TINJAUAN PUSTAKA DAN PERUMUSAN HIPOTESIS

commit to user 9

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PERUMUSAN HIPOTESIS

2.1 Tinjauan Pustaka Teori dan informasi yang berkaitan dengan penelitian ini telah penulis rangkum dalam bagian ini. Teori dan informasi yang menjadi dasar identifikasi, penjelasan dan pembahasan masalah dalam penelitian ini penulis sajikan sebagai berikut. 1. Teori Keagenan Jensen dan Meckling 1976 menjelaskan bahwa teori keagenan melukiskan hubungan antara kepentingan pemilik prinsipal dengan kepentingan manajer agen ketika para manajer telah dikontrak oleh pemilik untuk melakukan beberapa jenis pekerjaan sesuai kehendak pemilik. Prinsipal berharap manajer, yang dikompensasi untuk melakukan pekerjaan tertentu, untuk menjalankan dan mengendalikan organisasi, melindungi kepentingan pemilik, dan bertindak secara bertanggung jawab sebagai pengelola. Berdasarkan pengertian tersebut, karakteristik utama hubungan keagenan terletak pada kontrak pelimpahan wewenang dan tanggung jawab dari prinsipal kepada agen. Salah satu pihak prinsipal membuat kontrak dengan pihak lain agen dengan harapan bahwa agen akan melakukan pekerjaan sesuai dengan kehendak prinsipal. Menurut Carr Brower 2000 dalam penelitiannya menjelaskan bahwa model keagenan yang sederhana mengasumsikan dua pilihan dalam kontrak: 1 behavioral- based, yakni prinsipal harus memonitor perilaku agen dan 2 outcome- commit to user based, yaitu adanya insentif yang memotivasi agen untuk mencapai kepentingan prinsipal. Mengacu pada Undang-Undang Nomor 23 tahun 2014, penyelenggara pemerintahan daerah provinsi dan kabupatenkota terdiri atas kepala daerah dan DPRD dibantu oleh perangkat daerah. Berbeda dengan penyelenggaraan pemerintahan di pusat yang terdiri atas lembaga eksekutif, legislatif, dan yudikatif. Selanjutnya, dinyatakan bahwa bupati dan walikota dipilih oleh rakyat. Mekanisme pemilihan ini menunjukkan adanya pelimpahan wewenang dari rakyat kepada bupati dan walikota. Fakta adanya pemberian otoritas eksekutif dan pelimpahan wewenang kepada bupati dan walikota menunjukkan bahwa bupati dan walikota berperan sebagai agen dan rakyat merupakan prinsipal dalam rerangka hubungan keagenan. DPRD berperan sebagai mitra kerja bupati dan walikota yang berperan dalam fungsi penganggaran, pengawasan, dan legislasi. Selanjutnya, dinyatakan bahwa anggota DPRD dipilih oleh rakyat secara langsung. Ketentuan ini menyiratkan bahwa DPRD merupakan representasi rakyat dalam struktur pengambilan keputusan formal oleh pemda. Berdasarkan peraturan perundangan tersebut DPRD mempunyai karakterisrik representatif yang bertugas melakukan monitoring. Oleh karena itu, DPRD dapat dianggap setara dengan board dalam governance berdasarkan konsep keagenan. Berdasar teori keagenan tersebut maka pengelolaan pemda harus diawasi dan dievaluasi untuk memastikan bahwa pengelolaan dilakukan dengan penuh kepatuhan kepada berbagai peraturan dan ketentuan yang berlaku. commit to user 2. Evaluasi Kinerja Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Peraturan Pemerintah No.6 Tahun 2008 tentang Pedoman Evaluasi Penyelenggaraan Pemerintah Daerah menyebutkan bahwa salah satu evaluasi penyelenggaraan Pemerintahan daerah adalah berupa Evaluasi Kinerja Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah EKPPD. EKPPD adalah suatu proses pengumpulan dan analisis data secara sistematis terhadap kinerja penyelenggaraan pemerintahan daerah dengan menggunakan sistem pengukuran kinerja. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 73 Tahun 2009 tentang Tatacara Pelaksanaan Evaluasi Kinerja Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah menjelaskan bahwa EKPPD merupakan sistem pengukuran dengan menggunakan Indeks Kinerja Kunci IKK dalam penilaian yang terintegrasi dengan penilaian mandiri oleh pemerintahan daerah dengan penilaian yang dilakukan oleh Tim Daerah dan Tim Nasional EPPD. Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 6 tahun 2008, IKK adalah indikator kinerja utama yang mencerminkan keberhasilan penyelenggaraan suatu urusan pemerintahan. Terkait penilaian kinerja penyelenggaraan pemerintahan daerah kabupaten dan kota serta mengingat bahwa urusan desentralisasi meliputi urusan wajib dan pilihan dimana urusan pilihan sangat tergantung dan disesuaikan dengan kekhasan masing-masing daerah, maka pencapaian hasil kinerja penyelenggaraan pemerintahan daerah perlu mempertimbangkan karakteristik dari masing-masing daerah. commit to user 3. Karakteristik Pemerintah Daerah Menurut Poerwadarminta 2006 dalam Suhardjanto dan Yulianingtyas 2011, karakteristik adalah ciri-ciri khusus yang mempunyai sifat khas atau kekhususan sesuai dengan perwatakan tertentu yang membedakan antara sesuatu dengan sesuatu yang lain. Hampir semua organisasi seperti pemda memiliki karakteristik tertentu, misalnya kewenangan untuk melakukan kegiatan publik, kemampuan untuk membuat kontrak dengan pihak ketiga, hak untuk menuntut dan dituntut, dan kemampuan untuk mengumpulkan pajak serta menentukan anggaran. Area kewenangan pemda biasanya termasuk sekolah umum, jalan raya lokal, layanan kota, dan beberapa aspek kesejahteraan sosial dan ketertiban umum. Penelitian Patrick 2007, menjelaskan karakteristik Pemda Pennsylvania, dengan membagi karakteristik ke dalam tiga kelompok. Pertama, budaya organisasi yang menggunakan proksi kecenderungan pemda dan tanggapan terhadap konstituen. Kedua, struktur organisasi, dengan menggunakan proksi spesialisasi pekerjaan, diferensiasi fungsional, administrative intensity, ketersediaan slack resource , dan ukuran organisasi. Ketiga, lingkungan eksternal, dengan menggunakan proksi pembiayaan utang dan intergovernmental revenue. Suhardjanto 2011 memodifikasi model karakteristik pemda oleh Patrick 2007 tersebut dengan ukuran daerah, jumlah SKPD, status daerah, lokasi pemda, dan jumlah anggota DPRD untuk menguji tingkat kepatuhan pengungkapan wajib dalam LKPD terhadap SAP. commit to user Lesmana 2010 meneliti pengaruh enam karakteristik pemda, yaitu ukuran pemda, kewajiban, pendapatan transfer, umur pemda, jumlah satuan kerja perangkat daerah, dan rasio kemandirian keuangan pemda. Liestiani 2008 juga menggunakan karakteristik pemda sebagai salah satu variabel dalam penelitiannya dengan memproksikan kota dan kabupaten yang mendiskripsikan tipe dari pemda. Berdasarkan penjabaran di atas, maka penelitian ini menjelaskan karakteristik pemda dengan menggunakan umur administratif pemda, tingkat kekayaan daerah, dan belanja modal. 1 Umur administratif pemda Umur suatu organisasi bisa diartikan sebagai berapa lama suatu organisasi aktif sejak terbentuknya Setyaningrum dan Syafitri, 2012. Indonesia adalah sebuah negara yang wilayahnya terbagi atas daerah-daerah Provinsi. Daerah provinsi itu dibagi lagi atas daerah Kabupaten dan daerah Kota. Setiap daerah provinsi, daerah kabupaten, dan daerah kota mempunyai pemerintahan daerah yang diatur dengan undang-undang. Tahun dikeluarkannya undang-undang mengenai pembentukan suatu pemda menjadi ukuran umur administratif suatu pemda. 2 Tingkat kekayaan daerah Menurut Undang-Undang Nomor 23 tahun 2014 pendapatan daerah adalah semua hak daerah yang diakui sebagai penambah atas nilai kekayaan bersih dalam periode anggaran tertentu. Pendapatan daerah berasal dari penerimaan dari dana perimbangan pusat dan daerah, juga yang berasal daerah itu sendiri yaitu pendapatan asli daerah serta lain-lain pendapatan yang sah. Sebagai daerah otonom yang mandiri, pemda di Indonesia memiliki kewenangan untuk mengelola dan commit to user menuai hasil dari sumber daya yang dimiliki oleh daerah masing-masing dan diakui sebagai pendapatan asli daerah. Pendapatan Asli Daerah PAD bersumber dari pajak daerah, retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan lain-lain PAD yang sah. Untuk menjalankan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangannya, daerah harus mempunyai sumber keuangan agar daerah tersebut mampu memberikan pelayanan dan kesejahteraan kepada rakyat di daerahnya. 3 Belanja modal Pengertian belanja dalam Peraturan Pemerintah Nomor 71 tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan adalah semua pengeluaran dari Rekening Kas Umum NegaraDaerah yang mengurangi ekuitas dana lancar dalam periode tahun anggaran bersangkutan yang tidak akan diperoleh pembayarannya kembali oleh pemerintah. Peraturan Pemerintah Nomor 71 tahun 2010 menjelaskan bahwa belanja modal adalah pengeluaran anggaran untuk perolehan aset tetap dan aset lainnya yang memberi manfaat lebih dari satu periode akuntansi. Standar Akuntansi Pemerintah SAP mengkategorikan belanja modal ke dalam lima kategori utama, yaitu: 1 belanja modal tanah; 2 belanja modal peralatan dan mesin; 3 belanja modal gedung dan bangunan; 4 belanja modal jalan, irigasi, dan jaringan; dan 5 belanja modal fisik lainnya. 4. Temuan Audit BPK Untuk melaksanakan amanat UUD 1945 dan ketentuan di dalam paket tiga undang-undang bidang keuangan negara, serta Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan, Badan Pemeriksa Keuangan Republik commit to user Indonesia BPK melaksanakan pemeriksaan atas pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara. Jenis pemeriksaan dibagi berdasarkan pembagian sebagai berikut: 1 Pemeriksaan Keuangan; 2 Pemeriksaan Kinerja; dan 3 Pemeriksaan Dengan Tujuan Tertentu Pemeriksaan keuangan adalah pemeriksaan atas laporan keuangan LK yang bertujuan memberikan keyakinan yang memadai reasonable assurance bahwa LK telah disajikan secara wajar dalam semua hal yang material, sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia atau basis akuntansi komprehensif selain prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia. Pemeriksaan keuangan yang dilakukan oleh BPK adalah pemeriksaan atas LK pemerintah pusat dan pemda, serta badan lainnya termasuk BUMN. Dalam pemeriksaan keuangan, pemeriksa mengungkap temuan ketidakpatuhan terhadap ketentuan perundang-undangan. Kelompok temuan yang juga dapat diungkap dalam pemeriksaan keuangan adalah temuan kelemahan sistem pengendalian internal. Keputusan Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia Nomor 5KI- XIII.282010 tentang Petunjuk Teknis Kodering Temuan Pemeriksaan menjelaskan subkelompok temuan dalam kelompok temuan kelemahan sistem pengendalian intern sebagai berikut. 1 Temuan kelemahan sistem pengendalian akuntansi dan pelaporan mengungkap kelemahan sistem pengendalian terkait kegiatan pencatatan akuntansi dan commit to user pelaporan keuangan yang dapat mempengaruhi keandalan pelaporan keuangan dan pengamanan atas aset. 2 Temuan kelemahan sistem pengendalian pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja mengungkap kelemahan pengendalian terkait dengan pemungutan dan penyetoran penerimaan negaradaerah serta pelaksanaan programkegiatan pada entitas yang diperiksa dan dapat mempengaruhi efisiensi dan efektivitas pelaksanaan kegiatan serta membuka peluang terjadinya ketidakpatuhan terhadap peraturan perundang-undangan. 3 Temuan kelemahan struktur pengendalian intern mengungkap kelemahan yang terkait dengan adatidak adanya struktur pengendalian intern atau efektivitas struktur pengendalian intern yang ada dalam entitas yang diperiksa dan berpengaruh terhadap efektivitas sistem pengendalian intern secara keseluruhan. 2.2 Kerangka Teoritis dan Pengembangan Hipotesis Kerangka teoritis merupakan pondasi dari hypothetico-deductive research yang menjadi landasan hipotesis yang akan dikembangkan Sekaran dan Bougie, 2013. Penelitian ini mencoba untuk membuktikan secara empiris pengaruh karakteristik pemda umur administratif pemda, tingkat kekayaan daerah, dan belanja modal dan temuan audit BPK temuan kelemahan SPI dan temuan ketidakpatuhan terhadap undang-undang terhadap skor kinerja penyelenggaraan pemerintahan daerah pada pemerintah daerah kabupatenkota di Indonesia. Untuk itu peneliti mengutarakan jawaban sementara mengenai pengaruh karakteristik commit to user pemda dan temuan audit BPK terhadap skor kinerja penyelenggaraan pemerintahan daerah mealui hipotesis penelitian sebagai berikut. 1. Pengaruh umur administratif pemda terhadap skor kinerja penyelenggaraan pemerintahan daerah kabupatenkota. Lesmana 2010 dalam penelitiannya menggunakan variabel umur administratif pemda dalam dimensi karakteristik pemda untuk mengetahui pengaruhnya terhadap tingkat pengungkapan wajib laporan keuangan. Pemda yang lebih lama mengelola sendiri urusan pemerintahannnya akan lebih patuh dalam pengungkapan wajib laporan keuangan pemda. Daerah yang lebih lama diundang- undangkan sebagai daerah administratif yang mandiri akan lebih berpengalaman dan akan memiliki proses administrasi dan pencatatan yang lebih baik. Sesuai dengan hal tersebut, maka penulis membuat hipotesis sebagai berikut. H 1 : Umur administratif pemda berpengaruh positif terhadap skor kinerja penyelenggaraan pemerintahan daerah kabupatenkota. 2. Pengaruh tingkat kekayaan daerah terhadap skor kinerja penyelenggaraan pemerintahan daerah kabupatenkota. Penelitian oleh Sumarjo 2010 serta Marfiana dan Kurniasih 2013 terkait pengaruh karakteristik pemda dan kinerja keuangan pemda memberikan hasil yang berbeda pada variabel tingkat kekayaan pemda yaitu dari hasil penelitian membuktikan bahwa variabel tingkat kekayaan pemda tidak berpengaruh signifikan terhadap kinerja keuangan daerah. Jumlah dan kenaikan kontribusi PAD akan sangat berperan dalam kemandirian pemda yang dapat dikatakan sebagai kinerja penyelenggaraan pemerintahan daerah. Penelitian Mustikarini dan Fitriasasi 2012 commit to user dan Sudarsana 2013 yang menemukan bahwa pendapatan Pemda berpengaruh positif terhadap kinerja penyelenggaraan pemerintahan daerah. Oleh karena itu, hipotesis pada penelitian ini adalah: H 2 : Tingkat kekayaan daerah berpengaruh positif terhadap skor kinerja penyelenggaraan pemerintahan daerah kabupatenkota. 3. Pengaruh belanja modal terhadap skor kinerja penyelenggaraan pemerintahan daerah kabupatenkota. Belanja modal diperlukan dalam rangka mendukung pemenuhan pelayanan terhadap masyarakat. Belanja modal Pemda biasa yang digunakan untuk pembangunan infrastruktur dan peningkatan layanan publik. Belanja modal pemda juga bias digunakan dalam rangka mendukung kinerja aparatur Negara. Hasil penelitian dari beberpa penelitian terdahulu mengenai pengaruh belanja modal terhadap kinerja penyelenggaraan pemerintahan daerah masih belum memberikan hasil yang konsisten. Penelitian Sudarsono 2013 menemukan bahwa belanja modal tidak berpengaruh signifikan terhadap kinerja penyelenggaraan pemerintahan daerah di Indonesia. Kemudian penelitian oleh Nugroho dan Rohman 2012 yang menyimpulkan belanja modal berpengaruh negatif signifikan terhadap kinerja keuangan. Lebih lanjut, penelitian Onakoya dan Somoye 2013 menunjukkan bahwa bagaimanapun belanja modal publik secara tidak langsung meningkatkan pertumbuhan ekonomi dengan mendorong investasi sektor swasta untuk memfasilitasi peran pemerintah dalam penyediaan barang publik di Nigeria. Keynes 1936 dalam Onakoya dan Somoye 2013 mengemukakan bahwa commit to user investasi modal pemerintah dalam bidang infrastruktur bisa menjadi solusi dalam kondisi depresi ekonomi. Maka dengan melihat landasan teori dan beberapa penelitian yang sudah dilakukan maka hipotesis mengenai belanja modal terhadap kinerja pemerintah adalah sebagai berikut. H 3 : Belanja modal berpengaruh positif terhadap skor kinerja penyelenggaraan pemerintahan daerah kabupatenkota. 4. Pengaruh temuan pemeriksaan atas kelemahan sistem pengendalian internal terhadap skor kinerja penyelenggaraan pemerintahan daerah kabupatenkota. Ramandei 2009 menyebutkan bahwa pelaksanaan evaluasi anggaran dan umpan balik yang diperoleh diharapkan menjadi bahan penilaian terhadap keefektifan sistem pengendalian intern, sehingga semakin efektif sistem pengendalian intern, maka semakin meningkat pula kinerjanya. Penelitian yang dilakukan oleh Muraleetharan 2011 menyatakan bahwa dengan adanya sistem pengendalian intern yang efektif, maka kinerja yang dihasilkan akan semakin tinggi. Semakin banyak temuan atas kelemahan SPI dalam suatu pemda maka akan semakin menurun kinerja penyelenggaraan pemerintahan daerah tersebut. Maka hipotesis keempat penelitian ini adalah sebagai berikut. H 4 : Temuan pemeriksaan atas kelemahan sistem pengendalian internal berpengaruh negatif terhadap skor kinerja penyelenggaraan pemerintahan daerah kabupatenkota 5. Pengaruh temuan pemeriksaan atas kepatuhan terhadap skor kinerja penyelenggaraan pemerintahan daerah kabupatenkota. commit to user Temuan kepatuhan audit BPK merupakan kasus-kasus yang ditemukan BPK terhadap laporan keuangan Pemda atas pelanggaran yang dilakukan suatu daerah terhadap ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Semakin banyak pelanggaran yang dilakukan oleh pemda menggambarkan semakin buruknya tata kelola pemda tersebut. Dengan kata lain, semakin tinggi angka temuan audit, maka seharusnya menunjukkan semakin rendahnya kinerja suatu Pemda. Hasil penelitian Mustikarini dan Fitriasasi 2012 membuktikan bahwa temuan audit berpengaruh negatif terhadap skor kinerja penyelenggaraan pemerintahan daerah kabupatenkota. Penelitian Zirman dan Rozi 2010 juga menyatakan bahwa terdapat pengaruh yang kuat antara kepatuhan pada peraturan perundangan terhadap akuntabilitas kinerja instansi pemerintah. Penelitian Tobirin 2008 menjelaskan bahwa selama ini penilaian kinerja aparat birokrasi tidak berbasis kinerja, tetapi hanya berbasis pada kepatuhan. Dengan demikian, hipotesis terakhir penelitian ini adalah: H 5 : Temuan pemeriksaan atas kepatuhan terhadap undang-undang berpengaruh negatif terhadap skor kinerja penyelenggaraan pemerintahan daerah kabupatenkota Diagram skematis digunakan untuk memvisualisasikan hubungan antarkonsep dalam penelitian ini. Gambar II.1 berikut merupakan diagram skematis untuk membantu memahami kerangka teoritis dalam penelitian ini. commit to user Gambar II.1 Diagram Skematis untuk Kerangka Teoritis H 1 + Variabel Independen Variabel Dependen Umur administratif pemda Tingkat kekayaan pemda Karakteristik Pemda Jumlah temuan atas kelemahan SPI Jumlah temuan atas kepatuhan terhadap undang- undang Temuan BPK Belanja modal Skor Kinerja penyelenggaraan pemerintahan daerah H 2 + H 3 + H 4 - H 5 - commit to user 22

BAB III METODE PENELITIAN