72 aneka makanan khas laut. Berhutang bukanlah hal yang sering atau terus menerus
dilakukan oleh masyarakat nelayan ketika kekurangan yang menyebabkan kemiskinan menghampirinya. Akan tetapi hal tersebut dilakukan apabila
masyarakat nelayan benar-benar membutuhkan bantuan yang sangat mendesak. Masyarakat nelayan juga tidak mau ketergantungan dengan berhutang apabila
kekurangan dalam mencukupi kebutuhannya. Oleh karena itu mereka lebih bekerja dengan giat dan ketika memperoleh hasil yang dirasa cukup mereka akan
menyisihkan uangnya untuk ditabung. Apabila sewaktu-waktu mengalami keperluan yang mendadak dan mendesak uang tersebut dapat digunakan.
Strategi berhutang yang dilakukan oleh keluarga nelayan dapat disimpulkan bahwa strategi ini merupakan bentuk strategi eksternal, dikarenakan secara
langsung bantuan itu diberikan dari orang lain guna mencukupi kebutuhan keluarga nelayan yang sedang mendapat kesulitan atau kebutuhan yang mendesak.
Berhutang juga merupakan strategi dalam sektor non produksi dikarenakan tidak ada usaha yang dihasilkan oleh penghutang.
d. Strategi Keluarga Nelayan Melalui Peran Modal Sosial dan Budaya
Modal sosial yang terjalin dengan baik antar nelayan juga dikarenakan adanya persamaan sistem kerja, persamaan nasib dan tujuan. Keadaan seperti itu
menjadikan kelompok sosial seperti KUB dan TPI dapat berjalan dengan baik. Kesamaan tujuan masyarakat nelayan, yang mereka sama-sama ingin
meningkatkan kesejahteraan kehidupan keluarganya menjadikan interaksi antar kelompok sosial selalu didasari dengan rasa saling tolong menolong dan kesamaan
73 nasib. Adanya kesamaan profesi dan tujuan mempermudah interaksi antar nelayan,
hal ini menjadikan adanya jaringan antar nelayan. Jaringan sosial yang terjalin dengan baik akan mempermudah nelayan dalam kegiatan tolong menolong antar
sesama nelayan bahkan anggota keluarga Nelayan lainnya misalnya jika ada nelayan yang kesulitan dalam memperbaiki jaring ikan maka nelayan lain yang
lebih berpengalaman dapat membantu memperbaikinya. Selain itu jika ada kebutuhan yang mendadak dan nelayan yang tidak banyak memiliki tabungan,
dapat meminta bantuan pada nelayan lain untuk dapat memenuhi kebutuhanya. Nelayan biasanya berhutang dengan juragannya, tetangga sekitar, antar nelayan
bahkan ke koperasi TPI ataupun KUB. Adanya interaksi dan jaringan sosial inilah yang dapat mempengaruhi tingkat ekonomi dalam keluarga nelayan.
Modal sosial merupakan modal yang harus dimiliki oleh manusia. Modal sosial juga didevinisikan sebagai satu set sumberdaya yang tidak dapat dipisahkan dari
keluarga, orang lain dan komunitas atau kelompok Colman, 1990: 102. Modal sosial juga berpengaruh pada tingkat ekonomi suatu keluarga Putman dalam Sari,
2003: 31. Modal sosial seperti interaksi sosial yang baik antar nelayan yang membentuk suatu komunitas atau kelompok nelayan menjadikan nelayan banyak
menggantungkan usahanya pada komunitas kelompok nelayan tersebut. Kelompok nelayan yang terbentuk seperti koperasi TPI dan KUB menjadikan
nelayan lebih sejahtera, dikarenakan dengan komunitas yang ada nelayan dapat terbantu dengan diberikannya bantuan modal, khususnya permodalan alat tangkap.
Modal yang diberikan meski tidak dengan cuma-cuma melainkan nelayan harus
74 mengembalikan dengan mencicil, akan tetapi nelayan merasa terbantu. Pendapatan
nelayan pun bertambah karena nelayan yang dulu belum memiliki peralatan tangkap dan menjadi nelayan buruh sekarang sudah menjadi nelayan juragan.
Berdasarkan hasil penelitian yang menunjukan bahwa dengan modal sosial nelayan membentuk suatu komunitas nelayan seperti KUB kelompok usaha
bersama. KUB merupakan organisasi yang memberikan berbagai macam bantuan seperti bantuan modal fisik dan non fisik. Nelayan Pantai Depok juga nelayan yang
tidak hanya berasal dari daerah setempat. Nelayan yang berasal dari berbagai macam wilayah serta dengan latar belakang yang berbeda ini dalam kehidupan
sehari-hari mereka mempunyai nilai sosial yang tinggi. Nilai sosial yang tinggi digambarkan dengan interaksi antar nelayan satu dengan yang lain. Saling interaksi
dan menghargai satu sama lain merupakan salah satu modal sosial yang dapat mewujudkan nilai-nilai sosial yang baik. Seperti yang dikatakan oleh nelayan
“KT”
yaitu :
“Meskipun saya bukan orang asli sini akan tetapi saya tetap bersosialisasi dengan nelayan dan masyarakat daerah sini, karena saya berada di derah orang
ya semestinya saya harus lebih dapat berinteraksi sosial. Kalau saya tidak berinteraksi sosial dengan masyarakat dan para nelayan sini ya saya bukan
manusia .”
Hal senada di ungkapkan oleh “HP” yaitu :
“Interaksi sosial sangatlah penting bagi kehidupan khususnya nelayan, dengan bersosialisasi kita bisa mengenal dan mengetahui berbagai hal, serta
kalau kita membutuhkan sesuatu orang lain juga akan tau dan senantiasa menolong saya
.”
Pernyataan diatas diperkuat dengan pernyataan yang dikemukakan oleh “T”,
75 yaitu:
“Saling berinteraksi dengan sesama nelayan bahkan orang lain merupakan hal yang seharusnya dilakukan, kalau tidak ada jiwa sosial yang mendasari
orang berarti orang tersebut seperti tidak hidup. Adanya interaksi juga justru menguntungkan, jadi kalau sewaktu-waktu saya membutuhkan sesuatu dan
saya meminta tolong orang lain saya tidak pekewuh .”
Berdasarkan hasil pengamatan peneliti juga menunjukan bahwa modal sosial yang pada hakikatnya dimiliki oleh semua manusia dan diwujudkan dengan
interaksi sosial antar manusia sangatlah tergambar jelas oleh kehidupan nelayan dan keluarga nelayan Pantai Depok. Para nelayan dorong yang setia menunggu nelayan
berlabuh dan berlayar untuk membantu mendorong kapal-kapal nelayan ke pinggir pantai maupun ke pantai. Para pedagang ikan yang membantu nelayan menawarkan
hasil tangkapannya ke pembeli yang hendak membeli ikan segar di pinggir pantai, para penjual jasa yang menawarkan jasa masak untuk memasakan ikan ke warung-
warung yang tersedia di kawasan Pantai Depok. Kegiatan tersebut merupakan wujud implementasi dari modal sosial yang digambarkan dengan interaksi-interaksi
sosial yang dapat membantu dan saling menguntungkan. Seluruh masyarakat nelayan maupun anggota keluarga nelayan Pantai Depok
mempunyai modal sosial yang tinggi. Modal sosial yang mereka miliki digunakan dalam bentuk interaksi sosial, tolong menolong sesama nelayan, tetangga,
pedagang, wisatawan dll. Modal sosial yang para nelayan miliki terbentuklah berbagai macam komunitas. Komunitas yang terbentuk meliputi: komunitas
nelayan, komunitas pendorong kapal, komunitas, penjual ikan, komunitas warung makan, komunitas penjual warung pinggir pantai dan komunitas pembuat makanan
76 olahan ikan. Komunitas-komunitas ini tidak akan bisa terbentuk apabila interaksi
sosial masyarakatnya satu sama lain tidak berjalan. Seperti yang diungkapkan oleh Kusnadi 2002: 5 keterbatasan daya jangkau teknologi, penangkapan, ketimpangan
dalam sistem bagi hasil, belum adanya jaminan sosial tenaga kerja, lemahnya jaringan pemasaran dan belum fungsinya koperasi nelayan yang ada merupakan
faktor non alamiah yang menyebabkan kemiskinan pada keluarga nelayan. Maka dari pada itu, modal sosial antara nelayan dan masyarakat harus dimiliki, untuk
dapat mewujudkan hubungan baik dan menguntungkan antar nelayan serta masyarakat di sekitar Pantai Depok.
Hasil interaksi sosial yang baik antar masyarakat nelayan dapat membentuk suatu kelompok atau paguyuban nelayan seperti Koperasi TPI dan KUB
menjadikan suatu proses kerjasama yang saling menguntungkan terutama untuk para nelayan. Koperasi TPI yang berperan dalam memborong semua hasil
tangkapan hasil para nelayan menjadikan nelayan mudah dalam menjualkan hasil tangkapan. Meskipun harga jual yang ditawarkan di TPI lebih murah dibandingkan
dijual ke konsumen langsung yang perbandingannya bisa mencapai 1 : 3 atau 3 kali lipat harga beli koperasi TPI, akan tetapi nelayan merasa untung dengan
melelangkan hasil tangkapanya ke TPI, dikarenakan nelayan tidak harus bekerja dua kali untuk menjualkan hasil tangkapannya, dan koperasi TPI menerima ikan
apa saja yang diperoleh meski hidup ataupun mati. TPI ialah salah satu paguyuban atau kelompok nelayan yang mempunyai peranan penting dalam kehidupan
nelayan. Selain itu nelayan Pantai Depok juga mempunyai beberapa paguyuban
77 yang sangat berperan penting untuk mempermudah masyarakat nelayan dalam
mendapatkan bantuan modal yang berupa fisik dan non fisik, mempermudah dalam menjual hasil tangkapan dan kegiatan simpan pinjam. Kelompok nelayan yang
dikategorikan dapat mempermudah menjual hasil tangkapan ialah koperasi TPI, TPI harus didirikan sebelum adanya nelayan dikarenakan untuk mempermudah
menjual hasil tangkapan para nelayan. Ketua Koperasi TPI “T” menyatakan’’ : “TPI harus ada sebelum adanya nelayan yang mencari ikan, kalau belum
didirikan TPI bagaimana nelayan akan menjual hasil tangkapanya. Selain itu TPI juga akan menjamin keselamatan para nelayan. TPI tidak hanya sarana
atau tempat untuk menjual hasil tangkapan saja, akan tetapi TPI khususnya Koperasi TPI memberikan bantuan atau sarana-prasarana dalam pemberian
bantuan modal dan tenaga dalam pelaksanaan penangkapan ikan, maksud tenaga tersebut ialah tenaga dorong kapal. Koperasi TPI menyiapkan jasa
dorong kapal guna mendorong kapal nelayan saat ingin melaut dan mendarat. Selain itu koperasi TPI juga memberikan jaminan keselamatan bagi nelayan,
tau sendiri mbak Jadi nelayan resikonya besar apa lagi kalau musim angin dan ombak besar
.” Kegiatan koperasi TPI tidaklah hanya menjual belikan ikan, akan tetapi fungsi
umum koperasi yaitu sebagai jasa simpan pinjam. Simpan pinjam dilakukan hanya untuk para nelayan. Hasil dari para nelayan yang dijual ke TPI oleh pengelola TPI
langsung dijual kepada tengkulak. Tidak semua hasil tangkapan nelayan dijualkan ke koperasi TPI, nelayan ada yang menjual sebagian ikannya di tepian pantai yang
dengan sengaja banyak konsumen yang menunggu nelayan mendarat. Menurut konsumen yang membeli ikan di pantai langsung harga yang ditawarkan jauh lebih
murah dibandingkan beli di TPI pasar ikan, nelayan juga merasa untung apabila menjual hasilnya ke konsumen langsung. Hasil tangkapan yang dijual kekonsumen
langsung oleh para nelayan merasa merugikan pihak pengelola TPI, akan tetapi hal
78 tersebut tidak diambil pusing oleh para pengelola TPI, seperti yang dikemukakan
oleh ketua kope rasi TPI “TR” yaitu:
“Bila nelayan menjual hasil tangkapannya kepada konsumen yang menghadang di tepian pantai sebenarnya ya pengelola TPI akan mengalami
kerugian dikarenakan ikan yang harusnya dijual ke koperasi tapi dijual langsung ke konsumen, akan tetapi kita berpegang prinsip kepada visi misi
koperasi TPI yang akan meningkatkan kesejahteraan para nelayan. Bilamana dengan hal seperti itu nelayan akan bertambah sejahtera ya silahkan saja, akan
tetapi jangan terlalu keseringan
.” Pendapat nelayan “HP” mengatakan :
“Kalau saya menjual hasil tangkapan kepada konsumen langsung saya akan mendapatkan keuntungan yang besar kok mba, jadi pas saya mendarat dan ada
yang mau membeli hasil tangkapan saya ya saya jual aja. Saya juga bisa menjual 2-5 kali lipat dari harga yang saya jual ke koperasi TPI
.” Pendapat senada dikemukakan oleh nelayan
“KT” yaitu : “Saya memang terkadang menjualkan hasil tangkapan yang saya dapat ke
konsumen langsung, ya itung-itung buat tambahan penghasilan, soalnya kalau saya jual semua di TPI saya kadang hanya untung sedikit
.” Dari data yang sudah diakumulasi, koperasi TPI setiap bulannya melelang
kurang lebih 7.377 Kg dari berbagai jenis ikan. Hasil pelelangan yang di lelang oleh koperasi TPI lalu di jual pada tengkulak. Oleh tengkulak hasil tersebut ada yang
dijual di pasar TPI Pantai Depok, Pasar TPI pantai lain, bahkan di ekspor ke Luar Negeri. Koperasi TPI tidaklah hanya berperan dalam proses pelelangan ikan hasil
tangkapan nelayan saja. Akan tetapi koperasi TPI juga memberikan jaminan keselamatan bagi para nelayan dalam proses melaut, selain itu koperasi TPI juga
yang membentuk suatu kelompok jasa dorong kapal ke tepi pantai dan ke pantai ketika hendak mendarat dan melaut. Di dalam kegiatan ini nelayan mempunyai
kerjasama antar para pendorong, dimana hasil tangkapan nelayan yang dijual di
79 koperasi TPI 5 dari total hasil yang di dapat nelayan digunakan untuk membayar
jasa tukang dorong. Terdapat beberapa bagian lagi yang dibagi oleh pihak koperasi TPI guna dapat meningkatkan kualitas serta menjamin keselamatan para nelayan.
Pembagiannya meliputi: 1. Pendorong 5, SarPras 1,35, Intensif 2,5, koperasi 0,5, dana sosial 0,25, seving 0,5, Opr pengurus 0,5, Wilayah 0,5,
keamanan 0,2, dan tab pendorong 0,2. Selain Koperasi TPI, yang tidak kalah penting dalam kesejahteraan nelayan
ialah KUB Kelompok Usaha Bersama. KUB ialah suatu kelompok yang bertujuan untuk membangun usaha bersama dalam kelompok nelayan. Nelayan sangatlah
terbantu dengan adanya KUB ini. KUB bergerak pada pemberian bantuan modal fisik dan non fisik. Seperti yang dikemukakan oleh ketua KUB “SD” yakini:
“KUB didirikan guna menyatukan dan membentuk kelompok nelayan dalam suatu organisasi. Kelompok seperti KUB ini sangatlah penting dan
bermanfaat. Adanya KUB pemberian bantuan berdasarkan pengajuan proposal akan lebih mudah bilamana ada organisasi atau kelompok organisasi
didalamnya. Seringkali pusat akan memberi bantuan berupa dana atau alat tetapi tidak bisa turun apabila tidak ada kelompok organisasi didalamnya,
maka dari itu sangatlah penting KUB diadakan. Bantuan yang sering di dapat oleh KUB ialah bantuan modal fisik dan non fisik dengan adanya bantuan
tersebut maka dapat meringankan beban nelayan dan menjadikan nelayan lebih sejahtera dari sebelumnya
.” Nelayan yang masih menjadi nelayan buruh yang tentunya belum mempunyai
peralatan tangkap pasti mereka sangat menginginkan peralatan tangkap sendiri. Usaha yang dilakukan nelayan buruh untuk mendapatkan peralatan tangkap ialah
dengan cara mencicil peralatan tersebut yang sudah diberikan oleh kelompok KUB. Pemerintah sengaja memberikan bantuan modal berupa peralatan tangkap melalui
KUB, akan tetapi nelayan harus mencicilnya guna mengembalikan modal yang
80 sudah diberikan. Mempunyai kapal dan peralatan tangkap merupakan keinginan
besar para nelayan guna memperoleh penghasilan yang lebih banyak, dikarenakan pemilik kapal atau juragan sekali melaut akan mendapatkan total keuntungan 50
dari hasil, apabila juragan ikut mencari ikan berarti total mendapatkan 75 dari total hasil yang diperoleh. Sedangkan nelayan buruh yang hanya ikut juragan
mendapatkan 25 dari total hasil yang diperoleh. Ketimpangan pembagian hasil yang beda 3 kali lipat menjadikan nelayan buruh ingin memiliki peralatan tangkap
sendiri, agar pendapatan yang diperoleh dapat lebih banyak dibandingkan dengan hanya menjadi nelayan buruh. Hal ini diharapkan kebutuhan nelayan dapat
terpenuhi, sehingga dapat mengatasi kemiskinan yang dialami oleh keluarga nelayan.
Pendapat ini diperkuat dengan pendapat nelayan “HP” yang mengatakan bahwa: “Dengan adanya KUB nelayan sangatlah terbantu, saya yang dulunya belum
punya kapal dan peralatan tangkap lainnya dengan adanya modal yang diberikan oleh KUB akhirnya saya bisa memiliki alat tangkap sendiri dan hal
ini sangat berpengaruh terhadap pendapatan yang saya peroleh .”
Pendapat tersebut senada dengan pendapat istrinya “CN” yaitu : “Waktu suami saya masih menjadi buruh, pendapatannya saya rasa sangat
kurang. Akan tetapi sekarang sudah mempunyai kapal sendiri berkat bantuan modal yang di berikan KUB hasilnya sudah lumayan, tergantung juga si hasil
total yang diperoleh dalam satu kali melaut .”
Berdasarkan hasil pengamatan peneliti juga menunjukan bahwa nelayan sudah mempunyai peralatan tangkap sendiri dirumahnya. Hal ini dibuktikan dengan
rumah yang dimiliki sudah permanen yang menunjukan bahwa nelayan tersebut
81 adalah nelayan juragan, adanya jaring di rumahnya, dan data yang tertera pada
koperasi TPI tentang hak milik kapal nelayan. Akan tetapi tidak semua nelayan memilki alat tangkap. Berdasarkan hasil pengamatan nelayan yang belum memiliki
perahu ditunjukan pada bahwa dia masih menumpang di rumah juragan belum memiliki tempat tinggal yang menunjukan bahwa dia adalah nelayan buruh yang
belum mencapai kesejahteraan. Meskipun bantuan modal yang diberikan tidaklah cuma- cuma akan tetapi
nelayan merasa sangat terbantu dengan pinjaman modal peralatan tangkap yang diberikan oleh KUB. Selain bantuan modal peralatan tangkap, bantuan modal
seperti peralatan untuk membuat garam dan pelatihan-pelatihan pun pernah diberikan melalui KUB. Akan tetapi bantuan berupa pelatihan membuat garam
beserta alat-alatnya dirasa tidak ada manfaatnya. Nelayan enggan untuk mengimplikasikan hasil pelatihan tersebut.
Seperti yang dikemukakan oleh nelayan “K” Mengatakan ; “Bikin garam bukan hal yang mudah mbak, sudah tenaga yang dipakai
banyak, gak bisa setiap hari menghasilkan uang karena 1 minggu sekali baru bisa dipanen, dan hasil yang diperoleh tidak seberapa
.” Pendapat tersebut diperkuat oleh nelayan dan selaku ketua KUB “SD” yaitu :
“Alat-alat untuk membuat garam juga sudah ada, akan tetapi saya dan nelayan lainnya sungkan untuk membuat garam, hasil tidak seberapa capeknya
luar biasa, mending jadi petani saja ketika sedang musim paceklik atau musim ikan
.” Program pelatihan membuat garam memang tidak dirasa banyak memberikan
manfaat bagi nelayan, akan tetapi program pelatihan seperti program membuat crispi ikan, peyek berbagai jenis ikan laut dan makanan olahan ikan lainnya dirasa
82 sangat menguntungkan dan berdampak positif bagi masyarakat nelayan. Program
tersebut yang dilakukan untuk ibu-ibu masyarakat sekitar Pantai Depok. Tujuan dari diadakanya program tersebut ialah memfungsikan ikan limbah yang dijual
dengan harga rendah bahkan dibuang, setelah itu mempunyai harga jual yang tinggi. Selain itu program tersebut bertujuan untuk memberikan kegiatan kepada ibu-ibu
rumah tangga yang belum mempunyai pekerjaan untuk dapat mempunyai pekerjaan dan tentunya penambahan hasil yang digunakan untuk mencukupi kebutuhan
keluarganya. Seperti yang diungkapkan oleh istri nelayan yang mengikuti proses pelatihan “TH” yang menyatakan:
“Saya senang diadakanya pelatihan pengelolaan makanan, dikarenakan saya jadi punya ilmu untuk mengolah hasil-hasil laut yang tidak laku sekalipun. Jadi
dengan modal dikit bisa dapat untung yang banyak .”
Pernyataan senada juga dikatakan oleh “CN” yang menyatakan : “Program pelatihan membuat makanan ini menjadikan saya mempunyai
pekerjaan, saya yang tadinya tidak bekerja dan akhirnya saya bisa mengimplementasikan hasil pelatihan dengan memproduksi ikan, cumi, kerang
crispi, beberapa peyek ikan dan undur-undur .”
Pernyataan ini juga diperkuat oleh pedagang warung makan yang berjualan dipinggir pantai “N” yaitu :
“Dengan adanya program saya bisa memasak berbagai jenis masakan olahan ikan dan hasil laut lainnya. Sebelum adanya pelatihan saya hanya bisa
memasak beberapa macam saja, sekarang saya bisa memasaknya menjadi berbagai macam rasa dan bentuk. Sehingga pengunjung tertarik dengan yang
ditawarkan warung makan saya dan tentunya semakin laris .”
Dari hasil penelitian disimpulkan bahwa program pemerintah yang dilakukan oleh kelompok maupun organisasi yang ada seperti koperasi TPI dan KUB terutama
KUB memang sangat menguntungkan bagi pihak nelayan, nelayan merasa terbantu
83 dengan adanya berbagai macam kegiatan yang dilakukan oleh koperasi TPI maupun
KUB. Kegiatan yang dilakukan oleh KUB seperti pembagian modal berupa fisik dan non fisik menjadikan nelayan bahkan anggota rumahtangga nelayan yang lain
dapat meningkatkan pendapatan dan kualitas kehidupannya. Pembagian modal fisik yang berupa pinjaman modal alat tangkap misalnya, dengan pemberian modal yang
diberikan mesti tidak cuma – cuma yang nelayan harus membayar dengan cara
mencicil meski tidak dibatasi dengan waktu, menjadikan nelayan memperoleh pendapatan yang lebih banyak dibandingkan dengan sebelumnya yang hanya
menjadi nelayan buruh yang tidak memiliki alat tangkap sendiri. Selain itu pemberian modal non fisik yang menurut masyarakat nelayan menguntungkan bagi
kehidupannya ialah program pelatihan membuat makanan jangka panjang maupun jangka pendek dengan berbahan dasar potensi daerah yaitu jenis ikan laut, udang,
cumi, dll yang tidak memiliki nilai jual atau hanya limbah menjadi makanan yang mempunyai nilai jual tinggi.
Program yang dilakukan oleh pemerintah yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat nelayan, yang ditujukan untuk istri nelayan dan
masyarakat daerah pesisir Pantai Depok mendapatkan respon yang baik dari keluarga nelayan maupun masyarakat sekitar. Program ini dirasakan oleh peserta
program ialah program yang tepat sasaran dan tepat guna, dikarenakan istri nelayan dan masyarakat daerah pesisir yang masih banyak mengganggur serta
mengandalkan hasil yang diperoleh suaminya padahal hasil yang diperoleh tidak menentu, menjadikan sekarang istri nelayan sudah bisa mandiri. Adanya program
84 pelatihan menjadikan istri nelayan dapat membuka usaha berdasarkan ilmu yang
sudah diperoleh. Program tersebut benar-benar terimplikasi dan dikembangkan dengan baik oleh peserta pelatihan. Hal ini dibuktikan dengan kemandirian istri
yang bisa memperoleh penghasilan guna membantu memenuhi kebutuhan rumahtangganya serta mengurangi beban suami dengan melakukan usaha dagang
hasil olahan makanan ikan kering, peyek dan membuka usaha warung makan spesial ikan segar.
Nelayan Pantai Depok merupakan nelayan yang berasal dari berbagai macam daerah yang mempunyai budaya yang beranekanragam. Pantai Depok yang terletak
di Pantai Selatan yang terkenal dengan mitos Nyi Loro Kidul menjadi keunikan tersendiri dalam kebudayaannya. Nelayan asli Pantai Depok masih memegang erat
kebudayaan yang diturunkan oleh nenek moyangnya seperti sedekah laut yang
dilakukan pada malam satu suro, pantangan-pantangan tidak boleh melaut pada hari Jumat Kliwon, memakai baju warna hijau. Meski nelayan Pantai Depok banyak
yang bukan dari daerah asal, akan tetapi mereka selalu mengikuti dan menghormati kebudayaan yang ada dalam masyarakat.
Untuk menjadi nelayan juga merupakan kebudayaan yang diturunkan oleh generasi sebelumnya. Seperti penggalan lagu nenek moyangku seorang pelaut
mengambarkan bahwa turunan mereka ialah seorang nelayan. Nelayan asli Pantai Depok bukanlah nelayan yang memang mempunyai cita-cita sebagai nelayan,
ataupun keturunan dari nenek moyang, dikarenakan nenek moyang mereka bukanlah pelaut atau nelayan karena dahulu Pantai Depok bukanlah pantai yang
85 berpotensi pada sektor perikanan. Oleh karena itu nelayan yang berasal dari Pantai
Depok, alasan mereka menjadi nelayan dikarenakan potensi sumber daya alam sekitar tempat tinggal mereka. Adanya potensi hasil laut yang melimpahlah yang
menjadikan mereka menjadi nelayan seperti saat ini. Berbeda dengan nelayan perantauan atau andun. Nelayan andun yang memang
berasal dari daerah pesisir dahulunya mereka ialah nelayan yang pada dasarnya orang tua dan keturunan-keturunan mereka ialah nelayan. Anak merekapun masih
berorientasi bekerja sebagai nelayan, hal ini dikarenakan mereka yang berasal dari keluarga nelayan dan hidup di daerah pantai mengapa tidak menjadi nelayan saja.
Menjadi nelayan juga dianggap pekerjaan yang praktis, mereka tidak usah merantau
jauh dan tetap bisa berkumpul dengan seluruh anggota keluarganya.
Kebudayaan lokal yang ada dalam suatu masyarakat memang harus tetap dilestarikan agar tidak hilang. Menjadi nelayan salah satunya, orang yang menjadi
nelayan haruslah laki-laki, perempuan tidak dianjurkan untuk menjadi nelayan. Hal tersebut merupakan kebudayaan yang bersistem pada pembagian gender. Selain itu
menjadi nelayan juga ada yang dikarenakan sebagai budaya turun temurun, bukan karna cita-cita atau tidak adanya sektor pekerjaan dibidang lain. Seperti yang
dikatakan oleh anak nelayan yang menjadi nelayan juga
“KRS” mengatakan :
“Saya menjadi nelayan karena orang tua saya bapak menjadi nelayan juga, ketika saya sudah lulus sekolah jenjang SMA saya bingung mau bekerja
menjadi apa, ya saya berfikiran menjadi nelayan saja seperti bapak saya dan menjadi nelayan juga menurut saya bukan hal yang sulit, sejak kecil saya sudah
ikut bapak saya melaut, dan kebetulan saya tinggal di daerah pesisir .”
86 Pernyataan tersebut diperkuat dengan pertanyaaan
“KT” yaitu : “Profesi menjadi nelayan yang saya lakukan ini merupakan budaya turun -
temurun yang diturunkan nenek moyang yang pas kebetulan orang tua saya juga berprofesi sebagai nelayan
.”
Nelayan yang berasal selain dari wilayah Pantai Depok beranggapan bahwa, kebudayaan menjadi nelayan dikarenakan turun temurun dari nenek moyang kita,
akan tetapi menurut hasil penelitian masyarakat nelayan tetap ingin dan mewajibkan anak-anaknya untuk bersekolah setinggi mungkin. Mereka
beranggapan bahawa sekolah adalah suatu proses untuk dapat mendapatkan pekerjaan yang layak dan semestinya, dengan bersekolah diharapkan anak-anaknya
mempunyai pekerjaan yang layak. Anak-anak mereka tidak menjadi nelayan seperti bapaknya. Anak nelayan yang menjadi nelayan bukanlah hal yang harus di
pergunjingkan, hal tersebut sangatlah lumrah. Kebudayaan nenek moyang mereka yang berprofesi sebagai nelayan menjadi salah satu penyebab mengapa banyak
anak-anak nelayan yang enggan melanjutkan sekolah dan memilih menjadi nelayan.
Kebudayaan masih melekat pada daerah kawasan Pantai Depok. Pantai Depok masih mempunyai kebudayaan yang diturunkan oleh nenek moyang mereka dan
masih dilakukan dan ditaati. Kebudayaan yang masih sering dilakukan ialah berupa sedekah laut yang dilakukan pada suroan. Sedekah laut juga dilakukan oleh semua
masyarakat asli maupun perantauan yang ada di wilayah Pantai Depok. Selain sedekah laut nelayan juga mempunyai pantangan-pantangan dalam melaut.
Pantangan yang harus di patuhi ialah nelayan tidak diperbolehkan melaut ketika
87 hari Jumat kliwon. Menurut para nelayan Jumat kliwon merupakan hari yang sakral
untuk para nelayan. Nelayan yang mempercayai pantangan itu pun turut menghargai, jadi nelayan tetap tidak melaut ketika hari Jumat kliwon. Biasanya
nelayan yang tidak mempercayai pantangan-pantangan tersebut ialah nelayan yang berasal dari daerah lain atau nelayan andun. Seperti yang di kemukakan oleh
nelayan andun asal Cilacap “HP” mengatakan : “Ketika Jumat Kliwon saya memang tidak melaut, bukan saya percaya
terhadap pantangan-pantangan yang disyaratkan, akan tetapi saya menghargai keputusan yang sudah ada, apabila saya tetap melaut ya saya tidak punya
teman, maka dari itu saya manut saja lah .”
Kebudayaan-kebudayaan yang masih dilestarikan oleh masyarakat nelayan menjadi bukti bahwa masyarakat tersebut mempunyai modal budaya yang dapat
dikembangkan dalam kehidupannya. Kebudayaan seperti menjadi nelayan karena budaya nenek moyang pun tidak banyak ditemukan pada nelayan Pantai Depok,
dikarenakan Pantai Depok merupakan pantai yang tergolong baru dalam mengeksploitasi hasil lautnya.
Modal sosial dan modal budaya yang sudah tertanam dalam jiwa manusia seperti yang sudah peneliti uraikan di atas menunjukan bahwa, modal sosial
merupakan strategi yang dilakukan oleh rumahtangga nelayan dalam mengatasi kemiskinan. Strategi tersebut merupakan strategi yang bersifat eksternal,
dikarenakan modal sosial dan modal budaya yang ada pada manusia, yang dimana mereka bekerja sama, saling tolong menolong, mencapai tujuan kerja yang sama
88 dan kesamaan nasib yang sama itu semua terlahir karena diri mereka sendiri dan di
implikasikan melalui suatu kelompok atau organisasi.
89
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian mengenai strategi keluarga nelayan dalam mengatasi kemiskinan ialah bahwa pendapatan nelayan yang diperoleh tidaklah
pasti. Ketidakpastian dalam pendapatan nelayan dipengaruhi oleh 2 faktor. Faktor yang pertama ialah faktor alam yang meliputi musim ikan fluktuasi tangkapan dan
cuaca. Faktor kedua ialah faktor non alam seperti kondisi alat tangkap, modal dan kondisi fisik nelayan. Ketidakpastian pendapatan nelayan menyebabkan kurang
ketercukupan kebutuhan yang harus dipenuhi oleh seluruh anggota keluarga nelayan, maka dapat disimpulkan bahwa dengan penghasilan yang diperoleh dari
melaut hanya dapat mencukupi kebutuhan-kebutuhan primer saja, sedangkan tidak dapat menukupi kebutuhan sekunder. Rendahnya sumber daya manusia nelayan
yang dicirikan dengan rendahnya tingkat pendidikan keluarga nelayan menyebabkan susahnya nelayan untuk mengakses peluang-peluang kerja yang
tersedia, khususnya peluang kerja di luar sektor perikanan. Untuk dapat mencukupi kebutuhan primer dan sekunder, nelayan dan anggota
keluarga yang lain melakukan beberapa strategi untuk dapat memenuhi kebutuhan yang harus terpenuhi. Strategi yang dilakukan meliputi strategi internal dan
eksternal. Strategi internal meliputi: 1 Diverifikasi usaha, yang mana nelayan mempunyai cadangan pekerjaan guna mendapatkan penghasilan tambahan dengan
cara menjadi petani dan buruh bangunan dan. 2 Peran keluarga lainnya, peran ibu