STRATEGI KELUARGA NELAYAN DALAM MENGATASI KEMISKINAN.

(1)

STRATEGI KELUARGA NELAYAN DALAM MENGATASI KEMISKINAN

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta

Sebagai Persyaratan

Guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Oleh FIKA WIJAYANI NIM 11102244020

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN LUAR SEKOLAH JURUSAN PENDIDIKAN LUAR SEKOLAH

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA


(2)

(3)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi ini benar-benar karya saya sendiri, sepanjang sepengetahuan saya tidak terdapat karya atau pendapat yang ditulis atau diterbitkan oleh orang lain kecuali sebagai acuan atau kutipan dengan mengikuti tata penulisan karya ilmiah yang telah lazim.

Tanda tangan dosen penguji yang tertera dalam halaman pengesahan adalah asli. Jika tidak asli, saya siap menerima sanksi ditunda yudisium pada periode berikutnya.

Yogyakarta, 21 Desember 2015 Yang Menyatakan,

Fika Wijayani NIM. 11102244020


(4)

(5)

MOTTO

Dikatakan miskin itu bukan karena ia menerima sebuah, dua buah kurma, tapi orang miskin itu orang yang meminta - minta

(HR. Bukhori)

Allah melebihkan sebahagian kamu dari sebahagian yang lain dalam hal rezeki, tetapi orang – orang yang di lebihkan tidak mau memberi rizki mereka kepada budak –

budak yang mereka miliki (AN-Nahlayat 71)

Lebih baik bersusah payah pada saat menempuh pendidikan, dari pada harus persusah payah dalam menempuh kehidupan


(6)

PERSEMBAHAN

Karya ini penulis persembahkan untuk :

1. Ibuku Hj. Muchlati dan Bapakku H. Tarisun tercinta dan terkasih. 2. Almamater, Universitas Negeri Yogyakarta.


(7)

STRATEGI KELUARGA NELAYAN DALAM MENGATASI KEMISKINAN Oleh

Fika Wijayani NIM 11102244020

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui strategi seperti apa yang dilakukan oleh keluarga nelayan dalam mengatasi kemiskinan ekonomi yang dialami oleh keluarga nelayan.

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode deskriptif kualitatif. Subjek penelitian ini adalah nelayan pantai Depok yang hidup dalam kategori miskin, anggota keluarga nelayan, pengelola KUB dan TPI. Pengumpulan data menggunakan metode observasi/pengamatan, wawancara dan dokumentasi. Peneliti merupakan instrumen utama dalam melakukan penelitian yang dibantu oleh pedoman observasi, pedoman wawancara dan pedoman dokumentasi. Adapun teknik analisis data kualitatif yang meliputi proses reduksi data, display data, dan verifikasi. Trianggulasi yang dilakukan untuk menjelaskan keabsahan data dengan menggunakan sumber dan metode.

Hasil penelitian menunjukan bahwa pendapatan yang diperoleh nelayan dalam melaut atau mencari ikan dilaut tidak menentu, sehingga mengakibatkan nelayan sulit dalam memenuhi kebutuhn keluarganya yang dimana nelayan tetap berada di garis kemiskinan. Oleh sebab itu strategi keluarga nelayan dalam mengatasi kemiskinan terbagi menjadi dua strategi yaitu : strategi internal dan eksternal. 1) Strategi internal meliputi : diverifikasi usaha menjadi petani dan buruh, serta peran anggota keluarga lain dengan mencari tambahan pendapatan untuk memenuhi kebutuhan keluarga. 2) Strategi eksternal meliputi : strategi keluarga melalui peran modal sosial dan modal budaya dimana interaksi dan jaringan sosial menghasilkan beberapa komunitas seperti KUB dan TPI serta Kegiatan simpan pinjam atau hutang piutang.


(8)

KATA PENGANTAR

Puji syukur dipanjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat, hidayah, inayah dan rizki-Nya, sehingga Tugas Akhir Skripsi ini dapat diselesaikan dengan lancar. Tugas Akhir Skripsi ini berjudul “Strategi Keluarga Nelayan dalam Mengatasi Kemiskinan di pantai Depok Daerah Istimewa Yogyakarta”.

Tugas Akhir Skripsi ini dapat terselesaikan atas bantuan dari berbagai pihak, baik langsung ataupun tidak langsung. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terimakasih kepada:

1. Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan yang telah memberikan ijin melakukan penelitian ini.

2. Ketua Pendidikan Luar Sekolah yang telah memberikan ijin kepada penulis untuk menyusun skripsi.

3. Ibu SW Septiarti M,Si selaku dosen pembimbing yang dengan kesabarannya selalu memberikan saran, kritik, dan masukan yang mendukung terselesainya Tugas Akhir Skripsi ini.

4. Lurah beserta perangkat Desa Parangtritis Kec Kretek Kab Bantul Yogyakarta yang telah membantu dan memberikan ijin penelitian.

5. Bapak H. Tarisun,Ibu Hj.Muchlati, dan kakak-kakakku (Heni, Desi,Yogo, EDI, dan Ayu) yang selalu memberikan doa, semangat dan motivasi dalam penyelesaian studi.


(9)

6. Teman-teman PLS B 2011 yang telah memberikan motivasi dalam pengerjaan Tugas Akhir Skripsi.

7. Aura Anggie Meityanza yang selalu menyemangati, memberi motivasi dan siap untuk direpotkan untuk penyelesaian Tugas Akhir Skripsi.

8. Arum, Tika, Ruli, Dini, Iga, Kiki, Destia, Agustin, Garnis, Dian, Tia, Esti, mba Atik, mba Lia, mba Rere, Mba Tiwi dan amoria yang sering berjuang bersama serta saling membantu pengerjaan serta memberi arahan dalam mengerjakan Tugas Akhir Skripsi.

9. Semua pihak yang turut membantu penyusunan Tugas Akhir Skripsi secara langsung atau tidak langsung.

Semoga segala bantuan yang telah diberikan semua pihak di atas menjadi amalan yang bermanfaat dan mendapatkan balasan dari Allah SWT dan semoga Tugas Akhir Skripsi ini bermanfaat untuk penulis dan pembaca.

Yogyakarta, 21 Desember 2015 Penulis,


(10)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN ... ii

HALAMAN PERNYATAAN ... iii

HALAMAN PENGESAHAN ... iv

MOTO ... v

PERSEMBAHAN ... vi

ABSTRAK ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah... 1

B. Identifikasi Masalah ... 10

C. Batasan Masalah ... 11

D. Rumusan Masalah ... 11

E. Tujuan Penelitian ... 11

F. Manfaat Penelitian ... 11

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Pembahasan Tentang Nelayan 1. Pengertian Nelayan ... 13

2. Nelayan dan Kemiskinan ... 15

3. Kemiskinan Pada Keluarga Nelayan ... 23


(11)

B. Penelitian yang Relevan ... 36

C. Alur Penelitian ... 39

D. Pertanyaan Penelitian ... 40

BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan Penelitian ... 41

B. Subyek dan Objek Penelitian ... 42

C. Setting Penelitian ... 43

D. Teknik Pengumpulan Data ... 43

1. Sumber Data ... 43

2. Metode Pengumpulan Data ... 44

a. Observasiatau Pengamatan ... 44

b. Wawancara ... 44

c. Dokumentasi ... 45

E. Instrumen Penelitian ... 48

F. Teknik Analisis Data ... 48

1. Data Reduction (ReduksiData) ... 49

2. Data Display (Penyajian Data) ... 49

3. Conclusion Drawing/ Verification (Verifikasi/PenarikanKesimpulan) ... 49

G. Pemeriksaan Keabsahan Data / Trianggulasi ... 50

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian... 51

1. Deskripsi Wilayah ... 51

2. Deskripsi Paguyuban Nelayan ... 53

a. Sejarah koperasi TPI ... 53


(12)

d. Profil Lembaga ... 54

e. Struktur Organisasi ... 55

f. Program yang Dilaksanakan ... 55

g. Pemilik Kapal dan Awak Buah Kapal ... 55

h. Daftar Pedagang Ikan ... 55

i. Kelompok Pedagang, Warung dan Warung Makan ... 56

j. Sarana dan Prasarana ... 57

B. Hasil Penelitian dan Pembahasan ... 58

1. Kondisi Umum Kehidupan Nelayan ... 58

2. Strategi Keluarga Nelayan dalam Mengatasi Kemiskinan ... 62

a. Diverifikasi Usaha ... 63

b. Partisipasi Anggota Keluarga/ Pola Nafkah Ganda ... 66

c. Kegiatan Hutang Piutang ... 70

d. Strategi Keluarga Nelayan Melalui Peran Modal Sosial dan Budaya .. 72

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 89

B. Saran ... 91

DAFTAR PUSTAKA ... 93


(13)

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Teknik Pengumpulan Data ... 47 Tabel 2. Kelompok Pedagang, Warung dan Warung Makan ... 56 Tabel 3. Sarana dan Prasarana ... 57


(14)

DAFTAR GAMBAR


(15)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Pedoman Wawancara ... 96

Lampiran 2. Pedoman Observasi ... 105

Lampiran 3. Pedoman Dokmentasi ... 106

Lampiran 4. Catatan Lapangan ... 107

Lampiran 5. Reduksi Data ... 122

Lampiran 6. Hasil Dokumentasi ... 136


(16)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Anugerah terindah yang dimiliki Indonesia salah satunya yaitu luas wilayah perairannya yang luasnya tiga kali lipat dari luas daratannya. Indonesia juga didaulat sebagai negara kepulauan terbesar di dunia. Menurut Ikhsan Harahab dalam www.kompasiana.com (2014), dari total luas wilayah Indonesia sebesar 5.180.053 km2, luas lautan Indonesia mencapai 3.257.483 km2, sedangkan luas

daratannya 1.922.570 km2. Letak Indonesia yang dapat dikatakan mempunyai letak

yang strategis, selain itu Indonesia juga dilintasi oleh garis khatulistiwa semakin menambah deretan keistimewaan negara ini karena berbagai jenis biota laut bisa ditemukan di Indonesia, termasuk spesies ikannya yang lebih dari 3.000 spesies. Jumlah spesies ikan yang beragam dan melimpah, maka Indonesia memiliki potensi dalam perikanan yang cukup besar. Mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Indonesia, Sharif C. Sutardjo dalam www.kkp.com pernah mengatakan nilai potensi dan kekayaan alam yang terdapat dari sektor kelautan dan perikanan Indonesia dapat mencapai US$ 171 miliar pertahun. Artinya, jika dikalikan dalam kurs dolar saat ini (Rp. 12.249,-), dana yang dapat diperoleh dari sektor perikanan dan keluatan Indonesia mencapai lebih dari Rp 2.000 triliun rupiah pertahun. Dana yang sangat besar tersebut sangat bermanfaat bila dipergunakan untuk pembangunan infrastruktur Indonesia.


(17)

Sumber kekayaan alam yang melimpah itu menjadi berkah untuk rakyat Indonesia khususnya para nelayan di kawasan pesisir. Namun ironisnya kekayaan negeri bahari ini tidak dirasakan oleh seluruh nelayan di Indonesia. Menurut data pada tahun 2014 oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan, terdapat kurang lebih 8 Juta nelayan miskin atau 25,14% dari total penduduk miskin di Indonesia. Tentunya dengan jumlah kekayaan bahari yang dimiliki perairan Indonesia, seluruh nelayan di Indonesia dapat menikmati kesejahteraannya.

Nelayan merupakan orang yang paling besar yang memanfaatkan sumber-sumber kelautan untuk kelangsungan hidupnya. Nelayan sangatlah bergantung besar pada sumber daya kelautan, dimana nelayan mencari kekayaan yang ada dilaut lalu hasil tersebut dijual untuk keberlangsungan hidup sehari-hari. Nelayan merupakan salah satu bagian dari anggota masyarakat yang mempunyai tingkat kesejahteraan paling rendah. Masyarakat nelayan merupakan masyarakat paling miskin dibanding anggota masyarakat lainnya. Suatu permasalahan pada sebuah Negara Maritim seperti Indonesia bahwa ditengah kekayaan laut yang begitu besar masyarakat nelayan merupakan golongan masyarakat yang paling miskin. Pemandangan yang sering dijumpai di perkampungan nelayan adalah lingkungan hidup yang identik dengan kumuh serta rumah-rumah yang sangat sederhana. Delapan Juta nelayan miskin atau 25,14% dari total penduduk miskin di Indonesia sungguhlah sangat memprihatinkan, fakta tersebut sangatlah berbanding terbalik dengan kekayaan laut di negeri Indonesia yang menganggap nenek moyangnya


(18)

Kemiskinan yang membelenggu nelayan di Negara Maritim ini sudah berlangsung lintas generasi dan seakan tidak pernah berhenti seiring dengan perkembangan zaman. Padahal, pemerintah melalui Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) sudah menyiapkan program peningkatan kehidupan nelayan untuk menanggulangi kemiskinan masyarakat pesisir yang tersebar 10.640 desa di Indonesia, dengan alokasi anggaran sebesar Rp 127,823 miliar pada tahun 2011 dan tahun 2012 meningkat menjadi Rp 1,17 triliun.

Banyak kebijakan pemerintah yang dianggap masih merugikan nelayan Indonesia, kebijakan-kebijakan tersebut yakni: Permen KP No. 1 tahun 2015 tentang penangkapan lobster, kepiting dan rajungan, Permen KP No. 2 tahun 2015 tentang larangan penggunaan alat penangkapan ikan pukat hela dan pukat tarik serta Perpres No. 191 tahun 2014 tentang larangan kapal berukuran di atas 30 Grosston (GT) menggunakan solar bersubsidi. Selain penerapan Permen KP No. 1 tahun 2015 dan Permen KP No. 2 tahun 2015, Menteri Kelautan dan Perikanan juga berencana membatasi aktivitas penangkapan ikan dan eksplorasi di wilayah 0-4 mil dari tepi pantai secara bertahap. Rencananya, wilayah 0-4 mil tersebut akan digunakan untuk pariwisata dan konservasi. Namun akibat dari kebijakan ini akan membunuh para nelayan tradisional atau kecil, dikarenakan kapal nelayan tradisional tidak menggunakan mesin atau berukuran di bawah 5 GT dan hanya mampu beroperasi paling jauh 4 mil. Berdasarkan data Kementerian Kelautan dan Perikanan pada 2012, tercatat jumlah nelayan tangkap di Indonesia mencapai 2,2 juta jiwa. Dari jumlah tersebut, 95 % adalah nelayan tradisional.


(19)

Keluarga nelayan pada umumnya memiliki persoalan yang lebih komplek dibandingkan dengan keluarga pertanian. Keluarga nelayan memiliki siklus khusus dibandingkan keluarga petani. Ciri khusus keluarga nelayan ialah penggunaan wilayah pesisir dan lautan sebagai produksi. Hal ini menjadikan ketidak pastian jam dan hari dalam bekerja. Misal dalam 30 hari nelayan hanya bekerja selama 20 hari, sisa yang 10 hari dapat dikatakan waktu menganggur. Penangkapan ikan di laut pun sangat mengancam resiko atau bahaya yang tinggi, maka dari itu penangkapan hanya dilakukan oleh kaum laki-laki saja. Peralatan yang digunakan dalam proses penangkapan ikan pun harus sesuai dengan situasi dan kondisi. Apabila air laut sedang pasang maka perahu yang digunakan bukanlah perahu yang kecil melainkan perahu yang kokoh yang kuat apabila terkena gelombang ombak yang tinggi. Pada saat tidak sedang musim ikan yang disebabkan kondisi alam yang tidak menentu mengakibatkan pendapatan yang diperoleh sedikit atau tidak sama sekali memperoleh hasil. Hasil yang sedikit dapat mengakibatkan kurangnya pendapatan keluarga nelayan.

Masyarakat nelayan lebih sering disebut dengan masyarakat tertinggal dikarenakan masyarakat nelayan tergolong masyarakat termiskin dari kelompok masyarakat lainnya (the poorest of the poor). Hal itu disebabkan salah satunya karena tingkat pendidikan di kalangan nelayan sampai saat ini masih tergolong rendah. Pendidikan yang rendah dikalangan nelayan disebabkan oleh berbagai faktor mulai dari infrastruktur, sumber daya manusia dan kepedulian nelayan akan


(20)

pentingnya pendidikan. Ketiga faktor itu sangat terkait, sehingga diperlukan penanganan yang intensif dan keberlanjutan.

Masa depan kelestarian pengelolaan potensi kelautan kita membutuhkan kearifan dan sumberdaya manusia yang memiliki kompetensi untuk mengelola dan memanfaatkannya. Menurut Suharto (2005: 40), masalah kemiskinan nelayan merupakan masalah yang bersifat multidimensi sehingga untuk menyelesaikannya diperlukan solusi yang menyeluruh, dan bukan solusi secara parsial. Oleh sebab itu perlu mengetahui akar masalah yang menjadi penyebab terjadinya kemiskinan pada nelayan. Terdapat beberapa faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya kemiskinan pada nelayan diantaranya : kebijakan pemerintah yang tidak memihak masyarakat miskin, banyak kebijakan terkait penanggulangan kemiskinan bersifat top down dan selalu menjadikan masyarakat sebagai objek, bukan subjek. Selain kebijakan pemerintah yang mengakibatkan kemiskinan pada nelayan, terdapat berbagai masalah yang menjadi faktor-faktor terjadi kemiskinan pada nelayan. Faktor-faktor tersebut meliputi kondisi alam, tingkat pendidikan nelayan, pola kehidupan nelayan, pemasaran hasil tangkapan dan program pemerintah yang belum memihak nelayan.

Kemiskinan dan tekanan-tekanan sosial-ekonomi yang dihadapi oleh keluarga nelayan berakar dari faktor-faktor kompleks yang sangat terkait. Menurut Kusnadi (2002: 5), faktor-faktor tersebut dapat diklasifikasikan kedalam faktor alamiah dan non alamiah. Faktor alamiah yaitu faktor-faktor yang berkaitan dengan fluktuasi musim-musim penangkapan ikan dan struktur alamiah sumber daya ekonomi desa.


(21)

Faktor non alamiah berhubungan dengan keterbatasan teknologi penangkapan ikan, ketimpangan sistem bagi hasil, belum adanya jaminan sosial tenaga kerja, dan lemahnya penguasaan jaringan dalam pemasaran.

Sejak dahulu sampai sekarang nelayan telah hidup dalam suatu organisasi kerja secara turun-temurun tidak mengalami perubahan yang berarti. Kategori nelayan juragan kesejahteraannya relatif lebih baik karena menguasai faktor produksi seperti kapal, mesin alat tangkap maupun faktor pendukungnya seperti es, garam dan lainnya. Kategori nelayan yang merupakan mayoritas adalah pekerja atau buruh dari pemilik faktor produksi dan kalau pun mereka mengusahakan sendiri faktor atau alat produksinya masih sangat konvensional, sehingga produktivitasnya tidak berkembang, kelompok inilah yang terus berhadapan dan bergelut dengan kemiskinan.

Kondisi dimana belum terpenuhinya kebutuhan pokok, maka kebutuhan-kebutuhan yang lain sulit atau bahkan tidak dapat terpenuhi. Seperti kebutuhan-kebutuhan akan pendidikan untuk anak-anaknya. Tidak dapat dipungkiri dengan kondisi kekurangan yang dihadapi keluarga nelayan, sehingga pendidikan untuk anak-anak mereka tidak dihiraukan lagi. Keadaan seperti inilah yang menyebabkan generasi-generasinya tidak mengalami perubahan yang bisa meningkatkan kesejahteraan keluarga. Pentingnya pendidikan dan keterjamahnya pendidikan untuk nelayan diharapkan nelayan dapat menguasai berbagai teknologi yang berkaitan dengan penangkapan, pengelolaan hasil tangkapan dan pemasaran hasil tangkapan,


(22)

Etos kinerja nelayan memang sangat baik, nelayan identik dengan pekerja yang tangguh dan berani. Nelayan juga selalu mencari celah dalam mendapatkan pekerjaan lain seperti bertani guna memperoleh tambahan penghasilan ketika tidak musim ikan atau tidak bisa melaut untuk memenuhi kebutuhan keluarganya. Kekurangan yang sering dihadapi oleh keluarga nelayan menjadikan nelayan harus bisa melakukan suatu teknik atau kegiatan yang disebut juga dengan strategi untuk dapat memenuhi kebutuhan keluarganya.

Anggota keluarga lain seperti istri dan anak-anak nelayan juga harus berjuang mencari nafkah dengan melakukan segala pekerjaan yang dapat mendatangkan penghasilan apabila nelayan sedang tidak melaut, nelayan tersebut juga harus bekerja menjadi apa saja di daratan, entah sebagai petani, tukang bangunan, berdagang, dll. Strategi ini dilakukan untuk mendapatkan hasil guna kelangsungan hidup keluargaanya. Akan tetapi sejauh mana peluang-peluang kerja tersebut bisa dilakukan oleh anggota keluarga nelayan sangat ditentukan oleh karakteristik struktur sumber daya ekonomi desa setempat, dikarenakan desa-desa di pesisir pantai struktur sumberdaya ekonominya sangatlah tergantung pada laut. Usaha-usaha lain yang bertumpu pada hasil laut ketika tidak musim ikan pun akan berhenti.

Melakukan kegiatan hutang piutang merupakan salah satu upaya yang dilakukan oleh keluarga nelayan. Menghutang adalah salah satu strategi nelayan dalam memenuhi kebutuhan untuk kelangsungan hidup keluarganya. Menurut Kusnadi (2002: 23), nelayan dapat memobilisasikan seluruh jaringan sosial yang dimilikinya untuk memperoleh sumber daya yang diharapkannya. Jaringan sosial


(23)

menjadikan nelayan akan lebih mudah dalam memperoleh akses sumber daya seperti uang, barang dan jasa. Keluarga nelayan buruh yang tidak memiliki barang-barang yang berharga, jaringan sosial adalah cara satu-satunya yang harus didayagunakan untuk memperoleh bantuan sumberdaya ekonomi, salah satu contohnya bantuan hutang. Keputusan masyarakat nelayan untuk berhutang bukanlah hal yang umum dikalangan mereka. Bahkan hal seperti itu sudah membudaya di masyarakat nelayan. Apalagi kehidupan nelayan yang sering disebut bergaya hidup konsumtif atau boros ketika memperoleh hasil yang cukup banyak. Ketika penghasilan yang dihasilkan sedikit dan kebutuhan keluarga yang mendesak maka hutang adalah salah satu cara yang tepat digunakan oleh nelayan untuk memenuhi kebutuhan keluarganya.

Bagi masyarakat nelayan, kebudayaan merupakan sistem gagasan atau sistem kognitif yang berfungsi sebagai ”pedoman kehidupan”, referensi pola-pola kelakuan sosial, serta sebagai sarana untuk menginterpretasi dan memaknai berbagai peristiwa yang terjadi di lingkungannya (Keesing, 1989:68-69). Setiap gagasan dan praktik kebudayaan harus bersifat fungsional dalam kehidupan masyarakat. Jika tidak, kebudayaan itu akan hilang dalam waktu yang tidak lama. Kebudayaan haruslah membantu kemampuan dalam penyesuaian diri individu terhadap lingkungan kehidupannya.

Kebudayaan juga membentuk sistem pembagian kerja bagi masyarakat nelayan atau (the division of labor by sex). Sistem pembagian kerja merupakan kontruksi


(24)

proses dialektika antara manusia, lingkungan, dan kebudayaannya. Sebagai produk budaya, sistem pembagian kerja ini diwariskan secara sosial dari generasi ke generasi. Berdasarkan sistem pembagian kerja pada masyarakat nelayan, pekerjaan-pekerjaan yang terkait dengan ”laut” merupakan ”ranah kaum laki-laki”, sedangkan wilayah ”darat” adalah ranah kerja ”kaum perempuan”.

Oleh sebab itu dapat dikatakan di dalam keluarga nelayan miskin, kaum perempuan atau istri nelayan, mengambil peranan yang strategis untuk menjaga keutuhan keluarganya. Modernisasi perikanan yang berdampak serius terhadap proses pemiskinan telah menempatkan kaum perempuan sebagai penanggung jawab utama kelangsungan hidup keluarga nelayan (Kusnadi, 2002 :69-83). Jika pemerintah menggagas program-program pemberdayaan untuk mengatasi kemiskinan nelayan, kaum perempuan dapat ditempatkan sebagai subjek pemberdayaan sosial-ekonomi. Upaya ini diharapkan untuk mencapai tujuan pemberdayaan dapat ditempuh secara tepat dan efisien.

Strategi yang dilakukan pemerintah maupun pihak swasta sudah pernah dilakukan. Beberapa strategi dilakukan guna peningkatan kesejahteraan nelayan, misalnya pemanfaatan dan pengelolaan sumber daya laut seperti pembuatan garam rakyat, pembatasan alat tangkap ikan, pembatasan zona tangkap ikan, pengaturan izin usaha kepada nelayan-nelayan asing, izin pembudidayaan laut, dan pengaturan sistem pemasaran ikan. Akan tetapi sebaiknya program-program dari pemerintah disesuaikan dengan situasi kondisi daerahnya.


(25)

Dari uraian-uraian di atas, maka pertanyaan pokok yang diajukan dalam penelitian ini adalah “Bagaimana strategi keluarga nelayan dalam mengatasi kemiskinan yang mereka hadapi?”. Untuk menjawab penelitian ini maka aspek-aspek yang hendak dikaji meliputi: bagaimana kondisi kemiskinan pada masyarakat nelayan dan mengidentifikasi strategi-strategi seperti apa yang keluarga nelayan lakukan dalam mengatasi faktor-faktor penyebab kemiskinan tersebut.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan, maka dapat diindentifikasi beberapa masalah sebagai berikut:

1. Jumlah nelayan miskin di Indonesia tahun 2014 mencapai 8 juta orang atau 25,14 % dari total penduduk miskin di Indonesia.

2. Nelayan merupakan bagian anggota masyarakat yang mempunyai kesejahteraan paling rendah.

3. Keterbatasan nelayan dalam memperoleh ikan yang berpengaruh pada pendapatan sehari-hari.

4. Banyaknya persoalan yang dihadapi pada keluarga nelayan.

5. Kekayaan alam yang terdapat dari sektor kelautan dan perikanan Indonesia dapat mencapai US$ 171 miliar pertahun, akan tetapi masih banyak nelayan yang miskin di Indonesia.


(26)

C. Batasan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah yang diperoleh, masalah dalam penelitian ini dibatasi pada permasalahan mengenai strategi keluarga nelayan dalam mengatasi kemiskinan. Diharapkan dengan adanya pembatasan masalah tersebut, peneliti dapat menyusun sebuah penelitian yang sesuai dengan tujuan yang direncanakan. D. Rumusan Masalah

Berdasarkan batasan masalah yang ada, maka dapat dirumuskan dalam penelitian ini yaitu “Bagaimana strategi keluarga nelayan dalam mengatasi kemiskinan tersebut.

E. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan mengidentifikasi strategi seperti apa yang dilakukan oleh keluarga nelayan dalam mengatasi kemiskinan.

F. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik praktis maupun teoritis, sebagai berikut :

1. Manfaat praktis

a. Bagi pemerintah penelitian ini diharapkan dapat menjadi suatu pertimbangan dalam usaha penanggulangan kemiskinan pada nelayan. Sehingga program-program yang ditawarkan benar-benar efektif. b. Bagi nelayan, penelitian ini diharapkan dapat membantu dalam usaha


(27)

c. Bagi masyarakat luas penelitian ini berguna untuk dijadikan pedoman dalam melakukan strategi mengatasi kemiskinan.

2. Manfaat teoritis

Memperkaya kajian tentang strategi keluarga nelayan dalam mengatasi kemiskinan.


(28)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Pembahasan Tentang Nelayan 1. Pengertian Nelayan

Nelayan merupakan suatu jenis dari pekerjaan yang dimana pekerjaannya ialah mencari ikan di laut. Menurut Departemen Kelautan dan Perikanan (www.dkp.com), dalam perstatistikan perikanan perairan umum, nelayan adalah orang yang secara aktif melakukan operasi penangkapan ikan di perairan umum. Orang yang melakukan pekerjaan seperti membuat jaring, mengangkut alat-alat penangkapan ikan ke dalam perahu atau kapal motor, mengangkut ikan dari perahu atau kapal motor, bukan dikategorikan sebagai nelayan. Nelayan ada juga yang berasal dari daerah setempat maupun nelayan perantauan. Nelayan perantauan yang sering dikenal dengan sebutan nelayan andun.

Nelayan terbagi menjadi dua golongan, yaitu nelayan besar atau yang lebih dikenal dengan nelayan juragan dan nelayan kecil atau nelayan buruh. Nelayan juragan ialah dia yang memiliki dan menguasai alat-alat sedangkan nelayan buruh tidak memiliki alat-alat tangkapan. Pada proses mencari ikan nelayan juga terbagi menjadi dua kategori yaitu kategori nelayan modern dan nelayan tradisional. Dikatakan nelayan modern apabila mereka mencari ikan dengan menggunakan kapal mesin dan peralatan yang canggih. Nelayan tradisional hanya menggunakan kapal yang tidak bermesin dan alat tangkap yang sederhana.


(29)

Jumlah nelayan modern relatif lebih kecil dibandingkan dengan nelayan tradisional. Menurut artikel pada Majalah Samudera (2 Januari 2014), 95% nelayan nasional yang masih menggunakan kapal ikan yang tidak bermesin atau kapal bermesin dibawah 30 GT dengan alat tangkap yang umumnya tradisional (kurang efisien), maka mereka sebagian besar menangkap ikan di perairan laut dangkal kurang dari 12 mil laut yang pada umumnya telah fully exploited atau overfishing. Konsekuensinya, hasil tangkapan ikan per satuan upaya (kapal ikan atau alat tangkap) dan pendapatan pun rendah. Perbedaan-perbedaan tersebut membawa implikasi pada tingkat pendapatan dan kemampuan atau kesejahteraan sosial-ekonomi, baik nelayan besar dan atau nelayan moderen maupun nelayan kecil dan atau nelayan tradisional, biasanya masing-masing merupakan kategori sosial-ekonomi yang relatif sama dengan orientasi usaha dan perilaku yang berbeda-beda.

Menurut Kusnadi (2002:2-4), pada dasarnya penggolongan sosial dalam masyarakat nelayan dapat ditinjau dari tiga sudut pandang. Yang pertama dari segi penguasaan alat-alat produksi atau peralatan tangkap (perahu, jaring dan perlengkapan kapal yang lain), struktur masyarakat nelayan juga terbagi kedalam katagori nelayan pemilik (alat-alat produksi) dan nelayan buruh. Nelayan buruh tidak memiliki alat-alat produksi. Dalam kegiatan produksi sebuah unit perahu, nelayan buruh hanya menyumbangkan jasa tenaganya dengan memperoleh hak-hak yang sangat terbatas. Dalam masyarakat pertanian, nelayan buruh identik dengan buruh tani. Secara kuantitatif, jumlah nelayan buruh disuatu desa nelayan lebih besar dibandingkan dengan nelayan pemilik.

Kedua, ditinjau dari tingkat skala investasi modal usahanya, struktur masyarakat nelayan terbagi ke dalam kategori nelayan besar dan nelayan kecil. Disebut nelayan besar karena jumlah modal yang diinvestasikan dalam usaha perikanan relatif banyak, sedangkan nelayan kecil justru sebaliknya.


(30)

Ketiga, dipandang dari tingkat teknologi peralatan tangkap yang digunakan masyarakat nelayan terbagi kedalam kategori nelayan modern dan nelayan tradisional. Nelayan modern menggunakan teknologi penangkapan yang lebih canggih dibandingkan dengan nelayan tradisional.

Adanya perbedaan sosial-ekonomi antar nelayan kecil dan besar terbentuklah hubungan antar nelayan. Hubungan antar nelayan tersebut sering disebutkan dengan hubungan patron dan klien. Patron adalah orang yang berada dalam posisi untuk membantu kliennya. Kuatnya hubungan tersebut merupakan konsekuensi dari sifat kegiatan penangkapan ikan yang penuh dengan resiko dan ketidak pastian dalam memperoleh hasil tangkapan. Bagi para nelayan menjaga hubungan ikatan dengan parton merupakan suatu hal yang sangat penting untuk menjaga keberlangsungan kegiatannya, dikarenakan pola patron dan klien merupakan institusi jaminan ekonomi. Nelayan akan menjual barang-barang yang bisa dijual kepada patron apabila ketika hasil tangkapan nelayan kurang baik, sehingga nelayan kekurangan uang untuk mencukupi kebutuhan keluarganya. Selain menjual barang yang bisa dijual, terkadang nelayan juga menghutang kepada patron dengan jaminan ikatan pekerjaan atau hasil tangkapan yang akan dijual kepada patron dengan harga yang lebih rendah dibandingkan hasil tangkapan yang dijual di pasaran.

2. Nelayan dan Kemiskinan

Nelayan merupakan salah satu bagian dari anggota masyarakat yang mempunyai tingkat kesejahteraan paling rendah, dengan kata lain, masyarakat nelayan adalah masyarakat paling miskin dibanding anggota masyarakat lainnya


(31)

ditengah kekayaan laut yang begitu besar, masyarakat nelayan merupakan golongan masyarakat yang paling miskin. Pemandangan yang sering dijumpai di perkampungan nelayan adalah lingkungan hidup yang identik dengan kumuh serta rumah-rumah yang sangat sederhana. Nelayan juga sering disebut masyarakat yang berpendidikan rendah. Banyak diantara anak-anak nelayan yang hanya mengenyam pendidikan sampai sekolah dasar saja, bahkan ada yang belum sampai tamat sekolah dasar.

Menurut data pada tahun 2014, Kementerian Kelautan dan Perikanan (www.dkp.com), terdapat kurang lebih 8 Juta nelayan miskin atau 25,14% dari total penduduk miskin di Indonesia. Hal ini sangatlah memprihatinkan dikarenakan fakta tersebut yang berbanding terbalik dengan kekayaan laut di negeri Indonesia yang tercinta ini yang setiap tahun bisa menembus hasil laut mencapai 2.000 triliun rupiah dan menganggap nenek moyangnya seorang pelaut terkesan hanya mitos dan menjadi kenangan belaka.

Kemiskinan pada umumnya merupakan keadaan dimana suatu masyarakat atau individu mengalami ketidak mampuan dalam memenuhi kebutuhan dasar seperti pangan, sandang, papan, pendidikan dan kesehatan. Kemiskinan juga dapat disebabkan karena kelangkaan alat pemenuh kebutuhan dasar ataupun sulitnya akses dalam memperoleh pendidikan dan pekerjaan untuk dirinya. Keadaan seperti itu merupakan gambaran kondisi kesulitan seperti kekurangan materi yang biasanya mencakup kebutuhan pangan sehari-hari, sandang, papan, dan kesehatan.


(32)

lain-lain. Kemiskinan juga tidak memandang usia, mulai dari bayi, balita, remaja, orang dewasa dan orangtua. Kemiskinan juga terjadi dimana-mana, bukan hanya di pedesaan, di perkotaan pun banyak terjadi kemiskinan, bahkan terjadi di seluruh dunia.

Dimensi-dimensi kemiskinan pun muncul dalam berbagai macam yaitu : a. Tidak dimilikinya wadah organisasi yang mampu memperjuangkan aspirasi

dan kebutuhan masyarakat miskin, oleh sebab itu masyarakat miskin benar-benar tersingkir dari proses pengambilan keputusan yang penting bahkan menyangkut diri mereka sendiri. Hal ini mengakibatkan masyarakat miskin tidak memiliki akses yang memadai ke berbagai sumberdaya termasuk akses informasi.

b. Ketidak terlibatan warga miskin ke dalam institusi sosial yang ada, sehingga mereka teralinasi dari dinamika masyarakat.

c. Rendahnya penghasilan yang mereka dapatkan sehingga tidak mampu untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka sampai batas yang layak.

d. Rendahnya kepemilikkan masyarakat miskin ke berbagai hal yang mampu menjadi modal hidup mereka, termasuk asset kualitas sumberdaya manusia (human capital), peralatan kerja, modal dana, perumahan, pemukiman dan sebagainya.

Menurut Ellis (1983 : 98) dalam Abdul Mugani (2006 : 62), menyebutkan bahwa dimensi kemiskinan dapat diidentifikasi menurut ekonomi, sosial, dan politik. Kemiskinan ekonomi adalah dimana satu masyarakat mengalami


(33)

kekurangan sumberdaya yang dapat digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan sekelompok masyarakat. Kemiskinan ekonomi terbagi menjadi dua bagian yaitu kemiskinan absolut dan kemiskinan relatif. Dikatakan kemiskinan absolut apabila sesorang tidak mampu lagi memenuhi kebutuhan fisik minimum, sedangkan kemiskinan relatif apabila seseorang tidak mampu memenuhi kebutuhan sesuai dengan perkembangan masyarakat pada saat itu.

Ada juga yang disebut dengan kemiskinan sosial. Kemiskinan sosial ialah kemiskinan yang diakibatkan akibat oleh kekurangan jaringan sosial dan struktur yang tidak mendukung untuk mendapatkan kesempatan-kesempatan agar produktivitas seseorang meningkat. Penyebabnya antara lain karena faktor internal yaitu hambatan budaya sehingga disebut kemiskinan kultural. Sedangkan faktor eksternal diakibatkan oleh birokrasi dan peraturan resmi yang berakibat mencegah seseorang untuk memanfaatkan kesempatan yang ada. Kemiskinan struktural dapat disebut dengan kemiskinan yang diderita oleh masyarakat karena struktur sosial masyarakat itu tidak dapat ikut menggunakan sumber-sumber pendapatan yang sebenarnya tersedia bagi mereka, seperti kekurangan fasilitas pemukiman yang sehat, pendidikan, komunikasi, perlindungan hukum dari pemerintah, dan lain-lain. Oleh sebab itu, kemiskinan politik dapat diartikan dengan kurangnya akses kekuasaan yang dapat menentukan alokasi sumberdaya untuk kepentingan sekelompok orang atau sistem sosial.

Menurut Soemardjan dalam Abdul (2006 :70), ditinjau dari sudut sosiologi kemiskinan dapat dilihat dari pola-polanya, yaitu:


(34)

kekurangan yang disandang oleh seorang individu mengenai syarat-syarat yang diperlukan untuk mengentaskan dirinya dari lembah kemiskinan. b. Kemiskinan Relatif, untuk mengetahui kemiskinan relatif ini perlu diadakan

perbandingan antara taraf kekayaan material dari keluarga-keluarga di dalam suatu komunitas tertentu. Dengan perbandingan itu dapat disusun pandangan masyarakat mengenai mereka yang tergolong kaya dan relatif miskin di dalam komunitas tersebut.

c. Kemiskinan Struktural, kemiskinan ini dinamakan struktural karena disandang oleh suatu golongan yang ” built in ” atau menjadi bagian yang seolah-olah tetap dalam struktur suatu masyarakat

d. Kemiskinan Budaya, yaitu kemiskinan yang diderita oleh suatu masyarakat di tengah-tengah lingkungan alam yang mengandung cukup banyak sumberdaya yang dapat dimanfaatkan untuk memperbaiki taraf hidupnya. Kemiskinan ini disebabkan karena kebudayaan masyarakat tidak memiliki ilmu pengetahuan, pengalaman, teknologi, jiwa usaha dan dorongan sosial yang diperlukan untuk menggali kekayaan alam di lingkungannya dan menggunakannya untuk keperluan masyarakat.

Masalah kemiskinan yang dialami oleh nelayan merupakan masalah yang bersifat multi dimensi sehingga menyelesaikanya sangat diperlukan solusi yang menyeluruh dan terlebih dahulu harus diketahui akar masalah yang menjadi penyebab terjadinya kemiskinan pada nelayan. Secara umum kemiskinan pada masyarakat pesisir khususnya nelayan disebabkan karena tidak terpenuhinya hak - hak dasar masyarakat. Adapun hak-hak dasar tersebut meliputi: kebutuhan akan pangan, kesehatan, pendidikan, pekerjaan, infrastruktur, selain itu masih kurangnya kesempatan berusaha, akses terhadap informasi, teknologi, permodalan, pemasaran maupun rendahnya partisipasi masyarakat dalam pengelolaan sumber daya alam. Budaya dan gaya hidup nelayan yang cenderung boros, menyebabkan posisi tawar masyarakat miskin semakin lemah.


(35)

Menurut Kusnadi (2002:5), faktor-faktor yang menyebabkan semakin terpuruknya kesejahteraan nelayan sangat kompleks, yaitu:

1. Faktor alam yang berkaitan dengan fluktuasi musim ikan. Apabila musim ikan atau ada potensi ikan yang relatif baik, perolehan pendapatan bisa lebih terjamin, sebaliknya pada saat tidak musim ikan nelayan akan menghadapi kesulitan-kesulitan ekonomi untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Faktor alamiah ini selalu berulang setiap tahun.

2. Faktor non alam, yaitu faktor yang berkaitan dengan ketimpangan dalam pranata bagi hasil, ketiadaan jaminan sosial awak perahu, dan jaringan pemasaran ikan yang rawan terhadap fluktuasi harga, keterbatasan teknologi pengolahan hasil ikan, dampak negatif modernisasi, serta terbatasnya peluang-peluang kerja yang bisa diakses oleh rumahtangga nelayan. Kondisi-kondisi aktual yang demikian dan pengaruh terhadap kelangkaan sumberdaya akan senantiasa menghadapkan keluarga nelayan ke dalam jebakan kekurangan.

Menurut Kusnadi (2001:36-40), penyebab terjadinya kemiskinan pada nelayan antara lain:

1. Kondisi alam

Kondisi alam membuat waktu dalam mencari ikan di laut dan ketidak stabilan dalam memperoleh hasil tangkapan. Musim paceklik yang datang pada setiap tahun dan itu selalu datang pada saat musim kemarau yang


(36)

panjang, maka nelayan terus berada dalam lingkar kemiskinan setiap tahunnya.

2. Tingkat pendidikan nelayan.

Nelayan yang miskin umumnya belum banyak tersentuh teknologi moderen, kualitas sumber daya manusia rendah dan tingkat produktivitas hasil tangkapannya juga sangat rendah serta tingkat hasil penangkapannya juga sangat rendah atau sedikit. Tingkat pendidikan nelayan sangatlah berbanding lurus dengan teknologi yang dapat dihasilkan oleh nelayan. Teknologi yang dimaksud ialah teknologi di bidang penangkapan ikan. Nelayan masih banyak yang menggunakan teknologi secara tradisional dalam cara pengawetan ikan hasil tangkapan. Padahal ikan laut sangatlah mudah membusuk dibandingkan dengan bahan makanan lain, dikarenakan ikan laut banyak mengandung bakteri dan perubahan kimiawi pada ikan laut tersebut. Cara pengawetan ikan dengan cara tradisional ini dapat dikatakan oleh rendahnya tingkat pendidikan dan penguasaan nelayan terhadap teknologi.

3. Pola kehidupan nelayan.

Kultur nelayan yang bilamana dicermati memiliki etos kerja yang handal, dimana nelayan pergi mencari ikan pagi subuh pulang siang setelah itu menyempatkan waktu senggang untuk membenarkan jaring yang rusak. Pola hidup konsumtif menjadi masalah laten pada masyarakat nelayan, dimana pada saat penghasilan banyak, tidak ditabung untuk persiapan


(37)

paceklik, melainkan dijadikan kesempatan untuk membeli kebutuhan sekunder.

4. Pemasaran hasil tangkapan.

Nelayan seringkali mengalami kesulitan dalam memperjualkan ikan hasil penangkapannya. Kesulitan ini dikarenakan tidak semua daerah pesisir memiliki Tempat Pelelangan Ikan (TPI). Hal tersebut membuat para nelayan terpaksa untuk menjual hasil tangkapan mereka kepada tengkulak dengan harga di bawah harga pasar. Hal ini sangatlah disayangkan oleh para nelayan, bilamana ada TPI maka nelayan dapat memperoleh hasil yang lebih banyak dibandingkan dengan harus menjual ikannya kepada tengkulak-tengkulak. Apalagi ketika musim ikan, hasil ikan yang melimpah mengakibatkan harga ikan turun dan harus menjual pada tengkulak.

5. Program pemerintah yang belum memihak nelayan

Kebijakan pemerintah yang tidak memihak masyarakat miskin, banyak kebijakan terkait penanggulangan kemiskinan bersifat top down dan selalu menjadikan masyarakat sebagai objek, bukan subjek. Kebijakan yang pro nelayan mutlak diperlukan, yakni sebuah kebijakan sosial yang akan mensejahterakan masyarakat dan kehidupan nelayan. Kenaikan BBM juga menjadikan nelayan merasa tercekik. Ketergantungan nelayan pada jenis bahan solar membuat anggaran dalam mencari ikan membengkak.


(38)

Selain 5 faktor penyebab kemiskian diatas, penyebab kemiskinan di kalangan nelayan juga dikarenakan karena adanya dampak negatif kebijakan modernisasi perahu dan modernisasi alat tangkap yang sering disebut dengan istilah "revolusi biru''. Kebijakan ini telah mendorong timbulnya gejala lebih tangkapan atau overfishing dan penguasaan sumber daya perikanan secara berlebihan di perairan pantai maupun perairan lepas. Untuk itu nelayan harus berusaha keras dalam persaingan tersebut. Hal ini digambarkan dengan kondisi nelayan yang mempunyai perlengkapan mencari ikan dengan alat-alat sederhana, hal ini membuat nelayan kesulitan dalam memperoleh hasil tangkapan. Keterbatasan alat penangkapan ikan yang mempengaruhi pendapatan nelayan, maka banyak dari nelayan yang menggunakan bahan peledak dalam proses penangkapan ikan. Padahal penangkapan ikan di laut dengan cara menggunakan bahan peledak mengakibatkan rusaknya ekosistem bawah laut. Oleh sebab itu sangatlah disayangkan bilamana penggunaan bahan peledak terus digunakan. Pemerintah harus berupaya keras melarang dan memantau nelayan dalam penggunaan bahan peledak dalam penangkapan ikan di laut. Akan tetapi larangan menggunakan bahan peledak menjadikan nelayan harus menuai ketidak pastian dalam memperoleh hasil tangkapan dan berdampak pada pendapatan nelayan. Hal ini sangat dirasakan bagi keluarga nelayan buruh atau kecil.

3. Kemiskinan Pada Keluarga Nelayan

Keluarga merupakan kesatuan sosial yang membentuk masyarakat yang hidup dalam satu atap dan memiliki hubungan darah. Di dalam keluarga umumnya


(39)

terdapat anggota-anggota keluarga, seperti suami, istri, dan anak. Seperti halnya dengan keluarga-keluarga pada umumnya, keluarga nelayan juga mempunyai tanggungan ekonomi untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari anggota keluarganya. Dalam keluarga, semua modal dan barang diatur oleh kepala keluarga yang bertindak tanpa pamrih demi kepentingan bersama. Masing-masing anggota keluarga akan berkontribusi sesuai dengan peran, tanggungjawab dan kemampuannya.

Persoalan yang mendasari keluarga nelayan yang tingkat penghasilannya tergolong kecil dan tidak pasti adalah bagaimana mengelola sumber daya ekonomi yang dimiliki secara efisien dan efektif. Adanya pengelolaan sumber daya ekonomi diharapkan mereka bisa bertahan hidup dan bekerja dengan cara mengelola sumber daya ekonomi yang ada. Pengelolaan sumber daya ekonomi oleh nelayan diharapkan dapat membuat nelayan merasa aman dan mampu melewati masa-masa krisis yang mengancam kelangsungan keluarganya. Menurut Kusnadi (2002;17),

“Dalam kelompok sosial yang berpenghasilan rendah di daerah perkotaan misalnya lebih berorientasi pada pemenuhan kebutuhan pokok pangan dalam upaya menjaga kelangsungan kehidupan keluarganya. Kualitas bahan pangan yang bisa mereka peroleh juga rendah, dikarenakan harganya yang murah dan sesuai dengan karakter batas kemampuan sosial-ekonominya. Hal seperti ini juga sama terjadi pada rumah tangga nelayan buruh. Bagi keluarga nelayan buruh yang terpenting adalah makanan untuk keberlangsungan setiap hari meski dengan lauk - pauk yang sederhana. Lauk-pauk pada yang umumnya adalah ikan laut dan sayur bening atau asam. Dikarenakan kebutuhan pangan merupakan prioritas utama dibandingkan dengan kebutuhan sandang dan papan. Kebutuhan sandang hanya bisa tercukupi ketika nelayan memperoleh penghasilan yang lebih dari cukup. Selain itu nelayan buruh juga kurang memperhatikan kebutuhan papan. Dapat dilihat dari kondisi pemukiman nelayan buruh yang jauh dari standar layak.”


(40)

Kemiskinan pada keluarga nelayan dapat dicirikan oleh pendapatan yang lebih rendah daripada pengeluaran, tingkat pendidikan keluarga rendah, kelembagaan yang ada belum mendukung terjadinya pemerataan pendapatan, potensi tenaga kerja keluarga (istri dan anak) belum dapat dimanfaatkan dengan baik, dan akses terhadap permodalan yang rendah. Menurut Kusnadi (2002 :40), ciri umum yang dapat dilihat dari kondisi kemiskinan dan kesenjangan sosial-ekonomi dalam kehidupan masyarakat nelayan adalah fakta-fakta yang bersifat fisik berupa kualitas pemukiman. Perkampungan nelayan miskin dapat mudah diidentifikasi dari kondisi rumah yang dihuni oleh para nelayan. Rumah yang sangat sederhana dengan dinding yang terbuat dari anyaman bambu, lantai masih menggunakan tanah, beratap daun rumbia dan perabotan rumah tangga yang tidak memadai merupakan gambaran tempat tinggal para nelayan buruh atau nelayan tradisional. Sedangkan rumah-rumah yang sudah tergolong megah dan fasilitas yang memadai dapat dikenali bahwa rumah tersebut ialah tempat tinggal pemilik perahu, pedagang perantara atau pedagang berskala besar dan pemilik toko.

Selain dilihat dari kehidupan fisiknya, kehidupan nelayan miskin dapat dilihat dari tingkat pendidikan anak-anak mereka, pola konsumsi sehari - hari dan tingkat pendapatannya. Tingkat pendapatan nelayan rendah yang cenderung rendah maka tidak dapat dipungkiri tingkat pendidikan anak-anak mereka juga rendah. Banyak terjadi anak-anak para nelayan yang harus berhenti bersekolah sebelum lulus sekolah dasar, ada juga yang sudah sampai lulus sekolah dasar tetapi tidak melanjutkan ke jenjang sekolah menengah pertama atau yang lebih tinggi.


(41)

Disamping itu kebutuhan yang paling mendasar bagi rumah tangga nelayan miskin ialah pemenuhan kebutuhan pangan. Keluarga nelayan yang belum dapat memenuhi kebutuhan pangan maka nelayan tersebut secara otomatis dapat dikatakan nelayan miskin.

Menurut Kusnadi (2002:20), keluarga nelayan buruh sering dianggap oleh orang luar bergaya hidup konsumtif atau boros ketika memperoleh penghasilan yang cukup banyak. Padahal yang kita ketahui nelayan buruh tidak setiap hari memperoleh hasil tangkapan yang tergolong banyak. Apalagi ketika musim ikan perolehan pendapatan nelayan buruh dalam sekali mencari ikan atau beroperasi paling hanya mendapatkan uang senilai Rp. 50.000,00 sampai Rp. 100.000,00 (penghasilan maksimum). Dalam masa kerja satu tahun nelayan paling hanya mengalami 1-2 kali, bahkan kadang tidak diperoleh sama sekali. Oleh sebab itu keluarga nelayan buruh sering dihadapkan pada masa-masa kesulitan dan kekurangan dalam kehidupannya ketika hasil dari bernelayan sangatlah kurang. Akan tetapi pada saat nelayan memperoleh hasil yang banyak atau cukup, maka sering dari mereka bersifat konsumtif. Sikap yang demikian mencerminkan kompensasi psikologis dari kesengsaraan hidup yang cukup lama menimpanya. Gaya hidup yang boros merupakan upaya menyenangkan diri dalam sesaat saja. Oleh sebab itu beban kehidupan akan semakin berat bagi keluarga nelayan buruh yang menggantungkan seluruh keberlangsungan kehidupannya dengan hasil melaut.


(42)

Kemiskinan yang melanda keluarga nelayan pun dapat mempersulit mereka dalam membentuk kehidupan generasi berikutnya yang lebih baik lagi. Anak-anak mereka harus menerima keadaan yang saat ini dialaminya, mereka harus menerima kenyataan untuk mengenyam tingkat pendidikan yang rendah. Hal ini dikarenakan ketidak mampuan ekonomi orangtuanya. Menurut Kusnadi (2002 :27), banyak anak- anak yang tidak bersekolah atau drop out dari sekolah dasar sebelum mencapai kelulusan. Anak-anak mereka sering dituntut untuk ikut mencari nafkah guna menanggung beban kehidupan keluarga dan mengurangi beban tanggung jawab orangtuanya. Keterbatasan memperoleh yang layak maka kiranya sangatlah sulit untuk menciptakan generasi atau sumber daya manusia yang lebih berkualitas dalam kelompok masyarakat nelayan. Akibat generasi yang diturunkan demikian, maka mereka tetap mewarisi pekerjaan dan tingkat hidup seperti yang dialami oleh orangtuanya. Oleh demikian desa-desa pantai atau pesisir pantai akan menjadi kantong-kantong kemiskinan, kebodohan, dan keterbelakangan sepanjang masa.

4. Strategi Keluarga Nelayan

Konsep strategi merupakan suatu teknik untuk mendapatkan kemenangan atau pencapaian tujuan. Strategi juga dapat diartikan sebagai rencana yang cermat untuk suatu kegiatan dengan maksud mencapai tujuan yang diinginkan. Secara umum pengertian strategi adalah beberapa kombinasi dari berbagai aktifitas dan pilihan-pilihan yang harus dilakukan oleh orang supaya dapat mencapai kebutuhan dan tujuan kehidupannya.


(43)

Menurut Sitorus (1999) dalam Ihromi (2004 :241), strategi ekonomi keluarga nelayan miskin menunjuk pada alokasi potensi sumberdaya keluarga secara rasional kedua sektor kegiatan sekaligus, yaitu sektor produksi dan sektor non produksi. Di bidang produksi, keluarga nelayan miskin menerapkan pola nafkah ganda, yaitu melibatkan sebanyak mungkin potensi tenaga kerja keluarga di berbagai kegiatan ekonomi melalui pertanian dan luar pertanian, baik dalam status berusaha sendiri maupun status memburuh.

Sektor non produksi sering digambarkan dengan kegiatan arisan. Penerimaan pendapatan yang diberikan oleh arisan sangatlah memungkinkan keluarga nelayan miskin untuk dapat membiayai kebutuhan yang memerlukan biaya yang cukup besar, contohnya :perbaikan rumah, biaya anak sekolah, pesta pernikahan atau khitanan, dan modal usaha. Penerimaan tersebut bukan hanya saja membantu keluarga nelayan miskin dalam mengatasi kemiskinan yang berupa kekurangan konsumsi, akan tetapi pada tingkat tertentu juga dapat mengatasi penyebab kemiskinan berupa kekurangan modal produksi.

Menurut Kusnadi (2000 :74), strategi nelayan dalam menghadapi kemiskinan dapat dilalui melalui:

1. Peran Anggota Keluarga Nelayan (istri dan anak)

Kegiatan-kegiatan ekonomi yang dilakukan oleh anggota rumahtangga nelayan (istri dan anak) merupakan salah satu bentuk dari strategi adaptasi yang harus ditempuh untuk menjaga kelangsungan hidup seluruh anggota


(44)

2. Diversifikasi Pekerjaan

Dikarenakan ketidak pastian dalam memperoleh penghasilan, maka keluarga nelayan dapat melakukan kombinasi pekerjaan guna mencukupi kebutuhan keluarganya.

3. Jaringan Sosial

Melalui jaringan sosial, anggota keluarga akan lebih efektif dan efisien untuk mencapai dan memperoleh akses terhadap sumberdaya yang tersedia di lingkungannya. Jaringan sosial dapat memberikan rasa aman bagi rumahtangga nelayan miskin dalam menghadapi berbagai macam kesulitan dalam hidupnya, sehingga dapat menjalankan kehidupannya dengan lebih baik. Dikarenakan manusia merupakan makhluk sosial, maka secara alami jaringan sosial akan muncul. Tindakan sosial-budaya yang bersifat kreatif merupakan cerminan bahwa tekanan-tekanan atau kesulitan-kesulitan akan ekonomi yang dihadapi oleh nelayan tidak di respon dengan sikap yang pasrah. Oleh sebab itu jaringan sosial merupakan cara yang strategis dalam menjaga keberlangsungan kehidupan nelayan yang setiap harinya bergantung pada pendapatan hasil melaut.

4. Migrasi

Kegiatan migrasi akan dilakukan ketika di daerah nelayan tertentu tidak sedang musim ikan. Nelayan akan pergi ke suatu daerah dan bergabung dengan unit penangkapan ikan di daerah yang sedang musim ikan. Maksud dari migrasi ini adalah nelayan dapat memperoleh penghasilan tinggi dan


(45)

mencukupi kebutuhan keluarganya tanpa harus menjadi pekerja lain. Nelayan akan pulang ke kampung asal atau tempat mereka mencari ikan sebelumnya ketika hasil tangkapan ikan di kampung semula mulai membaik.

Menurut Anwar (2006:7) pemberdayaan perempuan nelayan merupakan salah satu strategi yang paling ampuh untuk meningkatkan kesejahteraannya keluarga. Peran perempuan yang merupakan ibu rumahtangga harus dapat memanajemen keuangan dapat meningkatkan peran lift skill dalam kehidupannya. Left skill yang dimiliki merupakan alternatif sehingga dapat meningkatkan peran dalam kehidupan dan pembangunan melalui peningkatan ketrampilan yang bersifat produktif.

Konsep modal sosial merupakan suatu konsep dengan berbagai definisi yang saling terkait, yang didasarkan pada nilai jaringan sosial. Didalam modal sosial lebih menekankan pada potensi kelompok dan antar kelompok. Modal sosial lahir dari hubungan atau interaksi manusia. Menurut Colleman (1990) dalam Sari (2013:18), modal sosial didefinisikan sebagai satu set sumber daya yang tidak dapat dipisahkan dari hubungan dalam keluarga dan dalam komunitas organisasi sosial dan berguna untuk kognitif atau perkembangan sosial anak-anak atau generasi muda. Modal sosial merupakan energi yang sangat dahsyat. Modal sosial diyakini sebagai salah satu komponen utama dalam menggerakkan kebersamaan, mobilitas ide, kepercayaan dan saling menguntungkan untuk tercapainya tujuan bersama. Oleh sebab itu modal sosial merupakan hubungan yang bersifat mutual,


(46)

peningkatan kesejahteraan masyarakat pada umumnya, hubungan tersebut bisa bersifat formal maupun informal. Dikatakan hubungan formal apabila terjadi melalui organisasi masyarakat, kelompok keagamaan, koperasi, partai politik, dan lain-lain, disebut informal apabila terjadi dalam suatu interaksi sosial antar masyarakat.

Inti telaah modal sosial terletak pada bagaimana kemampuan masyarakat dalam suatu kelompok untuk bekerja sama ada proses timbal balik dan saling menguntungkan dan dibangun atas dasar kepercayaan yang dilandasi oleh norma - norma dan nilai-nilai sosial yang positif dan kuat. Oleh sebab itu unsur pokok modal sosial menurut Sari dalam prosding modal sosial (2013:25), ada lima, yaitu norma, nilai-nilai, trust, reciprocity atau timbal balik dan jaringan

1. Norma merupakan sekumpulan aturan yang diharapkan dapat dipatuhi dan dilaksanakan oleh anggota masyarakat pada satu entitas sosial tertentu. Norma sosial berperan dalam mengontrol bentuk perilaku yang ada dalam masyarakat. 2. Nilai-nilai merupakan suatu ide turun temurun dianggap benar dan penting oleh

anggota masyarakat. Misalnya nilai harmoni, kompetensi dan lain-lain. Biasanya dalam anggota masyarakat lebih mengutamakan nilai-nilai harmoni maka dapat dilihat suasana masyarakatnya akan lebih rukun, indah namun dalam pemecahan masalah kurang produktif.

3. Trust atau yang lebih sering dikenal dengan rasa percaya merupakan suatu bentuk keinginan untuk mengambil resiko dalam hubungan sosialnya yang didasari oleh perasaan yakin bahwa yang lain akan melakukan sesuatu yang


(47)

diharapkan dan akan senantiasa bertindak dalam suatu pola tindakan yang saling mendukung, paling tidak akan bertindak merugikan diri dan kelompoknya.

4. Reciprocity (timbal balik) dalam modal sosial senantiasa diwarnai dengan kecenderungan saling tukar kebaikan antar individu dalam suatu kelompok atau antar kelompok itu sendiri. Pola pertukaran yang demikian suatu yang dilakukan secara repsoprokal seketika seperti proses jual beli, melainkan suatu kombinasi jangka pendek dan jangka panjang dalam nuasa altruismi atau semangat untuk membantu dan mementingkan orang lain.

5. Jaringan dalam modal sosial ini berwujud jaringan - jaringan kerjasama antar manusia. Jaringan tersebut berguna untuk menfasilitasi komunikasi dan interaksi. Hal ini menjadikan timbulnya kepercayaan dan memperkuat kerjasama.

Prespektif modal sosial menurut Woolcock dan Narayan (dalam Sari 2013:24), membagi dalam empat bagian perspektif dari modal sosial yang meliputi:

a) Pandangan Komunitarian (communitarian view), memberi tekanan pada partisipasi anggota dalam berbagai kegiatan kelompok sebagai ukuran modal sosial. Semakin besar jumlah anggota suatu perkumpulan atau asosiasi semakin baik modal sosial dalam komunitas tersebut.

b) Pandangan Jaringan (network view), melihat bahwa ikatan kelompok yang kuat akan membawa anggota komunitas memiliki kesadaran tentang identitas kelompok dan akhirnya tumbuh rasa kebersamaan untuk mengejar tujuan bersama.

c) Pandangan Institusional (institutional view), melihat kekuatan jaringan suatu komunitas terletak pada lingkungan politik, hukum dan kelembagaan. d) Pandangan Sinergi (synergy view), merupakan gabungan dan pandangan jaringan dan pandangan institusional. Pandangan sinergi melihat bahwa negara dan masyarakat dapat bekerja sama sehingga sama-sama mendapat


(48)

Modal sosial terbentuk juga dari berbagai interaksi sosial dan institusi sosial yang menggerakan masyarakat. Dalam hasil penelitian Putman di Italia pada tahun 1705 adanya hubungan yang positif antara modal sosial dan kinerja pemerintah daerah. Putman juga menyimpulkan bahwa modal sosial mempunyai peranan yang sangat penting dalam menciptakan pemerintahan daerah yang responsif dan efesien, yang ditandai dengan adanya masyarakat yang kuat dan dinamis. Peran modal sosial sangatlah penting dalam upaya membangun masyarakat nelayan. Peran modal sosial pada nelayan menjadikan masyarakat nelayan yang lebih baik dan memiliki ketangguhan dalam menghadapi segala tantangan kehidupannya. Modal sosial mempunyai kontribusi yang banyak untuk menuju kesuksesan suatu masyarakat. Menutut Putnam (1993) dalam Sari (2013 : 32), pertumbuhan ekonomi sangatlah berkolerasi dengan kehadiran modal sosial. Modal sosial juga banyak memberikan manfaat bagi suatu organisasi, semangat kerja sama, rasa saling percaya, berkolerasi dengan intensitas kerjasama yang selanjutnya dapat mempengaruhi kualitas strategi kerja organisasi. Selain itu, modal sosial mampu memberikan manfaat pada individu. Individu yang memiliki modal sosial yang tinggi ternyata lebih maju dalam karir dibandingkan mereka yang modal sosialnya rendah. Suksesnya seseorang dalam memperoleh pekerjaan juga dapat dikarenakan seseorang tersebut mempunyai modal sosial yang tinggi.

Kebudayaan adalah khas insani, hanyalah manusia yang dapat berbudaya dan membudaya. Ernist Cassirer merumuskan mengenai manusia sebagai animal simbolikum. Maksud dari simbolikum ialah hanya manusia yang mengenal dan


(49)

memanfaatkan simbol didalam kelanjutan kehidupannya. Simbol-simbol tersebut dapat kita lihat didalam kebudayaan manusia. Menurut HAR Tilaar (1999 :128), seseorang yang disebut berbudaya ialah seseorang yang menguasai dan berperilaku sesuai dengan nilai-nilai kebudayaan. Kebudayaan diturunkan kepada generasi penerus lewat proses belajar melalui melihat, dan meniru tingkah laku orang lain. Kebudayaa dapat dikatakan suatu proses dinamis yaitu penciptaan, penertiban, dan pengolahan nilai-nilai insani.

Bagi masyarakat nelayan, kebudayaan merupakan sistem gagasan atau system kognitif yang berfungsi sebagai ”pedoman kehidupan”, referensi pola-pola kelakuan sosial, serta sebagai sarana untuk menginterpretasi dan memaknai berbagai peristiwa yang terjadi di lingkungannya (Keesing, 1989 :68). Di dalam dimensi sosial budaya masyarakat desa pada dasarnya memiliki masalah diantaranya kemiskinan dan keterbelakangan baik masyarakat petani maupun masyarakat nelayan. Masyarakat nelayan yang mempunyai masalah yang lebih kompleks dibandingkan dengan masyarakat tani jika ditinjau dari faktor produksi yang dimilikinya (Mubyanto, 1984 :48).

Setiap gagasan dan praktik kebudayaan harus bersifat fungsional dalam kehidupan masyarakat. Jika tidak, kebudayaan itu akan hilang dalam waktu yang tidak lama. Kebudayaan haruslah membantu kemampuan dalam penyesuaian diri individu terhadap lingkungan kehidupannya. Sebagai suatu pedoman untuk bertindak bagi warga aktivitas ekonomi pesisir”. Dampak dari sistem pembagian


(50)

dan pengambilan keputusan penting di dalam sebuah keluarga (Kusnadi 2001, kebudayaan.kemdikbud.go.id). Pembagian kerja ini menjadikan kaum perempuan tidak berposisi sebagai ”suplemen” tetapi bersifat ”komplemen” dalam menjaga kelangsungan hidup keluarganya.

Modal sosial maupun modal budaya didalam komunitas nelayan mempunyai peranan yang sangat besar bagi kehidupan nelayan. Adanya komunitas atau paguyuban nelayan yang terbentuk karena interaksi sosial antar nelayan dengan nelayan yang lain, maka nelayan dapat mendapatkan jaringan yang luas, bisa saling tukar pendapat dengan sesama para nelayan, serta timbul rasa tolong menolong sesama para anggota paguyuban. Saling interaksi inilah yang dapat menjadikan kehidupan nelayan menjadi lebih baik. Bukan hanya modal sosial saja yang harus dimiliki oleh nelayan. Modal budaya tidak kalah penting dalam kehidupan nelayan. Kebudayaan yang melekat pada diri nelayan dapat menjadikan nelayan lebih mudah dalam melakukan suatu tindakan, dikarenakan kita tahu dalam kebudayaan seseorang pasti terdapat nilai- nilai dan norma-norma yang baik.

Latar belakang nelayan menjadi nelayan juga bisa disebabkan kebudayaan daerahnya. Mereka menjadi nelayan dikarenakan keturunan atau leluhur mereka yang dahulu bekerja menjadi nelayan. Apalagi nelayan Pantai Depok salah satunya merupakan nelayan yang masih memegang erat kebudayaan leluhur jawa, sehingga masih banyak tradisi-tradisi yang dilakukan oleh para nelayan. Salah satu tradisi yang sering dilakukan bahkan wajib dilakukan yaitu tradisi sedekah laut. Tradisi sedekah laut diadakan oleh para nelayan dalam rangka memohon keselamatan


(51)

kepada Tuhan agar saat masyarakat nelayan mencari ikan di laut terhindar oleh hal-hal yang tidak diinginkan. Sedekah laut juga merupakan suatu bentuk rasa syukur nelayan yang sudah diberikan keselamatan dan hasil berupa ikan dan ditunjukkan kepada penguasa laut dengan harapan para nelayan selalu diberi keselamatan dalam mencari ikan dan dapat menghasilkan hasil yang melimpah. Kebudayaan inilah yang menjadikan para nelayan selalu bersyukur atas apa yang sudah diberikan oleh sang penciptanya.

Oleh sebab itu modal budaya tidaklah bisa terlepas dari kehidupan manusia. Seperti apa yang sudah diuraikan diatas bahwa manusia mempunyai hakekat berbudaya dan membudaya. Pendidikan kebudayaan juga sangatlah penting bagi kehidupan manusia, terutama pada nelayan. Adanya pendidikan berkebudayaan maka dikenalkanlah kebudayaan kepada anak sejak kecil dan diharapkan dapat mengembangkan kebudayaan yang sudah ada. Hal ini diharapkan sejak anak-anak harus mengerti bagaimana pentingnya menghargai kebudayaan masyarakatnya dan kebudayaan leluhurnya.

B. Penelitian yang Relevan

1. Judul penelitian: Strategi Rumahtangga Nelayan dalam Mengatasi Kemiskinan (Studi Kasus Nelayan Desa Limbang, Kecamatan Juntinyuat, Kabupaten Indramayu, Provinsi Jawa Barat) Oleh Abdul Mugi :2006 Hasil penelitian: penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif yang menggambarkan bagaimana usaha masyarakat nelayan dalam masyarakat


(52)

dilakukan oleh rumah tangga nelayan guna memenuhi kebutuhan mereka yaitu :

1. Melalui peranan anggota rumah tangga. Contohnya bagi anak-anak yang masih kecil biasanya membantu mencari penghasilan dengan cara mengorek di Tempat Pelelangan Ikan (TPI). Kegiatan ini biasanya dilakukan pada saat musim menangkap ikan teri, sedangan hari-hari biasanya anak-anak meminta ikan kepada nelayan yang baru mendarat (alang-alang). Bagi istri atau anak gadis dapat membantu memenuhi kebutuhan hidup keluarganya dengan bekerja di pabrik pengolahan ikan. Namun ada pula istri yang bekerja sebagai TKW. Sedangkan bagi anak laki – laki biasanya membantu orang tuanya bekerja di laut atau bekerja menjadi TKI.

2. Nafkah ganda yaitu mereka bekerja bukan hanya sebagai nelayan saja melainkan ada pekerjaan lain yang berguna untuk membantu memenuhi biaya hidup keluarganya. Pekerjaan yang sering dilakukan ialah sebagai petani, buruh pabrik pengelolaan ikan, usaha dll.

3. Pemberian bantuan kredit alat tangkap ikan yang berupa jaring. Biasanya bantuan kredit ini dilakukan oleh pemerintah yang di koordinatori oleh koperasi nelayan.

4. Arisan kelompok seperti arisan pengajian sangatlah membantu mengatasi kemiskinan


(53)

meminta bantuan hutang kepada sodara, tengkulak dan kerabat dapat dipermudah.

2. Judul Penelitian : Strategi Bertahan Hidup Masyarakat Nelayan Pantai Depok oleh Dhamar Prakasa: 2013

Hasil Penelitian: penelitian ini dilakukan menggunakan pendekatan kualitatif dengan teknik pengumpulan data menggunakan wawancara. Dengan penelitian yang dilakukan oleh Dhamar Prakasa maka dapat diketahui strategi yang dilakukan oleh nelayan Pantai Depok untuk bertahan hidup yaitu dengan memperoleh hasil tambahan diluar kegiatan mencari ikan, diantaranya bekerja sebagai petani, penjual jasa, dan bangunan.


(54)

C. Alur Penelitian

Berikut adalah skema atau alur berpikir dari penelitian mengenai strategi Keluarga nelayan dalam mengatasi kemiskinan:

Gambar 1. Alur Penelitian Kemiskinan pada keluarga

nelayan

Faktor – faktor penyebab terjadinya kemiskinan pada

nelayan

1. Kondisi alam 2. Tingkat pendidikan 3. Pola kehidupan nelayan 4. Permasalahan hasil

tangkapan

5. Program pemerintah yang belum memihak nelayan

Strategi keluarga nelayan dalam mengatasi kemiskinan

A. Internal

1. Produksi nafkah ganda atau diverfikasi pekerjaan 2. Non produksi arisan 3. Peran anggota keluarga 4. Migrasi

5. Jaringan sosial (saling interaksi dengan nelayan yang lain)

B. Eksternal

1. Program paguyuban atau organisasi kelompok nelayan dan pemerintah


(55)

D. Pertanyaan Penelitian

Berdasarkan kerangka pikir di atas dapat diajukan pertanyaan-pernyataan penelitian yang diharapkan mampu menjawab beberapa hal yang terkait dengan penelitian. Pertanyaan penelitian sebagai berikut :

1. Bagaimana gambaran kondisi keluarga nelayan di kawasan Pantai Depok ? 2. Siapa saja yang ikut dalam mencari nafkah ?

3. Apa saja hambatan pekerjaan sebagai nelayan ? 4. Bagaimana hasil dari melaut yang diperoleh nelayan ?

5. Apa yang dilakukan keluarga nelayan apabila kekurangan dalam mencukupi kebutuhan hidup ?

6. Pihak mana saja yang membantu dalam mengatasi kekurangan keluarga nelayan ?

7. Bagaimana kondisi pendidikan anak – anak nelayan ? 8. Apa harapan-harapan para keluarga nelayan ?


(56)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Pendekatan Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dan metode penelitian yang dipergunakan adalah metode deskriptif kualitatif. Dalam pendekatan deskriptif kualitatif informasi atau data yang terkumpul, terbentuk dari kata-kata, gambar, bukan angka-angka. Kalau pun terdapat angka-angka, sifatnya hanya sebagai penunjang. Menurut Bogdan dan Taylor dalam Moleong (2011;4), mendefinisikan metode kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis maupun lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati. Menurut Hamid Darmadi (2011: 7), sebagai berikut:

“Penelitian deskriptif berkaitan dengan pengumpulan data untuk memberikan gambaran atau penegasan suatu konsep atau gejala, juga menjawab pertanyaan-pertanyaan sehubungan dengan suatu subyek penelitian pada saat ini, misalnya sikap atau pendapat terhadap individu, organisasi dan sebagainya. Subyek/obyek penelitian dapat berupa seseorang, lembaga masyarakat dan lain-lain”.

Penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif karena peneliti ingin mencari tau permasalahan dan data yang inggin diungkap. Penelitian ini bermaksud untuk mendeskripsikan dan menggambarkan apa adanya, menganalisis data yang diperoleh secara mendalam dan menyeluruh dengan harapan dapat mengetahui strategi apa sajakah yang dilakukan oleh keluarga nelayan dalam mengatasi kemiskinan di Pantai Depok.


(57)

B. Subjek dan Objek Penelitian

Dalam penelitian ini, penentuan subjek dan objek penelitian berdasarkan tujuan penelitian yakni mendeskripsikan bagaimana strategi keluarga nelayan dalam mengatasi kemiskinan. Hal tersebut bertujuan untuk memperoleh segala informasi yang dibutuhkan dalam penelitian.

1. Penentuan Subjek Penelitian

Dalam penelitian ini, subjek yang diambil ialah keluarga nelayan yang terdiri dari suami, istri dan anak. Selain itu subjek penelitian juga diambil dari masyarakat yang meliputi: ketua KUB dan TPI, pengelola KUB, dan pedagang di wilayah pantai Depok.

2. Penentuan Objek Penelitian

Menurut Spradley dalam Sugiyono (2010: 49), “dalam penelitian kualitatif tidak menggunakan istilah populasi, tetapi social situation atau situasi sosial yang terdiri atas tiga elemen yaitu, tempat (place), pelaku (actors), dan aktivitas (activity) yang berinteraksi secara sinergis”. Situasi sosial tersebut bisa disebut sebagai objek penelitian yang ingin diketahui. Pada penelitian kualitatif, peneliti memasuki situasi sosial tertentu, melakukan observasi dan wawancara kepada orang-orang yang dipandang tahu tentang situasi sosial tersebut. Oleh sebab itu, dari pengertian di atas, maka objek dari penelitian ini ialah kehidupan nelayan beserta keluarganya dan strategi keluarga nelayan dalam mengatasi kemiskinan di Pantai Depok .


(58)

C. Setting Penelitian

Setting penelitian dalam penelitian ini adalah di Pantai Depok Desa Parangtritis Kecamatan Kretek Kabupaten Bantul Daerah Istimewa Yogyakarta. Alasan dipilihnya tempat tersebut dikarenakan di pantai tersebut memiliki banyak nelayan yang bekerja mencari ikan di Pantai Depok. Selain itu Pantai Depok merupakan pantai yang selalu menjadi tempat wisata karena keindahan pantainya dan kuliner ikan lautnya. Pantai Depok juga sebagai daerah perantauan untuk nelayan yang di daerahnya sedang mengalami paceklik atau tidak musim ikan.

Penelitian ini sudah saya lakukan pada 26 Agustus 2015 - 23 September 2015 yang sebelumnya melalui tahap pembuatan proposal sejak 9 April 2015 - 26 Juni 2015.

D. Teknik Pengumpulan Data

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Teknik pengumpulan data merupakan langkah yang paling strategis dalam penelitian, karena tujuan utama dari penelitian adalah mendapatkan data. Sugiyono (2010: 309) mengemukakan adapun metode yang digunakan dalam pengumpulan data adalah dengan metode observasi, wawancara dan dokumentasi.

1. Sumber Data

a. Data primer yaitu data yang diperoleh langsung dari lapangan melalui penelitian. Data yang dibutuhkan ialah data mengenai kemiskinan nelayan dan bagaimana strategi keluarga nelayan dalam mengatasi kemiskinan.


(59)

2. Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian sangatlah penting untuk mendapatkan data yang dibutuhkan. Metode pengumpulan data dalam penelitian ini meliputi: observasi atau pengamatan, wawancara, dan dokumentasi. a. Observasi atau Pengamatan

Observasi yaitu cara pengumpulan data yang dilakukan secara sistematis dan sengaja melalui pengamatan dan pencatatan gejala yang jadi objek penelitian. Adapun yang di observasi ialah kegiatan nelayan, istri, anaknya, proses pelelangan ikan, proses mendaratnya kapal nelayan, keadaan TPI, keadaan KUB, keadaan pantai dan keadaan tempat tinggal nelayan.

b. Wawancara

Wawancara digunakan sebagai teknik pengumpulan data apabila peneliti ingin melakukan studi pendahuluan untuk menemukan permasalahan yang diteliti, juga apabila peneliti ingin mengetahui hal-hal dari responden yang lebih mendalam.Tentang diri sendiri atau self-report, atau setidak-tidaknya pada pengetahuan dan atau keyakinan pribadi (Sugiyono, 2010: 317).

Dalam penelitian ini, wawancara digunakan untuk mengumpulkan data sebanyak mungkin terkait dengan strategi keluarga nelayan dalam mengatasi kemiskinan. Peneliti sebagai pewawancara akan melakukan wawancara secara langsung dengan pihak yang diwawancarai yaitu nelayan, anggota keluarga nelayan, anggota paguyuban nelayan, pengelola KUB dan TPI, dan pelelang


(60)

Wawancara dilakukan dengan terlebih dahulu mempersiapkan pedoman wawancara dengan model pertanyaan terbuka, tidak kaku, fleksibel, dan disampaikan secara informal. Pedoman wawancara tersebut disusun dan digunakan sebagai arah agar wawancara terfokus pada bagaimana strategi keluarga nelayan dalam mengatasi kemiskinan. Dalam wawancara demikian, wawancara yang digunakan peneliti ialah sebagai berikut :

a. Untuk mengetahui masalah apa saja yang dihadapi oleh nelayan.

b. Untuk mengetahui bagaimana peran KUB dan TPI, program-program pemerintah, paguyuban atau organisasi nelayan dalam meningkatkan tingkat pendapatan pada nelayan.

c. Untuk mengetahui dampak yang dirasakan oleh masyarakat nelayan dengan adanya program-program yang pernah diikuti oleh nelayan, terutama program-program dari pemerintah.

d. Untuk mengatahui bagaimana kehidupan rumahtangga nelayan.

e. Untuk mengetahui strategi seperti apa saja yang dilakukan oleh nelayan, keluarga nelayan, masyarakat nelayan, paguyuban atau organisasi nelayan dalam mengatasi kemiskinan.

c. Dokumentasi

Dokumentasi yaitu cara pengumpulan data atau informasi dengan melalui arsip atau buku yang berkaitan dengan masalah yang diteliti. Metode dokumentasi digunakan untuk menjaring data yang sudah ada untuk melihat tentang berbagai peristiwa yang telah atau pernah terjadi. Menurut Sugiyono


(61)

(2010: 329), dokumen bisa berbentuk tulisan, gambar atau karya-karya momumental seseorang. Dokumentasi digunakan untuk menggali informasi dalam kaitannya dengan arsip atau catatan yang ada. Dalam penelitian ini dokumentasi dilaksanakan untuk memperoleh data tambahan untuk mendukung hasil penelitian ini seperti, data nelayan Pantai Depok, arsip dan dokumen program-program yang dilakukan untuk para nelayan maupun anggota keluarga nelayan. Informasi yang bersifat dokumentatif sangat bermanfaat guna pemberian gambaran secara keseluruhan dalam mendapatkan informasi yang lebih mendalam.

Dokumentasi mengenai foto-foto dapat diperoleh saat pengamatan langsung yaitu foto Pantai Depok, foto para nelayan yang sedang mencari ikan, Suasana nelayan ketika mendarat, suasana pasar ikan, suasana koperasi TPI, keadaan rumah nelayan, kondisi keluarga nelayan dll.


(62)

Tabel 1. Teknik Pengumpulan Data

No Aspek Sumber Data Metode Pengumpulan Data 1. Kondisi fisik TPI dan

koperasi TPI

Ketua TPI Wawancara dan observasi kondisi fisik TPI dan koperasi TPI

2. Kondisi Nonfisik Ketua TPI Wawancara untuk memperoleh data mengenai jumlah nelayan Pantai Depok, hasil perhari tangkapan nelayan yang didapat, program simpan pinjam untuk nelayan, dll

3. Pekerjaan sebagai nelayan

Nelayan Wawancara untuk mengetahui keluh kesah bekerja sebagai nelayan dan masalah – masalah sehubungan dengan nelayan, faktor – faktor apa saja yang

menyebabkan masalah dalam mencari ikan dilaut, pembagian hasil atau upah dan masalah permasalahan dalam pemasaran hasil tangkapan

4. Kehidupan nelayan dan keluarga nelayan

Nelayan dan anggota keluarga lainnya

Observasi dan wawancara, melihat bagaimana kondisi kehidupan nelayan. Untuk mengetahui bagaimana kehidupannya, pekerjaan anggota keluarga yang lain, pemenuhan kebutuhan pokok dll, dan mencari cara bagaimana strategi yang digunakan dalam mengatasi kemiskinan.

5. Peran paguyuban nelayan Ketua, pengurus dan anggota paguyuban nelayan

Wawancara untuk mengetahui kegiatan apa saja yang dilakukan oleh paguyuban nelayan dalam meningkatkan pendapatan bagi para nelayan. Adakah proses interaksi yang menguntungkan bagi mereka.

6. Peran pemerintah atau pihak swasta

Lurah dan perangkat desa lainnya

Observasi dan wawancara untuk melihat data program yang sudah pernah dilakukan untuk

mensejahterakan masyarakat nelayan guna meningkatkan pendapatan nelayan, dan


(63)

bagaimana dampak bagi masyarakat nelayan.

E. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian data adalah alat bantu peneliti dalam mengumpulkan data di lapangan. Menurut Sugiyono (2009 :307) dalam penelitian kualitatif “yang merupakan instrumen utamanya adalah peneliti itu sendiri”. Dalam penelitian ini, peneliti merupakan instrumen utama selanjutnya dibantu oleh alat-alat pengumpul data yang lain seperti pedoman observasi, pedoman wawancara dan pedoman dokumentasi.

F. Teknik Analisis Data

Analisis data dalam penelitian ini dilakukan sejak sebelum memasuki lapangan, selama di lapangan dan setelah selesai di lapangan. Data yang terkumpul melalui pengamatan yang sudah dituliskan dalam catatan lapangan, dari hasil wawancara, dokumentasi, dan observasi kemudian akan diintepretasikan secara deskriptif kualitatif.

Menurut Miles dan Huberman dalam Sugiyono (2010: 337) mengemukakan dalam setiap tahapan penelitian menggunakan langkah-langkah. Dalam melakukan analisis data akan melalui tahapan-tahapan reduksi data, data display dan pengambilan kesimpulan(verification).

1. Data Reduction (Reduksi Data)


(64)

polanya”. Agar data yang disajikan dapat memberikan gambaran yang lebih jelas, dapat mempermudah peneliti untuk melakukan pengumpulan data selanjutnya, dan mencarinya bila diperlukan.

2. Data Display (Penyajian Data)

Setelah data direduksi, maka langkah selanjutnya adalah mendisplaykan data. Penyajian data dapat dilakukan dalam bentuk uraian singkat, bagan, hubungan antar kategori. Menurut Miles and Huberman melalui Sugiyono (2010: 341), menyatakan bahwa “yang paling sering digunakan untuk menyajikan data dalam penelitian kualitatif adalah dengan teks yang bersifat naratif”.

3. Conclusion Drawing / Verification (Verifikasi / Penarikan Kesimpulan) Langkah ketiga dalam analisis data kualitatif menurut Miles and Huberman adalah penarikan kesimpulan dan verifikasi. Kesimpulan awal yang dikemukakan masih bersifat sementara dan akan berubah bila tidak ditemukan bukti-bukti yang mendukung tahap pengumpulan data berikutnya. Tetapi apabila kesimpulan yang dikemukakan pada tahap awal, didukung oleh bukti-bukti yang valid dan konsisten saat peneliti kembali ke lapangan mengumpulkan data, maka kesimpulan yang dikemukakan merupakan kesimpulan yang kredibel.


(65)

G. Pemeriksaan Keabsahan Data / Trianggulasi

Penelitian ini, setelah data terkumpul tahapan selanjutnya adalah melakukan pengujian terhadap keabsahan data dengan menggunakan teknik triangulasi sumber dan metode. Teknik triangulasi yang pertama dilakukan dalam penelitian ini adalah triangulasi sumber. Trianggulasi sumber dilakukan dengan cara mengecek data yang telah diperoleh melalui beberapa sumber (Sugiyono, 2010: 373). Sumber-sumber yang dipilih merupakan Sumber-sumber yang mengetahui bahkan mengalami kejadian yang sama, sehingga terdapat kesesuaian sumber dengan yang lainya. Teknik analisis data yang kedua ialah trianggulasi metode, trianggulasi metode ini dilakukan guna untuk menguji kredibelitas data dengan cara mengecek data yang diperoleh dari sumber yang sama dengan teknik yang berbeda (Sugiono, 2010: 373).

Data dalam penelitian kualitatif dideskripsikan, dikategorisasikan, mana pandangan yang sama, yang berbeda, dan mana yang spesifik dari sumber yang ada. Dasar pertimbangannya adalah bahwa untuk memperoleh satu informasi dari satu responden perlu diadakan crosscheck antara informasi yang satu dengan informasi yang lain sehingga akan diperoleh informasi yang benar-benar valid. Informasi yang diperoleh diusahakan dari narasumber yang benar-benar mengetahui permasalahan dalam penelitian ini.


(66)

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian 1. Deskripsi Wilayah

Desa Parangtritis terletak di Kecamatan Kretek, Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta. Desa Parangtritis memiliki luas 967 Ha.

Batas-batas Desa Parangtritis adalah :

a. Sebelah Utara : Desa Donotirto b. Sebelah Selatan : Samudra Indonesia c. Sebelah Barat : Desa Tirtohargo

d. Sebelah Timur : Desa Seloharjo dan Desa Girijati Kondisi Geografi adalah :

a. Ketinggian tanah dari permukaan laut : 25 M

b. Banyaknya curah hujan : 110 mm/thn

c. Tofografi ( daratan rendah, tinggi, pantai ) : Daratan rendah pantai d. Suhu udara rata-rata : 30 oC

Akses menuju Desa Parangtritis sangat terjangkau karena jalan sudah hampir semua beraspal halus dan dapat dijangkau dengan roda dua maupun roda yang lebih dari empat. Adapun jarak antara Desa Parangtritis dengan :

a. Jarak dari pusat Pemerintah Kecamatan : 4 KM b. Jarak dari Pusat Pemerintah Kota Administratif : 0 KM c. Jarak dari Ibukota Kabupaten Kotamadya Daerah tingkat II : 13 KM


(67)

d. Jarak dari Ibukota Provinsi Dati I : 25 KM

e. Jarak dari Ibukota Negara : 625 KM

Desa Parangtritis terdiri dari lima dusun yaitu: 1) Bungkus, 2) Depok, 3) Samiran, 4) Grogol, 5) Srunggo . Data monografi Desa Parangtritis tahun 2014 menyebutkan jumlah penduduk Desa Parangtritis menurut jenis kelamin laki-laki berjumlah 3.796 jiwa, sedangkan perempuan berjumlah 4.043 jiwa. Total keseluruhan jumlah penduduk adalah 7.839 Jiwa. Jumlah kepala keluarga 2.243 KK, sedangkan penduduk berdasarkan agama menyebutkan bahwa penduduk Desa Parangtritis yang beragama Islam berjumlah 7.297 jiwa, Kristen berjumlah 344 jiwa dan Katolik berjumlah 34. Jumlah penduduk berdasarkan tingkat pendidikannya yaitu SD berjumlah 961 jiwa, SMP/SLTP berjumlah 924 jiwa, SMA/SLTA berjumlah 2.723 jiwa, Akademi/D1-D3 berjumlah 249 dan Sarjana (S1-S2) berjumlah 289. Adapun struktur perekonomian Desa Parangtritis sebagai berikut: a) karyawan (PNS, ABRI, SWASTA), b) wiraswasta c) tani, d) pertukangan, e) buruh tani, f) pensiunan, g) nelayan, dan h) jasa.

Mata pencaharian hidup masyarakat di Desa Parangtritis pada tahun 1998, setelah ditemukannya potensi perikanan laut di Pantai Depok, maka kaum laki-laki banyak yang beralih profesi sebagai nelayan tangkap. Bagi kaum perempuan, sebagian membantu dengan bekerja sebagai pedagang ikan mentah maupun matang dan pedagang di area pantai.


(68)

2. Deskripsi Paguyuban/Kelompok Nelayan Pantai Depok Desa Parangtritis a. Sejarah Koperasi TPI

Kelompok Nelayan Tangkap “Mina Bahari 45” berdiri pada tahun 1998 dimana pada dahulu kala nelayan dari Cilacap mencoba mencari kekayaan alam bawah laut di Pantai Depok dan hasil yang diperoleh sangat melimpah dan sekarang memiliki anggota terdiri dari 46 orang nelayan, 20 orang pendorong. Nelayan Pantai Depok terdiri dari bermacam-macam daerah, terdapat 35 nelayan andun atau nelayan perantauan yang menaruh harapan besar terhadap kekayaan Pantai Depok. Kelompok nelayan tangkap membentuk suatu organisasi yang berfungsi guna meningkatkan kesejahteraan nelayan, memberikan rasa keselamatan dan kedamaian. Organisasi tersebut ialah KUB (Kelompok Usaha Bersama). KUB Mina Bahari 45 bertujuan untuk membentuk suatu organisasi masyarakat profesi berbentuk kesatuan dengan ruang lingkup daerah atas dasar kesamaan kegiatan dan fungsi dibidang pengembangan perikanan tangkap.

b. Visi dan Misi

1. Visi KUB Mina Bahari 45

“Menjadi kelompok nelayan yang sehat, berkembang, terpercaya, serta mampu melayani anggota dan masyarakat lingkungannya berkehidupan penuh keselamatan, kedamaian dan kesejahteraan.”

2. Misi KUB Mina Bahari 45

“Mengembangkan KUB Mina Bahari 45 sebagai kelompok nelayan yang dapat melayani pembiayaan dengan cepat dan mudah.”


(69)

c. Fungsi KUB Mina Bahari 45

1. Meningkatkan kualitas SDM anggota dan pengurus menjadi lebih professional dan amanah salam (selamat, damai dan sejahtera) sehingga semakin utuh dan tangguh dalam berjuang menghadapi tantangan global. 2. Mengorganisir dan menyalurkan dana masyarakat sehingga bermanfaat

secara optimal untuk kepentingan masyarakat.

3. Mengukuh dan meningkatkan kualitas usaha dan pesat produk-produk anggota.

4. Mengembangkan kesempatan kerja.

5. Memperkuat dan meningkatkan kualitas lembaga-lembaga ekonomi sosial masyarakat.

d. Profil Lembaga

1. Nama Lembaga : Kelompok Usaha Bersama

2. Alamat : Dusun Depok, Desa Parangtritis, Kecamatan Kretek, Kabupaten Bantul

3. Ijin Operasional: Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Bantul 4. Pelindung : Lurah Desa Parangtritis bapak Topo


(1)

Gambar : Proses Penjualan Crispi Ikan di Kawasan Pantai Depok


(2)

Gambar : Peneliti Melakukan Wawancara dengan Ketua TPI Mina Bahari 45


(3)

Gambar : Suasana Pasar Ikan


(4)

Gambar : Implementasi Hasil Pelatihan


(5)

Gambar : Usaha Pertanian Nelayan


(6)

Gambar : Wisatawan yang Membeli Hasil dari Program Pelatihan