Uji Toksisitas Subkronis Uji toksisitas infusa daun sirsak (Annona muricata L.) terhadap kadar kreatinin dan gambaran histologis ginjal pada tikus secara subkronis

Pada gambar 12 menjelaskan nefritis interstitial kronik di mana tubulus muncul menyusut dan atrofi ditunjukkan oleh panah, dan dipisahkan oleh fibrosis interstisial yang luas ditunjukkan oleh panah Perazella and Markowitz, 2010. Interstisium korteks yang melebar dikatakan abnormal. Pelebaran ini dapat disebabkan oleh edema atau infiltrasi oleh sel radang akut, seperti pada penyakit interstisium akut, atau mungkin juga oleh akumulasi sel radang kronik dan jaringan fibrosa, serta pada penyakit interstisium kronik. Jumlah proteoglikan di jaringan interstisium medula meningkat seiring usia dan adanya iskemia Kumar, et al. , 2010.

3. Penyakit yang mengenai pembuluh darah

Hampir semua penyakit ginjal melibatkan pembuluh darahnya secara sekunder. Salah satu contoh penyakitnya adalah nefrosklerosis jinak yaitu istilah yang digunakan untuk patologi ginjal akibat sklerosis arteriol dan arteri kecil ginjal. Efek yang terjadi adalah iskemia fokal parenkim yang disuplai oleh pembuluh yang dindingnya menebal dan lumennya menyempit Kumar, et al. , 2010.

H. Uji Toksisitas Subkronis

Uji ketoksikan subkronis ialah uji ketoksikan sesuatu senyawa yang diberikan dengan dosis berulang pada hewan uji tertentu, selama kurang dari tiga bulan. Uji ini ditujukan untuk mengungkapkan spektrum efek toksik senyawa uji, serta untuk memperlihatkan apakah spektrum efek toksik itu berkaitan dengan takaran dosis Donatus, 2001. Pengamatan dan pemerikasaan yang dilakukan dari uji ketoksikan subkronis meliputi: 1. Perubahan berat badan yang diperiksa paling tidak tujuh hari sekali. 2. Masukan makanan untuk masing-masing hewan atau kelompok hewan yang diukur paling tidak tujuh hari sekali. 3. Gejala kronis umum yang diamati setiap hari. 4. Pemeriksaan hematologi paling tidak diperiksa dua kali pada awal dan akhir uji coba. 5. Pemeriksaan kimia darah paling tidak dua kali pada awal dan akhir uji coba. 6. Analisis urin paling tidak sekali. 7. Pemeriksaan histopatologi organ pada akhir uji coba Loomis, 1978. Hasil uji ketoksikan subkronis akan memberikan informasi yang bermanfaat tentang efek utama senyawa uji dan organ sasaran yang dipengaruhinya. Selain itu juga dapat diperoleh info tentang perkembangan efek toksik yang lambat berkaitan dengan takaran yang tidak teramati pada uji ketoksikan akut. Kekerabatan antar kadar senyawa pada darah dan jaringan terhadap perkembangan luka toksik dan keterbalikan efek toksik Donatus, 2001. Tujuan utama dari uji ini adalah untuk mengungkapkan dosis tertinggi yang diberikan tanpa memberikan efek merugikan serta untuk mengetahui pengaruh senyawa kimia terhadap tubuh dalam pemberian berulang. Sasaran uji ini adalah hispatologi organ organ-organ yang terkena efek toksik, gejala-gejala toksik, wujud efek toksik kekacauan biokimia, fungsional, dan struktural serta sifat efek toksik Eatau and Klaassen, 2001. Jenis wujud toksik digolongkan berdasarkan perubahan biokimia, fungsional, dan struktural. Jenis wujud efek toksik berdasarkan perubahan biokimia berkaitan dengan respons dan perubahan atau kekacauan biokimia terhadap luka sel, akibat antaraksi antara racun dan tempat aksi yang terbalikan. Antaraksi yang terbalikan yang dimaksud adalah reaksi yang terjadi antara molekul racun dan tempat aksi yang khas, seperti reseptor-reseptor neurotransmitter, tempat aktif enzim, dan lain sebagainya. Jenis wujud efek toksik berdasarkan perubahan fungsional berkaitan dengan antaraksi racun yang terbalikan dengan reseptor atau tempat aktif enzim, sehingga mempengaruhi fungsi homeostatis tertentu. Sedangkan pada jenis efek toksik berdasarkan perubahan struktural diantaranya perlemakan degenarasi melemak, nekrosis, karsinogenesis, mutagenesis, dan teratogenesis Donatus, 2001. Ketoksikan racun dipengaruhi oleh banyak faktor yaitu meliputi faktor yang berasal dari racun pangan faktor intrinsik racun dan yang berasal dari makhluk hidupnya faktor intrinsik makhluk hidup. Faktor intrinsik racun ialah faktor kimia fisika, kondisi pemejanan, pengolahan, pengawetan, pengentalan, dan pengepakan racun. Yang termasuk dalam kondisi pemejanan yaitu antara lain: a. Jenis pemejanan. Ada dua jenis pemejanan yaitu akut dan kronis. Ketoksikan akut berlaku bagi peristiwa keracunan yang terjadi segera setelah pemejanan racun, sedangkan ketoksikan kronis berlaku bagi peristiwa keracunan yang terjadi setelah beberapa hari, minggu, bulan atau tahun pemejanan berulang dengan racun. b. Jalur pemejanan. Hal ini berkaitan dengan keefektifan absorpsi racun tertentu, semakin efektif absorpsi racun, berarti semakin cepat dan besar kadar racun yang berada di sirkulasi sistemik, yang tersedia untuk didistribusikan ke tempat aksi. c. Lama dan kekerapan pemejanan. Senyawa yang dipejankan hanya sekali jenis pemejanan akut selama satu kurun waktu tertentu, mungkin akan menimbulkan efek toksik yang berbeda dengan yang ditimbulkan oleh pemejanan berulang jenis pemejanan kronis. Efek toksik akibat pemejanan yang kronis terjadi bila racun menumpuk di dalam tubuh, yakni ketika kecepatan absorpsi melebihi kecepatan eliminasinya. d. Saat dan takaran pemejanan. Ketersediaan zat toksik atau metabolitnya di tempat aksi tertentu di dalam tubuh dan kerentanan makluk hidup terhadap ketoksikan zat toksik tertentu Donatus, 2001. Faktor intrinsik makluk hidup yaitu keadaan fisiologi dan patologi. Termasuk dalam keadaan fisiologi meliputi berat badan, umur, suhu tubuh, kecepatan pengosongan lambung, kecepatan alir darah, status gizi, kehamilan, jenis kelamin, irama sirkadian, irama diurnal, kapasitas fungsional cadangan, penyimpanan racun dalam makhluk hidup, genetika, serta toleransi dan resistensi, sedangkan keadaan patologi meliputi penyakit saluran cerna, kardiovaskular, ginjal, dan hati Donatus, 2001.

I. Uji Reversibilitas

Sifat efek toksik suatu obat terbagi menjadi dua yaitu terbalikkan reversible dan tak terbalikkan irreversible . Efek toksik disebut berpulih reversible jika efek itu dapat hilang dengan sendirinya. Sebaliknya, efek nirpulih irreversible akan menetap atau justru bertambah parah setelah pajanan toksikan dihentikan Lu, 1995. Efek toksikan dapat berpulih bila tubuh terpajan pada kadar yang rendah atau untuk waktu yang singkat. Sementara, efek nirpulih dapat dihasilkan pada pajanan dengan kadar yang lebih tinggi atau waktu yang lama Lu, 1995.

J. Keterangan Empiris