C. Bahan dan Alat Penelitian
1. Bahan penelitian
a. Subjek uji yang digunakan yaitu tikus putih galur
Sprague Da wley
jantan dan betina, umur 2-3 bulan, berat badan 150-250 gram, diperoleh dari
Laboratorium Hayati Imono, Fakultas Farmasi, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.
b. Bahan uji yang digunakan untuk perlakuan yaitu daun sirsak yang tidak
terlalu muda dan tidak terlalu tua, segar, sehat, tumbuh jauh dari jalan raya, terhindar dari pestisida, dan tidak terkena penyakit tidak terkena
gigitan serangga dan tidak ditumbuhi jamur, serta diperoleh dari wilayah Jl. Kaliurang, Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta pada bulan Mei-Juni
2012. c.
Bahan larutan untuk destilasi dalam penetapan kadar air adalah toluen. d.
Bahan untuk pembuatan preparat histologis ginjal adalah larutan fisiologis NaCl dan formalin 10.
e. Bahan untuk kontrol yaitu akuades yang diperoleh oleh Laboratorium
Farmakologi dan Toksikologi, Fakultas Farmasi, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.
f. Makanan yang diberikan pada tikus jantan dan betina selama 45 hari yaitu
AD II. g.
Minuman yang diberikan pada tikus jantan dan betina selama 45 hari yaitu RO
Reverse Osmosis
.
2. Alat penelitian
a. Oven
b. Blender
c. Ayakan
d. Timbangan
e. Waterbath
f. Panci infusa
g. Termometer
h. Kain flanel
i. Seperangkat alat Pyrex antara lain:
bea ker glass
, labu ukur, gelas ukur, pengaduk, dan cawan petri
j. Destilator
k. Jarum suntik per oral dan spuit injeksi
l. Seperangkat alat bedah
m. Flakon
n. Pinset
o. Kandang tikus kandang biasa dan
metabolic cage
.
D. Tata Cara Penelitian
1. Determinasi tanaman sirsak
Determinasi tanaman sirsak dilakukan dengan cara mencocokkan ciri-ciri yang dipunyai tanaman sirsak dengan buku acuan menurut Steenis 1992.
2. Pengumpulan bahan
Bahan uji yang digunakan adalah daun sirsak yang diperoleh di wilayah Jl. Kaliurang, Yogyakarta pada bulan Mei-Juni 2012. Daun sirsak yang dipetik
berasal dari tanaman sirsak yang yang tidak terlalu muda dan tidak terlalu tua, segar, sehat, tumbuh jauh dari jalan raya, terhindar dari pestisida, sera tidak
terkena penyakit tidak terkena gigitan serangga dan tidak ditumbuhi jamur. Daun yang terkumpul dicuci dengan air mengalir dalam waktu yang cepat.
3. Pembuatan simplisia daun sirsak
Daun sirsak dicuci dengan air bersih, kemudian dipotong-potong dan dipanaskan sampai kering dalam oven dengan suhu 50
C selama 72 jam. Irisan daun sirsak yang telah kering dimasukkan ke dalam blender untuk dijadikan
serbuk, kemudian diayak dengan ayakan nomor 40. Selanjutnya dihitung berat serbuk halusnya dan rendemen dalam .
4. Penetapan kadar air dalam daun sirsak
Penetapan kadar air dalam daun sirsak dengan cara destilasi toluen berdasarkan Depkes 1995. Penetapan kadar air dalam daun sirsak dibuat
dengan menimbang 50 gram serbuk daun sirsak kemudian dimasukkan ke dalam labu kering. Sebanyak 200 mL toluena ke dalam labu, kemudian dihubungkan
pada alat. Labu dipanaskan selama 15 menit. Setelah toluen mendidih, disuling dengan kecepatan 2 tetes tiap detik hingga sebagian air tersuling, kecepatan
penyulingan dinaikkan hingga 4 tetes per detik. Setelah semua air tersuling, bagian dalam pendingin dicuci dengan toluen. Penyulingan dilanjutkan selama 5
menit. Tabung penerima pendingin dibiarkan hingga suhu kamar. Setelah air dan toluena memisah sempurna, dibaca volume airnya dan dihitung kadar air dalam
.
5. Pembuatan infusa daun sirsak
Infusa daun sirsak dibuat dengan menimbang 9 g serbuk daun sirsak kemudian dimasukkan dalam panci infusa, dituangi akuades sebanyak 150 mL.
Serbuk yang telah ditambah akuades dipanaskan dan diukur suhunya. Setelah mencapai 90
C, waktu pemanasan selama 15 menit. Selanjutnya disaring selagi panas melalui kain flanel dan filtratnya ditampung pada
beaker glass
yaitu didapatkan voleme infusa ± 135 mL. Ditambahkan air panas secukupnya melalui
ampas hingga diperoleh volume infusa 150 mL.
6. Penetapan dosis infusa daun sirsak
Peringkat dosis berdasarkan pengobatan pada masyarakat sehari-hari yaitu kurang lebih 10 lembar daun. Dosis pada perlakuan ini adalah 2 g70 kgBB
manusia. Konversi manusia 70 kg ke tikus 200 g = 0,018. Dosis untuk 200 g tikus = 0,018 x 2 g = 0,036 g200 gBB tikus
Dosis untuk 1 g tikus =
1000 200
x 0,036 = 0,18 mggBB tikus = 180 mgkgBB tikus
Kemudian dilakukan orientasi konsentrasi tertinggi dari infusa daun sirsak untuk ditetapkan sebagai dosis tertinggi. Konsentrasi tertinggi yang didapat yaitu
6 g100 mL.
Untuk perhitungan dosis tertinggi yaitu: D =
� �
= 6 g100 mL x 2,5 mL : 300 g = 0,5 mggBB tikus = 500 mgkgBB tikus
Faktor pengali =
� � ��� �
ℎ
=
0,5 mg g BB tikus 0,18 mg g BB tikus
= 1,67 Kemudian dibuat peringkat dosis berikut ini :
Dosis I = 108 mgkgBB tikus Dosis II = 180 mgkgBB tikus
Dosis III = 301 mgkgBB tikus Dosis IV = 503 mgkgBB tikus.
Dosis akuades untuk kelompok kontrol adalah D =
� �
= 1 gmL x 2,5 mL : 300 g = 8333 mgkgBB tikus
7. Uji toksisitas
a.
Penyiapan hewan uji. Hewan uji yang digunakan terdiri dari satu jenis
hewan uji tikus putih jantan dan betina, galur
Sprague Da wley
, sehat, dewasa, umur 2-3 bulan, berat badan 150-250 gram, berjumlah 50 ekor 25
jantan dan 25 betina, dan kemudian ditempatkan pada kandang.
b.
Pengelompokan hewan uji. Sejumlah hewan uji yang terpilih diadaptasikan
di laboratorium selama tiga hari. Pada penelitian ini, digunakan lima kelompok perlakuan. Lima puluh ekor tikus dibagi menjadi lima kelompok
secara acak, masing-masing kelompok uji terdiri dari sepuluh ekor tikus
lima jantan dan lima betina. Pembagian peringkat dosis dengan faktor pengalian tetap dengan rincian pengelompokan sebagai berikut:
Kelompok I : diberi akuades 8333 mgkgBB tikus Kelompok II : diberi sediaan uji infusa daun sirsak 108 mgkgBB tikus
Kelompok III : diberi sediaan uji infusa daun sirsak 180 mgkgBB tikus Kelompok IV : diberi sediaan uji infusa daun sirsak 301 mgkgBB tikus
Kelompok V : diberi sediaan uji infusa daun sirsak 503 mgkgBB tikus. c.
Prosedur pelaksanaan. Sediaan uji berupa infusa daun sirsak diberikan pada
hewan uji sesuai dengan dosis pemberian dengan kekerapan pemberian sekali sehari selama 30 hari pada tikus jantan dan betina dengan tetap diberi
makan dan minum. Pada hari ke-0 dan 31, semua tikus diambil darahnya untuk mengukur kadar kreatinin. Pada hari ke-31, 5 tikus 3 jantan dan 2
betina dari masing-masing kelompok diambil secara acak, dikorbankan untuk diambil ginjalnya, dimasukkan ke dalam formalin 10 untuk dibuat
preparat histologisnya, dan kemudian diamati penampakan mikroskopisnya. Sementara setiap anggota kelompok pada tikus yang masih hidup 2 jantan
dan 3 betina tetap dipelihara tanpa perlakuan pemberian infusa daun sirsak selama 14 hari. Pada hari ke-15, sisa hewan uji tersebut dikorbankan untuk
diambil ginjalnya dan dimasukkan ke dalam formalin 10 untuk dibuat
preparat histologis, kemudian diamati penampakan mikroskopisnya.
8. Pembuatan preparat histologis
Ginjal tikus dipotong-potong setebal 3 mm –5 mm dengan menggunakan
pisau skalpel, kemudian dimasukkan ke dalam formalin 10. Selanjutnya dilakukan pembuatan preparat histologis di Laboratorium Patologi Kedokteran
Hewan Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.
9. Pengamatan efek toksik
Pengamatan terhadap hewan uji yang diberi infusa daun sirsak
Annona muricata
L. dilakukan selama 30 hari. Pengamatan yang dilakukan meliputi: a.
Pemeriksaan kreatinin. Pada awal masa uji hari ke-0 dan akhir masa uji
hari ke-31 diambil cuplikan darah melalui sinus orbitalis mata hewan uji untuk pemeriksaan kreatinin. Darah yang keluar selanjutnya ditampung
dalam tabung
eppendorf
. Darah kemudian disentrifugasi untuk diambil serum darahnya. Serum darah inilah yang digunakan untuk pemeriksaan
kreatinin. Pengambilan darah hewan uji dilakukan di Laboratorium Farmakologi dan Toksikologi, Fakultas Farmasi Univertas Sanata Dharma
dan pemeriksaan kreatinin dilakukan di Parahita Medical Lab.
b.
Pemeriksaan histologis ginjal. Pemeriksaan histologis dilakukan di
Laboratorium Patologi Kedokteran Hewan Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. Hasil pemeriksaan dibuat fotomikroskopik sebagai data
kualitatif. c.
Uji reversibilitas. Dilakukan pada hari ke-15 setelah pemberian infusa daun
sirsak dihentikan pada sebagian hewan uji yang tersisa. Pada masa ini,
semua hewan uji yang digunakan tidak mendapat perlakuan infusa daun sirsak maupun kontrol. Pada masa reversibilitas, jika kerusakan struktural
hewan uji tidak kembali pada kondisi normal, maka perubahan bersifat tak terbalikkan. Jika perubahan secara struktural kembali menjadi kondisi
normal maka perubahan bersifat terbalikkan. Hasil pemeriksaan dibuat fotomikroskopik sebagai data kualitatif. Pemeriksaan histologis pada uji ini
dilakukan di Laboratorium Patologi Kedokteran Hewan Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.
d.
Pengamatan berat badan, asupan makan dan minum tikus. Pengamatan berat
badan tikus dilakukan setiap minggu serta asupan makan dan minum tikus dilakukan setiap harinya.
E. Analisis dan Evaluasi Hasil