PENGARUH KARAKTERISTIK PEMERINTAH DAERAH DAN TEMUAN AUDIT BADAN PEMERIKSA KEUANGAN TERHADAP KINERJA PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH KABUPATEN/KOTA DI INDONESIA TAHUN ANGGARAN 2012.

(1)

commit to user

1 BAB I

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang Penelitian

Pada era reformasi pemerintah Indonesia mengeluarkan kebijakan mengenai otonomi daerah dengan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah dan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah yang kemudian direvisi dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah. Landasan hukum dikeluarkannya undang-undang tersebut adalah TAP MPR Nomor XV/MPR/1998 tentang penyelenggaraan otonomi daerah, pengaturan, pembagian, dan pemanfaatan sumber daya nasional yang berkeadilan serta perimbangan keuangan pusat dan daerah dalam kerangka Negara Republik Indonesia. Seiring dengan perkembangan keadaan, ketatanegaraan, dan tuntutan penyelenggaraan pemerintahan daerah maka terakhir diubah dengan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 menjelaskan bahwa otonomi daerah merupakan suatu hak, wewenang, dan kewajiban dari masing-masing daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. Konsekuensi dari pemberian wewenang tersebut adalah masing-masing kepala daerah diwajibkan untuk memberikan Laporan Penyelenggaraan Pemerintah


(2)

commit to user

Daerah (LPPD) kepada pemerintah pusat. LPPD mencakup penyelenggaraan urusan desentralisasi, tugas pembantuan dan tugas umum pemerintahan. Penyelenggaraan urusan desentralisasi meliputi urusan wajib dan pilihan. Urusan wajib adalah urusan yang berkaitan dengan hak dan pelayanan dasar masyarakat. Sedangkan urusan pemerintahan kabupaten atau kota yang bersifat pilihan meliputi urusan pemerintahan yang secara nyata ada dan berpotensi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat sesuai dengan kondisi, kekhasan, dan potensi unggulan daerah yang bersangkutan. Dengan demikian, isi dari LPPD pemda kabupaten/kota sangat tergantung dengan urusan yang menjadi tanggung jawabnya dan karakteristik dari masing-masing pemda.

Lebih lanjut untuk mengevaluasi pelayanan publik yang dilaksanakan oleh pemda maka diterbitkan Peraturan Pemerintah No. 6 Tahun 2008 tentang Pedoman Evaluasi Penyelenggaraan Pemerintah Daerah. Peraturan tersebut menyebutkan bahwa salah satu evaluasi penyelenggaraan pemerintahan daerah adalah berupa Evaluasi Kinerja Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (EKPPD).

Hasil dari EKPPD tersebut berupa laporan hasil evaluasi pemeringkatan kinerja penyelenggaraan pemerintahan daerah. Laporan hasil evaluasi pemeringkatan kinerja penyelenggaraan pemerintahan daerah dikeluarkan pertama kali oleh Kementrian Dalam Negeri tahun 2009 atas LPPD tahun anggaran 2007. Laporan pemeringkatan kinerja terbaru yang diterbitkan oleh Kementrian Dalam Negeri sampai dengan pelaksanaan penelitian ini adalah laporan pemeringkatan kinerja untuk LPPD tahun anggaran 2012 yang dituangkan melalui Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 120-251 Tahun 2014 tentang Penetapan Peringkat


(3)

commit to user

dan Status Kinerja Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Secara Nasional Tahun 2012.

Pemda dalam melayani masyarakat melakukan pengelolaan atas keuangan daerah. Dalam rangka mewujudkan tata kelola keuangan negara yang akuntabel dan transparan maka dilakukan pemeriksaan atas laporan keuangan pemerintah daerah (LKPD) oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Komponen-komponen dalam LKPD menjadi obyek pemeriksaan bagi BPK setiap tahunnya. Pemeriksaan atas LKPD tersebut meliputi antara lain pemeriksaan atas pengendalian internal dan kepatuhan terhadap undang-undang.

Tabel 1.1 menampilkan peringkat lima tertinggi dan lima terendah pencapaian skor kinerja penyelenggaraan pemerintahan daerah kabupaten/ kota untuk tahun 2012 serta realisasi pendapatan dan jumlah temuan atas pemeriksaan BPK tahun anggaran 2012.

Tabel I.1

Skor Pencapaian Kinerja, Realisasi Pendapatan, dan Jumlah Temuan BPK pada 10 Kabupaten/Kota Tahun 2012

No. Nama Pemerintah Daerah

Realisasi Pendapatan

(%)

Jumlah temuan BPK

Skor kinerja

1. Kab. Kulonprogo 113,89 23 3,3465

2. Kota Semarang 111,21 40 3,2950

3. Kab. Gowa 103,30 12 3,2897

4. Kab. Jepara 102,63 12 3,2739

5. Kab. Pasaman 107,71 36 3,2618

6. Kab. Halmahera Selatan 93,60 61 0,6040

7. Kab. Konawe 238,30 41 0,5748

8. Kab. Ende 100,28 18 0,5291

9. Kab. Buton Utara 99,62 16 0,4536

10. Kab. Konawe Selatan 102,82 22 0,1656


(4)

commit to user

Tabel 1.1 menunjukkan capaian realisasi pendapatan untuk 10 kota dan kabupaten tahun 2012 yang rata-rata melebihi 100%. Dari tabel tersebut diketahui bahwa Kabupaten Kulonprogo memiliki capaian realisasi pendapatan sebesar 113,89%. Hal ini menjadi menarik ketika Kabupaten Konawe dengan capaian realisasi pendapatan yang mencapai 238,30% ternyata berada di posisi ke empat terbawah untuk skor kinerjanya. Hal ini menunjukkan bahwa pada kenyataannya pengukuran kinerja yang dilakukan terhadap pemerintah kabupaten dan kota tidak selalu memperhatikan pencapaian target sasaran yang telah dianggarkan sebelumnya, namun ada faktor lain yang menentukan. Lebih lanjut dari jumlah temuan BPK atas LKPD juga menampilkan angka yang bervariasi. Kabupaten Kulonprogo sebagai pemuncak skor kinerja memiliki jumlah temuan sebanyak 23 kasus, tidak lebih baik dari Kabupaten Buton Utara yang berada di peringkat kedua terbawah dengan jumlah temuan sebanyak 16 kasus.

Penelitian ini mengacu pada penelitian yang dilakukan Mustikarini dan Fitriasari (2012) yang berhasil membuktikan bahwa karakterististik suatu pemda dan temuan audit BPK memiliki pengaruh terhadap skor kinerja penyelenggaraan pemerintahan daerah kabupaten/kota untuk tahun anggaran 2007. Mustikarini dan Fitriasari (2012) melakukan penelitian dengan mengaitkan antara karakteristik pemda kabupaten/kota dan temuan audit BPK dengan kinerja penyelenggaraan pemerintahan daerah kabupaten/kota yang berdasarkan hasil EKPPD untuk tahun 2007. Karakteristik pemda yang dimaksud yaitu ukuran pemda, tingkat kekayaan pemda, tingkat ketergantungan pemda dengan pemerintah pusat, dan belanja


(5)

commit to user

daerah. Variabel dependen berupa kinerja penyelenggaraan pemerintahan daerah yang diproksikan dengan skor EKPPD yang diambil dari LPPD.

Penulis belum banyak menemukan penelitian di Indonesia yang meneliti pengaruh karakteristik pemerintah daerah dan temuan BPK terhadap skor EKPPD pemda. Penelitian sejenis dilakukan oleh Sudarsana dkk. (2013). Penelitian Arifianti dkk. (2013) meneliti pengaruh pemeriksaan dan pengawasan keuangan daerah terhadap kinerja penyelenggaraan pemerintahan daerah. Penelitian tersebut menggunakan skor EKPPD sebagai ukuran kinerja penyelenggara pemerintah daerah. Penelitian oleh Sumarjo (2010) serta Marfiana dan Kurniasih (2013) terkait pengaruh karakteristik pemda dan kinerja keuangan pemda.

Penelitian ini berbeda dari penelitian Mustikarini dan Fitriasari (2012) yaitu dalam hal pengujian karakteristik yang lain dari suatu pemerintah daerah dalam hubungannya dengan kinerja penyelenggaraan pemerintahan daerah yaitu dari segi umur administratif pemda dan belanja modal daerah. Penelitian ini juga menguji pengaruh temuan kelemahan sistem pengendalian internal pemda oleh BPK terhadap kinerja penyelenggaraan pemerintahan daerah.

Berdasarkan hal tersebut, peneliti ingin menguji “Pengaruh Karakteristik Pemerintah Daerah dan Temuan Audit Badan Pemeriksa Keuangan terhadap Kinerja Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota di Indonesia Tahun Anggaran 2012”.

1.2 Masalah Penelitian

Penyelenggaraan urusan desentralisasi meliputi urusan wajib dan pilihan dimana urusan pilihan sangat tergantung dan disesuaikan dengan kekhasan


(6)

masing-commit to user

masing daerah, maka pencapaian hasil kinerja penyelenggaraan pemerintahan daerah perlu mempertimbangkan karakteristik dari masing-masing daerah. Pengawasan terhadap akuntabilitas pelaksanaan pengelolaan keuangan negara dilaksanakan oleh BPK melalui pemeriksaan keuangan Negara yang dilaksanakan rutin setiap tahun.

Penelitian di Indonesia belum banyak membahas mengenai pengaruh karakteristik pemda dan temuan BPK terhadap skor kinerja penyelenggaraan pemerintahan daerah yang dinilai oleh kemendagri. Variabel independen yang digunakan dalam penelitian Mustikarini dan Fitriasari (2013) yang menjadi acuan penelitian ini menjelaskan 9,4% variabel independen.

Berdasarkan uraian tersebut, peneliti bermaksud untuk menguji pengaruh karakteristik pemda dan temuan audit BPK terhadap kinerja penyelenggaraan pemerintahan daerah dengan rumusan masalah penelitian sebagai berikut:

1. Apakah umur administratif pemda kota berpengaruh positif terhadap kinerja penyelenggaraan pemerintahan daerah kabupaten/kota?

2. Apakah tingkat kekayaan daerah berpengaruh positif terhadap kinerja penyelenggaraan pemerintahan daerah kabupaten/kota?

3. Apakah belanja modal berpengaruh positif terhadap kinerja penyelenggaraan pemerintahan daerah kabupaten/kota?

4. Apakah temuan pemeriksaan atas sistem pengendalian internal berpengaruh negatif terhadap kinerja penyelenggaraan pemerintahan daerah kabupaten/kota?


(7)

commit to user

5. Apakah temuan pemeriksaan atas kepatuhan terhadap undang-undang berpengaruh negatif terhadap kinerja penyelenggaraan pemerintahan daerah kabupaten/kota?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan masalah penelitian diatas, maka tujuan penelitian ini adalah untuk membuktikan secara empiris bahwa:

1. Umur administratif pemda berpengaruh positif terhadap kinerja penyelenggaraan pemerintahan daerah.

2. Tingkat kekayaan daerah berpengaruh positif terhadap kinerja penyelenggaraan pemerintahan daerah kabupaten/kota.

3. Belanja modal berpengaruh positif terhadap kinerja penyelenggaraan pemerintahan daerah kabupaten/kota.

4. Temuan pemeriksaan atas kelemahan sistem pengendalian internal berpengaruh negatif terhadap kinerja penyelenggaraan pemerintahan daerah kabupaten/kota? 5. Temuan pemeriksaan atas kepatuhan terhadap undang-undang berpengaruh negatif terhadap kinerja penyelenggaraan pemerintahan daerah kabupaten/kota? 1.4 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat antara lain: 1. Memberikan bukti empiris bahwa karakteristik pemda dan temuan audit BPK

berpengaruh terhadap kinerja penyelenggaraan pemerintahan daerah.

2. Bagi akademisi sebagai bahan referensi dan data tambahan lain untuk penelitian selanjutnya khususnya yang tertarik pada bidang kajian ini.


(8)

commit to user

3. Bagi pemda penelitian ini diharapkan mampu menjadi bahan pertimbangan dalam pengambilan keputusan yang berkaitan dengan penyediaan data capaian kinerja pada tataran pengambil kebijakan daerah dan tataran pelaksana kebijakan daerah yang dimuat dalam LPPD, LKPJ, ILPPD dan laporan lainnya.


(9)

commit to user

9 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA DAN PERUMUSAN HIPOTESIS

2.1Tinjauan Pustaka

Teori dan informasi yang berkaitan dengan penelitian ini telah penulis rangkum dalam bagian ini. Teori dan informasi yang menjadi dasar identifikasi, penjelasan dan pembahasan masalah dalam penelitian ini penulis sajikan sebagai berikut.

1. Teori Keagenan

Jensen dan Meckling (1976) menjelaskan bahwa teori keagenan melukiskan hubungan antara kepentingan pemilik (prinsipal) dengan kepentingan manajer (agen) ketika para manajer telah dikontrak oleh pemilik untuk melakukan beberapa jenis pekerjaan sesuai kehendak pemilik. Prinsipal berharap manajer, yang dikompensasi untuk melakukan pekerjaan tertentu, untuk menjalankan dan mengendalikan organisasi, melindungi kepentingan pemilik, dan bertindak secara bertanggung jawab sebagai pengelola. Berdasarkan pengertian tersebut, karakteristik utama hubungan keagenan terletak pada kontrak pelimpahan wewenang dan tanggung jawab dari prinsipal kepada agen. Salah satu pihak (prinsipal) membuat kontrak dengan pihak lain (agen) dengan harapan bahwa agen akan melakukan pekerjaan sesuai dengan kehendak prinsipal.

Menurut Carr & Brower (2000) dalam penelitiannya menjelaskan bahwa model keagenan yang sederhana mengasumsikan dua pilihan dalam kontrak: (1) behavioral-based, yakni prinsipal harus memonitor perilaku agen dan (2)


(10)

outcome-commit to user

based, yaitu adanya insentif yang memotivasi agen untuk mencapai kepentingan prinsipal.

Mengacu pada Undang-Undang Nomor 23 tahun 2014, penyelenggara pemerintahan daerah provinsi dan kabupaten/kota terdiri atas kepala daerah dan DPRD dibantu oleh perangkat daerah. Berbeda dengan penyelenggaraan pemerintahan di pusat yang terdiri atas lembaga eksekutif, legislatif, dan yudikatif. Selanjutnya, dinyatakan bahwa bupati dan walikota dipilih oleh rakyat. Mekanisme pemilihan ini menunjukkan adanya pelimpahan wewenang dari rakyat kepada bupati dan walikota. Fakta adanya pemberian otoritas eksekutif dan pelimpahan wewenang kepada bupati dan walikota menunjukkan bahwa bupati dan walikota berperan sebagai agen dan rakyat merupakan prinsipal dalam rerangka hubungan keagenan.

DPRD berperan sebagai mitra kerja bupati dan walikota yang berperan dalam fungsi penganggaran, pengawasan, dan legislasi. Selanjutnya, dinyatakan bahwa anggota DPRD dipilih oleh rakyat secara langsung. Ketentuan ini menyiratkan bahwa DPRD merupakan representasi rakyat dalam struktur pengambilan keputusan formal oleh pemda. Berdasarkan peraturan perundangan tersebut DPRD mempunyai karakterisrik representatif yang bertugas melakukan monitoring. Oleh karena itu, DPRD dapat dianggap setara dengan board dalam governance berdasarkan konsep keagenan.

Berdasar teori keagenan tersebut maka pengelolaan pemda harus diawasi dan dievaluasi untuk memastikan bahwa pengelolaan dilakukan dengan penuh kepatuhan kepada berbagai peraturan dan ketentuan yang berlaku.


(11)

commit to user

2. Evaluasi Kinerja Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah

Peraturan Pemerintah No.6 Tahun 2008 tentang Pedoman Evaluasi Penyelenggaraan Pemerintah Daerah menyebutkan bahwa salah satu evaluasi penyelenggaraan Pemerintahan daerah adalah berupa Evaluasi Kinerja Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (EKPPD). EKPPD adalah suatu proses pengumpulan dan analisis data secara sistematis terhadap kinerja penyelenggaraan pemerintahan daerah dengan menggunakan sistem pengukuran kinerja.

Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 73 Tahun 2009 tentang Tatacara Pelaksanaan Evaluasi Kinerja Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah menjelaskan bahwa EKPPD merupakan sistem pengukuran dengan menggunakan Indeks Kinerja Kunci (IKK) dalam penilaian yang terintegrasi dengan penilaian mandiri oleh pemerintahan daerah dengan penilaian yang dilakukan oleh Tim Daerah dan Tim Nasional EPPD. Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 6 tahun 2008, IKK adalah indikator kinerja utama yang mencerminkan keberhasilan penyelenggaraan suatu urusan pemerintahan.

Terkait penilaian kinerja penyelenggaraan pemerintahan daerah kabupaten dan kota serta mengingat bahwa urusan desentralisasi meliputi urusan wajib dan pilihan dimana urusan pilihan sangat tergantung dan disesuaikan dengan kekhasan masing-masing daerah, maka pencapaian hasil kinerja penyelenggaraan pemerintahan daerah perlu mempertimbangkan karakteristik dari masing-masing daerah.


(12)

commit to user

3. Karakteristik Pemerintah Daerah

Menurut Poerwadarminta (2006) dalam Suhardjanto dan Yulianingtyas (2011), karakteristik adalah ciri-ciri khusus yang mempunyai sifat khas atau kekhususan sesuai dengan perwatakan tertentu yang membedakan antara sesuatu dengan sesuatu yang lain.

Hampir semua organisasi seperti pemda memiliki karakteristik tertentu, misalnya kewenangan untuk melakukan kegiatan publik, kemampuan untuk membuat kontrak dengan pihak ketiga, hak untuk menuntut dan dituntut, dan kemampuan untuk mengumpulkan pajak serta menentukan anggaran. Area kewenangan pemda biasanya termasuk sekolah umum, jalan raya lokal, layanan kota, dan beberapa aspek kesejahteraan sosial dan ketertiban umum.

Penelitian Patrick (2007), menjelaskan karakteristik Pemda Pennsylvania, dengan membagi karakteristik ke dalam tiga kelompok. Pertama, budaya organisasi yang menggunakan proksi kecenderungan pemda dan tanggapan terhadap konstituen. Kedua, struktur organisasi, dengan menggunakan proksi spesialisasi pekerjaan, diferensiasi fungsional, administrative intensity, ketersediaan slack resource, dan ukuran organisasi. Ketiga, lingkungan eksternal, dengan menggunakan proksi pembiayaan utang dan intergovernmental revenue.

Suhardjanto (2011) memodifikasi model karakteristik pemda oleh Patrick (2007) tersebut dengan ukuran daerah, jumlah SKPD, status daerah, lokasi pemda, dan jumlah anggota DPRD untuk menguji tingkat kepatuhan pengungkapan wajib dalam LKPD terhadap SAP.


(13)

commit to user

Lesmana (2010) meneliti pengaruh enam karakteristik pemda, yaitu ukuran pemda, kewajiban, pendapatan transfer, umur pemda, jumlah satuan kerja perangkat daerah, dan rasio kemandirian keuangan pemda. Liestiani (2008) juga menggunakan karakteristik pemda sebagai salah satu variabel dalam penelitiannya dengan memproksikan kota dan kabupaten yang mendiskripsikan tipe dari pemda.

Berdasarkan penjabaran di atas, maka penelitian ini menjelaskan karakteristik pemda dengan menggunakan umur administratif pemda, tingkat kekayaan daerah, dan belanja modal.

1)Umur administratif pemda

Umur suatu organisasi bisa diartikan sebagai berapa lama suatu organisasi aktif sejak terbentuknya (Setyaningrum dan Syafitri, 2012). Indonesia adalah sebuah negara yang wilayahnya terbagi atas daerah-daerah Provinsi. Daerah provinsi itu dibagi lagi atas daerah Kabupaten dan daerah Kota. Setiap daerah provinsi, daerah kabupaten, dan daerah kota mempunyai pemerintahan daerah yang diatur dengan undang-undang. Tahun dikeluarkannya undang-undang mengenai pembentukan suatu pemda menjadi ukuran umur administratif suatu pemda.

2)Tingkat kekayaan daerah

Menurut Undang-Undang Nomor 23 tahun 2014 pendapatan daerah adalah semua hak daerah yang diakui sebagai penambah atas nilai kekayaan bersih dalam periode anggaran tertentu. Pendapatan daerah berasal dari penerimaan dari dana perimbangan pusat dan daerah, juga yang berasal daerah itu sendiri yaitu pendapatan asli daerah serta lain-lain pendapatan yang sah. Sebagai daerah otonom yang mandiri, pemda di Indonesia memiliki kewenangan untuk mengelola dan


(14)

commit to user

menuai hasil dari sumber daya yang dimiliki oleh daerah masing-masing dan diakui sebagai pendapatan asli daerah. Pendapatan Asli Daerah (PAD) bersumber dari pajak daerah, retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan lain-lain PAD yang sah. Untuk menjalankan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangannya, daerah harus mempunyai sumber keuangan agar daerah tersebut mampu memberikan pelayanan dan kesejahteraan kepada rakyat di daerahnya.

3)Belanja modal

Pengertian belanja dalam Peraturan Pemerintah Nomor 71 tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan adalah semua pengeluaran dari Rekening Kas Umum Negara/Daerah yang mengurangi ekuitas dana lancar dalam periode tahun anggaran bersangkutan yang tidak akan diperoleh pembayarannya kembali oleh pemerintah.

Peraturan Pemerintah Nomor 71 tahun 2010 menjelaskan bahwa belanja modal adalah pengeluaran anggaran untuk perolehan aset tetap dan aset lainnya yang memberi manfaat lebih dari satu periode akuntansi. Standar Akuntansi Pemerintah (SAP) mengkategorikan belanja modal ke dalam lima kategori utama, yaitu: (1) belanja modal tanah; (2) belanja modal peralatan dan mesin; (3) belanja modal gedung dan bangunan; (4) belanja modal jalan, irigasi, dan jaringan; dan (5) belanja modal fisik lainnya.

4. Temuan Audit BPK

Untuk melaksanakan amanat UUD 1945 dan ketentuan di dalam paket tiga undang-undang bidang keuangan negara, serta Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan, Badan Pemeriksa Keuangan Republik


(15)

commit to user

Indonesia (BPK) melaksanakan pemeriksaan atas pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara. Jenis pemeriksaan dibagi berdasarkan pembagian sebagai berikut:

1) Pemeriksaan Keuangan; 2) Pemeriksaan Kinerja; dan

3) Pemeriksaan Dengan Tujuan Tertentu

Pemeriksaan keuangan adalah pemeriksaan atas laporan keuangan (LK) yang bertujuan memberikan keyakinan yang memadai (reasonable assurance) bahwa LK telah disajikan secara wajar dalam semua hal yang material, sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia atau basis akuntansi komprehensif selain prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia. Pemeriksaan keuangan yang dilakukan oleh BPK adalah pemeriksaan atas LK pemerintah pusat dan pemda, serta badan lainnya termasuk BUMN.

Dalam pemeriksaan keuangan, pemeriksa mengungkap temuan ketidakpatuhan terhadap ketentuan perundang-undangan. Kelompok temuan yang juga dapat diungkap dalam pemeriksaan keuangan adalah temuan kelemahan sistem pengendalian internal.

Keputusan Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia Nomor 5/K/I-XIII.2/8/2010 tentang Petunjuk Teknis Kodering Temuan Pemeriksaan menjelaskan subkelompok temuan dalam kelompok temuan kelemahan sistem pengendalian intern sebagai berikut.

1) Temuan kelemahan sistem pengendalian akuntansi dan pelaporan mengungkap kelemahan sistem pengendalian terkait kegiatan pencatatan akuntansi dan


(16)

commit to user

pelaporan keuangan yang dapat mempengaruhi keandalan pelaporan keuangan dan pengamanan atas aset.

2) Temuan kelemahan sistem pengendalian pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja mengungkap kelemahan pengendalian terkait dengan pemungutan dan penyetoran penerimaan negara/daerah serta pelaksanaan program/kegiatan pada entitas yang diperiksa dan dapat mempengaruhi efisiensi dan efektivitas pelaksanaan kegiatan serta membuka peluang terjadinya ketidakpatuhan terhadap peraturan perundang-undangan.

3) Temuan kelemahan struktur pengendalian intern mengungkap kelemahan yang terkait dengan ada/tidak adanya struktur pengendalian intern atau efektivitas struktur pengendalian intern yang ada dalam entitas yang diperiksa dan berpengaruh terhadap efektivitas sistem pengendalian intern secara keseluruhan.

2.2Kerangka Teoritis dan Pengembangan Hipotesis

Kerangka teoritis merupakan pondasi dari hypothetico-deductive research yang menjadi landasan hipotesis yang akan dikembangkan (Sekaran dan Bougie, 2013). Penelitian ini mencoba untuk membuktikan secara empiris pengaruh karakteristik pemda (umur administratif pemda, tingkat kekayaan daerah, dan belanja modal) dan temuan audit BPK (temuan kelemahan SPI dan temuan ketidakpatuhan terhadap undang-undang) terhadap skor kinerja penyelenggaraan pemerintahan daerah pada pemerintah daerah kabupaten/kota di Indonesia. Untuk itu peneliti mengutarakan jawaban sementara mengenai pengaruh karakteristik


(17)

commit to user

pemda dan temuan audit BPK terhadap skor kinerja penyelenggaraan pemerintahan daerah mealui hipotesis penelitian sebagai berikut.

1. Pengaruh umur administratif pemda terhadap skor kinerja penyelenggaraan pemerintahan daerah kabupaten/kota.

Lesmana (2010) dalam penelitiannya menggunakan variabel umur administratif pemda dalam dimensi karakteristik pemda untuk mengetahui pengaruhnya terhadap tingkat pengungkapan wajib laporan keuangan. Pemda yang lebih lama mengelola sendiri urusan pemerintahannnya akan lebih patuh dalam pengungkapan wajib laporan keuangan pemda. Daerah yang lebih lama diundang-undangkan sebagai daerah administratif yang mandiri akan lebih berpengalaman dan akan memiliki proses administrasi dan pencatatan yang lebih baik. Sesuai dengan hal tersebut, maka penulis membuat hipotesis sebagai berikut.

H1: Umur administratif pemda berpengaruh positif terhadap skor kinerja penyelenggaraan pemerintahan daerah kabupaten/kota.

2. Pengaruh tingkat kekayaan daerah terhadap skor kinerja penyelenggaraan pemerintahan daerah kabupaten/kota.

Penelitian oleh Sumarjo (2010) serta Marfiana dan Kurniasih (2013) terkait pengaruh karakteristik pemda dan kinerja keuangan pemda memberikan hasil yang berbeda pada variabel tingkat kekayaan pemda yaitu dari hasil penelitian membuktikan bahwa variabel tingkat kekayaan pemda tidak berpengaruh signifikan terhadap kinerja keuangan daerah. Jumlah dan kenaikan kontribusi PAD akan sangat berperan dalam kemandirian pemda yang dapat dikatakan sebagai kinerja penyelenggaraan pemerintahan daerah. Penelitian Mustikarini dan Fitriasasi (2012)


(18)

commit to user

dan Sudarsana (2013) yang menemukan bahwa pendapatan Pemda berpengaruh positif terhadap kinerja penyelenggaraan pemerintahan daerah.

Oleh karena itu, hipotesis pada penelitian ini adalah:

H2: Tingkat kekayaan daerah berpengaruh positif terhadap skor kinerja penyelenggaraan pemerintahan daerah kabupaten/kota.

3. Pengaruh belanja modal terhadap skor kinerja penyelenggaraan pemerintahan daerah kabupaten/kota.

Belanja modal diperlukan dalam rangka mendukung pemenuhan pelayanan terhadap masyarakat. Belanja modal Pemda biasa yang digunakan untuk pembangunan infrastruktur dan peningkatan layanan publik. Belanja modal pemda juga bias digunakan dalam rangka mendukung kinerja aparatur Negara.

Hasil penelitian dari beberpa penelitian terdahulu mengenai pengaruh belanja modal terhadap kinerja penyelenggaraan pemerintahan daerah masih belum memberikan hasil yang konsisten. Penelitian Sudarsono (2013) menemukan bahwa belanja modal tidak berpengaruh signifikan terhadap kinerja penyelenggaraan pemerintahan daerah di Indonesia. Kemudian penelitian oleh Nugroho dan Rohman (2012) yang menyimpulkan belanja modal berpengaruh negatif signifikan terhadap kinerja keuangan.

Lebih lanjut, penelitian Onakoya dan Somoye (2013) menunjukkan bahwa bagaimanapun belanja modal publik secara tidak langsung meningkatkan pertumbuhan ekonomi dengan mendorong investasi sektor swasta untuk memfasilitasi peran pemerintah dalam penyediaan barang publik di Nigeria. Keynes (1936) dalam Onakoya dan Somoye (2013) mengemukakan bahwa


(19)

commit to user

investasi modal pemerintah dalam bidang infrastruktur bisa menjadi solusi dalam kondisi depresi ekonomi. Maka dengan melihat landasan teori dan beberapa penelitian yang sudah dilakukan maka hipotesis mengenai belanja modal terhadap kinerja pemerintah adalah sebagai berikut.

H3: Belanja modal berpengaruh positif terhadap skor kinerja penyelenggaraan pemerintahan daerah kabupaten/kota.

4. Pengaruh temuan pemeriksaan atas kelemahan sistem pengendalian internal terhadap skor kinerja penyelenggaraan pemerintahan daerah kabupaten/kota.

Ramandei (2009) menyebutkan bahwa pelaksanaan evaluasi anggaran dan umpan balik yang diperoleh diharapkan menjadi bahan penilaian terhadap keefektifan sistem pengendalian intern, sehingga semakin efektif sistem pengendalian intern, maka semakin meningkat pula kinerjanya.

Penelitian yang dilakukan oleh Muraleetharan (2011) menyatakan bahwa dengan adanya sistem pengendalian intern yang efektif, maka kinerja yang dihasilkan akan semakin tinggi.

Semakin banyak temuan atas kelemahan SPI dalam suatu pemda maka akan semakin menurun kinerja penyelenggaraan pemerintahan daerah tersebut. Maka hipotesis keempat penelitian ini adalah sebagai berikut.

H4: Temuan pemeriksaan atas kelemahan sistem pengendalian internal berpengaruh negatif terhadap skor kinerja penyelenggaraan pemerintahan daerah kabupaten/kota

5. Pengaruh temuan pemeriksaan atas kepatuhan terhadap skor kinerja penyelenggaraan pemerintahan daerah kabupaten/kota.


(20)

commit to user

Temuan kepatuhan audit BPK merupakan kasus-kasus yang ditemukan BPK terhadap laporan keuangan Pemda atas pelanggaran yang dilakukan suatu daerah terhadap ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Semakin banyak pelanggaran yang dilakukan oleh pemda menggambarkan semakin buruknya tata kelola pemda tersebut. Dengan kata lain, semakin tinggi angka temuan audit, maka seharusnya menunjukkan semakin rendahnya kinerja suatu Pemda.

Hasil penelitian Mustikarini dan Fitriasasi (2012) membuktikan bahwa temuan audit berpengaruh negatif terhadap skor kinerja penyelenggaraan pemerintahan daerah kabupaten/kota. Penelitian Zirman dan Rozi (2010) juga menyatakan bahwa terdapat pengaruh yang kuat antara kepatuhan pada peraturan perundangan terhadap akuntabilitas kinerja instansi pemerintah. Penelitian Tobirin (2008) menjelaskan bahwa selama ini penilaian kinerja aparat birokrasi tidak berbasis kinerja, tetapi hanya berbasis pada kepatuhan. Dengan demikian, hipotesis terakhir penelitian ini adalah:

H5: Temuan pemeriksaan atas kepatuhan terhadap undang-undang berpengaruh negatif terhadap skor kinerja penyelenggaraan pemerintahan daerah kabupaten/kota

Diagram skematis digunakan untuk memvisualisasikan hubungan antarkonsep dalam penelitian ini. Gambar II.1 berikut merupakan diagram skematis untuk membantu memahami kerangka teoritis dalam penelitian ini.


(21)

commit to user

Gambar II.1

Diagram Skematis untuk Kerangka Teoritis

H1 (+)

Variabel Independen

Variabel Dependen

Umur administratif pemda

Tingkat kekayaan pemda Karakteristik Pemda

Jumlah temuan atas kelemahan SPI Jumlah temuan atas kepatuhan terhadap

undang-undang Temuan BPK

Belanja modal Skor Kinerja

penyelenggaraan pemerintahan

daerah

H2 (+)

H3 (+)

H4 (-)


(22)

commit to user

22 BAB III

METODE PENELITIAN

3.1Desain Penelitian

Desain penelitian merupakan rancangan awal untuk pengumpulan, pengukuran, dan analisis data, berdasarkan pertanyaan penelitian (Sekaran dan Bougie, 2013). Penelitian ini merupakan penelitian pengujian hipotesis yang menguji pengaruh umur administratif pemda, tingkat kekayaan daerah, belanja modal, temuan kelemahan SPI, dan temuan kepatuhan terhadap pengungkapan kinerja penyelenggaraan pemerintahan daerah. Penelitian ini merupakan penelitian cross section karena menggunakan data satu tahun anggaran saja yaitu tahun anggaran 2012.

3.2Populasi, Sampel Penelitian, dan Teknik Pengambilan Sampel

Populasi mengacu pada keseluruhan kelompok orang, peristiwa, atau hal-hal yang menarik bagi peneliti ingin menyelidiki (Sekaran dan Bougie, 2013). Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pemerintah kabupaten/kota di Indonesia yang telah dinilai kinerja pemerintahannya oleh Kementrian Dalam Negeri pada tahun anggaran 2012.

Setelah populasi ditentukan, maka selanjutnya adalah menentukan kerangka sampel (sample frame). Kerangka sampel (sample frame) adalah sebuah representasi dari seluruh populasi dimana sampel digambarkan (Sekaran dan Bougie, 2013). Kerangka sampel dalam penelitian ini mengambil dari nama-nama kabupaten dan kota yang masuk dalam daftar peringkat dan status kinerja kabupaten


(23)

commit to user

dan kota tahun 2012 yang tercantum dalam Kepmendagri No. 120-251 tahun 2014 tentang Penetapan Peringkat dan Status Kinerja Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Secara Nasional Tahun 2012. Sekaran dan Bougie (2013) menjelaskan bahwa sampel adalah bagian dari populasi. Desain pengambilan sampel (sampling design) terbagi dalam dua tipe utama, yaitu probability sampling dan nonprobability sampling (Sekaran dan Bougie, 2013). Dalam probability sampling, besarnya peluang elemen untuk terpilih menjadi subjek diketahui, sedangkan pada nonprobability sampling besarnya peluang elemen untuk terpilih menjadi subjek tidak diketahui. Penelitian ini menggunakan desain nonprobability sampling yaitu purposive sampling.

Purposive sampling adalah jenis desain nonprobabililty sampling yang memenuhi kriteria yang telah ditetapkan oleh peneliti. Penelitian ini menggunakan kriteris sampel berupa pemda kabupaten/kota yang memiliki opini laporan keuangan wajar tanpa pengecualian dan wajar tanpa pengecualian dengan paragraf penjelas untuk tahun anggaran 2012. Alasan utama penulis mengambil sampel kabupaten/kota dengan kriteria tersebut adalah penulis menggunakan data keuangan yang disajikan pada laporan keuangan pemda, sehingga penulis lebih meyakini penyajian data keuangan pemda yang telah mendapat opini wajar tanpa pengecualian dan wajar tanpa pengecualian dengan paragraf penjelas dari BPK. 3.3Sumber Data

Penelitian ini menggunakan sumber data sekunder. Sekaran dan Bougie (2013) menjelaskan bahwa data sekunder merupakan informasi yang dikumpulkan oleh pihak lain. Data sekunder penelitian ini diambil dari LKPD seluruh Pemda


(24)

commit to user

kabupaten/kota di Indonesia untuk tahun anggaran 2012 yang telah diaudit oleh BPK, Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) BPK tahun 2013, serta data mengenai pemerintah daerah dan skor kinerja yang diakses melalui situs resmi Kementrian Dalam Negeri yaitu www.kemendagri.go.id. Data LKPD berisi laporan neraca yang berisi informasi data berupa jumlah aset yang dimiliki pemda, laporan realisasi anggaran (LRA) yang memuat jumlah pendapatan asli daerah dan belanja modal. IHPS memuat informasi mengenai hasil pemeriksaan BPK dalam periode per semester dan di dalamnya terdapat informasi mengenai temuan hasil pemeriksaan BPK.

Tabel III.1 Sumber Data

No. Data Sumber

1. Laporan Keuangan Pemerintah Kota dan

Kabupaten BPK-RI

2. 3.

IHPS I dan II

Data Skor Kinerja Pemerintah Daerah

BPK-RI

Situs Web Kemendagri 4. Data Profil Pemerintah Daerah Situs Web Kemendagri 3.4Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel

Definisi operasional merupakan pembangunan pengertian atau pemahaman dalam suatu istilah yang terukur dengan mengurangi tingkat abstraksinya melalui penggambaran dimensi dan elemen (Sekaran dan Bougie, 2013). Pengertian dan pengukuran variabel dependen dan independen dalam penelitian ini adlaah sebagai berikut.

1. Variabel dependen

Variabel dependen dalam penelitian ini yaitu skor kinerja penyelenggaraan pemerintahan daerah kabupaten/kota. Skor kinerja penyelenggaraan pemerintahan


(25)

commit to user

daerah kabupaten/kota yang ditetapkan melalui Keputusan Menteri Dalam Negeri No. 121-251 tahun 2014 tentang Penetapan Peringkat dan Status Kinerja Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Secara Nasional Tahun 2014 berdasarkan hasil evaluasi kinerja penyelenggaraan pemerintahan daerah terhadap LPPD tahun 2012 tingkat nasional dengan rentang nilai 0-4.

2. Variabel Independen

Variabel independen menurut Sekaran dan Bougie (2013) merupakan salah satu yang mempengaruhi variabel dependen dengan cara positif maupun negatif. Variabel independen dalam penelitian ini adalah status daerah, kekayaan daerah, belanja modal, temuan pemeriksaan atas kelemahan sistem pengendalian intern, dan temuan pemeriksaan atas kepatuhan terhadap undang-undang. Penjelasan dan pengukuran dari masing-masing variabel independen tersebut adalah sebagai berikut.

1) Variabel umur administratif daerah (AGE).

Umur suatu organisasi bisa diartikan sebagai berapa lama suatu organisasi aktif sejak terbentuknya (Setyaningrum dan Syafitri, 2012). Tahun dikeluarkannya undang-undang mengenai pembentukan suatu pemda menjadi ukuran umur administratif suatu pemda. Sesuai dengan penelitian Lesmana (2010) serta Setyaningrum dan Syafitri (2012), variabel umur administratif pemda pada penelitian ini diukur dengan menggunakan dasar umur pemda berdasarkan undang-undang pembentukannya dalam satuan tahun.

AGE = Umur Administratif Pemda Berdasarkan Undang-Undang Pembentukannya Dalam Satuan Tahun


(26)

commit to user

2) Variabel tingkat kekayaan daerah (WEALTH).

Penelitian Mustikarini dan Fitriasasi (2012) menggunakan PAD dibandingkan dengan total pendapatan sebagai proksi pengukuran tingkat kekayaan daerah. PAD adalah penerimaan yang diperoleh daerah dari sumber-sumber di dalam daerahnya sendiri yang dipungut berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Tingkat kekayaan daerah bisa dilihat dari berap banyak pendapatan asli daerah tersebut terhadap total pendapatannya. Maka pada penelitian ini variabel tingkat kekayaan daerah menggunakan formula sebagai berikut.

WEALTH=Pendapatan Asli Daerah Total Pendapatan 3) Variabel belanja modal (BMOD).

Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 menyebutkan belanja modal adalah total belanja yang digunakan untuk pengeluaran yang dilakukan dalam rangka pembelian/pengadaan atau pembangunan aset tetap berwujud yang mempunyai nilai manfaat lebih dari dua belas bulan untuk digunakan dalam kegiatan pemerintahan, seperti dalam bentuk tanah, peralatan dan mesin, gedung dan bangunan, jalan, irigasi dan jaringan, dan aset tetap lainnya. Nugroho (2012) menjumlahkan seluruh belanja-belanja tersebut dalam mengukur variabel belanja modal. Sudarsono dan Rahardjo (2013) menggunakan rasio belanja modal terhadap total belanja daerah untuk mencerminkan porsi belanja daerah yang dibelanjakan untuk membiayai belanja modal.


(27)

commit to user

Penelitian ini menggunakan logaritma natural dari total belanja modal pemda untuk mengukur variabel belanja modal pemda. Maka pada penelitian ini variabel belanja modal menggunakan formula sebagai berikut.

BMOD = Ln Belanja modal

4) Variabel temuan pemeriksaan atas sistem pengendalian intern (SPI).

Keputusan Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia Nomor 5/K/I-XIII.2/8/2010 tentang Petunjuk Teknis Kodering Temuan Pemeriksaan menjelaskan subkelompok temuan dalam kelompok temuan kelemahan sistem pengendalian intern sebagai berikut.

a Temuan kelemahan sistem pengendalian akuntansi dan pelaporan.

b Temuan kelemahan sistem pengendalian pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja.

c Temuan kelemahan struktur pengendalian intern.

Ketiga jenis temuan kelemahan sistem pengendalian intern tersebut tidak mencantumkan besaran nilai dalam rupiah, sehingga dalam penelitian ini pengukuran variabel temuan kelemahan sitem pengendalian intern dinyatakan dalam jumlah kasus temuan kelemahan sistem pengendalian intern oleh BPK dalam audit LKPD tahun anggaran 2012. Maka pada penelitian ini variabel Temuan kelemahan struktur pengendalian intern menggunakan formula sebagai berikut.

SPI = ∑ Kasus temuan kelemahan sistem pengendalian intern

5) Variabel temuan pemeriksaan atas kepatuhan terhadap undang-undang (KEP). Temuan pmeriksaan atas kepatuhan terhadap ketentuan perundang-undangan mengungkapkan ketidakpatuhan terhadap ketentuan perundang-undangan yang


(28)

commit to user

mengakibatkan kerugian negara/daerah/perusahaan, potensi kerugian negara/daerah/perusahaan kekurangan penerimaan, administrasi, ketidakhematan, ketidakefisienan, dan ketidakefektifan. Temuan pemeriksaan atas kepatuhan dihitung dari jumlah temuan pemeriksaan atas kepatuhan (jumlah ketidakpatuhan) yang terdapat dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP).

Marfiana dan Kurniasih (2013) menggunakan logaritma natural pada jumlah nilai rupiah temuan kepatuhan terhadap terhadap undang-undang. Serupa dengan penelitian tersebut, pengukuran variabel temuan kepatuhan terhadap undang-undang dalam penelitian ini menggunakan logaritma natural dari jumlah nilai temuan pemeriksaan atas kepatuhan oleh BPK pada pemeriksaan LKPD tahun anggaran 2012. Maka pada penelitian ini variabel temuan pemeriksaan atas kepatuhan terhadap undang-undang menggunakan formula sebagai berikut.

KEP = Ln Temuan kepatuhan 3.5Metode Analisis Data

Penelitian ini menggunakan alat analisis data yaitu regresi linier berganda (multiple regresion analysis). Tingkat signifikansi (α) yang digunakan dalam penelitian ini sebesar 5%. Analisis regresi linier berganda digunakan untuk menjelaskan pengaruh satu atau lebih variabel independen terhadap satu variabel dependen (Sekaran dan Bougie, 2013). Persamaan model regresi berganda untuk pengujian hipotesis dituliskan sebagai berikut.

KIN = ß0 + ß1AGE + ß2WEALTH + ß3BMOD + ß4SPI + ß5KEP + Ɛ Keterangan:


(29)

commit to user

STAT : status pemda

WEALTH : tingkat kekayaan daerah

BMOD : belanja modal

SPI : temuan SPI

KEP : temuan kepatuhan

ß1, ß2, ß3, ß4, ß5 : koefisien variabel independen

Ɛ : errors

Analisis hasil pengujian dengan model regresi linear berganda dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut.

1. Analisis Statistik Deskriptif

Analisis statistik deskriptif dilakukan untuk memberikan gambaran mengenai distribusi dan perilaku data yang menjadi sampel dengan melihat rata-rata, standar deviasi, varian maksimum, dan minimum (Ghozali, 2013). Pengujian statistik deskriptif pada penelitian ini meliputi pengukuran nilai rata-rata (mean), standar deviasi, nilai maksimum, dan nilai minimum. Mean menunjukkan nilai rata-rata dari data sedangkan standar deviasi menunjukkan seberapa besar data bervariasi dan nilai rata-ratanya. Nilai maksimum dan minimun menunjukkan nilai terbesar dan terkecil dari data.

2. Uji Asumsi Klasik

Uji asumsi klasik dilakukan untuk memastikan bahwa data penelitian valid, tidak bias, konsisten, dan penaksiran koefisien regresinya efisien. Empat jenis uji asumsi klasik yang digunakan pada penelitian ini adalah uji normalitas, uji


(30)

commit to user

autokorelasi, uji heterokedastisitas, dan uji multikolinearitas. Penjelasan lebih lanjut mengenai keempat pengujian tersebut adalah sebagai berikut.

1) Uji Normalitas

Bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi, variabel pengganggu atau residual mempunyai distribusi normal. Dalam penelitian ini digunakan metode statistik yaitu uji Kolmogorov Smirnov (KS). Jika nilai Kolmogorov-Smirnov lebih tinggi daripada nilai signifikansi (0,05) maka residual terdistribusi secara normal.

2) Uji Autokorelasi

Pengujian ini dilakukan untuk menguji apakah dalam suatu model regresi linier ada korelasi antara kesalahan pengguna pada periode t dengan kesalahan pada periode t-1 (Ghozali, 2013). Autokorelasi muncul karena observasi yang berurutan sepanjang waktu berkaitan satu sama lain. Masalah ini timbul karena residual tidak bebas dari satu observasi ke observasi lainnya. Model regresi yang baik adalah regresi yang bebas dari autokorelasi. Pendeteksian gejala ini dilakukan dengan menggunakan Run Test. Run Test digunakan untuk melihat apakah data residual terjadi secara random atau tidak (sistematis). Jika Asymp. Sig. (2-tailed) < 0,05 maka data residual tidak random atau terjadi autokorelasi antar nilai residual. Namun, jika Asymp. Sig. (2-tailed) > 0,05 maka data residual bebas dari autokorelasi.

3) Uji Heteroskedastisitas

Digunakan untuk mendeteksi adanya homokedastisitas atau memiliki varian yang sama. Ada dua cara pendeteksian ada tidaknya heterokedastisitas, yaitu dengan metode grafik dan metode statistik. Dalam penelitian ini akan digunakan


(31)

commit to user

pengujian dengan menggunakan metode statistik yaitu melalui uji Glejser yang dilakukan dengan meregresikan nilai absolute residual terhadap variabel independen lainnya. Jika β signifikan, yaitu dengan signifikansi < 0,05, maka mengindikasikan terdapat heteroskedastisitas dalam model.

4) Uji Multikoliniearitas

Bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi ditemukan adanya korelasi yang tinggi atau sempurna antar variabel independen. Jika antar variabel independen terjadi multikolinearitas sempurna, maka koefisien regresi variabel independen tidak dapat ditentukan dan nilai standard error menjadi tak terhingga. Untuk mendeteksi ada atau tidak nya masalah multikolinearitas dalam variabel independen dapat dilihat pada nilai Tolerance dan VIF pada tabel coeficients. Jika nilai Tolerance di atas 0,10 dan nilai VIF di bawah 10 maka dapat disimpulkan tidak terdapat permasalahan multikolinearitas dalam variabel independen.

3.6Pengujian Hipotesis

Model analisis statistik yang digunakan untuk menguji hipotesis dalam penelitian ini adalah model regresi berganda. Analisis regresi berganda dilakukan untuk mengetahui pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen. Ketepatan fungsi regresi sampel dalam menaksir nilai aktual dapat diukur dari goodness of fit-nya.

Secara statistik, goodness of fit dapat diukur dari nilai koefisien determinasi (R2), nilai statistik F, dan nilai statistik t. Perhitungan statistik menunjukan hasil yang signifikan apabila nilai uji statistiknya berada dalam daerah dimana H0 ditolak. Berlaku sebaliknya, perhitungan statistik menunjukan hasil tidak signifikan


(32)

commit to user

ketika nilai uji statistiknya berada dalam daerah dimana H0 diterima (Ghozali, 2013).

1.Pengujian koefisien determinasi (adjusted R2)

Koefisien determinasi adalah nilai yang menunjukkan seberapa besar variabel independen dapat menjelaskan variabel dependennya. Nilai koefisien determinasi (R2) dilihat pada hasil pengujian regresi berganda untuk variabel independen dan variabel dependen. Kelemahan mendasar penggunaan koefisien determinasi adalah bias terhadap jumlah variabel independen yang dimasukkan ke dalam model. Setiap tambahan satu variabel independen, maka R2 pasti meningkat tidak peduli apakah variabel tersebut berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen. Sehingga dalam penelitian ini digunakan nilai adjusted R2 untuk menilai model regresi, karena nilai adjusted R2 dapat naik atau turun apabila satu variabel independen ditambahkan ke dalam model. Semakin besar nilai adjusted R2 semakin besar pula variabel independen dapat menjelaskan variabel dependennya.

2.Uji signifikansi simultan (uji statistik F)

Uji statistik F menunjukkan bagaimana variabel independen dalam model secara bersama-sama mempengaruhi variabel dependen (Ghozali, 2013). Dalam

pengujian ANOVA, apabila probabilitas (Sig) lebih kecil dari nilai α (0,05) maka

dapat dikatakan bahwa variabel independen secara bersama-sama mempengaruhi variabel dependen.

3.Uji signifikansi parsial (uji statistik t)

Uji statistik t pada dasarnya menunjukkan seberapa jauh pengaruh satu variabel penjelas/independen secara individual dalam menerangkan variasi variabel


(33)

commit to user

dependen. Uji t dapat dilakukan dengan melihat nilai probabilitas (t-statistik). Jika nilai prob (t-statistik) lebih kecil dari nilai α (0,05) maka variabel independen secara signifikan berpengaruh terhadap variabel dependen (Syafitri, 2012).

Pengujian hipotesis dalam penelitian ini menggunakan langkah-langkah pengujian seperti berikut ini.

H1: Jika β1≥0, maka H0 ditolak.

Jika β1<0, maka H0 diterima. H2: Jika β2≥0, maka H0 ditolak.

Jika β2<0, maka H0 diterima. H3: Jika β3≥0, maka H0 ditolak.

Jika β3<0, maka H0 diterima. H4: Jika β4≤0, maka H0 ditolak.

Jika β4>0, maka H0 diterima. H5: Jika β5≤0, maka H0 ditolak.


(34)

commit to user

34 BAB IV

ANALISIS DAN PEMBAHASAN

4.1Proses Pengambilan Sampel

Proses pengambilan sampel menggunakan metode purposive sampling. Penelitian ini menggunakan data Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) kabupaten dan kota di Indonesia dengan predikat opini wajar tanpa pengecualian (WTP) dan wajar tanpa pengecualian dengan paragraf penjelas (WTP-DPP), daftar peringkat dan status kinerja kabupaten dan kota tahun 2012 dalam Kepmendagri No. 120-251 tahun 2014, serta ikhtisar hasil pemeriksaan semester (IHPS) I dan II tahun 2013 BPK RI. Tabel VI.1 berikut ini adalah proses pengambilan sampel sesuai kriteria yang digunakan dalam penelitian ini.

Tabel IV.1

Proses pengambilan sampel

Kriteria Sampel Jumlah

Kabupaten/Kota termasuk dalam daftar peringkat dan status kinerja penyelenggaraan pemerintahan daerah secara nasional tahun 2012

LKPD kabupaten/kota tahun 2012 yang tidak mendapat predikat opini WTP dan WTPDPP.

464

(364) Data temuan kelemahan sistem pengendalian intern

pemerintah daerah yang tidak bisa digunakan.

(1) Data temuan kepatuhan terhadap peraturan

perundang-undangan yang tidak bisa digunakan.

(2) Jumlah observasi dalam penelitian.

Outliers

97 (5)

Jumlah sampel penelitian 92


(35)

commit to user

4.2Statistik deskriptif

Statistik deskriptif digunakan untuk mengetahui nilai rata-rata, nilai maksimum, nilai minimum dan standar deviasi suatu variabel. Tabel IV.2 menggambarkan statistik deskriptif variabel dependen dan independen adalah sebagai berikut.

Tabel IV.2 Statistik Deskriptif

Variabel N Min Max Mean Std

Deviasi

KIN 97 0,9733 3,2950 2,5125 0,5730

AGE 97 3,00 62,00 39,1753 22,8929

WEALTH 97 0,0142 0,7144 0,1095 0,1107

BMOD (LN) 97 24,5758 28,2282 25,9605 0,6367

SPI 97 1,00 26,00 9,2784 4,9218

KEP (LN) 97 16,8067 25,6262 20,8623 1,4190

Valid N (listwise) 97

Definisi variabel:

Variabel dependen: KIN = skor kinerja penyelenggaraan pemerintahan daerah Variabel independen: AGE = umur administratif pemda, WEALTH = tingkat kekayaan daerah, BMOD (LN)= logaritma natural belanja modal, SPI = temuan kelemahan SPI, KEP (LN)= logaritma natural temuan kepatuhan terhadap undang-undang

Penjelasan statistik deskriptif masing-masing variabel dependen dan variabel independen sebagai berikut:

1. Variabel dependen

Variabel dependen dalam penelitian ini adalah skor kinerja penyelenggaraan pemerintahan daerah. Tabel IV.2 di atas menunjukkan nilai rata-rata skor kinerja penyelenggaraan pemerintahan daerah (KIN) sebesar 2,5125. Angka tersebut menjelaskan bahwa dari jumlah observasi penelitian sebanyak 97 pemda


(36)

commit to user

kabupaten/kota di Indonesia memiliki rata-rata status kinerja tinggi (berada diantara skor 2,00 – 2,99). Simpangan baku (standar deviasi) 0,5730 menjelaskan bahwa penyebaran data untuk variabel KIN berkisar dari 1,9395 hingga 3,0855. Nilai minimal pada skor kinerja penyelenggaraan pemerintahan daerah adalah 0,9733 yaitu pada skor kinerja Kota Metro. Nilai maksimal dari skor kinerja penyelenggaraan pemerintahan daerah dimiliki oleh Kota Semarang dengan meraih status kinerja sangat tinggi dengan perolehan skor kinerja 3,2950.

2. Variabel independen

Variabel independen dalam penelitian ini adalah umur administratif pemda (AGE), tingkat kekayaan daerah (WEALTH), belanja modal (BMOD), temuan kelemahan SPI (SPI), dan temuan kepatuhan terhadap undang-undang (KEP). Penjelasan masing-masing variabel independen sebagai berikut.

1) Umur administratif pemda.

Umur administratif pemda pada penelitian ini diukur dengan menggunakan angka tahun yang dihitung dari tahun disahkannya undang-undang pembentukan daerah tersebut sebagai pemerintah kabupaten/kota sampai dengan tahun 2012. Hasil statistik deskriptif pada Tabel IV.2 menunjukan bahwa dari 97 kabupaten dan kota di Indonesia dalam observasi penelitian ini memiliki rata-rata umur administratif 39 tahun. Nilai minimal menunjukan bahwa kabupaten/kota termuda berumur 3 tahun, sedangkan nilai maksimal menunjukan bahwa kabupaten/kota tertua berumur 62 tahun.


(37)

commit to user

2) Tingkat kekayaan daerah.

Variabel tingkat kekayaan diproksikan dengan nilai pendapatan asli daerah (PAD) dibagi dengan total pendapatan pada neraca LKPD tahun anggaran 2012. Pada Tabel IV.2 diketahui nilai rata-rata tingkat kekayaan daerah kabupaten/kota dalam observasi penelitian ini adalah sebesar 0,1095 atau 10,95%. Nilai maksimum tingkat kekayaan daerah sebesar 0,7144 atau 71,44% yaitu pada Kabupaten Bandung. Dengan kata lain 71,44% dari total pendapatan Kabupaten Bandung di tahun 2012 merupakan pendapatan yang berasal dari hasil mengelola dan menuai sumber daya yang dimiliki Kabupaten Bandung sendiri. Sedangkan nilai minimum tingkat kekayaan daerah dalam penelitian ini sebesar 0,0142 atau 1,42% yang merupakan tingkat kekayaan yang dimiliki Kabupaten Bengkulu Tengah.

3) Belanja modal.

Variabel independen belanja modal diukur dengan logaritma natural dari nilai rupiah realisasi belanja modal yang ada pada laporan realisasi anggaran tahun 2012. Tabel IV.2 menunjukan bahwa nilai rata-rata belanja modal dalam penelitian ini adalah sebesar 25,943 atau Rp234.391.298.828,88. Nilai minimal belanja modal 24,5758 merupakan angka belanja modal Kota Padangpanjang dengan nilai belanja modal Rp 47.111.849.228,00. Nilai belanja modal terbesar ditunjukkan pada nilai maksimal yaitu 28,2282 yang merupakan belanja modal Kabupaten Kutai Kertanegara dengan nilai belanja modal mencapai Rp1.817.067.377.318,00. 4) Temuan kelemahan SPI.

Variabel temuan kelemahan SPI diukur dengan jumlah kasus temuan kelemahan sistem pengendalian intern. Tabel IV.2 menunjukkan nilai rata-rata


(38)

commit to user

9,2784 denga standar deviasi 4,9218 yang menjelaskan bahwa penyebaran data untuk variabel SPI berkisar dari 4,3566 hingga 14,2002. Nilai minimal jumlah temuan kelemahan SPI adalah 1 dan nilai maksimal adalah 57.

5) Temuan kepatuhan terhadap undang-undang.

Variabel independen temuan kepatuhan terhadap undang-undang diukur dengan logaritma natural dari total nilai temuan kepatuhan terhadap undang-undang. Tabel IV.2 menunjukan rata-rata nilai temuan kepatuhan adalah 20,8623 atau Rp3.692.451.340,21. Nilai minimal temuan kepatuhan terhadap undang-undang adalah 16,8067 atau Rp19.910.000,00 yang merupakan temuan kepatuhan terhadap undang-undang pada Kabupaten Bantul. Nilai maksimal 25,6262 atau Rp134.679.310.000,00 merupakan nilai temuan kepatuhan terhadap undang-undang pada Kota Medan.

4.3Uji Asumsi Klasik

Suatu model regresi yang baik harus memenuhi asumsi klasik. Uji asumsi klasik bertujuan untuk memastikan validitas hasil penelitian, dengan data yang digunakan secara teori tidak bias, konsisten, dan penaksiran koefisien regresinya efisien (Ghozali, 2013). Secara toeritis model regresi akan menghasilkan nilai parameter model penduga yang bila dipenuhi asumsi klasik regresi, yaitu uji normalitas, asumsi multikolonieritas, heterokedastis, dan autokorelasi. Hasil uji asumsi klasik dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Uji Heterokedastis.

Digunakan untuk mendeteksi adanya homokedastisitas atau memiliki varian yang sama. Penelitian ini menggunakan pengujian dengan metode statistik yang


(39)

commit to user

disebut uji Glejser yang dilakukan dengan meregresikan nilai absolute residual terhadap variabel independen. Apabila nilai signifikansi > 0,05, maka model tersebut bebas dari heteroskedastisitas. Namun, jika nilai signifikansi < 0,05, maka terdapat heterokedastis. Tabel IV.3 menampilkan hasil pengujian heterokedastis dengan uji Glejser. Berdasarkan Tabel IV.3 diketahui bahwa salah satu variabel dalam model regresi penelitian ini, yaitu variabel WEALTH, belum terbebas dari heterokedastis. Terjadi ketidaksamaan variansi dari residual variabel WEALTH dengan nilai variansi residual variabel yang lain. Hal ini dikarenakan nilai Sig. pada variabel WEALTH bernilai lebih kecil dari 5% yaitu sebesar 0,017.

Tabel IV.3

Hasil Pengujian Heterokedastisitas Dengan Data Outlier

Model Sig.

(Constant) AGE WEALTH BMOD SPI KEP

0,033 0,130 0,017 0,098 0,105 0,857

Definisi variabel:

Variabel dependen: KIN = skor kinerja penyelenggaraan pemerintahan daerah

Variabel independen: AGE = umur administratif pemda, WEALTH = tingkat kekayaan daerah, BMOD = belanja modal, SPI = temuan kelemahan SPI, KEP = temuan kepatuhan terhadap undang-undang

Untuk memperoleh data yang bebas dari heterokedastis, maka perlu mengeluarkan data yang bernilai ekstrem (outlier) dari data sampel penelitian. Melalui casewise diagnostics diketahui bahwa dari 97 data yang digunakan sebagai


(40)

commit to user

sampel penelitian terdapat 5 data ekstrem yang dikeluarkan sehingga diperoleh data penelitian yang berdistribusi normal sejumlah 92 data.

Selanjutnya setelah menghilangkan data outlier maka dilakukan kembali uji heterokedastis dengan menggunakan uji Glejser. Hasil uji Glejser setelah dilakukan proses penghapusan data outlier dapat dilihat pada Tabel IV.4 berikut ini.

Tabel IV.4

Hasil Pengujian Heterokedastisitas Tanpa Data Outlier

Model Sig.

(Constant) AGE WEALTH BMOD SPI KEP

0,467 0,774 0,627 0,684 0,287 0,763

Definisi variabel:

Variabel dependen: KIN = skor kinerja penyelenggaraan pemerintahan daerah

Variabel independen: AGE = umur administratif pemda, WEALTH = tingkat kekayaan daerah, BMOD = belanja modal, SPI = temuan kelemahan SPI, KEP = temuan kepatuhan terhadap undang-undang

Hasil pengujian heterokedastisitas pada Tabel IV.4 memberikan keterangan bahwa model regresi dalam penelitian ini terbebas dari heterokedastis, ditandai dengan nilai sig. masing-masing variabel > 5%.

2. Uji normalitas.

Dalam penelitian ini uji normalitas data menggunakan metode statistik yaitu uji Kolomogrov-Smirnov. Dari Tabel IV.5 nilai Kolmogorov-Smirnov adalah 0,962 dengan nilai signifikansi sebesar 0,314, lebih besar dari tingkat signifikansi α = 5%. Dengan kata lain data residual terdistribusi secara normal sebab nilai


(41)

Kolomogorov-commit to user

Smirnov tidak signifikan. Hasil pengujian Kolomogrov-Smirnov ditampilkan pada Tabel IV.5 sebagai berikut.

Tabel IV.5

Hasil Pengujian Normalitas

Kolmogorov-Smirnov Test Unstandardized

Residual

N 92

Normal Parametersa,b

Mean 0,0000000

Std. Deviation

0,35037215

Most Extreme Differences

Absolute 0,100

Positive 0,054

Negative -0,100

Kolmogorov-Smirnov Z 0,962

Asymp. Sig. (2-tailed) 0,314

3. Uji autokorelasi.

Uji autokorelasi bertujuan untuk menguji apakah dalam suatu model regresi linier terdapat korelasi antar kesalahan penganggu (residual) pada periode t dengan kesalahan pada periode t-1. Autokorelasi muncul karena observasi yang berurutan sepanjang waktu berkaitan satu sama lain. Model regresi yang baik adalah regresi yang bebas dari autokorelasi. Langkah untuk mendeteksi ada atau tidaknya autokorelasi dilakukan dengan menggunakan Runs test. Jika Asymp. Sig. (2-tailed) < 0,05 maka data residual tidak random atau terjadi autokorelasi antar nilai residual. Namun, jika Asymp. Sig. (2-tailed) > 0,05 maka data residual bebas dari autokorelasi.

Hasil pengujian autokorelasi dalam model penelitian ini terdapat pada Tabel IV.6. Tabel IV.6 menampilkan hasil ouput runs test yang menunjukkan bahwa nilai test adalah 0,07308 dengan nilai asymp sig. sebesar 0,834. Nilai asymp sig. pada


(42)

commit to user

output runs test >5%, maka data pada penelitian ini tidak mengalami/mengandung autokorelasi.

Tabel IV.6

Hasil Pengujian Autokorelasi

Runs Test Unstandardized

Residual

Test Valuea 0,07308

Cases < Test Value 46

Cases >= Test Value 46

Total Cases 92

Number of Runs 46

Z 0,210

Asymp. Sig. (2-tailed) 0,834

4. Uji multikolinearitas

Uji Multikolinearitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi ditemukan adanya korelasi yang tinggi atau sempurna antar variabel independen. Jika antar variabel independen terjadi multikolinearitas sempurna, maka koefisien regresi variabel independen tidak dapat ditentukan dan nilai standard error menjadi tak terhingga. Untuk mendeteksi ada atau tidak nya masalah multikolinearitas dalam variabel independen dapat dilihat pada nilai Tolerance dan VIF pada tabel coeficients. Jika nilai Tolerance di atas 0,10 dan nilai VIF di bawah 10 maka dapat disimpulkan tidak terdapat permasalahan multikolinearitas dalam variabel independen.

Hasil pengujian multikolinearitas dalam model penelitian ini terdapat pada Tabel IV.7. Dalam Tabel IV.7 nilai tolerance masing-masing variabel independen lebih dari 0,10 dan nilai VIF masing-masing variabel tidak ada yang diatas 10. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa antar variabel independen dalam model penelitian ini tidak ada permasalahan multikolinearitas. Nilai tolerance dan VIF


(43)

commit to user

masing masing variabel independen dapat dilihat secara lebih rinci pada Tabel IV.7 berikut ini.

Tabel IV.7

Hasil Pengujian Multikolinearitas

Variabel Tolerance VIF

(Constant)

AGE 0,828 1,207

WEALTH 0,753 1,328

BMOD 0,760 1,316

SPI 0,935 1,070

KEP 0,916 1,092

Definisi variabel:

KIN = skor kinerja penyelenggaraan pemerintahan daerah, AGE = umur administratif pemda, WEALTH = tingkat kekayaan daerah, BMOD = belanja modal, SPI = temuan kelemahan SPI, KEP = temuan kepatuhan terhadap undang-undang

4.4Pengujian Hipotesis

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memperoleh bukti empiris terkait pengaruh umur administratif pemda (AGE), tingkat kekayaan daerah (WEALTH), belanja modal (BMOD), temuan kelemahan SPI (SPI), dan temuan kepatuhan terhadap undang-undang (KEP) terhadap skor kinerja penyelenggaraan pemerintahan daerah (KIN). Untuk mencapai tujuan penelitian tersebut maka dalam melakukan analisis data penelitian menggunakan model regresi berganda. Analisis regresi berganda dilakukan untuk mengetahui pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen. Ketepatan fungsi regresi sampel dalam menaksir nilai aktual dapat diukur dari goodness of fit-nya.

Goodness of fit dapat diukur dari nilai koefisien determinasi (R2), nilai statistik F, dan nilai statistik t. Perhitungan statistik menunjukan hasil yang signifikan apabila nilai uji statistiknya berada dalam daerah dimana H0 ditolak.


(44)

commit to user

Berlaku sebaliknya, perhitungan statistik menunjukan hasil tidak signifikan ketika nilai uji statistiknya berada dalam daerah dimana H0 diterima (Ghozali, 2013). Hasil uji model regresi pada peleitian ini dapat dilihat pada Tabel IV.8 berikut.

Tabel IV.8

Hasil Pengujian Model Regresi Linier Berganda

KIN = ß0 + ß1AGE + ß2WEALTH + ß3BMOD + ß4SPI + ß5KEP + Ɛ

Variable Predicted Sign ß Sig.

(Constant) AGE WEALTH BMOD SPI KEP + + + - - -0,363 0,008 1,495 0,202 0,011 -0,138 0,830 0,000* 0,002* 0,004* 0,183 0,000* N R R2

Adjusted R2

F Sig. 92 0,735 0,540 0,514 20,215 0,000

*signifikan pada α = 5% Definisi variabel:

Variabel dependen: KIN = skor kinerja penyelenggaraan pemerintahan daerah Variabel independen: AGE = umur administratif pemda, WEALTH = tingkat kekayaan daerah, BMOD = belanja modal, SPI = temuan kelemahan SPI, KEP = temuan kepatuhan terhadap undang-undang

Penjelasan nilai koefisien determinasi (R2), nilai statistik F, dan nilai statistik t pada Tabel IV.8 di atas adalah sebagai berikut.

1. Uji koefisien determinasi (adjusted R2).

Dari Tabel IV.8 diatas diketahui nilai R2 sebesar 54 % dan Adjusted R251,4%. Hal ini berarti sebesar 51,4% dari variasi variabel dependen skor kinerja penyelenggaraan pemerintahan daerah dapat dijelaskan oleh variasi dari lima variabel independen yaitu umur administratif pemda, tingkat kekayaan daerah, belanja modal, temuan kelemahan SPI, dan temuan kepatuhan terhadap undang-undang. Sedangkan sisanya sebesar 49,6% dijelaskan oleh sebab-sebab yang lain


(45)

commit to user

diluar model penelitian ini. Hasil tersebut menunjukan bahwa masih banyak faktor-faktor lain yang mempengaruhi skor kinerja penyelenggaraan pemerintahan daerah yang tidak dimasukkan dalam model penelitian ini.

2. Uji signifikansi simultan (uji statistik F).

Tabel IV.8 menunjukan nilai F hitung sebesar 20,215 dengan nilai probabilitas atau sig. sebesar 0,000. Nilai sig. sebesar 0,000 jauh lebih kecil

dibandingkan dengan nilai α = 0,05. Angka tersebut menjelaskan bahwa variabel

independen umur administratif pemda, tingkat kekayaan daerah , belanja modal, temuan kelemahan SPI, dan temuan kepatuhan terhadap undang-undang secara simultan berpengaruh terhadap variabel dependen skor kinerja penyelenggaraan pemerintahan daerah.

3. Uji signifikansi parsial (uji statistik t).

Tabel IV.8 menunjukan bahwa dengan tingkat signifikansi α = 0,05, maka variabel independen umur administratif pemda, tingkat kekayaan daerah, dan belanja modal berpengaruh positif terhadap variabel dependen skor kinerja penyelenggaraan pemerintahan daerah dengan nilai signifikansi secara berurutan adalah 0,000; 0,002; dan 0,004. Temuan kepatuhan terhadap undang-undang berpengaruh negatif dengan nilai signifikansi sebesar 0,000. Sedangkan variabel independen SPI mempunyai nilai signifikansi diatas α = 0,05 sehingga tidak berpengaruh terhadap variabel dependen.

Hasil pengujian hipotesis denagn regresi linier berganda tersebut menggambarkan hubungan antara variabel independen umur administratif pemda, tingkat kekayaan daerah, belanja modal, temuan kelemahan SPI, dan temuan kepatuhan terhadap undang-undang terhadap dependen skor kinerja


(46)

commit to user

penyelenggaraan pemerintahan daerah. Perumusan secara matematis hubungan variabel-variabel tersebut sesuai dengan hasil analisis statistik regresi berganda adalah sebagai berikut.

KIN = -0,363 + 0,008AGE + 1,495WEALTH + 0,202BMOD + 0,011SPI - 0,138KEP + Ɛ

Keterangan:

KIN : Skor kinerja penyelenggaraan pemerintahan daerah

STAT : status pemda

WEALTH : tingkat kekayaan daerah

BMOD : belanja modal

SPI : temuan SPI

KEP : temuan kepatuhan

ß1, ß2, ß3, ß4, ß5 : koefisien variabel independen

Ɛ : errors

4.5Pembahasan

Hasil pengujian regresi pada Tabel IV.8 menunjukan bahwa umur administratif pemda berpengaruh positif terhadap skor kinerja penyelenggaraan pemerintahan daerah, sehingga hipotesis H1 diterima. Hal ini menjelaskan bahwa semakin lama suatu pemda berdiri maka semakin baik kinerjanya.

Berdasarkan hasil pengujian regresi pada Tabel IV.8 diketahui bahwa variabel independen tingkat kekayaan daerah berpengaruh positif terhadap skor kinerja penyelenggaraan pemerintahan daerah dengan nilai signifikansi 0,002 sehingga hipotesis H2 diterima. Hal ini menegaskan bahwa semakin tinggi tingkat kekayaan daerah maka semakin baik juga kinerja penyelenggaraan pemerintahan daerah


(47)

commit to user

tersebut. Tingkat kekayaan daerah yang diproksikan sebagai nilai PAD terhadap total pendapatan membuktikan bahwa semakin besar jumlah pendapatan yang diperoleh dari hasil pengelolaan kekayaan yang dimiliki oleh daerah tersebut maka semakin baik kinerjanya.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Mustikarini dan Fitriasari (2012) serta Sudarsana (2013) yang menyimpulkan bahwa tingkat kekayaan daerah yang diproksikan dengan nilai PAD terhadap total pendapatan pemda berpengaruh positif signifikan terhadap skor kinerja pemda kabupaten/kota.

Variabel temuan belanja modal berpengaruh positif terhadap skor kinerja penyelenggaraan pemerintahan daerah, sehingga hipotesis H3 diterima. Hal ini menjelaskan bahwa semakin besar jumlah belanja modal yang direalisasikan dalam satu tahun anggaran maka semakin besar skor kinerja penyelenggaraan pemerintahan daerah yang menandakan bahwa status kinerja penyelenggaraan pemerintahan daerah semakin tinggi. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Onakoya dan Somoye (2013) yang menunjukkan bahwa belanja modal publik secara tidak langsung meningkatkan pertumbuhan ekonomi dengan mendorong investasi sektor swasta untuk memfasilitasi peran pemerintah dalam penyediaan barang publik di Nigeria

Variabel temuan kelemahan SPI terhadap skor kinerja penyelenggaraan pemerintahan daerah tidak berpengaruh terhadap skor kinerja penyelenggaraan pemerintahan daerah, sehingga hipotesis H4 belum dapat diterima. Temuan ini belum sejalan dengan hasil penelitian Arifianti dkk. (2013) yang menemukan bahwa kelemahan sistem pengendalian intern pemerintah daerah berpengaruh


(48)

commit to user

negatif terhadap kinerja penyelenggaraan pemerintahan daerah serta penelitian Ramandei (2009) dan Muraleetharan (2011) yang menyatakan bahwa dengan adanya sistem pengendalian intern yang efektif, maka kinerja yang dihasilkan akan semakin tinggi. Namun demikian, hal ini mungkin menjadi temuan lebih lanjut atas penelitian Sari (2013) yang menemukan bahwa secara parsial variabel sistem pengendalian intern pemerintah dan penerapan standar akuntansi pemerintahan memiliki pengaruh yang sangat lemah terhadap penerapan prinsip-prinsip tata kelola pemerintahan yang baik. Selain itu pemerintah lebih cenderung memperhatiakan capaian opini LKPD. Suatu daerah yang mendapat predikat WTP berarti daerah tersebut dinilai telah mencerminkan sebuah daerah dengan penyelenggaraan pemerintahan yang baik dan akuntabel, maka daerah dengan predikat WTP akan mendapat banyak keuntungan diantaranya adalah pemerintah daerah tersebut akan mendapat kepecayaan dan dukungan masyarakat serta para pelaku usaha/investor, mendapat dana insentif sebagai bentuk reward dari pemerintah pusat, dan mendapat kepecayaan lebih dari pemerintah pusat dalam memberikan sejumlah anggaran pembangunan. Melihat dari sudut pandang capaian kinerja pemerintahan daerah dalam meraih opini tersebut maka jumlah temuan kelemahan SPI hasil pemeriksaan BPK menjadi tidak berpengaruh terhadap penilaian kinerja penyelenggaraan pemerintahan daerah.

Variabel temuan kepatuhan terhadap undang-undang berpengaruh negatif terhadap skor kinerja penyelenggaraan pemerintahan daerah, sesuai dengan hipotesis bahwa ketidakpatuhan pemda terhadap ketentuan perundang-undangan berpengaruh negatif terhadap kinerja penyelenggaraan pemerintahan daerah


(49)

commit to user

sehingga hipotesis H5 diterima. Hal ini menjelaskan bahwa semakin besar nilai temuan kepatuhan terhadap undang-undang maka semakin kecil skor kinerja penyelenggaraan pemerintahan daerah yang menandakan bahwa status kinerja penyelenggaraan pemerintahan daerah semakin rendah. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Zirman dan Rozi (2010), Mustikarini dan Fitriasari (2012), serta Arifianti dkk. (2013) yang menyimpulkan bahwa semakin besar jumlah temuan audit oleh BPK pada suatu laporan keuangan pemerintah daerah maka menunjukkan semakin rendahnya kinerja penyelenggaraan pemerintahan daerah tersebut.


(50)

commit to user

50 BAB V

PENUTUP

5.1Kesimpulan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh karakteristik pemda (umur administratif pemda, tingkat kekayaan daerah, dan belanja modal) dan temuan audit BPK (temuan atas kelemahan sistem pengendalian intern dan temuan kepatuhan terhadap undang-undang) terhadap skor kinerja penyelenggaraan pemerintahan daerah. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini sebanyak 85 pemda yang mendapat opini WTP dan WTPDPP pada LKPD tahun 2012. Penelitian ini menggunakan regresi linier berganda pada variabel skor kinerja penyelenggaraan pemerintahan daerah.

Berdasarkan hasil uji yang telah dilakukan diketahui umur administratif pemda, tingkat kekayaan daerah, dan belanja modal berpengaruh positif terhadap skor kinerja penyelenggaraan pemerintahan daerah. Temuan audit BPK yaitu jumlah nilai temuan atas kepatuhan terhadap undang-undang berpengaruh negatif terhadap skor kinerja penyelenggaraan pemerintahan daerah sedangkan temuan kelemahan atas sistem pengendalian intern tidak berpengaruh terhadap skor kinerja penyelenggaraan pemerintahan daerah.

5.2Keterbatasan Penelitian

Penelitian ini banyak menggunakan data keuangan dalam karakteristik pemda. Data keuangan tersebut adalah realisasi belanja modal, pendapatan asli daerah, dan total realisasi pendapatan. Berkaitan dengan hal tersebut maka peneliti


(51)

commit to user

mengambil sampel yang terbatas pada pemda yang memiliki opini WTP dan WTP-DPP saja. Peneliti melakukan hal tersebut dengan tujuan untuk menjamin keandalan data keuangan yang digunakan. Lebih lanjut, opini LKPD dari masing-masing daerah mengalami perubahan dari tahun ke tahun. Ada yang meningkat ada pula yang menurun. Oleh sebab itu peneliti tidak dapat mengambil sampel pemda yang sama dari tahun ke tahun untuk membandingkan penilaian skor kinerja penyelenggaraan pemerintahan daerah tersebut.

5.3Saran

Berdasarkan beberapa keterbatasan penelitian yang disampaikan diatas maka saran untuk peneliti selanjutnya agar:

1. Menggunakan variabel non keuangan pada karakteristik pemda yang diduga mempunyai pengaruh terhadap skor kinerja penyelenggaraan pemerintahan daerah seperti tipe pemda, kualitas sumber daya manusia aparatur pemda, dan jumlah Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD).

2. Menggunakan data LKPD yang meliputi seluruh wilayah Propinsi, Kabupaten dan Kota di Indonesia dengan periode tahun anggaran lebih dari satu tahun, misalnya data penilaian skor kinerja penyelenggaraan pemerintahan daerah anggaran 2010-2012, sehingga hasil penelitian lebih mengambarkan trend yang terjadi atas penialain skor kinerja penyelenggaraan pemerintahan daerah.


(52)

commit to user

52 DAFTAR PUSTAKA

Arifianti, H., Payamta, dan Sutaryo. 2013. Pengaruh pemeriksaan dan pengawasan keuangan daerah terhadap kinerja penyelenggaraan pemerintahan daerah (studi empiris pada pemerintah kabupaten/kota di Indonesia). Simposium Nasional AkuntansiXVI.

Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia. 2013. Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester I Tahun 2012.

_________. 2013. Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester II Tahun 2012.

Boritz, E., dan J. H. Lim. 2007. Control weaknesses, IT governance and firm performance. Paper. University of Waterloo.

Carr, J. B. dan R. S. Brower. 2000. Principled opportunism: evidence from the organizational middle. Public Administration Quarterly (Spring): 109-138 Dao, M. Q. dan Hadi S. E.1999.Tests of a competitive model of the size and growth

of government. Journal of Economic Studies 26 (3): 209-220.

Gerard, J. A. dan C. M. Webber. 2014. How agency theory informs a $30 million fraud. Journal of Finance, Accounting and Management 5(1): 16-47. Ghozali, I. 2013. Aplikasi Analisis Multivariate Dengan Program IBM SPSS 21.

Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro.

Keputusan Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia Nomor 5/K/I-XIII.2/8/2010 tentang Petunjuk Teknis Kodering Temuan Pemeriksaan Jensen, M. C., W. H. Meckling. 1976. Theory of the firm managerial behavior,

agency costs and ownership structur. Journal of Financial Economics 3 (4), 305-360.

Lesmana, S. I. 2010. Pengaruh karakteristik pemerintah daerah terhadap tingkat pengungkapa wajib di Indonesia. Tesis, Universitas Sebelas Maret. Liestiani, A. 2008. Pengungkapan laporan keuangan pemerintah daerah

kabupaten/kota di Indonesia untuk tahun anggaran 2006. Skripsi, Universitas Indonesia.

Marfiana, N. dan L. Kurniasih.2013. Pengaruh karakteristik pemerintah daerah dan hasil pemeriksaan audit bpk terhadap kinerja keuangan pemerintah daerah kabupaten/kota. Skripsi, Universitas Sebelas Maret.

Muraleetharan, P. 2011. Internal control and impact of financial performance of the organizations (special reference public and private organizations in jaffna district). Paper. University of Jaffna.

Mustikarini, W. A. dan D. Fitriasari. 2012. Pengaruh karakteristik pemerintah daerah dan temuan audit BPK terhadap kinerja pemerintah daerah


(1)

commit to user

Lampiran I. Tabulasi Data (lanjutan)

NAMA KABUPATEN/KOTA

AGE WEALTH BMOD SPI KEP KIN

KAB. LAMPUNG BARAT 21 0.033402975 25.88512459 11 20.011853 1.1300

KAB. LAMPUNG TENGAH 53 0.0668687 26.32618318 8 22.114217 2.7393

KAB. WAY KANAN 13 0.014565159 25.5666421 7 20.748739 2.4717

KOTA BANDAR LAMPUNG

53 0.204660378 26.40564214 14 22.668607 2.8049

KOTA METRO 13 0.087806303 25.03882293 2 19.252111 0.9733

KAB. BANGKA 53 0.076574899 25.76857624 7 19.130685 2.3581

KAB. BANGKA TENGAH 9 0.072202616 25.87722826 5 20.514050 2.3973

KAB. BINTAN 56 0.158426977 25.89333528 7 19.533229 3.0667

KAB. KARIMUN 13 0.250795232 25.40221213 10 18.852788 3.0428

KAB. NATUNA 13 0.030303802 26.41723115 13 21.179716 2.6060

KOTA BATAM 13 0.277295833 26.21408521 6 18.321634 2.7631

KOTA DEPOK 13 0.290358669 26.52189194 11 20.856940 3.1212

KAB. BANYUMAS 62 0.1333587 26.18264722 6 19.659606 2.8087

KAB. BOYOLALI 62 0.100851643 26.05964251 10 19.271558 2.9773

KAB. JEPARA 62 0.09898476 26.41766201 6 21.019370 3.2739

KAB. KEBUMEN 62 0.070764775 26.41094943 14 21.474611 3.0839

KAB. KUDUS 62 0.105479592 25.90585453 14 21.715302 2.7318

KAB. PURWOREJO 62 0.084132492 25.72791605 16 19.469017 2.9731

KAB. SEMARANG 62 0.1240693 26.30079174 10 18.880192 2.9938

KAB. TEMANGGUNG 62 0.081209583 25.8113566 17 19.440683 3.1489

KOTA SEMARANG 62 0.307701731 26.58648153 15 19.433408 3.295

KOTA SURAKARTA 62 0.18691503 25.94982022 13 18.048457 3.1805

KAB. BANTUL 62 0.1245525 25.66567049 18 16.806733 2.8177

KAB. SLEMAN 62 0.189384908 25.61012205 17 20.436517 3.2614

KOTA YOGYAKARTA 62 0.292233836 25.20441233 23 21.495862 3.0620

KAB. BANGKALAN 62 0.068254129 26.34511673 8 21.325936 3.2089

KAB. BANYUWANGI 62 0.082547454 26.5967399 9 19.292518 3.1452

KAB. BONDOWOSO 62 0.072523656 26.07322449 7 19.121598 3.0381

KAB. JEMBER 62 0.119195723 26.64415715 17 20.024000 2.6823

KAB. PONOROGO 62 0.085612204 25.98793368 10 19.609164 3.1455

KAB. TULUNGAGUNG 62 0.103950208 26.11487195 9 18.998754 3.0918

KOTA BLITAR 62 0.117264336 25.23372552 11 18.552411 3.0369

KOTA MALANG 62 0.169430426 26.31534337 7 20.984814 3.1045

KOTA MOJOKERTO 47 0.103572403 25.39420858 14 19.690441 3.1473


(2)

commit to user

Lampiran I. Tabulasi Data (lanjutan) NAMA

KABUPATEN/KOTA

AGE WEALTH BMOD SPI KEP KIN

KOTA SURABAYA 62 0.491900156 27.53969076 8 21.948431 3.0918

KAB. SERANG 62 0.170545937 26.3997614 10 22.335757 3.0763

KAB. TANGERANG 62 0.316319349 27.55886628 7 21.626459 2.8569

KOTA TANGERANG 19 0.288508093 26.78734478 2 22.104955 3.1533

KAB. BADUNG 54 0.714403056 27.16533726 3 21.234465 1.3153

KOTA DENPASAR 54 0.37078201 26.0518394 7 21.695691 2.6986

KAB. LOMBOK TENGAH 54 0.07488532 25.86956985 7 20.125047 1.8554

KAB. SUMBAWA 54 0.069921375 25.77591022 4 23.177761 1.9404

KAB. SEKADAU 9 0.035946841 25.4912281 2 20.597793 1.7023

KAB. SINTANG 53 0.054599017 25.83543909 5 20.844456 1.9354

KOTA PONTIANAK 53 0.193311415 26.4435314 12 21.794586 2.9307

KAB. GUNUNG MAS 10 0.038862581 25.88980405 8 22.221589 2.1533

KAB. SUKAMARA 10 0.03364635 25.94605855 12 20.091440 2.1907

KAB. KUTAI KARTANEGARA

53 0.044452813 28.22824499 26 23.222557 3.1468

KOTA TARAKAN 15 0.050825809 26.82288636 9 19.954058 2.9765

KOTA BITUNG 22 0.06918137 25.58436094 17 22.503344 1.8323

KAB. BANGGAI 13 0.059723272 25.82508929 2 21.885979 2.1494

KAB. BANGGAI KEPULAUAN

13 0.025017798 25.84191615 4 21.070155 1.8465

KAB. DONGGALA 60 0.054248478 25.74833622 1 20.294542 2.5948

KAB. MOROWALI 13 0.039660792 25.88095965 7 21.381102 1.5134

KAB. POSO 53 0.036328712 25.70632588 4 21.803178 1.6610

KAB. TOJO UNA-UNA 9 0.05018545 25.91355708 1 21.764309 1.9212

KOTA PALU 18 0.127638379 25.52544366 6 21.024562 2.0021

KAB. BULUKUMBA 53 0.03339791 25.33352671 10 20.004349 2.0671

KAB. GOWA 53 0.085444417 25.70761716 10 19.626202 3.2897

KAB. LUWU TIMUR 9 0.141672507 26.15675009 9 18.639495 3.1410

KAB. PANGKAJENE DAN KEPULAUAN

53 0.09775611 25.79854883 10 21.732879 2.1108

KAB. PINRANG 53 0.040056025 25.67704605 12 21.419822 1.9566

KAB. WAJO 53 0.061685264 26.09554621 14 21.697659 2.3260

KAB. GORONTALO 53 0.072198776 25.47856093 3 22.180485 2.9270


(3)

commit to user

Lampiran II. Hasil Statistik Deskriptif Descriptive Statistics

N Minimum Maximum Mean Std.

Deviation

KIN 92 1.148100 3.295000 2.56244348 .516756610

AGE 92 3.00 62.00 39.6413 22.93401

WEALTH 92 .014216 .491900 .10511989 .093515737

BMOD 92 24.575790 28.228245 25.9478400

4

.631786931

SPI 92 1.00 26.00 9.5326 4.86398

KEP 92 16.806733 25.626162 20.8851067

5

1.441968469 Valid N

(listwise)

92

Lampiran III. Hasil Uji Asumsi Klasik 1. Hasil uji normalitas

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test Unstandardiz

ed Residual

N 92

Normal Parametersa,b

Mean .0000000

Std. Deviation

.35037215

Most Extreme Differences

Absolute .100

Positive .054

Negative -.100

Kolmogorov-Smirnov Z .962

Asymp. Sig. (2-tailed) .314

a. Test distribution is Normal. b. Calculated from data.


(4)

commit to user

2. Hasil uji autokorelasi

Runs Test

Unstandardiz ed Residual

Test Valuea .07308

Cases < Test Value 46

Cases >= Test Value

46

Total Cases 92

Number of Runs 46

Z -.210

Asymp. Sig. (2-tailed)

.834 a. Median

3. Hasil uji heterokedastisitas

Coefficientsa

Model Unstandardized

Coefficients

Standardized Coefficients

t Sig.

B Std. Error Beta

1

(Constant) .654 .895 .731 .467

AGE .000 .001 -.034 -.288 .774

WEALTH -.120 .246 -.060 -.487 .627

BMOD -.015 .036 -.050 -.408 .684

SPI -.005 .004 -.118 -1.072 .287

KEP .004 .014 .034 .302 .763


(5)

commit to user

4. Hasil uji multikolinearitas

Coefficientsa

Model Unstandardized

Coefficients

Standardize d Coefficient

s

t Sig. Collinearity

Statistics

B Std.

Error

Beta Toleranc

e

VIF

1

(Constant) -.363 1.691 -.215 .830

AGE .008 .002 .357 4.447 .000 .828 1.207

WEALTH 1.495 .466 .270 3.210 .002 .753 1.328

BMOD .202 .069 .246 2.938 .004 .760 1.316

SPI .011 .008 .101 1.341 .183 .935 1.070

KEP -.138 .027 -.385 -5.041 .000 .916 1.092

a. Dependent Variable: KIN

Lampiran IV. Hasil Analisis Model Regresi

1. Hasil Koefisien Determinasi (Adjusted R2)

Model Summary Mode

l

R R Square Adjusted R

Square

Std. Error of the Estimate

1 .735a .540 .514 .360413495

a. Predictors: (Constant), KEP, AGE, SPI, BMOD, WEALTH

2. Hasil Uji Regresi Simultan (Signifikansi F)

ANOVAa

Model Sum of

Squares

df Mean

Square

F Sig.

1

Regression 13.129 5 2.626 20.215 .000b

Residual 11.171 86 .130

Total 24.300 91

a. Dependent Variable: KIN


(6)

commit to user

3. Hasil Uji Regresi Parsial (Signifikansi t) Coefficientsa

Model Unstandardized

Coefficients

Standardized Coefficients

t Sig.

B Std. Error Beta

1

(Constant) -.363 1.691 -.215 .830

AGE .008 .002 .357 4.447 .000

WEALTH 1.495 .466 .270 3.210 .002

BMOD .202 .069 .246 2.938 .004

SPI .011 .008 .101 1.341 .183

KEP -.138 .027 -.385 -5.041 .000