masyarakat Kedonganan percaya pula adanya makhluk-makhluk halus, pitara (roh manusia yang sudah disucikan), tonya (memedi), gamang (wong sarnar), kala (roh jahat yang sering mengganggu), dan Banaspati (perwujudan Dewi Durga dalam wajah yang menyeramkan). Masyarakat Kedonganan juga percaya adanya alam


(24)

23 yang tidak nampak (Niskala), percaya dengan tempat yang dianggap angker. Mereka juga percaya dengan adanya benda-benda yang dianggap mempunyai kekuatan gaib.

4.1.4. Sistem Peralatan dan Teknologi

Hingga saat ini, usaha penangkapan ikan yang dilakukan oleh para nelayan Kedonganan dapat dikatakan masih menggunakan teknologi tradisional, seperti jukung, jaring, dayung, dan motor tempel. Alat penangkapan ikan tersebut dikatakan tradisional apabila dibandingkan dengan peralatan yang lebih modern, seperti alat pukat harimau dan perahu besar yang memiliki wilayah tangkapan yang lebih jauh (off-shore fishing) dan kapasitas untuk memperoleh ikan yang lebih banyak.

Beberapa tahun yang lalu peralatan modern telah dikenalkan pula oleh Dinas Perikanan dan Kelautan Republik Indonesia, selain untuk memperkenalkan alat penangkapan ikan modern, peralatan ini dianggap dapat meningkatkan taraf hidup masyarakat nelayan dengan hasil tangkapan yang lebih banyak. Penggunaan peralatan modern tersebut diharapkan dapat mengubah pola penangkapan ikan yang sebelumnya tergantung pada musim menjadi tidak tergantung lagi pada musim. Namun hal tersebut ternyata tidak berlangsung lama, karena selain adanya kesenjangan yang sangat besar antara nelayan dengan peralatan modern dengan nelayan tradisional, hal lainnya adalah kelurahan Kedonganan merupakan salah satu daerah kawasan pariwisata di kabupaten Badung Selatan yang dikembangkan sebagai kawasan wisata pantai. Aktivitas nelayan Kedonganan berupa pendaratan basil tangkapan dialihkan ke Kabupaten Jembrana, karena hal itu dianggap dapat mempengaruhi kebersihan dan keindahan wisata alam di Kedonganan. Hal itulah yang menyebabkan nelayan Kedonganan memilih kembali dengan peralatan tradisional mereka.

Ada berbagai macam tipe perahu yang digunakan nelayan yang disesuaikan dengan kapasitas masing-masing, seperti berikut :


(25)

24 1. Kolor (Selerek)

Tipe ini umumnya digunakan untuk mencari ikan dengan menggunakan jaring selerek. Bagian-bagian dalam sebuah perahu selerek adalah kemudi, hang (tempat layar), sangan belakang (hang dua), blandangan (bambu), mesin disel (penggerak perahu), kotak (tempat es dan tempat ikan). Pada setiap perahu selerek selalu terdapat sebuah tiang khusus. Di puncak tiang ini terdapat sebuah kursi sebagai tempat duduk pemilik atau nelayan buruh yang telah dipercaya ketika mencari ikan.

Perahu selerek dibuat dari kayu jati. Perahu selerek yang terkenal berasal dari pulau Madura. Ukuran panjang 9 m, lebar 2,75 m, dalam 1 m. Perahu ini dapat ditumpangi 15 sampai 20 orang dan dapat memuat ikan sekitar 20 ton. Penggerak perahu adalah mesin disel berkekuatan 22 Pk yang dapat melaju dengan cepat dan menarik perahu lain yang bermuatan banyak.

Jaring selerek terbuat dari nilon berukuran panjang sekitar 270 m dan lebar 60 m. Jaring ini berbentuk segi empat tanpa potongan dengan letak kantong di bagian tepi. Jaring terbagi menjadi bagian kepala, perut dan sayap yang terdiri dari 7 lembaran. Pada bagian kepala, perut dan sayap selalu dirangkaikan satu dengan lain secara vertikal. Pemberat jaring terbuat dari timah hitam, sedangkan pelampung jaring terbuat dari plastik. Jaring ini digunakan untuk menangkap ikan dengan kedalaman air 100 m dari permukaan laut.

2. Sekoci

Ukuran perahu sekoci panjang 6,5 m, lebar 1,5 m dan dalam 0.75 m. Perahu ini dapat ditumpangi 2-3 orang dan dapat memuat satu ton ikan. Penggerak perahu adalah mesin disel berkekuatan 22 Pk. Perahu semacam ini jarang kita lihat sehari-hari di pantai Kedonganan karena perahu ini berlayar hingga beberapa hari. Pada perahu ini ada rumah kecil untuk berteduh. Bagian perahu lainnya adalah sangan (tiang) belakang, blandong (bambu), mesin disel dan kotak tempat ikan.

Peralatan pada perahu sekoci adalah jaring gondrong dan jaring arus. Kedua jaring ini ditarik oleh tenaga manusia. Jaring ini terbuat dari benang nilon dengan pemberat timah dan pelampung plastik. Ukuran jaring ini panjang sekitar


(26)

25 100 m dan lebar 5-6 m. Mata jaring pinggir 2.5 inci dengan mata tengah sekitar 2 inci. Kedalaman air yang digunakan untuk jenis jaring ini 60 meter.

3. Ju ku ng

Perahu jukung ini merupakan perahu kecil, berukuran panjang 6 m, lebar 0,6 m dan dalam sekitar 0,4 m. Jukung dapat ditumpangi dua orang dan memuat ikan sekitar 2 kwintal. Alat penggerak perahu berupa mesin tempel dengan ukuran 7 Pk. Selain itu menggunakan alat penggerak lain yaitu dayung dan layar. Alat transportasi jukung biasanya dibuat sendiri di Kedonganan oleh sejumlah tukang kayu dan buruh yang memiliki keterampilan teknis untuk itu. Jaring untuk menangkap ikan dalam jukung adalah jaring yang disesuaikan dengan jenis ikan yang akan ditangkap. Jukung dapat beroperasi hingga 10 km dari pantai.

4. Jaring

Jaring berbentuk anyaman dari benang nilon. Berbentuk kerucut merapat, sedangkan ujung lainnya melebar. Lebar jaring 3 m dan garis tengah sekitar 10 m, dengan lubang jaring sekitar 2,5 cm. Harga bervariasi tergantung kwalitas. Untuk penangkapan ikan jenis jaring disesuaikan oleh jenis ikan yang akan ditangkap. Seperti, jaring 3 inci yang memiliki lebar 5 m, dan ikan yang ditangkap adalah ikan kembung, tongkol, tengiri dan mantik. Jaring ciker digunakan untuk menangkap ikan seperti jenis layur. Pengetahuan untuk memperbaiki jaring diperoleh secara turun-menurun di lingkungan keluarga nelayan. Cara penggunaan jaring adalah ujung jaring dipegang kernudian dilempar ke air. Penebaran jaring harus searah dengan arus laut. Setelah agak lama maka jaring diangkat ke permukaan air dan diambil ikannya. Hal ini dilakukan berulang kali dan berpindah-pindah ke tempat yang dianggap ada ikannya.


(27)

26 5. Pancing

Pancing yang digunakan para nelayan adalah pancing rawe dan pancing tank. Ukuran kedua pancing ini berbeda tergantung dari jenis ikan yang akan ditangkap. Panjang tali ring mencapai kurang lebih 100 meter. Pada umumnya nelayan Kedonganan pergi ke laut ketika air pasang sehingga jukung dapat berlayar ke tengah lautan. Begitu pula saat jukung datang atau merapat ke pantai. Umumnya kegiatan nelayan setiap harinya dilakukan sebanyak 2 kali yakni pukul 02.00 dini hari dan siang hari pukul 11.00 WITA. Secara turun temurun mereka mengenal bahwa dalam sehari terjadi 2 kali air pasang surut. Proses terjadinya air pasang dan air surut ini tidak terjadi secara serentak tetapi secara pelan-pelan hingga mencapai titik tertinggi titik pasang dan terendah pada waktu air surut, hal ini terjadi setiap 6 jam sekali. Pada waktu surut, air laut menjadi mundur ke arah laut sekitar 50 sampai 100 m. Sebaliknya ketika air laut mulai pasang maka maju ke arah pantai sekitar 100 sampai 150 m. Perbedaan pasang surut ini tidak berpengaruh terhadap tempat parkir jukung karena letaknya lebih dari 200 meter dari titik terdekat ketika air laut pasang.

Para nelayan Kedonganan mengenal pula beberapa tanda alam yang menunjukkan tempat berkumpulnya ikan, yaitu ketika tampak adanya gelombang berbuih putih di permukaan laut. Selain itu melihat banyaknya burung-burung yang menyelam atau menyambar di permukaan laut. Gejala alam yang lain adanya awan gelap di sebelah Tenggara atau Barat Daya yang menandakan akan terjadi angin besar diikuti oleh gelombang yang besar pula. Adanya gelombang besar didahului adanya buih yang muncul di permukaan laut. Berhembusnya angin Tenggara ini biasanya muncul pada musim kemarau dan musin hujan disertai hembusan angin Barat.

Berkaitan dengan musim, para nelayan membedakan adanya arus laut yang searah dan arus laut yang berlawanan arah (bolak-balik). Selama musim penghujan sekitar bulan November-April, menurut para nelayan di perairan Selat Bali bergerak arus laut yang searah, yaitu ke Utara. Sebaliknya, selama musim kemarau di perairan ini bergerak arus bolak-balik, yaitu ke Utara dan ke Selatan. Adanya angin kencang tidak hanya bertiup pada musim penghujan saja


(28)

27 melainkan juga pada musin kemarau. Musim kemarau di Kedonganan berlangsung sekitar pada bulan Mei hingga bulan Oktober. Selama musim kemarau ini angin berasal dari arah Timur, Timur Laut dan Tenggara. Oleh para nelayan disebut angin Timur yang bertiup kencang namun tidak begitu membahayakan. Kadang-kadang pada musim kemarau diselingi oleh tiupan angin Utara yang mengakibatkan gelombang besar di perairan Selat Bali.

4.2. Hidup Keseharian Nelayan

Nelayan dapat didefinsikan sebagai orang yang secara aktif melakukan pekerjaan dalam operasi penangkapan ikan/binatang air lainnya/tanaman air. Orang yang hanya melakukan pekerjaan seperti membuat jaring, mengangkut alat-alat perlengkapan ke dalam perahu/kapal, tidak dimasukkan sebagai nelayan. Sedangkan masyarakat nelayan adalah kelompok atau sekelompok orang yang bekerja sebagai nelayan, nelayan kecil, pembudi daya ikan kecil yang bertempat tinggal di sekitar kawasan nelayan (Peraturan Menteri Perumahan Rakyat No. 15/Permen/M/2006).

Nelayan dapat dibagi menjadi tiga kategori, yaitu nelayan pemilik tradisional, nelayan pemilik semi-modern, dan nelayan buruh. Tiga kategori nelayan ini memiliki ciri-ciri kehidupan sehari-hari yang berbeda antara satu dengan lainnya. Sebagai contoh, nelayan bernama Wayan (bukan nama asli). Sebagai nelayan pemilik tradisional, pak Wayan memiliki enam jukung lengkap dengan jaring dan mesin tempel 5 PK, serta mempu nyai lima orang nelayan bu ru h untu k mengoperasikannya jukungnya tadi. Kegiatan kenelayanan dimulai pada pukul 02.00 dini hari. Para nelayan ini menyiapkan barang-barang yang akan dibawa untuk melaut, misalnya jaring yang disesuaikan dengan jenis ikan yang akan ditangkap, mesin tempel, lampu penerangan dan botol yang berguna sebagai tanda dan menghindari tabrakan antar jukung, serta bekal mereka melaut. Pada musim ikan, pak Wayan melaut sampai dengan 2-3 kali dalam sehari. Sedangkan bila tidak musim ikan hanya melaut sekali saja. Hasil tangkapan ikan dijual ke pengambek. Dalam hal ini para istri nelayan sangat berperan dalam menjual hasil tangkapan ikan dari suami mereka. Pada pukul 12.00-13.00 siang


(29)

28 hari, pak Wayan mendaratkan jukung yang telah dipakai dan menyimpan mesin tempel yang telah digunakan. Ada kalanya ia merawat dan memperbaiki mesin yang rusak. Sebagai nelayan pemilik tradisional, ia bertugas membagi uang hasil tangkapan kepada buruh-buruhnya itu. Setelah semua pekerjaan selesai, para nelayan kembali ke rumah masing-masing.

Lain lagi dari penuturan Pak Sacit, seorang nelayan tradisional dari daerah Muncar. Menurut keterangannya, pada saat musim barat nelayan yang berasal dari luar daerah Bali akan pulang kampung dikarenakan pendapatan ikan sedikit. Perahunya tetap ditaruh di pantai Kedonganan, tapi nelayannya saja yang kembali ke kampung. Perahu rata-rata milik sendiri yang langsung dibawa dari kampung, namun ada juga beberapa nelayan Bali, khususnya dari Kedonganan yang mempunyai perahu sendiri. Biasanya yang dahulunya nelayan asli Kedonganan melaut sendiri, namun sekarang perahunya sudah disewakan kepada nelayan dari luar yang hasilnya dibagi menjadi dua (50-50). Ada juga beberapa nelayan melaut sendiri tanpa teman untuk melaut, jadi hasilnya bisa dinikmati sendiri. Nelayan mulai melaut mulai pukul 15.00 atau 16.00 dan kembali ke darat keesokan harinya kurang lebih jam 06.00 atau jam 07.00. Penghasilan paling sedikit pada musim barat kadang-kadang mendapatkan sampai 5 ekor ikan saja, kadang tidak mendapatkan sama sekali. Hasil ikan paling banyak bisa mencapai 1-2 ton, kalau ikan yang di dapat melebihi 2 ton biasanya membuang jaring ke laut. Untuk mendapatkan ikan sebanyak itu perahu yang digunakan adalah perahu yang berukuran sedang.

Harga untuk ikan tongkol paling murah mencapai 5-6 ribu/kg, sedangkan jika musim barat mencapai 9-10 ribu/kg. Sedangkan ikan lemuru (ikan kucing) berkisar 10 ribu/kg. Nelayan yang akan menangkap ikan-ikan besar seperti tongkol akan membuat rumpung di tengah laut, jadi nelayan akan kembali ke darat hanya seminggu sekali. Penangkapan ikan di laut disesuaikan dengan ukuran ikan dan dengan ukuran jaring dan kapal, jika kapal besar bisa menampung ikan lebih dari 2 ton. Nelayan yang ada di Kedonganan kebanyakan orang Bugis, ada juga orang dari Madura dan Jawa. Untuk ikan layur kuning harganya berkisar 40 ribu/kg, sedangkan lemuru hitam dan putih sekitar 30 ribu/kg.


(30)

29 Menurut pak Sacit, fasilitas kenelayanan di Kedonganan cukup baik. Nelayan yang ingin berisitirahat disediakan tempat istirahat bangunan persegi panjang atau yang disebut bangsal yang berlokasi tepat di pinggir pantai. Selain untuk tempat istirahat, tempat ini juga sebagai tempat untuk memperbaiki jaring-jaring yang rusak dan sebagai tempat menaruh jaring-jaring-jaring-jaring nelayan selama tidak melaut. Bangsal ini tidak di kenakan biaya melainkan diperuntukan secara gratis. Jaring-jaring yang dipakai bisanya di beli di pabrik, tidak membuatnya sendiri. Pengeluaran para nelayan kurang lebih sekitar 50-60 ribu/hari untuk kebutuhan sehari-hari. Harga mesin perahu, perahu, dan jaring sampai 100 juta per satu perahu, itupun disesuaikan dengan daya mesin perahu, ada yang berukuran 15 dan 30 PH. Untuk pemesanan perahu biasanya antara 1-2 minggu, dan langsung dikirim dari Cilacap dan diangkut ke Bali menggunakan sebuah truk, yang di dalamnya berisi sampai 6 buah perahu.

Pengasilan untuk nelayan kalau dipukul rata 7 juta/bln jika perahu milik berdua, sedangkan perahu milik sendiri bisa mencapai 15 juta/bln. Untuk orang yang bertugas menampung ikan disebut pengembak, selanjutnya ikan akan dikirim ke daerah Benoa. Setiap nelayan mempunyai bos, apabila nelayan ini kehabisan modal jadi nelayan ini akan meminjam modal kepada pengembak, selanjutnya setelah nelayan ini panen akan diserahkan langsung kepada pengembak. Untuk sekali melaut, nelayan membutuhkan dana disesuaikan dengan besar daya mesin, untuk mesin yang berukuran 30 PH dibutuhkan dana sebesar 200-300 ribu sedangkan mesin yang berukuran 15 PH sebesar 100-200 ribu.

Bapak Nyoman (bukan nama asli) merupakan salah seorang nelayan semi-modern. Dia berasal dari Kedonganan dan dibesarkan dalam keluarga nelayan dan memiliki sembilan jukung yang pengoperasiannya dipercayakan kepada nelayan buruh. Aktivitas mulai pada dini hari. Pak Nyoman menemui buruh jukungnya dan membantu menyiapkan perlengkapan yang akan segera di bawa melaut. Sekitar pukul 04.00 pagi, dia mengawasi penurunan ikan yang ditangkap oleh kapal-kapal selerek, seperti tuna, lobster, cumi-cumi ukuran besar dan ikan lainnya yang akan dibeli oleh KUD setempat. Hasil tangkapan itu didistribusikan ke sejumlah hotel, restoran dan cafe yang ada di


(31)

30 Kedonganan. Setelah kegiatan di KUD selesai, kemudian pak Nyoman pergi mengawasi hasil tangkapan para buruhnya. Hasil tangkapan ikan dihitung dan kemudian dijual ke pasar oleh istrinya. Pada musim ikan, kegiatan di pantai biasanya selesai pukul 13.00. Setelah itu baru para nelayan bisa beristirahat.

Pak Abdul (bukan nama asli) sebagai nelayan buruh yang berasal dari Muncar, Jawa Timur, tinggal di sebuah kamar sewa beserta istri dan anaknya. Seperti nelayan buruh lainnya, pak Abdul sudah mulai beraktivitas sekitar pukul 02.00 pagi. Dia bekerja pada salah seorang pemilik jukung, pak Made (bukan nama asli). Kemudian dia menyiapkan peralatan dan perlengkapan yang akan dibawa melaut, antara lain; lampu, jaring, bahan bakar mesin tempel, makanan dan minuman yang telah disediakan oleh istri nelayan pemlik. Setelah itu pergi melaut dan kembali sekitar pukul 09.00 pagi. Kemudian ikan hasil tangkapannya dibersihkan dari jaring, ditempatkan dalam wadah plastik ukuran besar, kemudian ikan itu dijual oleh istrinya Setelah pak Abdul mendaratkan jukungya, segala peralatan dari nelayan pemilik yang dibawa tadi dibersihkan dan dikembalikan ke tempat semula bersama mesin tempel yang telah digunakan. Setelah itu dia pulang ke rumah untuk membersihkan diri dan beristirahat.

4.3. Pengelolaan dan Pemasaran Hasil Tangkapan Ikan

Pada musim panen ikan, yaitu pada bulan Maret-Agustus para nelayan Kedonganan hanya mencari ikan di sekitar pantai saja. Jenis ikan yang ditangkap adalah lemuru, layur, tongkol, jerbung, dogol, krosok, dan tengiri. Sedangkan pada bulan September-Desember mereka mencari ikan sampai ke tengah laut. Hal itu disebabkan pada bulan-bulan tersebut merupakan musim hujan di mana ikan laut relatif sulit diperoleh. Perolehan hasil tangkapan ikan para nelayan Kedonganan lainnya yang berupa non-ikan, antara lain kepiting, cumi-cumi, rajungan, kepiting, pari, dan udang. Perolehan ikan tidak didapat setiap bulan. Ada beberapa ikan yang yang selalu ada pada musim ikan seperti tongkol dan lemuru. Lain halnya dengan cumi-cumi dan layur yang hanya dapat diperoleh pada musim tertentu saja, yaitu awal musim penghujan dan pada saat air surut. Pada musim ikan, suasana di pantai biasanya tampak ramai dengan aktivitas kenelayanan.


(32)

31 Adapun sistem pembagian kerja kenelayanan di Kedonganan dapat dibagi sebagai berikut :

· Nelayan modern, nelayan semacam ini tidak diharuskan untuk menangkap ikan secara langsung, walaupun demikian banyak pula nelayan modern atau pemilik mesin dan jukung turut menangkap ikan. · Nelayan buruh atau nelayan tradisional, bertugas mencari ikan di laut,

menyiapkan peralatan menangkap ikan yang akan dipakai dan jukung yang digunakan.

· Buruh tegen jukung (panol), bertugas membantu para nelayan yang hendak pergi menangkap ikan dengan menggunakan jukung, mengangkat jukung dari tempat parkir jukung di pinggir pantai sampai ke tepi pantai untuk berlayar. Hal ini dilakukan juga ketika para nelayan kembali dari menangkap ikan dan mengembalikan jukung ke tempatnya semula.

· Buruh bersih jukung dan jarring, bertugas membersihkan jukung setelah p ar a nela yan kemb ali d ar i melau t. Sed angkan u ntu k membersihkan jaring dari hasil tangkapan ikan dilakukan oleh para buruh perempuan.

· Buruh timbang, bertugas menimbang hasil tangkapan ikan.

· Pedagang ikan, terdiri dari para keluarga nelayan yang bertugas menjual ikan kepada para konsumen atau pengepul. Umumnya kaum perempuan.

Secara umum, pengolahan hasil tangkapan ikan yang dilakukan nelayan di Kabupaten Badung adalah pemindangan, pembekuan dan pengasinan. Namun demikian, nelayan Kedonganan lebih banyak menjual hasil tangkapannya ketika ikan


(33)

32 masih segar dan dengan cara pembekuan agar ikan bisa dijual keesokan harinya. Untuk mengatasi proses pembusukan sehingga mengalami kemunduran mutu, para nelayan Kedonganan melakukan pengawetan dengan es.

Setiap nelayan pemilik, pada musim ikan mampu menghasilkan hasil tangkapan sebanyak 3-5 ton dengan jumlah kepemilikan 3-6 jukung. Hanya pada tidak musim ikan produksi ikan menurun menjadi kurang dan 1 ton. Untuk menjaga kondisi ikan agar tetap segar, pada perahu selerek dan sekoci dilengkapi oleh kotak penyimpanan sebagai tempat pendingin agar ikan tidak cepat rusak. Untuk jukung ada yang dilengkapi kotak pendingin ikan dan ada juga yang tidak. Hal itu tergantung jarak yang akan ditempuh untuk mencari ikan yang kurang lebih memerlukan waktu empat jam, yang kemudian hasil tangkapanya langsung dijual.

Hasil tangkapan berupa ikan segar langsung ditimbang di TPI (tempat pelelangan ikan). Tersediannya prasarana tempat pelelangan ini, diharapkan para nelayan dapat memanfaatkannya sebagai tempat penjualan pertama setelah ikan ditangkap di laut. Hasil tangkapan nelayan dijual dengan sistem lelang. Hal itu dimaksudkan agar ikan hasil tangkapan nelayan tidak dipermainkan oleh pengambek. Ukuran yang digunakan untuk menimbang adalah ember ukuran besar. Biasanya sebelum para nelayan kembali dari menangkap ikan, para ijon telah menunggu di pantai. Para pembeli ini umumnya para pedagang yang menjual lagi hasil tangkapan nelayan ke pasar-pasar di seluruh Bali. Aspek yang menentukan dalam kaitannya dengan kegiatan kenelayanan dan yang berpengaruh langsung terhadap peningkatan kesejahteraan hidup nelayan adalah aspek produ ksi d an d istr ibu si hasil tangkapan. Apabila hubungan sosial yang melingkupi kedua aspek tersebut kurang menguntungkan nelayan dan nelayan buruh, maka kelembagaan KUD perlu diberdayakan sesuai dengan kebutuhan masyarakat untuk mengatasi hubungan-hubungan sosial ekonomi yang timpang . Di Kedonganan, KUD setempat tidak berfungsi untuk memenuhi kebutuhan modal nelayan. TPI juga tidak berfungsi sebagaimana mestinya,


(34)

33 sehingga keberadannya tidak memberikan keuntungan ekonomi kepada nelayan. Bahkan dengan penarikan restribusi, nelayan justru merasa dirugikan. Dalam memenuhi kebutuhan modal usaha, sebagian besar nelayan memilih meminjam uang dari pengambek (tengkulak). Pemasaran hasil tangkapanpun dilakukan tidak melewati sistem KUD yang ada disana, melainkan langsung antara nelayan ke pengambek. KUD hanya menjual hasil tangkapan ikan para nelayan modern dengan kapal besar saja. Oleh karena itu, pendapatan para nelayan sangat sulit dicatat secara pasti. Penghasilan nelayan dapat dikatakan tidak menentu. Hasil tangkapan nelayan kadang berlimpah, kadang sedang-sedang saja, bahkan sama sekali tidak memadai. Hal itu terjadi disebabkan pula oleh para nelayan yang melakukan aktivitas melaut masih berdasarkan musim.

Hasil tangkapan ikan yang rusak dapat dimanfaatkan menjadi tepung untuk makanan ternak unggas, terutama ayam. Selain itu ikan segar yang belum begitu rusak juga dibeli oleh ijon atau pengepul yang kemudian dijual ke pabrik pembuatan ikan sarden. Jika jumlah hasil tangkapan banyak, maka para nelayan menjual kepada ijon ini. Tetapi jika hasil sedikit maka nelayan hanya menjual di pasar. Ikan yang ada di pasar ikan Kedonganan tidak semua dari nelayan Kedonganan, namun dari nelayan daerah lain, seperti Sanur, Benoa, daerah Bali lainnya, bahkan dari Jawa. Selain itu cafe-cafe di Kedonganan tidak selalu membeli ikan di pasar atau dari nelayan Kedonganan, melainkan membeli dari tempat lain dan dari kapal besar yang menjual ikannya lewat TPI.

4.4. Perkembangan Kelompok Nelayan

Pada tahun 1970-an nelayan Kedonganan masih merupakan nelayan tradisional, dalam arti nelayan pada saat itu masih menggunakan peralatan yang masih sederhana seperti jukung, pencar, dayung (kelimat), pancing, serok dan lain sebagainya. Pendapatan dari hasil tangkapan nelayan hanya mencapai 2,5 kg ikan perhari dengan harga Rp. 1.000,00/kg. Hal


(35)

34 tersebut tidak dapat memenuhi kebutuhan sehari-hari dengan layak.

Fenomena tersebut membuahkan suatu inisiatif para nelayan setempat. Pada tahun itu pula berdiri pertama kali kelompok nelayan yang beranggotakan 30 orang. Organisasi ini dibentuk dengan tujuan memantau seluruh aktivitas nelayan dengan segala kekurangan dan keterbatasannya, yang antara lain bertujuan untuk melindungi nelayan dari sistem ijon yang memberi pinjaman modal kepada para nelayan namun sistem tersebut sangat merugikan nelayan. Setahun lamanya kelompok nelayan itu mampu bertahan dengan segala bentuk rintangan dari para ijon yang sempat pula memecah belah kelompok itu dengan menggunakan kekuatan modal yang dimilikinya. Berkat kegigihan pengurusnya melalui berbagai pendekatan kepada para anggota yang telah dikuasai ijon, maka anggota kelompok berkumpul kembali dalam satu wadah organisasi nelayan. Berbagai kegiatan kenelayanan seperti memberikan pengarahan, pembinaan dan menjelaskan pentingnya arti organisasi rutin dilakukan seminggu sekali. Penyuluhan dilakukan oleh Dinas Perikanan dan Kelautan Pemerintah Daerah Kabupaten Badung.

Setelah terbentuk kelompok nelayan yang telah disyahkan, Pemerintah Daerah melalui BRI Cabang Denpasar memberikan bantuan kredit berupa KIK (Kredit Investasi Kecil) sebesar Rp. 26.000.000,-. Untuk tahap pertama direalisasikan pada tahun 1977 kepada nelayan Kedonganan yang digunakan untuk membeli 26 unit kapal selerek dan 26 mesin tempel Yamaha 8 PK, masing-masing unit dengan 6 set jaring. Bantuan pemerintah tersebut sangat besar manfaatnya bagi kelompok nelayan, terutama dalam menambah anggota organisasinya yang mampu menyerap tenaga kerja sebanyak 260 orang nelayan buruh sekaligus.

Pada tahun 1979 disahkan kelompok nelayan purse saine, kemudian dilaksanakan motorisasi nelayan. Setelah adanya motorisasi, hasil tangkapan nelayan meningkat dengan pesat, pendapatan nelayan terangkat untuk


(36)

35 mendukung pembangunan di bidang perikanan. Pemerintah membangun fasilitas pendukung TPI (tempat pelelangan ikan) yang dibantu pula oleh masyarakat nelayan. Untuk memperkuat kemajuan yang ingin dicapai dibentuk pula KUU Mina Segara yang bertujuan untuk menyediakan modal bagi nelayan anggotanya dengan bunga yang kecil.

Modernisasi perikanan yang terjadi di desa Kedonganan merupakan suatu proses perubahan yang dapat mempengaruhi kehidupan sosial-ekonomi. Dari segi sosial terlihat makin meningkatnya jumlah kelompok-kelompok sosial berupa kerja kelompok dalam aktivitas penangkapan ikan dengan anggota yang tidak terbatas dalam lingkungan keluarga saja. Sedangkan dari segi ekonomi terlihat upaya-upaya meningkatan taraf hidup nelayan. Namun modernisasi penangkapan ini tidak bertahan lama, ketika kapal dengan alat purse saine dipindahkan pendaratannya ke daerah nelayan Kabupaten Jembrana. Para nelayan Kedonganan kembali tidak menggunakan alat tersebut karena jauhnya tempat pendaratan tadi. Keputusan Pemerintah untuk memindahkan kapal dengan peralatan purse saine itu dengan alasan bahwa Kabupaten Badung merupakan daerah yang direncanakan sebagai tujuan pariwisata. Khususnya Kelurahan Kedonganan yang letaknya berdekatan dengan daerah tujuan wisata Kuta, sehingga pendaratan kapal ikan akan dianggap mempengaruhi pemandangan para wisatawan. Penduduk yang menekuni mata pencaharian sebagai nelayan mengalami penurunan setiap tahunnya. Dari sejumlah 15 kelompok nelayan, kini jumlah kelompok nelayan yang masih aktif hanya dua kelompok nelayan saja, yaitu kelompok nelayan Kerta Bali dan kelompok nelayan Putra Bali.


(37)

36 BAB V

STRATEGI MENGHADAPI KEMISKINAN

5.1. Orientasi Nilai Budaya

Perikanan dan kelautan secara umum memang menjadi ikon Kedonganan. Bahkan, Kedonganan hingga kini menjadi salah satu sentra usaha perikanan dan kelautan terbesar di Bali. Kehadiran Tempat Pelelangan Ikan (TPI) Kedonganan menunjukkan Kedonganan memang memegang peranan penting dalam bidang perikanan. Namun, seperti umumnya daerah pesisir, kualitas sumber daya manusia (SDM)-nya masih tertinggal, setidaknya hingga tahun 1990. Jumlah sarjana atau pun tamatan Sekolah Menengah Atas (SMA) serta Sekolah Menengah Pertama (SMP) ketika itu masih bisa dihitung dengan jari. Mayoritas penduduk Kedonganan hanya tamat Sekolah Dasar (SD). Malah, tak sedikit yang buta huruf. Kondisi semacam itu tentu saja sangat berpengaruh kepada iklim usaha untuk mencapai kesejahteraan masyarakat. Berbagai usaha yang dikembangkan di Kedonganan lebih sering menuai kegagalan. Karenanya, tidak mengherankan jika kondisi Kedonganan pada masa itu masih jauh tertinggal dibandingkan daerah-daerah lainnya di Kecamatan Kuta. Meskipun dekat dengan sentra pariwisata, keberadaan Kedonganan tetap saja terbelakang, tidak bisa ikut merasakan kue pariwisata. Namun mereka tidak menyerah, kehidupan harus berjalan terus seiring zaman. Mereka menyusun suatu strategi untuk menghadapi keterpurukan. Dengan menggunakan kearifan dalam kebudayaannya mereka mengadaptasi, menginterpretasi dan mengubah lingkungan yang sesuai dengan apa yang mereka harapkan.

Nelayan Kedonganan, khususnya nelayan tradisional dan nelayan buruh, mereka harus siap menghadapi ketidakpastian perolehan penghasilan dari melaut. Kadang kala mereka melakukan penangkapan di kawasan perairan yang dianggap masih menyimpan potensi sumber daya perikanan yang letaknya cukup jauh dari tempat tinggal mereka. Kegiatan penangkapan ini berlangsung beberapa hari dengan tingkat pendapatan yang mereka anggap cukup untuk kehidupan sehari-hari, atau tidak memperoleh penghasilan sama sekali. Berbagai resiko dari pekerjaan


(38)

37 sudah biasa mereka hadapi dan terima dengan besar hati karena bagi mereka hidup adalah sebagai anugerah. Suatu hal yang mereka harapkan adalah terciptanya keselarasan dan keserasian antara kehidupan duniawi dan kehidupan dengan Sang Hyang Widi. Untuk itu hidup harus dilandasi dengan sikap pasrah dan menerima apa adanya. Namun bukan berarti harus tetap tinggal diam saja.

5.2. Faktor-faktor Mempertahankan Kenelayanan

5.2.1. Alam.

Kedonganan merupakan salah satu kawasan wisata pantai memulai kegiatan kepariwisataann ya p ada tahun 1980-an dan berkembang pesat tahu n 2 000 -an lebih menitikberatkan pada potensi laut dan kehidupan kenelayanannya serta panjang pantai berpasir putihnya yang indah. Terlebih lagi dengan pemandangan mata hari terbenam di sore hari yang menimbulkan kekaguman. Pada kenyataannya, perkembangan wisata pantai Kedonganan sangat berpengaruh terhadap taraf hidup dan kesejahteraan masyarakat nelayan Kedonganan sendiri. Manfaat ekonomi, sosial dan budaya merupakan imbas dari pada kemajuan wisata pantai ini. Dengan adanya pembangunan di bidang pariwisata dan perikanan, turut berpengaruh terhadap pola pikir masyarakat Kedonganan yang ingin pula turut menikmati berkah tersebut.

Berkaitan dengan kegiatan kenelayanan di Kedonganan, dengan kesadaran sendiri masyarakat nelayan Kedonganan memiliki sikap bahwa laut patut dijaga, dilestarikan keberadaannya, karena ketergantungan masyarakat nelayan Kedonganan terhadap sumber daya laut sangat besar. Selain sikap pasrah atas kehendak alam, tapi mereka memberdayakan juga laut tersebut untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Faktor inilah yang membuat masyarakat nelayan Kedonganan merasa memiliki dan bertanggung jawab terhadap kelestarian taut di sekelilingnya. Untuk menjaga kelestarian lingkungan pantai Kedonganan serta untuk mengatur perilaku nelayan dalam kegiatan penangkapan ikan, maka diberlakukan awig-awig yang mengatur kehidupan masyarakat nelayan. Awig-awig yang berlandaskan filosofi ajaran Agama Hindu dan lekat dengan budaya


(39)

38 Bali tersebut tidak hanya berlaku bagi nelayan pribumi tetapi juga berlaku bagi nelayan pendatang.

Awig-awig tersebut diperlukan untuk menjaga kelestarian lingkungan pesisir agar terjaga dengan baik. Wilayah pesisir yang mempunyai kepemilikan akses terbuka memungkinkan akan terjadinya tragedi kepemilikan bersama. Hal itu terjadi karena tidak ada aturan jelas yang mengatur hak dan kewajiban dalam mengakses dan mengelola sumber daya pesisir. Adanya rasa kepemilikan bersama sumber daya alam dapat menyebabkan kerusakan lingkungan, karena masing-masing pihak merasa berhak atas wilayah yang ditempatinya. Untuk menghindari hal tersebut, maka pengelolaan sumber daya pesisir diserahkan kepada masyarakat setempat dan dibentuk kelembagaan lokal yang berisi aturan-aturan adat dalam menjaga kelestarian lingkungan. Aturan-aturan serta sanksi pelanggaran dibuat berdasarkan nilai, pengetahuan dan kearifan lokal masyarakat setempat.

5.2.2. Ekonomi.

Perikanan adalah sistem usaha manusia dalam pemanfaatan sumber daya laut, mengolah dan memasarkannya. Misalnya saja pada tahun 2010 komoditi perikanan yang menjadi andalan nelayan Kedonganan adalah ikan tuna yang jumlah produksinya mencapai 9.005,5 ton/tahun, ikan tongkol sebesar 1.478,5 ton/tahun dan ikan sarden 547,1 ton/tahun. Kebutuhan ekonomi merupakan alasan yang penting bagi sebagian nelayan untuk tetap menggeluti pekerjaan di bidang ini. Alasan mereka menggeluti mata pencarian sebagai nelayan adalah kondisi perekonomian yang kurang mampu memenuhi kebutuhan keluarga. Dengan mengikutsertakan seluruh anggota keluarga dalam usaha kenelayanan merupakan salah satu alasan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Pekerjaan nelayan adalah pekerjaan pokok. Namun untuk mencukupi kebutuhan hidup harus diimbangi pula oleh pekerjaan sampingan lainnya, misalkan sebagai pedagang, buruh bangunan, pengrajin, pemandu wisata laut, atau lainnya.

Pariwisata turut andil pula dalam mensejahterakan kehidupan nelayan. Adanya sajian khas kuliner di Kedonganan menyebabkan pasokan akan ikan di


(40)

39 beberapa hotel, kafe dan restoran juga meningkat. Selain itu bidang pekerjaan lainnya berhasil menciptakan lapangan kerja baru yang memberi peluang untuk menyerap para pencari kerja, khususnya generasi muda Kedonganan. Hal itu dapat mengurangi tingkat pengangguran yang ada di Kedonganan dengan segala aspek negatif ikutannya.

5.2.3. Sosial-budaya.

Pada dasarnya dalam kehidupan manusia tidak dapat lepas dari pengaruh lingkungan di sekitarnya. Sehingga dapat dikatakan bahwa manusia itu hidup, tumbuh dan berkembang di bawah pengaruh suatu lingkungan, dimana pribadi sebagai potensi yang dimilikinya akan berpengaruh balik terhadap lingkungannya tersebut. Seiring dengan bertambah pesatnya kegiatan kepariwisataan di Kedonganan, semakin kompleks juga sektor penunjang pariwisata ini seperti adanya hotel, kafe pinggir pantai yang menyajikan hidangan khas laut di Kedonganan. Hal tersebut tak lepas pula akan mempengaruhi kehidupan sosial budaya masyarakat setempat. Misalnya dari sebelumnya mereka memiliki gaya dan pola hidup tradisional yang sederhana, dan kini mulai menjalani gaya dan pola hidup modern seiring dengan kemajuan jaman. Walaupun demikian orang Kedongan tak lupa kepada jati dirinya sebagai warga masyarakat Bali lainnya. Mereka tetap setia menjalankan kewajiban tradisi yang diturunkan oleh nenek moyangnya.

Bagi orang Kedonganan, air merupakan elemen pokok dari kehidupan nelayan, elemen pokok yang merupakan suatu bagian dari upacara keagamaan, upacara siklus manusia dari lahir sampai mati. Bagi nelayan Kedonganan menjaga keseimbangan ekologis lautan sangatlah penting. Mereka percaya bahwa bila manusia mengeksploitasi hasil laut secara besar-besaran atau dengan cara-cara yang dilarang oleh adat seperti pengeboman, maka mereka akan mendapat kutukan berupa tidak selamat atau kesulitan dalam memperoleh hasil laut. Pengetahuan tentang kenelayanan seperti itu diturunkan oleh para orang tua yang sejak anak-anak mereka masih kecil dan hidup dari hasil laut. Pengetahuan tentang kenelayanan diperoleh karena mereka selalu mengikutsertakan anak-anak mereka dalam kegiatan melaut. Pengikutsertaan anak-anak ini dalam kegiatan melaut merupakan salah satu pengalihan sistem pengetahuan praktis


(41)

40 sehingga ketika dewasa kelak anak-anak tersebut sudah siap menghadapi segala tantangan yang muncul. Bisa dikatakan sebagai pembelajaran pendewasaan. Hal itu tidak saja untuk anak laki-laki, namun terhadap anak perempuan juga.

Adanya beberapa potensi yang dimiliki ini, masyarakat nelayan Kedonganan menganggap laut merupakan peninggalan dan warisan nenek moyang yang harus dijaga, dipelihara, dan dimanfaatkan sesuai dengan kebutuhan hidup. Keadaan seperti itu menurut Suparlan (1980) adalah hubungan manusia dengan alam tidaklah semata-mata terwujud sebagai suatu hubungan manusia d engan hidupnya tetapi ju ga seb agai suatu hubu ngan dimana manusia mempengaruhi dan merubah lingkungannya. Manusia juga turut menciptakan corak dan bentuk lingkungan dengan baik karena lingkungan alam dan fisik tempatnya hidup adalah sebagian dari dirinya. Laut bagi masyarakat nelayan Kedonganan merupakan sumber kehidupan yang dianggap sebagai bagian yang tidak bisa lepas dari kehidupan mereka. Apabila laut rusak atau tercemar berarti kehancuran juga bagi kehidupan mereka. Sejak dulu sampai sekarang, mereka mengeksploitasi hasil laut sesuai dengan yang diajarkan oleh orang-orang tua mereka.

5.3. Peran Lembaga Adat

5.3.1. Perencanaan

Peran lembaga adat di Kedonganan dalam menyusun strategi menghadapi kemiskinan ini sangatlah penting, terutama dalam hal mengubah pola pikir masyarakat setempat. Hal itu tak lepas dari keberadaan Desa Adat Kedonganan yang didukung Pemkab Badung untuk menata kawasan pantai Kedonganan sebagai bagian palemahan desa. Panitia penataan kemudian dibentuk untuk mempersiapkan rencana penataan hingga pelaksanaan penataan pantai Kedonganan. Panitia tersebut dibentuk melalui sinergi antara tiga lembaga, yaitu


(1)

56

Segara dan LPD

Kedonganan)

10.

X

8 s.d 14 Juli

2015

Observasi lapangan dan

wawancara tahap VI

(mencari informasi tentang

strategi-strategi nelayan

dalam menghadapi

permasalahan hidup)

Diperoleh informasi tentang

strategi-strategi nelayan

dalam menghadapi

permasalahan hidup.

11.

XI

15 s.d 21 Juli

2015

Penyusunan draf laporan

dan penggunaan dana 70%

Draf Laporan kemajuan

penelitian dan penggunaan

dana 70%

12.

XII

22 s.d 31 Juli

2015

Membuat laporan kemajuan

penelitian 70% ke LPPM

UNUD

Laporan kemajuan penelitian

dana 70% terdokumentasikan

di LPPM Unud

13.

XIII

1 s.d. 7

Agustus 2015

Observasi lapangan dan

wawancara tahap VII

(mencari informasi tentang

strategi-strategi nelayan

dalam menghadapi

permasalahan hidup)

Diperoleh informasi tentang

strategi-strategi nelayan

dalam menghadapi

permasalahan hidup.

(lanjutan)

14.

XIV

8 s.d. 14

Agustus 2015

Observasi lapangan dan

wawancara tahap VIII

(mencari informasi

perencanaan penataan

pantai)

Diperoleh informasi

perencanaan penataan pantai

15.

XV

15 s.d. 21

Agustus 2015

Observasi lapangan dan

wawancara tahap IX

(mencari informasi

langkah-langlah

pelaksanaan program)

Diperoleh informasi

langkah-langlah pelaksanaan program

16.

XVI

22 s.d 31

Agustus 2015

Observasi lapangan dan

wawancara tahap X

(mencari informasi

langkah-langlah

pelaksanaan program)

Diperoleh informasi

langkah-langlah pelaksanaan program

(lanjutan)

17.

XVII

1 s.d 7

September

2015

Observasi lapangan dan

wawancara tahap XI

(mencari informasi sistem

pengawasan dan evaluasi)

Diperoleh informasi sistem

pengawasan dan evaluasi

18.

XVIII

8 s.d 14

September

2015

Observasi lapangan dan

wawancara tahap XII

(mencari informasi sistem

Diperoleh informasi sistem

pengawasan dan evaluasi


(2)

57

pengawasan dan evaluasi)

(lanjutan)

19.

XIX

15 s.d 21

September

2015

Observasi lapangan dan

wawancara tahap XIII

(mencari informasi

hubungan antara pengelola

dengan masyarakat)

Diperoleh informasi

hubungan antara pengelola

dengan masyarakat

20.

XX

22 s.d. 30

September

2015

Observasi lapangan dan

wawancara tahap XIV

(mencari informasi

hubungan antara pengelola

dengan masyarakat)

Diperoleh informasi

hubungan antara pengelola

dengan masyarakat

(lanjutan)

21.

XXI

1 s.d 7

Oktober 2015

Verifikasi dan klarifikasi

data hasil penelitian

Diperoleh perbaikan data

penelitian

22.

XXII

Oktober 2015

8 s.d 14

Diskusi dan penyusunan

draf laporan penelitian

Diperoleh draf laporan

penelitian

23.

XXIII

15 s.d 21

Oktober 2015

Penyusunan draf laporan

dan penggunaan dana 100%

Draf laporan penelitian dan

penggunaan dana 100%

24.

XXIV

22 s.d 30

Oktober 2015

Membuat laporan penelitian

100% ke LPPM UNUD

Laporan penelitian 100%

terdokumentasikan di LPPM

Unud


(3)

58

LAMPIRAN

Lampiran 2 : Rekapitulasi Penggunaan Dana Penelitian

Judul Penelitian

:

Strategi Nelayan Kedonganan Menghadapi

Kemiskinan

Peneliti/Pelaksana

Nama

:

Dr. Purwadi, M.Hum

Perguruan Tinggi

:

Universitas Udayana

NIDN

:

0029115305

Nama Anggota 1

:

Drs. I Ketut Kaler, M.Hum

Nama Anggota 2

:

-

Tahun Pelaksanaan

:

Tahun ke 1 dari rencana1 tahun

Dana Tahun Berjalan

:

Rp 25.000.000,00

Dana

mulai

diterima

tanggal

:

23 Juni 2015

TAHAP I

1. Honor

Honor Honor/jam

(Rp)

Waktu (jam/minggu)

Minggu Honor per 12 minggu (Rp)

Ketua 9.000,- 16 12 1.728.000,-

Anggota 1 8.300,- 16 12 1.593.600,-

Sub Total (Rp)

3.321.600,-

2. Bahan Habis Pakai

Material Justifikasi

pemakaian

Kuantitas Harga Satuan

(Rp)

Harga per 12 minggu (Rp)

a. Kertas A4 4 rim 4 40.000,- 160.000,-

b. Ballpoint 2 lusin 2 36.000,- 72.000,-

c. Blocnote 12 buah 12 5.000,- 60.000,-

d. Tinta Printer 2 set 2 120.000,- 240.000,-

Sub Total (Rp) 532.000,-

3. Perjalanan

Material Justifikasi

pemakaian

Kuantitas Harga Satuan

(Rp)

Biaya per 12 minggu (Rp) a. Pemilihan

informan

1 unit mobil x 3 hari

3 300.000,- 900.000,-

b. Observasi dan wawancara

1 unit mobil x 9 hari

9 300.000,- 2.700.000,-

c. Bahan bakar 1 unit mobil x 12 hari

12 hari 100.000,- 1.200.000,-


(4)

59

4. Lain-lain

Material Justifikasi

pemakaian

Kuantitas Harga Satuan

(Rp)

Biaya per 12 minggu (Rp) a. Pengolahan

data

2 OH x 21 hari 42 50.000,- 2.100.000,-

b. Penulisan laporan

2 OH x 5 hari 10 35.000,- 350.000,-

c. Penggandaan dan penjilidan

10 eksemplar 10 20.000,- 200.000,-

d. Rapat dan diskusi

8 OH x 1 hari 8 100.000,- 800.000,-

e. Retribusi 2 OH x 24 hari 48 7.000,- 336.000,-

f. Konsumsi 2 OH x 2 x 24 hari

96 20.000,- 1.920.000,-

Sub Total (Rp) 5.706.000,-


(5)

60

TAHAP II

1. Honor

Honor Honor/jam

(Rp)

Waktu (jam/minggu)

Minggu Honor per 12 minggu (Rp)

Ketua 9.000,- 16 12 1.728.000,-

Anggota 1 8.300,- 16 12 1.593.600,-

Sub Total (Rp)

3.321.600,-

2. Bahan Habis Pakai

Material Justifikasi

pemakaian

Kuantitas Harga Satuan

(Rp)

Harga per 12 minggu (Rp)

a. Kertas A4 4 rim 4 40.000,- 160.000,-

b. Ballpoint 2 lusin 2 36.000,- 72.000,-

c. Blocnote 12 buah 12 5.000,- 60.000,-

d. Tinta Printer 2 set 2 120.000,- 240.000,-

Sub Total (Rp) 532.000,-

3. Perjalanan

Material Justifikasi

pemakaian

Kuantitas Harga Satuan

(Rp)

Biaya per 12 minggu (Rp) a. Observasi

dan wawancara

1 unit mobil x 4 hari

4 300.000,- 1.200.000,-

b. Bahan bakar 1 unit mobil x 4 hari

4 hari 100.000,- 400.000,-


(6)