commit to user
34
BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN
4.1 Proses Pengambilan Sampel Proses pengambilan sampel menggunakan metode purposive sampling.
Penelitian ini menggunakan data Laporan Hasil Pemeriksaan LHP atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah LKPD kabupaten dan kota di Indonesia dengan
predikat opini wajar tanpa pengecualian WTP dan wajar tanpa pengecualian dengan paragraf penjelas WTP-DPP, daftar peringkat dan status kinerja
kabupaten dan kota tahun 2012 dalam Kepmendagri No. 120-251 tahun 2014, serta ikhtisar hasil pemeriksaan semester IHPS I dan II tahun 2013 BPK RI. Tabel VI.1
berikut ini adalah proses pengambilan sampel sesuai kriteria yang digunakan dalam penelitian ini.
Tabel IV.1 Proses pengambilan sampel
Kriteria Sampel Jumlah
KabupatenKota termasuk dalam daftar peringkat dan status kinerja penyelenggaraan pemerintahan daerah
secara nasional tahun 2012 LKPD kabupatenkota tahun 2012 yang tidak mendapat
predikat opini WTP dan WTPDPP. 464
364 Data temuan kelemahan sistem pengendalian intern
pemerintah daerah yang tidak bisa digunakan. 1
Data temuan kepatuhan terhadap peraturan perundang- undangan yang tidak bisa digunakan.
2 Jumlah observasi dalam penelitian.
Outliers 97
5 Jumlah sampel penelitian
92 Sumber: olah data berbagai sumber
commit to user
4.2 Statistik deskriptif Statistik deskriptif digunakan untuk mengetahui nilai rata-rata, nilai
maksimum, nilai minimum dan standar deviasi suatu variabel. Tabel IV.2 menggambarkan statistik deskriptif variabel dependen dan independen adalah
sebagai berikut. Tabel IV.2
Statistik Deskriptif Variabel
N Min
Max Mean
Std Deviasi
KIN 97
0,9733 3,2950
2,5125 0,5730
AGE 97
3,00 62,00 39,1753
22,8929 WEALTH
97 0,0142
0,7144 0,1095
0,1107 BMOD LN
97 24,5758 28,2282 25,9605
0,6367 SPI
97 1,00
26,00 9,2784
4,9218 KEP LN
97 16,8067 25,6262 20,8623
1,4190 Valid N listwise
97
Definisi variabel: Variabel dependen: KIN = skor kinerja penyelenggaraan pemerintahan daerah
Variabel independen: AGE = umur administratif pemda, WEALTH = tingkat kekayaan daerah, BMOD LN= logaritma natural belanja modal, SPI =
temuan kelemahan SPI, KEP LN= logaritma natural temuan kepatuhan terhadap undang-undang
Penjelasan statistik deskriptif masing-masing variabel dependen dan variabel independen sebagai berikut:
1. Variabel dependen Variabel dependen dalam penelitian ini adalah skor kinerja penyelenggaraan
pemerintahan daerah. Tabel IV.2 di atas menunjukkan nilai rata-rata skor kinerja penyelenggaraan pemerintahan daerah KIN sebesar 2,5125. Angka tersebut
menjelaskan bahwa dari jumlah observasi penelitian sebanyak 97 pemda
commit to user
kabupatenkota di Indonesia memiliki rata-rata status kinerja tinggi berada diantara skor 2,00 – 2,99. Simpangan baku standar deviasi 0,5730 menjelaskan bahwa
penyebaran data untuk variabel KIN berkisar dari 1,9395 hingga 3,0855. Nilai minimal pada skor kinerja penyelenggaraan pemerintahan daerah adalah 0,9733
yaitu pada skor kinerja Kota Metro. Nilai maksimal dari skor kinerja penyelenggaraan pemerintahan daerah dimiliki oleh Kota Semarang dengan meraih
status kinerja sangat tinggi dengan perolehan skor kinerja 3,2950. 2. Variabel independen
Variabel independen dalam penelitian ini adalah umur administratif pemda AGE, tingkat kekayaan daerah WEALTH, belanja modal BMOD, temuan
kelemahan SPI SPI, dan temuan kepatuhan terhadap undang-undang KEP. Penjelasan masing-masing variabel independen sebagai berikut.
1 Umur administratif pemda. Umur administratif pemda pada penelitian ini diukur dengan menggunakan
angka tahun yang dihitung dari tahun disahkannya undang-undang pembentukan daerah tersebut sebagai pemerintah kabupatenkota sampai dengan tahun 2012.
Hasil statistik deskriptif pada Tabel IV.2 menunjukan bahwa dari 97 kabupaten dan kota di Indonesia dalam observasi penelitian ini memiliki rata-rata umur
administratif 39 tahun. Nilai minimal menunjukan bahwa kabupatenkota termuda berumur 3 tahun, sedangkan nilai maksimal menunjukan bahwa kabupatenkota
tertua berumur 62 tahun.
commit to user
2 Tingkat kekayaan daerah. Variabel tingkat kekayaan diproksikan dengan nilai pendapatan asli daerah
PAD dibagi dengan total pendapatan pada neraca LKPD tahun anggaran 2012. Pada Tabel IV.2 diketahui nilai rata-rata tingkat kekayaan daerah kabupatenkota
dalam observasi penelitian ini adalah sebesar 0,1095 atau 10,95. Nilai maksimum tingkat kekayaan daerah sebesar 0,7144 atau 71,44 yaitu pada Kabupaten
Bandung. Dengan kata lain 71,44 dari total pendapatan Kabupaten Bandung di tahun 2012 merupakan pendapatan yang berasal dari hasil mengelola dan menuai
sumber daya yang dimiliki Kabupaten Bandung sendiri. Sedangkan nilai minimum tingkat kekayaan daerah dalam penelitian ini sebesar 0,0142 atau 1,42 yang
merupakan tingkat kekayaan yang dimiliki Kabupaten Bengkulu Tengah. 3 Belanja modal.
Variabel independen belanja modal diukur dengan logaritma natural dari nilai rupiah realisasi belanja modal yang ada pada laporan realisasi anggaran tahun 2012.
Tabel IV.2 menunjukan bahwa nilai rata-rata belanja modal dalam penelitian ini adalah sebesar 25,943 atau Rp234.391.298.828,88. Nilai minimal belanja modal
24,5758 merupakan angka belanja modal Kota Padangpanjang dengan nilai belanja modal Rp 47.111.849.228,00. Nilai belanja modal terbesar ditunjukkan pada nilai
maksimal yaitu 28,2282 yang merupakan belanja modal Kabupaten Kutai Kertanegara dengan nilai belanja modal mencapai Rp1.817.067.377.318,00.
4 Temuan kelemahan SPI. Variabel temuan kelemahan SPI diukur dengan jumlah kasus temuan
kelemahan sistem pengendalian intern. Tabel IV.2 menunjukkan nilai rata-rata
commit to user
9,2784 denga standar deviasi 4,9218 yang menjelaskan bahwa penyebaran data untuk variabel SPI berkisar dari 4,3566 hingga 14,2002. Nilai minimal jumlah
temuan kelemahan SPI adalah 1 dan nilai maksimal adalah 57. 5 Temuan kepatuhan terhadap undang-undang.
Variabel independen temuan kepatuhan terhadap undang-undang diukur dengan logaritma natural dari total nilai temuan kepatuhan terhadap undang-
undang. Tabel IV.2 menunjukan rata-rata nilai temuan kepatuhan adalah 20,8623 atau Rp3.692.451.340,21. Nilai minimal temuan kepatuhan terhadap undang-
undang adalah 16,8067 atau Rp19.910.000,00 yang merupakan temuan kepatuhan terhadap undang-undang pada Kabupaten Bantul. Nilai maksimal 25,6262 atau
Rp134.679.310.000,00 merupakan nilai temuan kepatuhan terhadap undang- undang pada Kota Medan.
4.3 Uji Asumsi Klasik Suatu model regresi yang baik harus memenuhi asumsi klasik. Uji asumsi
klasik bertujuan untuk memastikan validitas hasil penelitian, dengan data yang digunakan secara teori tidak bias, konsisten, dan penaksiran koefisien regresinya
efisien Ghozali, 2013. Secara toeritis model regresi akan menghasilkan nilai parameter model penduga yang bila dipenuhi asumsi klasik regresi, yaitu uji
normalitas, asumsi multikolonieritas, heterokedastis, dan autokorelasi. Hasil uji asumsi klasik dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Uji Heterokedastis. Digunakan untuk mendeteksi adanya homokedastisitas atau memiliki varian
yang sama. Penelitian ini menggunakan pengujian dengan metode statistik yang
commit to user
disebut uji Glejser yang dilakukan dengan meregresikan nilai absolute residual terhadap variabel independen. Apabila nilai signifikansi 0,05, maka model
tersebut bebas dari heteroskedastisitas. Namun, jika nilai signifikansi 0,05, maka terdapat heterokedastis. Tabel IV.3 menampilkan hasil pengujian heterokedastis
dengan uji Glejser. Berdasarkan Tabel IV.3 diketahui bahwa salah satu variabel dalam model regresi penelitian ini, yaitu variabel WEALTH, belum terbebas dari
heterokedastis. Terjadi ketidaksamaan variansi dari residual variabel WEALTH dengan nilai variansi residual variabel yang lain. Hal ini dikarenakan nilai Sig. pada
variabel WEALTH bernilai lebih kecil dari 5 yaitu sebesar 0,017. Tabel IV.3
Hasil Pengujian Heterokedastisitas Dengan Data Outlier Model
Sig. Constant
AGE WEALTH
BMOD SPI
KEP 0,033
0,130 0,017
0,098 0,105
0,857
Definisi variabel: Variabel dependen: KIN = skor kinerja penyelenggaraan
pemerintahan daerah Variabel independen: AGE = umur administratif pemda,
WEALTH = tingkat kekayaan daerah, BMOD = belanja modal, SPI = temuan kelemahan SPI, KEP = temuan kepatuhan
terhadap undang-undang
Untuk memperoleh data yang bebas dari heterokedastis, maka perlu mengeluarkan data yang bernilai ekstrem outlier dari data sampel penelitian.
Melalui casewise diagnostics diketahui bahwa dari 97 data yang digunakan sebagai
commit to user
sampel penelitian terdapat 5 data ekstrem yang dikeluarkan sehingga diperoleh data penelitian yang berdistribusi normal sejumlah 92 data.
Selanjutnya setelah menghilangkan data outlier maka dilakukan kembali uji heterokedastis dengan menggunakan uji Glejser. Hasil uji Glejser setelah dilakukan
proses penghapusan data outlier dapat dilihat pada Tabel IV.4 berikut ini. Tabel IV.4
Hasil Pengujian Heterokedastisitas Tanpa Data Outlier Model
Sig. Constant
AGE WEALTH
BMOD SPI
KEP 0,467
0,774 0,627
0,684 0,287
0,763
Definisi variabel: Variabel dependen: KIN = skor kinerja penyelenggaraan
pemerintahan daerah Variabel independen: AGE = umur administratif pemda,
WEALTH = tingkat kekayaan daerah, BMOD = belanja modal, SPI = temuan kelemahan SPI, KEP = temuan
kepatuhan terhadap undang-undang
Hasil pengujian heterokedastisitas pada Tabel IV.4 memberikan keterangan bahwa model regresi dalam penelitian ini terbebas dari heterokedastis, ditandai
dengan nilai sig. masing-masing variabel 5. 2. Uji normalitas.
Dalam penelitian ini uji normalitas data menggunakan metode statistik yaitu uji Kolomogrov-Smirnov. Dari Tabel IV.5 nilai Kolmogorov-Smirnov adalah 0,962
dengan nilai signifikansi sebesar 0,314, lebih besar dari tingkat signifikansi α = 5.
Dengan kata lain data residual terdistribusi secara normal sebab nilai Kolomogorov-
commit to user
Smirnov tidak signifikan. Hasil pengujian Kolomogrov-Smirnov ditampilkan pada Tabel IV.5 sebagai berikut.
Tabel IV.5 Hasil Pengujian Normalitas
Kolmogorov-Smirnov Test Unstandardized
Residual N
92 Normal Parameters
a,b
Mean 0,0000000
Std. Deviation
0,35037215 Most Extreme
Differences Absolute
0,100 Positive
0,054 Negative
-0,100 Kolmogorov-Smirnov Z
0,962 Asymp. Sig. 2-tailed
0,314 3. Uji autokorelasi.
Uji autokorelasi bertujuan untuk menguji apakah dalam suatu model regresi linier terdapat korelasi antar kesalahan penganggu residual pada periode t dengan
kesalahan pada periode t-1. Autokorelasi muncul karena observasi yang berurutan sepanjang waktu berkaitan satu sama lain. Model regresi yang baik adalah regresi
yang bebas dari autokorelasi. Langkah untuk mendeteksi ada atau tidaknya autokorelasi dilakukan dengan menggunakan Runs test. Jika Asymp. Sig. 2-tailed
0,05 maka data residual tidak random atau terjadi autokorelasi antar nilai residual. Namun, jika Asymp. Sig. 2-tailed 0,05 maka data residual bebas dari
autokorelasi. Hasil pengujian autokorelasi dalam model penelitian ini terdapat pada Tabel
IV.6. Tabel IV.6 menampilkan hasil ouput runs test yang menunjukkan bahwa nilai test adalah 0,07308 dengan nilai asymp sig. sebesar 0,834. Nilai asymp sig. pada
commit to user
output runs test 5, maka data pada penelitian ini tidak mengalamimengandung autokorelasi.
Tabel IV.6 Hasil Pengujian Autokorelasi
Runs Test Unstandardized
Residual Test Value
a
0,07308 Cases Test Value
46 Cases = Test Value
46 Total Cases
92 Number of Runs
46 Z
0,210 Asymp. Sig. 2-tailed
0,834 4. Uji multikolinearitas
Uji Multikolinearitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi ditemukan adanya korelasi yang tinggi atau sempurna antar variabel independen.
Jika antar variabel independen terjadi multikolinearitas sempurna, maka koefisien regresi variabel independen tidak dapat ditentukan dan nilai standard error menjadi
tak terhingga. Untuk mendeteksi ada atau tidak nya masalah multikolinearitas dalam variabel independen dapat dilihat pada nilai Tolerance dan VIF pada tabel
coeficients . Jika nilai Tolerance di atas 0,10 dan nilai VIF di bawah 10 maka dapat
disimpulkan tidak terdapat permasalahan multikolinearitas dalam variabel independen.
Hasil pengujian multikolinearitas dalam model penelitian ini terdapat pada Tabel IV.7. Dalam Tabel IV.7 nilai tolerance masing-masing variabel independen
lebih dari 0,10 dan nilai VIF masing-masing variabel tidak ada yang diatas 10. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa antar variabel independen dalam model
penelitian ini tidak ada permasalahan multikolinearitas. Nilai tolerance dan VIF
commit to user
masing masing variabel independen dapat dilihat secara lebih rinci pada Tabel IV.7 berikut ini.
Tabel IV.7 Hasil Pengujian Multikolinearitas
Variabel Tolerance
VIF Constant
AGE 0,828
1,207 WEALTH
0,753 1,328
BMOD 0,760
1,316 SPI
0,935 1,070
KEP 0,916
1,092
Definisi variabel: KIN = skor kinerja penyelenggaraan pemerintahan daerah, AGE = umur
administratif pemda, WEALTH = tingkat kekayaan daerah, BMOD = belanja modal, SPI = temuan kelemahan SPI, KEP = temuan kepatuhan
terhadap undang-undang
4.4 Pengujian Hipotesis Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memperoleh bukti empiris
terkait pengaruh umur administratif pemda AGE, tingkat kekayaan daerah WEALTH, belanja modal BMOD, temuan kelemahan SPI SPI, dan temuan
kepatuhan terhadap undang-undang KEP terhadap skor kinerja penyelenggaraan pemerintahan daerah KIN. Untuk mencapai tujuan penelitian tersebut maka dalam
melakukan analisis data penelitian menggunakan model regresi berganda. Analisis regresi berganda dilakukan untuk mengetahui pengaruh variabel independen
terhadap variabel dependen. Ketepatan fungsi regresi sampel dalam menaksir nilai aktual dapat diukur dari goodness of fit-nya.
Goodness of fit dapat diukur dari nilai koefisien determinasi R
2
, nilai statistik F, dan nilai statistik t. Perhitungan statistik menunjukan hasil yang
signifikan apabila nilai uji statistiknya berada dalam daerah dimana H ditolak.
commit to user
Berlaku sebaliknya, perhitungan statistik menunjukan hasil tidak signifikan ketika nilai uji statistiknya berada dalam daerah dimana H
diterima Ghozali, 2013. Hasil uji model regresi pada peleitian ini dapat dilihat pada Tabel IV.8 berikut.
Tabel IV.8 Hasil Pengujian Model Regresi Linier Berganda
KIN = ß0 + ß1AGE + ß2WEALTH + ß3BMOD + ß4SPI + ß5KEP + Ɛ
Variable Predicted Sign
ß Sig.
Constant AGE
WEALTH BMOD
SPI KEP
+ +
+
- -
-0,363 0,008
1,495 0,202
0,011
-0,138 0,830
0,000 0,002
0,004
0,183 0,000
N R
R
2
Adjusted R
2
F Sig.
92 0,735
0,540 0,514
20,215 0,000
signifikan pada α = 5
Definisi variabel: Variabel dependen: KIN = skor kinerja penyelenggaraan pemerintahan daerah
Variabel independen: AGE = umur administratif pemda, WEALTH = tingkat kekayaan daerah, BMOD = belanja modal, SPI = temuan kelemahan SPI, KEP = temuan
kepatuhan terhadap undang-undang
Penjelasan nilai koefisien determinasi R
2
, nilai statistik F, dan nilai statistik t pada Tabel IV.8 di atas adalah sebagai berikut.
1. Uji koefisien determinasi adjusted R
2
. Dari Tabel IV.8 diatas diketahui nilai R
2
sebesar 54 dan Adjusted R
2
51,4. Hal ini berarti sebesar 51,4 dari variasi variabel dependen skor kinerja
penyelenggaraan pemerintahan daerah dapat dijelaskan oleh variasi dari lima variabel independen yaitu umur administratif pemda, tingkat kekayaan daerah,
belanja modal, temuan kelemahan SPI, dan temuan kepatuhan terhadap undang- undang. Sedangkan sisanya sebesar 49,6 dijelaskan oleh sebab-sebab yang lain
commit to user
diluar model penelitian ini. Hasil tersebut menunjukan bahwa masih banyak faktor- faktor lain yang mempengaruhi skor kinerja penyelenggaraan pemerintahan daerah
yang tidak dimasukkan dalam model penelitian ini. 2. Uji signifikansi simultan uji statistik F.
Tabel IV.8 menunjukan nilai F hitung sebesar 20,215 dengan nilai probabilitas atau sig. sebesar 0,000. Nilai sig. sebesar 0,000 jauh lebih kecil
dibandingkan dengan nilai α = 0,05. Angka tersebut menjelaskan bahwa variabel independen umur administratif pemda, tingkat kekayaan daerah , belanja modal,
temuan kelemahan SPI, dan temuan kepatuhan terhadap undang-undang secara simultan berpengaruh terhadap variabel dependen skor kinerja penyelenggaraan
pemerintahan daerah. 3. Uji signifikansi parsial uji statistik t.
Tabel IV.8 menunjukan bahwa dengan tingkat signifikansi α = 0,05, maka
variabel independen umur administratif pemda, tingkat kekayaan daerah, dan belanja modal berpengaruh positif terhadap variabel dependen skor kinerja
penyelenggaraan pemerintahan daerah dengan nilai signifikansi secara berurutan adalah 0,000; 0,002; dan 0,004. Temuan kepatuhan terhadap undang-undang
berpengaruh negatif dengan nilai signifikansi sebesar 0,000. Sedangkan variabel independen SPI mempunyai nilai
signifikansi diatas α = 0,05 sehingga tidak berpengaruh terhadap variabel dependen.
Hasil pengujian hipotesis denagn regresi linier berganda tersebut menggambarkan hubungan antara variabel independen umur administratif pemda,
tingkat kekayaan daerah, belanja modal, temuan kelemahan SPI, dan temuan kepatuhan
terhadap undang-undang
terhadap dependen
skor kinerja
commit to user
penyelenggaraan pemerintahan daerah. Perumusan secara matematis hubungan variabel-variabel tersebut sesuai dengan hasil analisis statistik regresi berganda
adalah sebagai berikut. KIN
= -0,363 + 0,008AGE + 1,495WEALTH + 0,202BMOD + 0,011SPI - 0,138KEP +
Ɛ Keterangan:
KIN : Skor kinerja penyelenggaraan pemerintahan daerah
STAT : status pemda
WEALTH : tingkat kekayaan daerah
BMOD : belanja modal
SPI : temuan SPI
KEP : temuan kepatuhan
ß1, ß2, ß3, ß4, ß5 : koefisien variabel independen
Ɛ : errors
4.5 Pembahasan Hasil pengujian regresi pada Tabel IV.8 menunjukan bahwa umur
administratif pemda berpengaruh positif terhadap skor kinerja penyelenggaraan pemerintahan daerah, sehingga hipotesis H
1
diterima. Hal ini menjelaskan bahwa semakin lama suatu pemda berdiri maka semakin baik kinerjanya.
Berdasarkan hasil pengujian regresi pada Tabel IV.8 diketahui bahwa variabel independen tingkat kekayaan daerah berpengaruh positif terhadap skor kinerja
penyelenggaraan pemerintahan daerah dengan nilai signifikansi 0,002 sehingga hipotesis H
2
diterima. Hal ini menegaskan bahwa semakin tinggi tingkat kekayaan daerah maka semakin baik juga kinerja penyelenggaraan pemerintahan daerah
commit to user
tersebut. Tingkat kekayaan daerah yang diproksikan sebagai nilai PAD terhadap total pendapatan membuktikan bahwa semakin besar jumlah pendapatan yang
diperoleh dari hasil pengelolaan kekayaan yang dimiliki oleh daerah tersebut maka semakin baik kinerjanya.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Mustikarini dan Fitriasari 2012 serta Sudarsana 2013 yang menyimpulkan bahwa tingkat kekayaan daerah yang
diproksikan dengan nilai PAD terhadap total pendapatan pemda berpengaruh positif signifikan terhadap skor kinerja pemda kabupatenkota.
Variabel temuan belanja modal berpengaruh positif terhadap skor kinerja penyelenggaraan pemerintahan daerah, sehingga hipotesis H
3
diterima. Hal ini menjelaskan bahwa semakin besar jumlah belanja modal yang direalisasikan dalam
satu tahun anggaran maka semakin besar skor kinerja penyelenggaraan pemerintahan daerah yang menandakan bahwa status kinerja penyelenggaraan
pemerintahan daerah semakin tinggi. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Onakoya dan Somoye 2013 yang menunjukkan bahwa belanja modal publik
secara tidak langsung meningkatkan pertumbuhan ekonomi dengan mendorong investasi sektor swasta untuk memfasilitasi peran pemerintah dalam penyediaan
barang publik di Nigeria Variabel temuan kelemahan SPI terhadap skor kinerja penyelenggaraan
pemerintahan daerah tidak berpengaruh terhadap skor kinerja penyelenggaraan pemerintahan daerah, sehingga hipotesis H
4
belum dapat diterima. Temuan ini belum sejalan dengan hasil penelitian Arifianti dkk. 2013 yang menemukan
bahwa kelemahan sistem pengendalian intern pemerintah daerah berpengaruh
commit to user
negatif terhadap kinerja penyelenggaraan pemerintahan daerah serta penelitian Ramandei 2009 dan Muraleetharan 2011 yang menyatakan bahwa dengan
adanya sistem pengendalian intern yang efektif, maka kinerja yang dihasilkan akan semakin tinggi. Namun demikian, hal ini mungkin menjadi temuan lebih lanjut atas
penelitian Sari 2013 yang menemukan bahwa secara parsial variabel sistem pengendalian intern pemerintah dan penerapan standar akuntansi pemerintahan
memiliki pengaruh yang sangat lemah terhadap penerapan prinsip-prinsip tata kelola pemerintahan yang baik. Selain itu pemerintah lebih cenderung
memperhatiakan capaian opini LKPD. Suatu daerah yang mendapat predikat WTP berarti daerah tersebut dinilai telah mencerminkan sebuah daerah dengan
penyelenggaraan pemerintahan yang baik dan akuntabel, maka daerah dengan predikat WTP akan mendapat banyak keuntungan diantaranya adalah pemerintah
daerah tersebut akan mendapat kepecayaan dan dukungan masyarakat serta para pelaku usahainvestor, mendapat dana insentif sebagai bentuk reward dari
pemerintah pusat, dan mendapat kepecayaan lebih dari pemerintah pusat dalam memberikan sejumlah anggaran pembangunan. Melihat dari sudut pandang capaian
kinerja pemerintahan daerah dalam meraih opini tersebut maka jumlah temuan kelemahan SPI hasil pemeriksaan BPK menjadi tidak berpengaruh terhadap
penilaian kinerja penyelenggaraan pemerintahan daerah. Variabel temuan kepatuhan terhadap undang-undang berpengaruh negatif
terhadap skor kinerja penyelenggaraan pemerintahan daerah, sesuai dengan hipotesis bahwa ketidakpatuhan pemda terhadap ketentuan perundang-undangan
berpengaruh negatif terhadap kinerja penyelenggaraan pemerintahan daerah
commit to user
sehingga hipotesis H
5
diterima. Hal ini menjelaskan bahwa semakin besar nilai temuan kepatuhan terhadap undang-undang maka semakin kecil skor kinerja
penyelenggaraan pemerintahan daerah yang menandakan bahwa status kinerja penyelenggaraan pemerintahan daerah semakin rendah. Hasil penelitian ini sejalan
dengan penelitian Zirman dan Rozi 2010, Mustikarini dan Fitriasari 2012, serta Arifianti dkk. 2013 yang menyimpulkan bahwa semakin besar jumlah temuan
audit oleh BPK pada suatu laporan keuangan pemerintah daerah maka menunjukkan semakin rendahnya kinerja penyelenggaraan pemerintahan daerah
tersebut.
commit to user
50
BAB V PENUTUP