pemantauan fungsi ginjal yang cepat dan sesuai. Secara farmakokinetik, klirens kreatinin dapat ditakrifkan sebagai laju ekskresi kreatinin melalui urin atau kreatinin
serum. Klirens kreatinin secara klinik dinyatakan dalam mLmenit dan konsentrasi kreatinin serum dalam mg Shargel and Yu, 1988. Persamaan berikut digunakan
untuk menghitung klirens kreatinin dalam mLmenit: CL
cr
= U
cr
× V S
cr
× t Di mana U
cr
=
urine creatinine concentration
, V =
urine volume
, S
cr
=
serum creatinine concentration
, dan t =
duration of the urine collection
Dipiro, Yee, Matzke, Wells, and Posey, 2008.
Menurut Huether dan McCance 2008, nilai normal dari
pla sma creatinine concentration
adalah 0,7-1,2 mgdL. Konsentrasi kreatinin plasma ini akan memiliki nilai yang stabil ketika nilai GFR juga stabil, karena laju produksi kreatinin sama
besar dengan hasil metabolisme otot. Nilai normal kreatinin dalam darah pada tes fungsi ginjal yang normal pada manusia adalah sebesar 0,6-1,5 mgdL laki-laki dan
0,6-1,1 mgdL perempuan. Sedangkan nilai rata-rata kadar kreatinin normal pada tikus strain
Sprague-Da wley
adalah 0,860 mgdL jantan dan 0,713 mgdL betina Derelanko and Hollinger, 2002.
G. Kerusakan Ginjal
Fungsi utama dari ginjal adalah organ eliminasi penting bagi tubuh. Meskipun terdapat banyak faktor yang mempengaruhi kerentanan ginjal terhadap
efek toksik, tetapi tingginya aliran curah jantung dan peningkatan konsentrasi produk
ekskresi karena adanya reabsorpsi air dari cairan tubuler merupakan faktor terpenting. Akibatnya, beberapa obat atau zat kimia yang beredar dalam sirkulasi sistemik akan
dibawa ke ginjal dalam kadar yang cukup tinggi. Sebagai akibatnya akan terjadi proses perubahan struktur dari ginjal itu sendiri, terutama di tubulus ginjal karena
disinilah terjadi proses reabsorpsi dan eksresi dari zat- zat toksik tersebut Manggarwati, 2010.
Gambaran kondisi ginjal normal dapat dilihat secara mikroskopik gambar 10.
Gambar 10. Gambaran mikroskopik ginjal normal diwarnai dengan
haematoxylin
dan
eosin
. A Korteks ginjal, 1:
renal corpuscle
; 2:
proximal convoluted tubules
; 3:
distal convoluted tubules
; 4:
Bowmans capsulae space
. B Medula ginjal, 1:
thick ascending limb of the loop of Henle
; 2:
interstitial connective tissue
Gunin, 2000
Penyakit ginjal sangat kompleks sama seperti strukturnya, tetapi untuk memahaminya bisa dipermudah dengan membagi penyakit ginjal berdasarkan empat
komponen morfologik dasar ginjal yaitu glomerulus, pembuluh darah, tubulus, dan interstisium. Sebagian besar penyakit glomerulus disebabkan oleh proses imunologik,
sedangkan penyakit pada tubulus dan interstisium sering disebabkan oleh bahan toksik atau infeksi Kumar,
et al.
, 2010.
1. Penyakit yang mengenai glomerulus
Penyakit glomerulus dapat digolongkan lebih lanjut berdasarkan gambaran klinis. Sebagian penyakit bermanifestasi sebagai proteinuria berat tetapi tanpa
tanda reaksi peradangan selular penyakit nefrotik, sementara yang lain memperlihatkan proteinuria dengan derajat bervariasi yang disertai oleh adanya
sel darah merah dan putih di urin penyakit nefritik McPhee and Ganong, 2010.
Penyakit nefrotik biasanya memperlihatkan pengendapan kompleks imun tepat di atau di bawah sel epitel, sering dengan perubahan morfologis
foot process
. Sedangkan penyakit nefritik memperlihatkan pengendapan kompleks imun di lokasi subendotel atau di membran basal glomerulus atau
mesangium
McPhee and Ganong, 2010.
2. Penyakit yang mengenai tubulus dan interstisium
Sebagian besar cidera tubulus juga melibatkan interstisium. Interstisium adalah ruang antar tubulus. Adanya kerusakan dalam tubulus ginjal akibat zat
nefrotoksik dilihat dengan adanya penyempitan tubulus kontortus proksimal, nekrosis sel epitel tubulus kontortus proksimal, atau adanya
hyaline cast
di tubulus distal Manggarwati, 2010.
Salah satu penyakit yang mengenai tubulus dan interstisium adalah nefritis tubulointerstisium reaksi peradangan di tubulus dan interstisium. Nefritis
tubulointerstisium dapat bersifat akut atau kronis. Nefritis tubulointerstisium akut memperlihatkan secara histologiss ditandai dengan edema interstisial, sering kali
disertai infiltrasi leukositik di interstisum dan tubulus, dan nekrosis tubulus fokal. Nekrosis adalah pembengkakan sel yang kemudian mengalami lisis. Sel yang
nekrotik terlihat membesar dan lebih asidofik merah daripada sel normal. Nekrosis melibatkan kematian sekelompok sel dan terlihat adanya respon
peradangan. Pada nefritis tubulointerstisium kronik, terjadi infiltrasi terutama oleh leukosit menonukleus, fibrosis interstisium, dan atrofi tubulus luas.
Gambaran morfologik yang membedakan bentuk akut dan kronik pada nefritis tubulointerstisium adalah edema dan jika ada eosinofil dan neutrofil pada
bentuk akut, dan fibrosis serta atrofi tubulus pada bentuk kronik Kumar,
et al.
, 2010.
Mekanisme utama dalam nefritis tubulointerstitial akut adalah reaksi hipersensitivitas terhadap obat seperti penisilin,
anti-inflammatory drugs
NSAIDs, dan obat sulfa. Mekanisme lain adalah cedera selular akut yang disebabkan oleh infeksi, virus atau bakteri, sering dikaitkan dengan obstruksi
atau refluks. Ginjal sangat tahan terhadap kerusakan struktural karena infeksi bakteri, dan dengan tidak adanya obstruksi, kerusakan dari infeksi bakteri dalam
parenkim ginjal sangat mungkin terjadi Alper, 2011. Cedera yang bermanifestasi sebagai kerusakan tubulus dan inflamasi
interstisium, salah satunya disebabkan oleh fibrosis tubulointerstisium. Banyak faktor yang dapat menyebabkan cedera tubulointerstisium, termasuk iskemia
segmen-segmen tubulus di sebelah hilir glomerulus sklerotik, dan berkurang dan hilangnya pasokan darah kapieler peritubulus. Berdasarkan penelitian pada
hewan secara
in vitro
, proteinuria diduga menyebabkan cedera langsung dan mengaktifkan sel tubulus. Sebaliknya, sel tubulus aktif akan mengekspresikan
molekul-molekul adhesi dan dan mengeluarkan sitokin proinflamasi, kemokin dan faktor pertumbuhan yang berperan dalam fibrosis interstisium Kumar,
et al.
, 2010.
Gambar 11. Mekanisme cedera tubulointerstisium kronik pada glomerulonefritis. ET-1,
endotelin-1, PAI-1,
plasminogen activator inhibitor-1
; TIMP-1,
tissue inhibitor of metaloproteinase
s. Kumar,
et al
., 2010.
Dilihat pada gambar 11, berbagai komponen filtrat kaya protein dan sitokin yang berasal dari leukosit, menyebabkan aktivasi sel tubular dan sekresi sitokin,
faktor pertumbuhan, dan mediator lainnya. Seluruhnya bersama produk-produk makrofag, menyebabkan inflamasi interstisium dan fibrosis Kumara,
et al.
, 2010.
Nefritis interstitial sama halnya dengan nefritis tubulointerstisium yaitu peradangan pada daerah interstisium yang disebabkan oleh reaksi alergi obat,
penyakit autoimun, infeksi atau infiltrasi penyakit lainnya. Dalam nefritis interstitial akut, kerusakan tubular menyebabkan disfungsi tubular ginjal, dengan
atau tanpa gagal ginjal. Terlepas dari tingkat keparahan kerusakan epitel tubular, disfungsi ginjal ini umumnya reversibel Kumara,
et al.
, 2010 Kumara,
et al.
, 2010.. Menurut Wulandari 2010, nefritis intersitial ini secara morfologi
ditandai dengan sitoplasma yang keruh, pembengkakan sel-sel tubulus proksimal sehingga lumennya menyempit bahkan menghilang. Nefritis interstitial
merupakan jejas tubular yang manifestasi awalnya berupa edema tubulus proksimal dimana sel-sel epitel tubulus proksimal dan intertisium membengkak
dengan sitoplasma yang granuler karena terjadi pergeseran air ekstraseluler ke intrasel. Pergeseran cairan ini terjadi karena toksin menyebabkan perubahan
muatan listrik permukaan sel epitel tubulus, transport ion aktif dan asam organik, dan kemampuan mengkonsentrasikan dari ginjal yang akhirnya mengakibatkan
tubulus rusak Wijaya dan Miranti, 2005.
Gambar 12. Gambaran mikroskopik nefritis interstitial kronik diwarnai dengan
hematoxylin
dan
eosin
, perbesaran 600x. Perazella and Markowitz, 2010
Pada gambar 12 menjelaskan nefritis interstitial kronik di mana tubulus muncul menyusut dan atrofi ditunjukkan oleh panah, dan dipisahkan oleh
fibrosis interstisial yang luas ditunjukkan oleh panah Perazella and Markowitz,
2010.
Interstisium korteks yang melebar dikatakan abnormal. Pelebaran ini dapat disebabkan oleh edema atau infiltrasi oleh sel radang akut, seperti pada penyakit
interstisium akut, atau mungkin juga oleh akumulasi sel radang kronik dan jaringan fibrosa, serta pada penyakit interstisium kronik. Jumlah proteoglikan di
jaringan interstisium medula meningkat seiring usia dan adanya iskemia Kumar,
et al.
, 2010.
3. Penyakit yang mengenai pembuluh darah
Hampir semua penyakit ginjal melibatkan pembuluh darahnya secara sekunder. Salah satu contoh penyakitnya adalah nefrosklerosis jinak yaitu istilah
yang digunakan untuk patologi ginjal akibat sklerosis arteriol dan arteri kecil ginjal. Efek yang terjadi adalah iskemia fokal parenkim yang disuplai oleh
pembuluh yang dindingnya menebal dan lumennya menyempit Kumar, et
al.
, 2010.
H. Uji Toksisitas Subkronis