Implementasi Kebijakan Pendidikan Kebijakan Pendidikan Berbasis Keunggulan Lokal 1.

22 yang tidak cukup memadai, mencukupi, ataupun tidak kompeten dalam bidangnya. Penambahan jumlah staf dan implementor saja tidak cukup menyelesaikan persoalan implementasi kebijakan, tetapi diperlukan sebuah kecukupan staf dengan keahlian dan kemampuan yang diperlukan kompeten dan kapabel dalam mengimplementasikan kebijakan. b Informasi. Dalam implementasi kebijakan, informasi mempunyai dua bentuk yaitu: pertama, informasi yang berhubungan dengan cara melaksanakan kebijakan. Kedua, informasi mengenai data kepatuhan dari para pelaksana terhadap peraturan dan regulasi pemerintah yang telah ditetapkan. c Wewenang. Pada umumnya kewenangan harus bersifat formal agar perintah dapat dilaksanakan secara efektif. Kewenangan merupakan otoritas atau legitimasi bagi para pelaksana dalam melaksanakan kebijakan yang ditetapkan secara politik. Ketika wewenang tidak ada, maka kekuatan para implementor di mata publik tidak dilegitimasi, sehingga dapat menggagalkan implementasi kebijakan publik. Akan tetapi dalam konteks yang lain, ketika wewenang formal tersedia, maka sering terjadi kesalahan dalam melihat efektivitas kewenangan. Di satu pihak, 23 efektivitas kewenangan diperlukan dalam implementasi kebijakan, tetapi di sisi lain, efektivitas akan menyurut manakala wewenang diselewengkan oleh para pelaksana demi kepentingannya sendiri atau kelompoknya. d Fasilitas. Fasilitas fisik merupakan faktor penting dalam implementasi kebijakan. Implementor mungkin mempunyai staf yang mencukupi, kapabel dan kompeten, tetapi tanpa adanya fasilitas pendukung sarana dan prasarana maka implementasi kebijakan tersebut tidak akan berhasil Agustino, 2006 : 158-159. 3 Disposisi Van Metter dan Van Horn dalam bukunya Agustinus mengatakan sikap penerimaan atau penolakan dari agen pelaksana kebijakan sangat mempengaruhi keberhasilan atau kegagalan implementasi kebijakan publik. Hal ini sangat mungkin terjadi karena kebijakan yang dilaksanakan bukanlah hasil formulasi warga setempat yang mengenal betul permasalahan dan persoalan yang mereka rasakan. Akan tetapi kebijakan publik biasanya bersifat top down yang sangat mungkin para pengambil keputusan tidak mengetahui bahkan tak mampu menyentuh kebutuhan, keinginan atau permasalahan yang harus diselesaikan Agustino, 2006 : 162. 24 Faktor-faktor yang menjadi perhatian Edward III mengenai disposisi dalam implementasi kebijakan terdiri dari: Pertama, pengangkatan birokrasi. Disposisi atau sikap pelaksana akan menimbulkan hambatan-hambatan yang nyata terhadap implementasi kebijakan bila personil yang ada tidak melaksanakan kebijakan yang diinginkan oleh pejabat-pejabat yang lebih atas. Oleh karena itu, pengangkatan dan pemilihan personil pelaksana kebijakan haruslah orang-orang yang memiliki dedikasi pada kebijakan yang telah ditetapkan, lebih khusus lagi pada kepentingan warga masyarakat. Kedua, Insentif merupakan salah satu teknik yang disarankan untuk mengatasi masalah sikap para pelaksana kebijakan dengan memanipulasi insentif. Pada dasarnya orang bergerak berdasarkan kepentingan dirinya sendiri, maka memanipulasi insentif oleh para pembuat kebijakan mempengaruhi tindakan para pelaksana kebijakan. Dengan cara menambah keuntungan atau biaya tertentu mungkin akan menjadi faktor pendorong yang membuat para pelaksana menjalankan perintah dengan baik. Hal ini dilakukan sebagai upaya memenuhi kepentingan pribadi atau organisasi Agustinus, 2006 : 159-160. 4 Stuktur Organisasi Birokrasi merupakan salah satu institusi yang paling sering bahkan secara keseluruhan menjadi pelaksana kegiatan. 25 Keberadaan birokrasi tidak hanya dalam struktur pemerintah, tetapi juga ada dalam organisasi-organisasi swasta, institusi pendidikan dan sebagainya. Bahkan dalam kasus-kasus tertentu birokrasi diciptakan hanya untuk menjalankan suatu kebijakan tertentu. Ripley dan Franklin dalam bukunya Winarno mengatakan mengidentifikasi enam karakteristik birokrasi sebagai hasil pengamatan terhadap birokrasi di Amerika Serikat, yaitu: 1 Birokrasi diciptakan sebagai instrumen dalam menangani keperluan-keperluan publik public affair; 2 Birokrasi merupakan institusi yang dominan dalam implementasi kebijakan publik yang mempunyai kepentingan yang berbeda-beda dalam setiap hierarkinya; 3 Birokrasi mempunyai sejumlah tujuan yang berbeda; 4 Fungsi birokrasi berada dalam lingkungan yang kompleks dan luas; 5 Birokrasi mempunyai naluri bertahan hidup yang tinggi dengan begitu jarang ditemukan birokrasi yang mati; 6 Birokrasi bukan kekuatan yang netral dan tidak dalam kendali penuh dari pihak luar Winarno, 2005 : 149-160.

4. Faktor Penentu Keberhasilan Kebijakan

Tolok ukur suatu kebijakan adalah pada tahap implementasi. Implementasi kebijakan lebih bersifat kegiatan praktis, termasuk didalamnya mengeksekusi dan mengarahkan. Dengan demikian, implementasi kebijakan dapat disebut sebagai rangkaian kegiatan 26 tindak lanjut setelah sebuah kebijakan diterapkan, baik yang terdiri atas pengambilan keputusan, langkah-langkah maupun operasional yang ditempuh guna mewujudkan suatu program atau kebijakan menjadi kenyataan, guna mencapai sasaran dari kebijakan yang telah diterapkan tersebut. Tingkat keberhasilan proses ini akan dipengaruhi berbagai unsur yang bersifat mendukung atau menghambat serta lingkungan baik fisik maupun sosial budaya. Implementasi kebijakan baru akan terlihat setelah kebijakan tersebut dilaksanakan. Hal ini menunjukkan bahwa proses pelaksanaan kebijakan merupakan salah satu tahap penting dalam menentukan proses perumusan kebijakan selanjutnya sebab berhasil atau tidaknya suatu kebijakan dalam mencapai tujuannya ditentukan dalam pelaksanaannya. Berhasil atau tidaknya suatu kebijakan akan ditentukan oleh banyak faktor. Wahab dalam Bahtiar, 2011 : 42 mengemukakan faktor- faktor yang menyebabkan berhasil tidaknya suatu kebijakan antara lain: 1 Kompleksitas kebijakan yang telah dirumuskan. 2 Kejelasan rumusan masalah dan alternatif pemecahan masalah. 3 Sumber-sumber potensial yang mendukung. 4 Keahlian pelaksanaan kebijakan. 5 Dukungan dari khalayak sasaran. 6 Efektivitas dan efisiensi birokrasi. 27 Dari penjelasan tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa terdapat beberapa faktor yang menentukan keberhasilan suatu kebijakan. Keberhasilan atau kegagalan dari implementasi kebijakan dapat dievaluasi kemampuan kebijakan tersebut yang secara nyata dalam mengoperasikan program-program yang telah dirancang sebelumnya. Sebaliknya proses implementasi kebijakan perlu dievaluasi dengan cara mengukur dan membandingkan antara hasil akhir program-program yang dilaksanakan dengan tujuan-tujuan kebijakan.

5. Pengertian dan karakteristik Pendidikan Berbasis Keunggulan

Lokal Keunggulan lokal adalah segala sesuatu yang menjadi ciri khas kedaerahan yang mencakup aspek ekonomi, budaya, teknologi informasi, komunikasi, ekologi dan sebagainya yang menjadi keunggulan suatu daerah Asmani, 2012: 29. Keunggulan lokal adalah potensi suatu daerah untuk menjadi produk atau jasa yang benilai dan dapat menambah penghasilan daerah dan bersifat unik serta memiliki keunggulan kompetitif Ahmadi, Amri dan Elisah, 2012. Keunggulan lokal adalah segala sesuatu yang merupakan ciri khas kedaerahan yang mencakup aspek ekonomi, budaya, teknologi informasi dan komunikasi, ekologi, dan lain-lain. Sumber lain mengatakan bahwa keunggulan lokal adalah hasil bumi, kreasi seni, tradisi, budaya, pelayanan, jasa, sumber daya 28 alam, sumber daya manusia atau lainnya yang menjadi keunggulan suatu daerah Dedidwitagama,2007. Dari kedua pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa Keunggulan Lokal adalah suatu proses dan realisasi peningkatan nilai dari suatu potensi daerah sehingga menjadi produkjasa atau karya lain yang bernilai tinggi, bersifat unik dan memiliki keunggulan komparatif. Keunggulan lokal harus dikembangkan dari potensi masing-masing daerah. konsep pengembangan potensi lokal meliputi potensi sumber daya alam, potensi sumber daya manusia, geografis, budaya, dan historis. 1 Potensi Sumber Daya Alam Sumber daya alam SDA adalah potensi yang terkandung dalam bumi, air, dan dirgantara yang dapat didayagunakan untuk berbagai kepentingan hidup. Contoh bidang pertanian: padi, jagung, buah-buahan, sayur-sayuran, dan lain-lain; bidang perkebunan: karet, tebu, tembakau, sawit, coklat, dan lain-lain; bidang peternakan: unggas, kambing, sapi, dan lain-lain; bidang perikanan: ikan laut, ikan air tawar, rumput laut, tambak, dan lain-lain. Agropolitan merupakan pendekatan pembangunan bottom-up untuk mencapai kesejahteraan dan pemerataan pendapatan yang lebih cepat, pada suatu wilayah atau daerah tertentu, dibanding strategi pusat pertumbuhan growth pole. 29 2 Potensi Sumber Daya Manusia Sumber daya manusia SDM didefinisikan sebagai manusia dengan segenap potensi yang dimilikinya yang dapat dimanfaatkan dan dikembangkan untuk menjadi makhluk sosial yang adaptif dan transformatif dan mampu mendayagunakan potensi alam di sekitarnya secara seimbang dan berkesinambungan Wikipedia, 2006. Pengertian adaptif artinya mampu menyesuaikan diri terhadap tantangan alam, perubahan IPTEK dan perubahan sosial budaya. Bangsa Jepang, karena biasa diguncang gempa merupakan bangsa yang unggul dalam menghadapi gempa, sehingga cara hidup, sistem arsitektur yang dipilihnya sudah diadaptasikan bagi risiko menghadapi gempa. SDM merupakan penentu semua potensi keunggulan lokal. SDM sebagai sumber daya, bisa bermakna positif dan negatif, tergantung kepada paradigma, kultur, dan etos kerja. Dengan kata lain tidak ada realisasi dan implementasi konsep keunggulan lokal tanpa melibatkan dan memposisikan manusia dalam proses pencapaian keunggulan. SDM dapat mempengaruhi kualitas dan kuantitas SDA, mencirikan identitas budaya, mewarnai sebaran geografis, dan dapat berpengaruh secara timbal balik kepada kondisi geologi, hidrologi dan klimatologi setempat akibat pilihan aktivitasnya, serta memiliki latar sejarah tertentu yang khas. Pada masa awal peradaban, saat