INTERSEPSI ALIRAN BATANG DAN LOLOSAN TAJUK PADA BERBAGAI JENIS POHON DI UNIVERSITAS LAMPUNG

(1)

INTERSEPSI ALIRAN BATANG DAN LOLOSAN TAJUK

PADA BERBAGAI JENIS POHON

DI UNIVERSITAS LAMPUNG

(Skripsi)

Oleh

A. Febriansyah Irmas

FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2010


(2)

(3)

INTERCEPTION, STEAM FLOW, AND THROUGH FALL IN VARIOUS OF TREES ON UNIVERSITY OF LAMPUNG

By

A. Febriansyah Irmas, Slamet Budi Yuwono, Rommy Qurniati Department of Forestry, Faculty of Agriculture, Lampung University

ABSTRACT

Excessive surface runoff, can caused floods and soil erosion. Vegetation canopy can reduce surface runoff with intercept the precipitations. This study aims to determine the amount of interception, by measuring the amount of steam flow and through fall. Thus, it will obtain information on appropriate tree species used for reforestation or afforestation.

This research was conducted at the University of Lampung on May-June 2010, by using Randomized Complete Block Design, which consists of 3 treatment (Acacia auriculiformis, Hevea brasiliensis, and Filicium decipiens). Each treatment was repeated 9 times, in order to obtain 27 units of the experiment. Rain observation periods conducted during the 5 days of rain.

Data were analyzed with analysis of variance and further using BNT test. The results obtained for the effect of treatments on the interception, steam flow, and through fall indicates that there are real differences in the level 5%. The biggest interception values found on Filicium decipiens 9.87 mm (37.21%), then Acacia auriculiformis and Hevea brasiliensis, amounting to 7.63 mm (28.76%) and 6.39 mm (24.08%). The biggest steam flow values found on Hevea brasiliensis 0.03 mm (0.113%), then Acacia auriculiformis and Filicium decipiens, amounting to 0.010 mm (0.039%) and 0.005 mm (0.018%). While the biggest through fall values found on Acacia auriculiformis 20.13 mm (75.88%), then Hevea brasiliensis and Filicium decipiens, amounting to 18.87 mm (71.12%) and 16.65 mm (62.77%).


(4)

INTERSEPSI ALIRAN BATANG DAN LOLOSAN TAJUK PADA BERBAGAI JENIS POHON DI UNIVERSITAS LAMPUNG

Oleh

A. Febriansyah Irmas, Slamet Budi Yuwono, Rommy Qurniati Jurusan Kehutanan, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung

ABSTRAK

Aliran permukaan (surface runoff) yang berlebihan, dapat menyebabkan terjadinya banjir dan erosi tanah. Adanya tajuk vegetasi yang mampu mengintersepsi air hujan, setidaknya dapat mengurangi aliran permukaan. Penelitian bertujuan untuk mengetahui besarnya intersepsi, dengan cara pengukuran aliran batang dan lolosan tajuk. Hasil penelitian memberikan informasi mengenai jenis pohon yang sesuai digunakan untuk kegiatan reboisasi atau penghijauan.

Penelitian dilakukan di Arboretum Universitas Lampung pada bulan Mei-Juni 2010, dengan menggunakan metode Rancangan Kelompok Teracak Lengkap, yang terdiri dari 3 perlakuan (pohon akasia, karet, dan kerai payung). Masing-masing perlakuan diulang sebanyak 9 kali, sehingga diperoleh 27 satuan percobaan. Periode pengamatan hujan dilakukan selama 5 hari hujan.

Data dianalisis dengan analisis ragam dan uji lanjut BNT. Nilai intersepsi terbesar terdapat pada pohon kerai payung 9,87 mm (37,21% dari curah hujan), kemudian akasia dan karet, sebesar 7,63 mm (28,76%) dan 6,39 mm (24,08 %). Nilai aliran batang terbesar terdapat pada pohon karet 0,03 mm (0,113%), kemudian pohon akasia dan kerai payung, sebesar 0,010 mm (0,039%) dan 0,005 mm (0,018%). Sedangkan nilai lolosan tajuk terbesar terdapat pada pohon akasia 20,13 mm (75,88%), kemudian pohon karet dan kerai payung, sebesar 18,87 mm (71,12%) dan 16,65 mm (62,77%).


(5)

INTERSEPSI ALIRAN BATANG DAN LOLOSAN TAJUK

PADA BERBAGAI JENIS POHON DI

UNIVERSITAS LAMPUNG

Oleh

A. Febriansyah Irmas

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA KEHUTANAN

pada

Jurusan Kehutanan

Fakultas Pertanian Universitas Lampung

FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2010


(6)

Judul Skripsi : INTERSEPSI ALIRAN BATANG DAN LOLOSAN TAJUK PADA BERBAGAI JENIS POHON DI UNIVERSITAS LAMPUNG

Nama Mahasiswa : A. Febriansyah Irmas

NPM : 0614081016

Jurusan : Kehutanan Fakultas : Pertanian

MENYETUJUI,

1. Komisi Pembimbing

Ir. Slamet Budi Yuwono, M.S. Rommy Qurniati, S.P., M.Si. NIP. 19641223 199403 1 003 NIP. 19760912 200212 2 001

2. Ketua Jurusan

Drs. Afif Bintoro, M. P. NIP 19600617 198703 1 007


(7)

MENGESAHKAN

1. Tim Penguji

Ketua : Ir. Slamet Budi Yuwono, M.S. …………..…..

Sekretaris : Rommy Qurniati, S.P., M.Si. ………

Penguji

Bukan Pembimbing : Prof. Dr. Ir. Irwan Sukri Banuwa, M.Si. …...………….

2. Dekan Fakultas Pertanian

Prof. Dr. Ir. Wan Abbas Zakaria, M.S. NIP 19610826 198702 1 001


(8)

RIWAYAT HIDUP

Ahmad Febriansyah Irmas, lahir di Rajabasa, 13 Februari 1988. Penulis merupakan bungsu dari tujuh bersaudara, putra dari Bapak Ibrahim S. dan Ibu Sutri Asni. Penulis menyelesaikan pendidikan dasarnya di SD Negeri 2 Rajabasa pada tahun 2000. Kemudian menamatkan pendidikan menengah pertama di SMP Negeri 4 Bandar Lampung pada tahun 2003. Hingga akhirnya menyelesaikan pendidikan menengah atas di SMA Negeri 9 Bandar Lampung pada tahun 2006.

Penulis terdaftar menjadi mahasiswa Jurusan Kehutanan, Universitas Lampung pada tahun 2006 melalui jalur SPMB. Semasa kuliah, penulis pernah menerima beasiswa Bank Indonesia dan Beasiswa Belajar Mahasiswa (BBM) masing-masing selama dua semester. Pada tahun akademik 2008/09 penulis menjadi Asisten Dosen untuk Mata Kuliah Ilmu Ukur Kayu dan Biometrika Kehutanan. Penulis melakukan Praktek Umum (PU) Kehutanan di BKPH Parung Panjang, KPH Bogor, Perum Perhutani Unit III Jawa Barat dan Banten pada tahun 2009. Kemudian pada Februari 2010, penulis mengikuti seminar internasional yang diselenggarakan oleh Kedutaan Besar Australiadi Jakarta dengan tema,

Education Seminar Series; Environmental Science”. Penulis juga pernah tergabung dalam Panitia Pelaksana Konferensi Nasional Sylva Indonesia (KNSI) XV tahun 2010 di Bandar Lampung.


(9)

Dengan segala ketulusan dan kerendahan hati, kupersembahkan

karya yang telah kuselesaikan dengan penuh keseriusan, kesabaran

dan pengorbanan ini teruntuk Ayahanda

dan

Ibunda tercinta,

Bapak Ibrahim S & Ibu Sutri Asni…

Kakak-kakakku dan Keluarga Besar

IRMAS

,

Sahabat-sahabat terbaikku,

Saudara-saudaraku Kehutanan 2006 Unila…

Almamater tercinta, Kehutanan Unila…

DzRimba Raya, Rimba Raya… Indah permai dan mulia… Maha taman tempat kita bekerja…dz


(10)

“Carilah kekayaan untuk menjaga kefakiran..

Sesungguhnya tidak ada yang lebih fakir kecuali menimpanya tiga

hal:

Lemah

agamanya, Lemah akalnya, dan Hilang malunya…”

(Lukmanul Hakim)

“Perbuatan baik dibalas kebaikan sama dengan wajar,

Perbuatan baik dibalas keburukan sama dengan kejam,

Perbuatan buruk dibalas dengan keburukan sama dengan dendam,

Perbuatan buruk dibala

s dengan kebaikan sama dengan sempurna…”

(Zakia Daradjat; Perbuatan Insanul Kamil)

Hidup sederhana, lebih bermakna dengan pemikiran luas dan kaya…

Hidup sederhana tidak menuntut untuk selalu bersusah payah,

Hidup sederhana dapat membuat hari-hari lebih nyaman

dalam kesahajaan yang selapang-

lapangnya…


(11)

SANWACANA

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas rahmat dan hidayah-Nya skripsi ini dapat diselesaikan. Sholawat serta salam senantiasa penulis curahkan kepada Nabi Besar Muhammad SAW beserta para sahabat dan para pengikutnya hingga ke akhir zaman kelak.

Skripsi dengan judul “Intersepsi, Aliran Batang, dan Lolosan Tajuk pada Berbagai Jenis Pohon di Universitas Lampung” adalah salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan di Universitas Lampung.

Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Ir. Slamet B. Yuwono, M.S., selaku Dosen Pembimbing Pertama atas kesediaanya untuk memberikan bimbingan, saran dan kritik dalam proses penyelesaian skripsi ini.

2. Ibu Rommy Qurniati, S.P., M.P., selaku Dosen Pembimbing Kedua atas kesediaanya untuk memberikan bimbingan, saran dan kritik dalam proses penyelesaian skripsi ini.

3. Bapak Prof. Dr. Ir. Irwan S. Banuwa, M.Si., selaku penguji atas kesediaannya memberikan kritik, saran, dan perbaikan kepada penulis.

4. Bapak Drs. Afif Bintoro, M.P., selaku Ketua Jurusan Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Lampung.


(12)

5. Bapak Prof. Dr. Ir. Wan Abbas Zakaria, M.S., selaku Dekan Fakultas Pertanian Universitas Lampung.

6. Ibu Asihing Kustanti, S.Hut., M.Si., selaku Dosen Pembimbing Akademik penulis terdahulu dan Ibu Dr. Melya Riniarti, S.P., M.Si., selaku Dosen Pembimbing Akademik penulis saat ini.

7. Bapak Ir. Gunardi D. Winarno, M.Si., atas kritik, saran, dan bimbingannya kepada penulis.

8. Ayahanda dan Ibunda yang sangat penulis cintai dan kasihi, atas segala dukungan moral dan materi, pengorbanan, curahan perhatian, serta kesabaran dalam menuntun kehidupan penulis hingga mampu menyelesaikan pendidikan di tingkat perguruan tinggi.

9. Kakak-kakak dan keponakan penulis beserta keluarga besar yang telah banyak memberikan dukungan, motivasi, dan semangat kepada penulis.

10.Agung S., Rekha, Sofyan, Tanjung, Teguh, Baiatur, Irwan, Ichsan, Ershad, Anshory, Hendra, Beben, dan Bang Farid ’04 yang telah banyak membantu penulis dalam melakukan pemasangan alat, dokumentasi dan pengambilan data penelitian.

11.Bang Ipin, Mas Silo, dan Agil ’05 yang telah berbagi pemahaman tentang ilmu statistik dan rancob kepada penulis.

12.Sahabat-sahabat terbaik Penulis (Oka dan Huga beserta keluarga besar A4’06 Smalan Lampung; Steven, Andri, Rizal beserta keluarga besar Sixty Seconds dan Beruang 31), yang telah banyak memotivasi dan membantu penulis dalam pengambilan data penelitian hingga penyelesaian skripsi.


(13)

13.Angkatan tercinta Kehutanan ’06 Unila atas persaudaraan, kebersamaan, keceriaan dan hari-hari yang penuh warna. Salam Rimbawan!

14.Ayu Eka Wulandari, atas semua ketulusan, motivasi, semangat, curahan waktu dan perhatian yang selalu diberikan.

15.Almamater Universitas Lampung yang penulis cintai dan banggakan.

Akhir kata, penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, akan tetapi sedikit harapan semoga skripsi yang sederhana ini dapat berguna dan bermanfaat semuanya. Amin.

Bandar Lampung, November 2010 Penulis,


(14)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

I. PENDAHULUAN ... 1

A.Latar Belakang dan Masalah ... 1

B.Tujuan ... 3

C.Kerangka Pemikiran ... 3

D.Hipotesis. ... 5

E. Manfaat Penelitian ... 6

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 7

A.Presipitasi ... 7

B.Intersepsi ... 8

C.Aliran Batang (Steam Flow) ... 9

D.Lolosan Tajuk (Through Fall). ... 10

E. Karakteristik Pohon Penelitian ... 11

1. Akasia (Acacia auriculiformis) ... 11

2. Karet (Hevea brasiliensis) ... 13

3. Kerai Payung (Filicium decipiens) ... 15

III. METODE PENELITIAN ... 16


(15)

B.Alat dan Bahan ... 16

C.Pelaksanaan Penelitian ... 16

D.Metode Penelitian ... 17

1. Rancangan Percobaan ... 17

2. Pengumpulan Data ... 17

a. Curah Hujan ... 17

b. Aliran Batang ... 18

c. Lolosan Tajuk ... 20

d. Intersepsi ... 21

e. Tinggi Pohon ... 21

f. Diamater Batang ... 22

g. Diameter Tajuk ... 22

3. Pengolahan Data ... 23

a. Rancangan Percobaan ... 23

b. Uji Lanjutan ... 24

c. Regresi Linear Sederhana ... 25

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN ... 26

A. Kondisi Fisik Wilayah ... 26

1. Letak Geografis ... 26

2. Tipe Iklim ... 27

B. Kondisi Vegetasi di Arboretum Unila ... 28

V. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 30

A.Morfologi Pohon ... 30

B.Aliran Batang (Steam Flow) ... 32

C.Lolosan Tajuk (Through Fall) ... 35

D.Intersepsi (Interception) ... 39

VI. KESIMPULAN DAN SARAN ... 42

A.Kesimpulan ... 42


(16)

DAFTAR PUSTAKA ... 43

LAMPIRAN ... 44

Lampiran Tabel 7-16 ... 46


(17)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Data pengaruh perlakuan terhadap hasil percobaan ... 23

2. Analisis ragam pada rancangan acak kelompok menurut uji Fisher (Uji F) ... 24

3. Identifikasi bentuk tajuk dan morfus batang pohon ... 30

4. Identifikasi morfus daun pohon penelitian ... 30

5. Data tinggi, diameter batang, diameter tajuk, dan luas tajuk Pohon ... 31

6. Aliran batang, lolosan tajuk, dan intersepsi pada berbagai jenis pohon ... 33

7. Data curah hujan, aliran batang, lolosan tajuk, dan intersepsi pada pohon akasia (Acacia auriculiformis), karet (Hevea brasiliensis), dan kerai payung (Filicium decipiens) dalam periode pengamatan 5 hari hujan... 46

8. Rekapitulasi data aliran batang ... 55

9. Rekapitulasi data aliran batang (transformasi √x) ... 55

10. Rekapitulasi data lolosan tajuk ... 55

11. Rekapitulasi data intersepsi ... 56

12. Uji homogenitas data aliran batang ... 57

13. Uji homogenitas data lolosan tajuk ... 57

14. Uji homogenitas data intersepsi ... 58

15. Analisis ragam data aliran batang ... 58

16. Analisis ragam data lolosan tajuk ... 59

17. Analisis ragam data intersepsi ... 59

18. Uji nilai tengah data aliran batang, lolosan tajuk, dan intersepsi pada pohon akasia, karet, dan kerai payung ... 60


(18)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Alat pengukur curah hujan (ombrometer) tipe manual ... 18

2. Alat pengukur aliran batang (steam flow) ... 19

3. Alat pengukur lolosan tajuk (through fall) dengan ombrometer tipe manual ... 20

4. Persentase aliran batang pada pohon akasia, karet dan kerai payung ... 32

5. Hubungan curah hujan dengan aliran batang pada pohon akasia, karet dan kerai payung ... 35

6. Persentase lolosan tajuk pada pohon akasia, karet dan kerai payung ... 36

7. Hubungan curah hujan dengan lolosan tajuk pada pohon akasia, karet dan kerai payung ... 38

8. Persentase intersepsi pada pohon aksia, karet, dan kerai payung ... 39

9. Hubungan curah hujan dengan intersepsi pada pohon akasia, karet dan kerai payung ... 41

10. Pohon kerai payung (Filicium decipiens) ... 61

11. Pohon akasia (Acacia auriculiformis) ... 61

12. Pohon karet (Hevea brasiliensis) ... 62

13. Helai daun pohon kerai payung (Filicium decipiens) ... 62

14. Helai daun pohon karet (Hevea brasiliensis) ... 63

15. Helai daun pohon akasia (Acacia auriculiformis) ... 63

16. Kondisi permukaan batang pohon kerai payung (Filicium decipiens) ... 64


(19)

18. Kondisi permukaan batang akasia (Acacia auriculiformis) ... 65

19. Pemasangan tambang karet untuk jalur air aliran batang ... 65

20. Pemasangan alat pengukur lolosan tajuk (Ombrometer manual) .... 66

21. Pengukuran volume curah hujan dari ombrometer dengan menggunakan gelas ukur 1000 ml dan 100 ml ... 66

22. Pengukuran volume air lolosan tajuk ... 67

23. Pengukuran volume air aliran batang ... 67


(20)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang dan Masalah

Ekosistem hutan menyimpan banyak sumberdaya yang dapat dimanfaatkan oleh manusia. Selain itu, hutan juga berfungsi sebagai habitat flora dan fauna serta pengendali iklim dan mempunyai peran dalam siklus air di bumi. Hutan dapat memberikan naungan, menahan angin, serta mampu mengintersepsi hujan dan mengurangi limpasan permukaan (Lee, 1990).

Fungsi hutan yang cukup penting berkaitan dengan sumberdaya air adalah sebagai pengendali siklus hidrologi. Siklus hidrologi terdiri dari beberapa tahapan, pertama penguapan air dari permukaan bumi, baik yang berasal dari permukaan air, tanah, atau dari jaringan tumbuhan. Selanjutnya terjadi kondensasi uap air pada lapisan troposfer sehingga terbentuk awan.

Kemudian awan akan berpindah mengikuti arah angin. Setelah itu, terjadilah presipitasi dalam bentuk cair (hujan) atau padat (salju atau kristal es), lalu air akan mengalir mengikuti gaya gravitasi bumi (dari tempat yang tinggi ke tempat yang lebih rendah) baik dalam bentuk aliran permukaan maupun aliran bawah tanah (Lakitan, 2002).


(21)

Seiring pesatnya peningkatan populasi manusia, perlahan-lahan luas hutan berkurang. Hal ini disebabkan karena hutan sebagai penyedia sumberdaya alam terus menerus dimanfaatkan oleh manusia. Peningkatan populasi yang diiringi dengan peningkatan kebutuhan hidup membuat manusia tak henti-hentinya memanfaatkan sumberdaya hutan secara berlebihan yang pada akhirnya justru menyebabkan terjadinya degradasi hutan. Di sisi lain upaya pengelolaan hutan di negeri ini masih jauh dari membanggakan. Berdasarkan informasi dari Departemen Kehutanan (2008), data terakhir menunjukkan bahwa laju deforestasi hutan antara tahun 2000-2005 sebesar 1,089 juta ha/tahun. Jika hutan terus menerus mengalami degradasi bukan tidak mungkin bencana alam seperti longsor dan banjir akan terus terjadi.

Salah satu wilayah yang kondisi tanahnya kurang baik adalah lahan kritis. Lahan yang demikian memiliki potensi terjadinya aliran permukaan yang berlebihan. Selain itu, bila lahan tersebut berada pada daerah perbukitan tanpa vegetasi hutan diatasnya maka peluang terjadinya erosi dan longsor semakin besar. Daerah kritis atau area tak bervegatasi membutuhkan setidaknya upaya konservasi berupa penghijauan atau reboisasi.

Untuk melakukan penghijauan wilayah perkotaan dan rehabilitasi lahan kritis, paling tidak dibutuhkan karakteristik atau tipe pohon yang mampu

mengintersepsi air hujan dengan baik sehingga mampu mengurangi aliran permukaan permukaan. Pemilihan jenis pohon yang tepat untuk upaya reboisasi dan penghijauan dilihat dari kemampuannya dalam mengintersepsi air hujan sangat penting untuk dilakukan.


(22)

Minimnya kajian ilmiah mengenai hidrologi hutan khususnya terkait

kemampuan tanaman kehutanan dalam mengurangi dampak aliran permukaan yang berlebih telah memunculkan gagasan untuk melakukan penelitian ini. Oleh karena itu, dilakukan penelitian terhadap tiga jenis pohon, yaitu akasia (Acacia auriculiformis), karet (Hevea brasiliensis), dan kerai payung

(Filicium decipiens) terhadap besarnya intersepsi, aliran batang, dan lolosan tajuk. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai alternatif dalam pemilihan jenis pohon dalam mengintersepsi air hujan. Selain itu, penelitian ini juga dapat memperkaya koleksi literatur tentang intersepsi, aliran batang, dan lolosan tajuk jenis-jenis tanaman kehutanan, khususnya di arboretum Universitas Lampung.

B. Tujuan Penelitian

Penelitian bertujuan untuk mengetahui besarnya intersepsi, aliran batang, dan lolosan tajuk pada pohon akasia (Acacia auriculiformis), karet (Hevea

brasiliensis), dan kerai payung (Filicium decipiens).

C. Kerangka Pemikiran

Meningkatnya degradasi hutan berdampak luas terhadap kehidupan manusia di atas permukaan bumi. Pemanasan global, keanekaragaman hayati yang semakin berkurang, hingga bencana alam seperti longsor dan banjir. Semua bencana tersebut merupakan hal yang patut disayangkan, sebab hutan merupakan aset alam terbesar bangsa, bahkan iklim global juga dipengaruhi oleh keberadaan hutan di Indonesia.


(23)

Bencana alam seperti banjir dan tanah longsor dari tahun ke tahun terus terjadi dan telah menelan banyak korban jiwa maupun harta benda. Keadaan tersebut tidak lepas dari terganggunya fungsi hidrologi hutan. Hutan sebagai selimut bumi yang berperan vital dalam kelangsungan siklus hidrologi telah terdegradasi karena pembukaan lahan yang disebabkan oleh pertambangan, pertanian, pemukiman, industri, dan lain-lain. Air yang jatuh ke bumi sebagai hujan tidak semua ter-infiltrasi ke dalam tanah, melainkan sebagian mengalir sebagai aliran permukaan (run-off) yang berlebihan. Hal ini yang

mengganggu siklus air sehingga terjadi penggenangan yang berakibat banjir dan terjadinya erosi.

Salah satu upaya pemulihan kondisi vegetasi hutan adalah dengan cara reboisasi lahan. Untuk itu, dibutuhkan pemilihan jenis-jenis pohon yang sesuai untuk kondisi lahan maupun topografi wilayah. Salah satu cara untuk mengetahui potensi jenis pohon yang cocok untuk ditanam di daerah resapan atau di lahan kritis adalah dengan memperhitungkan kemampuan pohon tersebut dalam menahan air jatuh ke permukaan (mengintersepsi hujan).

Karakteristik jenis pohon satu sama lain memiliki perbedaan yang dapat mempengaruhi besarnya intersepsi, aliran batang, dan lolosan tajuk.

Berdasarkan hal tersebut, maka dipilih tiga jenis pohon dengan karakter yang berbeda satu sama lain untuk diteliti kemampuannya dalam mengintersepsi air hujan. Jenis pohon tersebut antara lain, akasia (Acacia auriculiformis), karet (Hevea brasiliensis), dan kerai payung (Filicium decipiens).


(24)

Perbedaan karakteristik tersebut dapat dilihat berdasarkan ciri morfologi pohon. Pada jenis pohon akasia, karet, dan kerai payung, bentuk, luas, dan tingkat kerapatan tajuk, hingga sistem percabangan dan kondisi permukaan batangnya berbeda satu sama lain. Jika dilihat berdasarkan tingkat kerapatan dan ketebalan tajuknya, pohon kerai payung (Filicium decipiens) memiliki tajuk yang paling rapat serta bentuk tajuknya yang tebal berpotensi

mengintersepsi air hujan lebih besar dibandingkan dengan jenis pohon akasia dan karet. Namun tidaklah cukup dengan hanya melihat berdasarkan sifat kualitatifnya saja, perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui jenis mana di antara ketiga pohon tersebut yang paling baik dalam mengintersepsi air hujan.

Berdasarkan pemikiran di atas, sangat penting dilakukannya penelitian

tentang intersepsi, aliran batang (steam flow), dan lolosan tajuk (through fall), karena dengan mengetahui aliran batang dan lolosan tajuk serta besarnya intersepsi pada ketiga jenis pohon tersebut, maka dapat diperoleh informasi mengenai jenis pohon yang sesuai untuk ditanam pada lahan kritis atau daerah rawan banjir, khususnya di wilayah permukiman atau perkotaan.

D. Hipotesis

Hipotesis yang dikemukakan dalam penelitian ini adalah:

1. Jenis pohon kerai payung memiliki nilai intersepsi terbesar bila dibandingkan dengan jenis pohon akasia dan karet.

2. Jenis pohon karet memiliki nilai aliran batang terbesar bila dibandingkan dengan jenis pohon akasia dan kerai payung


(25)

3. Jenis pohon akasia memiliki nilai lolosan tajuk terbesar bila dibandingkan dengan jenis pohon karet dan kerai payung.

E. Manfaat Penelitian

Penelitian dapat memberikan informasi mengenai kemampuan jenis pohon tertentu dalam menahan air hujan yang jatuh ke permukaan dilihat dari nilai intersepsi, aliran batang, dan lolosan tajuknya. Sehingga dapat diketahui jenis pohon terbaik yang dapat digunakan sebagai tanaman reboisasi atau


(26)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Presipitasi

Presipitasi adalah curahan atau jatuhnya air dari atmosfer ke permukaan bumi dan laut dalam bentuk yang berbeda, yaitu curah hujan di daerah tropis dan curah hujan serta salju di daerah beriklim sedang (Asdak, 2002). Selanjutnya, Asdak (2002) menyatakan, presipitasi untuk daerah tropis adalah sama dengan curah hujan, sehingga presipitasi juga dapat diartikan sebagai peristiwa

klimatik yang bersifat alamiah, yaitu perubahan bentuk uap air di atmosfer menjadi curah hujan sebagai akibat proses kondensasi.

Asdak (2002) juga menjelaskan, mekanisme berlangsungnya hujan melibatkan tiga faktor utama, antara lain: kenaikan masa uap air ke tempat yang lebih tinggi sampai saatnya atmosfer menjadi jenuh, lalu terjadinya kondensasi atas partikel-partikel uap air di atmosfer, dan yang terakhir partikel-partikel uap air tersebut bertambah besar sejalan dengan waktu untuk kemudian jatuh ke bumi dan permukaan laut (sebagai hujan) karena adanya gaya gravitasi. World Meteorological Organization (WMO, 1991, dalam Anwar, 2003) menyatakan satu hari hujan adalah periode 24 jam di mana terkumpul curah hujan setinggi 0,5 mm atau lebih dan bila curah hujan kurang dari ketentuan tersebut, maka hari hujannya dianggap nol. Seyhan (1990) mengemukakan bahwa,


(27)

penakar-penakar presipitasi biasanya ditempatkan pada tempat terbuka dan dengan demikian mengukur presipitasi yang sampai di tanah bukan berada di bawah suatu tajuk vegetasi.

B. Intersepsi (Interception)

Menurut Gray (1973, dalam Seyhan,1990), intersepsi tajuk merupakan bagian presipitasi yang tetap pada permukaan vegetasi. Sedangkan menurut Lee (1990), intersepsi tajuk juga memiliki pengertian sebagai bagian presipitasi yang tidak mencapai lantai hutan dan secara kualitatif dan merupakan perbedaan antara presipitasi dengan jumlah aliran batang dan lolosan tajuk. Lee (1990) juga menyatakan bahwa, intersepsi tajuk adalah fraksi presipitasi yang dievaporasikan dari permukaan-permukaan luar tanaman dan selama proses evaporasi udara di sekitar tajuk menjadi lembab, dan energi yang dikonsumsi tidak tersedia untuk transpirasi. Selanjutnya Lee (1990)

memaparkan, intersepsi terbesar berada di dekat batang-batang pohon di mana luas permukaan total daun-daun dan cabang-cabang adalah terbesar, dan paling kecil berada di dekat tepi-tepi tajuk. Intersepsi tajuk juga sangat penting secara hidrolik, karena intersepsi tersebut dapat memodifikasi neraca air, dan menaikkan kehilangan penguapan (evaporization) total dan


(28)

Hujan yang jatuh di atas tegakan pohon sebagian akan melekat pada tajuk, daun maupun batang, bagian ini disebut tampungan atau simpanan intersepsi yang akhirnya segera menguap (Suryatmojo, 2006). Selanjutnya, Suryatmojo (2006) juga menyatakan bahwa, besar kecilnya intersepsi dipengaruhi oleh sifat hujan (terutama intensitas hujan dan lama hujan), kecepatan angin, dan jenis pohon (kerapatan tajuk dan bentuk tajuk).

Intersepsi merupakan faktor penting dalam daur hidrologi karena

berkurangnya air hujan yang sampai di permukaan tanah oleh adanya proses intersepsi adalah cukup besar (Asdak, 2002). Selanjutnya menurut Asdak (2002), dari keseluruhan evapotranspirasi, besarnya intersepsi bervariasi, yaitu antara 35% hingga 75 %. Sementara menurut Bruijnzeel (1990, dalam Asdak, 2002) besarnya intersepsi di hutan hujan tropis berkisar antara 10% hingga 35 % dari curah hujan total.

C. Aliran Batang (Steam Flow)

Menurut Arsyad (2006), aliran batang merupakan air hujan yang jatuh di permukaan daun, cabang, dan batang, kemudian mengalir melalui batang menuju permukaan tanah. Selanjutnya Seyhan (1990) mendefinisikan aliran batang sebagai bagian presipitasi yang mencapai tanah dengan mengalir ke bawah melalui batang. Kemudian, Seyhan (1990) menyatakan bahwa, aliran batang secara ekologi dianggap penting sebab aliran ini diserap oleh tanah dari zona perakaran primer pada dasar pohon, selain itu volume aliran batang dapat dinyatakan sebagai suatu persentase presipitasi musiman atau tahunan untuk pembanding-pembanding hutan yang tumbuh pada iklim-iklim yang berlainan.


(29)

Besar kecilnya aliran batang sangat dipengaruhi oleh struktur batang dan kekasaran kulit batang pohon (Suryatmojo, 2006). Sebagaimana dikemukakan oleh Lee (1990), aliran batang secara konsisten lebih besar untuk pohon-pohon yang mempunyai kulit yang lebih rata (bertekstur halus). Hal ini juga

dinyatakan oleh Rushayati (1999), aliran batang adalah air yang mengalir lolos ke bawah melalui batang, untuk batang yang licin aliran batang cepat.

Sedangkan pada kulit batang yang kasar dan merekah aliran batang lambat.

D. Lolosan Tajuk (Through Fall)

Lolosan tajuk adalah bagian presipitasi yang mencapai lantai hutan secara langsung atau dengan penetesan dari daun, ranting, dan cabang. Secara kuantitatif lolosan tajuk merupakan perbedaan antara presipitasi dan

penjumlahan intersepsi tajuk dan aliran batang (Lee, 1990). Menurut Seyhan (1990) yang disebut sebagai lolosan tajuk atau through fall adalah sebagian air dari presipitasi yang mencapai tanah secara langsung atau biasa disebut juga sebagai air tembus.

Menurut Suryatmojo (2006), lolosan tajuk dalam lingkup hidrologi hutan didefinisikan sebagai air hujan yang jatuh di atas tajuk hutan yang jatuh langsung di lantai hutan melalui sela-sela tajuk. Selanjutnya Lee (1990) memaparkan, lolosan tajuk terbesar berada pada bagian dekat tepi tajuk, atau pada bukaan-bukaan tajuk yang kecil. Sedangkan lolosan tajuk yang terkecil berada pada bagian tajuk yang dekat dengan batang pohon. Asdak (2002) mengemukakan bahwa, besarnya air lolosan tajuk dapat diperoleh dengan cara


(30)

memasang alat penampung air hujan di bawah pohon yang ditempatkan secara acak, kemudian besarnya air lolos (through fall) dapat diketahui dengan cara mengukur volume air yang tertampung tersebut dibagi dengan luas

penampang alat pengukur.

E. Karakteristik Pohon

1. Akasia (Acacia auriculiformis)

Menurut Joker (2001), Acacia auriculiformis merupakan jenis yang berasal dari Australia, Papua New Guinea dan Indonesia pada dataran rendah yang lembab dan panas, dengan curah hujan tahunan rata-rata 800-2500 mm dan suhu rata-rata 20-30°C, serta sering dijumpai di tepi-tepi sungai dan pantai. Jenis ini juga dibudidayakan secara luas di daerah tropis pada ketinggian 0-1000 m dpl. Jenis pohon ini tahan terhadap salju ringan, walaupun sebenarnya salju tidak cocok dengan sebaran alamnya. Selain itu, jenis ini dapat tumbuh di tempat asam dan bekas tambang dengan pH 3 hingga pantai berpasir basa dengan pH 8-9, namun tidak dapat bertahan di tempat teduh atau tempat dengan hembusan angin yang kencang.

Menurut Turnbull dan Kamis (1997, dalam Proseanet.com, 2010), akasia (Acacia auriculiformis) merupakan pohon dengan tinggi hingga mencapai 30 m, berdiameter hingga 50 cm, dengan kulit batang berwarna abu-abu atau coklat. Bentuk daunnya seperti bulan sabit dengan panjang 10-16 cm dan lebar 1-3 cm, permukaan daun halus berwarna hijau keabuan dengan 3-4 tulang daun melintang yang jelas. Tipe perbungaannya aksiler


(31)

berbentuk bulir dengan panjang 7-10 cm yang selalu berpasangan, dengan panjang tangkai bunga 5-8 mm. Bunga terdiri dari 5 (lima) helai daun mahkota yang berukuran 1,7-2 mm, merupakan bunga biseksual dengan ukuran bunga yang kecil dan berwarna kuning emas serta wangi.

Sedangkan daun kelopak bunga berbentuk bulat berukuran 0,7-1 mm serta memiliki benang sari yang banyak dengan ukuran 3 mm, ruang bakal buah diselaputi banyak rambut-rambut pendek dan halus. Buahnya kering, dengan panjang 6,5 cm dan 1-2,5 cm, berkayu, berwarna coklat, dan tepinya bergelombang, awalnya lurus namun ketika buahnya semakin tua akan terpuntir berbentuk spiral yang tidak teratur. Biji berbentuk bulat telur hingga elips, berukuran panjang 4-6 mm dan lebar 3-4 mm, berwarna hitam mengkilap, keras, tangkai biji panjang berwarna kuning atau merah.

Acacia auriculiformis bahkan dapat tumbuh pada kondisi yang sangat jelek di daerah tropis. Pertumbuhan awalnya tinggi, mampu memproduksi nitrogen, toleran terhadap tanah yang tidak subur, asam, basa bergaram atau tergenang, musim kering, dan sangat cocok untuk rehabilitasi lahan kritis. Mampu bersaing dengan alang-alang (Imperata cylindrica) dan mengurangi rumput yang menutupi seluruh permukaan lahan. Kayunya sangat baik untuk kayu bakar, arang, pulp dan konstruksi ringan (Joker, 2001).


(32)

2. Karet (Hevea brasiliensis)

Tanaman karet (Hevea brasiliensis) merupakan pohon yang tumbuh tinggi dan berbatang cukup besar. Pohon dewasa dapat mencapai tinggi antara 15-30 m dengan perakaran yang cukup kuat. Akar tunggangnya dalam dengan akar cabang yang kokoh. Pohonnya tumbuh lurus dan memiliki percabangan yang tinggi di atas. Batangnya mengeluarkan getah yang sering disebut lateks. Lateks inilah yang nantinya menjadi bahan baku karet, selain itu kayu tanaman ini dapat dimanfaatkan sebagai kayu

pertukangan dan kulitnya bernilai komersil karena mengandung tanin yang digunakan sebagai zat pewarna batik maupun soga (Setiawan, 2000).

Selanjutnya Setiawan (2000) menyatakan bahwa, karet memiliki daun berwarna hijau yang ditopang oleh tangkai daun utama dan tangkai anak daun. Panjang tangkai daun utama antara 3-20 cm, sedangkan tangkai anak daunnya antara 3-10 cm. Menurut Asian Pulp and Paper (APP, 2008, dalam Wikipedia.org, 2010), pada umumnya terdapat tiga anak daun yang berada pada sehelai daun karet, dengan bentuk eliptis, memanjang dengan ujung meruncing, tepinya rata dan gundul. Biji karet terdapat dalam setiap ruang buah dengan ukuran biji besar dengan kulit keras, warnanya coklat kehitaman dengan bercak-bercak berpola yang khas. Akar tanaman karet merupakan akar tunggang, sehingga mampu menopang batang tanaman yang tumbuh tinggi dan besar.


(33)

Tanaman karet memiliki sifat gugur daun sebagai respon tanaman terhadap kondisi lingkungan yang kurang menguntungkan, kekurangan air dan musim kemarau (Bina-ukm.com, 2010). Hal ini juga dijelaskan oleh Setiawan (2000), pada musim kemarau pohon karet menggugurkan daunnya yang didahului dengan perubahan warna daun menjadi kuning atau merah. Sistem perakaran yang ekstensif atau menyebar cukup luas membuat tanaman karet dapat tumbuh pada kondisi lahan yang kurang menguntungkan (lahan yang tidak produktif).

Ketinggian tempat yang cocok untuk tanaman karet sebagaimana disebutkan oleh Setiawan (2000), yaitu antara 6-700 m dari permukaan laut. Selain itu, tanaman karet cocok pada daerah dengan curah hujan yang cukup tinggi, antara 2.000-2.500 mm per tahun. Sedangkan suhu harian yang cocok untuk tanaman karet berkisar antara 25-30° C. Selain itu, Setiawan (2000) juga memaparkan, tanaman karet memiliki toleransi yang cukup tinggi terhadap kesuburan tanah. Tanaman ini tidak menuntut kesuburan tanah yang terlalu tinggi dan masih dapat tumbuh dengan baik pada kisaran pH 3,5-7,5. meskipun demikian, tanaman karet akan berproduksi maksimal pada tanah yang subur dengan pH antara 5-6. Keadaan daerah di Indonesia yang cocok untuk pertanaman karet adalah wilayah Indonesia bagian barat, yaitu Sumatera, Jawa dan Kalimantan, sebab iklimnya lebih basah (Bina-ukm.com, 2010).


(34)

3. Kerai payung (Filicium decipiens)

Merupakan jenis pohon yang baik ditanam di wilayah perkotaan, daunnya mampu mengurangi konsentrasi Pb yang terdapat di udara bebas

(Nasrullah, 2008). Selain itu bentuk tajuk dari pohon ini cukup indah, percabangan tidak mudah patah, dan memiliki batang yang kuat. Kerai payung juga memiliki daun yang berbentuk sirip memanjang dan bergelombang, berjarak rapat, dan terdapat seperti daun yang menghubungkan anak daun satu dengan lainnya.

Namanya yang unik berasal dari tajuk tanaman yang membulat

menyerupai payung. Kerai payung atau dalam bahasa ilmiah Filicium decipiens banyak dipakai sebagai pohon peneduh di halaman rumah atau di taman. Pada bulan tertentu antara Maret-Mei, kerai payung

mengeluarkan bunga berwarna putih. Habitat asli kerai payung adalah di daerah beriklim tropis dan sub tropis dengan cahaya matahari yang cukup sepanjang tahun (Nasrullah, 2008).


(35)

III. METODE PENELITIAN

A. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Arboretum Universitas Lampung pada bulan Mei sampai Juni 2010.

B. Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam penelitian ini meliputi ombrometer tipe manual, tambang karet, lem silikon, plat seng, kantong plastik, paku, tali rafia, christen hypsometer, pita ukur (meteran), penggaris, stopwatch, gelas ukur dan alat-alat lain yang mendukung penelitian ini. Sedangkan bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pohon akasia, karet, dan kerai payung.

C. Pelaksanaan Penelitian

Pelaksanaan penelitian dibagi menjadi tiga tahap, yaitu:

1. Tahap persiapan, meliputi kegiatan studi pustaka, observasi lapang (menentukan pohon yang akan diteliti), dan penyediaan serta pemasangan alat pengukur curah hujan, aliran batang (steam flow) dan lolosan tajuk (through fall).


(36)

2. Tahap pelaksanaan pengamatan, meliputi kegiatan pengambilan data yang telah ditentukan, yaitu aliran batang (steam flow), lolosan tajuk (through fall), intersepsi (interception), tinggi dan diameter pohon, serta luas tajuk pohon.

3. Tahap pengolahan data.

D. Metode Penelitian

1. Rancangan Percobaan

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan Rancangan Kelompok Lengkap Teracak atau Randomized Complete Block Design (RCBD) yang terdiri dari 3 (tiga) perlakuan, yaitu jenis pohon akasia, karet, dan kerai payung. Masing-masing perlakuan diulang sebanyak sembilan kali, sehingga diperoleh 27 satuan percobaan.

Pengamatan aliran batang dan lolosan tajuk dilakukan selama lima hari hujan. Sedangkan penentuan pohon sampel didasarkan pada kondisi tajuk pohon sampel tidak saling tumpang tindih dengan tajuk pohon lainnya (overlap).


(37)

2. Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan pada setiap hari hujan pada pukul 08.00 WIB dengan cara sebagai berikut:

a. Curah Hujan

Data curah hujan diukur menggunakan alat pengukur curah hujan tipe ombrometer manual yang ditempatkan di lokasi penelitian, yaitu di arboretum sekitar lapangan sepakbola Universitas Lampung dengan ketinggian 1 m dari permukaan tanah, dan luas penampang alat adalah 79,17 cm2. Pemeriksaan alat dilakukan tiga kali, yakni pada pagi, siang, dan sore. Pemeriksaan tersebut dilakukan untuk memeriksa kondisi dan keamanan alat penelitian. Pengukuran dilakukan setiap hari pada pukul 08.00 WIB, apabila pada hari sebelumnya terjadi hujan. Alat pengukur curah hujan (ombrometer) tipe manual disajikan pada gambar 1.


(38)

b. Aliran Batang (Steam Flow)

Aliran batang dikumpulkan dengan menggunakan tambang karet yang dililitkan dari atas ke bawah mengelilingi batang pohon sampel dan salah satu ujung lebih rendah di bagian bawah, hal ini dilakukan untuk memperlancar aliran air menuju kantung plastik di ujung tambang karet. Pada ujung tambang yang lebih rendah (ujung bagian bawah) dipasang plat seng untuk membantu air mengalir menuju ke kantung plastik. Batas tinggi lilitan dari permukaan tanah disesuaikan agar kantung plastik tidak dalam posisi menggantung, hal ini untuk mengantisipasi kerusakan alat apabila volume air yang tertampung cukup besar.

Hal yang perlu diperhatikan pada pemasangan tambang karet untuk aliran batang adalah sudut kemiringan lilitan (idelanya adalah 40-45˚). Bila pemasangan tambang karet terlalu miring atau terlalu datar, maka aliran air tidak akan maksimal menuju alat penampung, hal tersebut dapat menyebabkan aliran air keluar dari lilitan batang. Untuk

mengantisipasi lolosnya air aliran batang melalui celah lilitan tambang karet (khusus untuk batang yang permukaannya tidak rata), maka ditambahkan lem silikon untuk merekatkan tambang karet dengan permukaan batang pohon. Satuan yang digunakan dalam pengukuran aliran batang adalah mm (millimeter). Alat pengukur pengukur aliran batang ditampilkan pada Gambar 2.


(39)

Gambar 2. Alat pengukur aliran batang (steam flow)

c. Lolosan Tajuk (Through Fall)

Air lolosan tajuk diukur dengan menggunakan ombrometer tipe manual yang terbuat dari kaleng dan diletakkan di bawah tajuk pohon sampel. Jumlah ombrometer untuk setiap sampel pohon adalah lima buah, sedangkan posisi ombrometer akan mengikuti arah dan lebar tajuk pohon sampel.

Pemasangan ombrometer untuk mengukur besarnya lolosan tajuk lebih diutamakan pada bagian dalam di bawah tajuk. Hal ini untuk

mengurangi kemungkinan masuknya air hujan dari luar tajuk apabila pemasangan ombrometer terletak pada bagian bawah di ujung tajuk. Satuan yang digunakan dalam pengukuran besarnya lolosan tajuk adalah mm (milimeter). Pemasangan alat pengukur air lolosan tajuk ditampilkan pada Gambar 3.


(40)

Gambar 3. Alat pengukur lolosan tajuk (through fall) dengan ombrometer tipe manual

d. Intersepsi

Menurut Lee (1990), intersepsi atau intersepsi tajuk (Ic) tidak bisa langsung diukur di lapangan, maka intersepsi dapat diperkirakan dari pengukuran curah hujan (P), aliran batang (T), dan lolosan tajuk (S). Secara kuantitatif intersepsi dapat diukur dengan persamaan berikut:

Ic = P – T – S

Keterangan : Ic = Interception (Intersepsi Tajuk) P = Presipitation (Curah Hujan) T = Through Fall (Lolosan Tajuk) S = Steam Flow (Aliran Batang)

Dengan demikian, untuk mengetahui besarnya intersepsi tajuk harus diketahui terlebih dahulu besarnya curah hujan, aliran batang, dan lolosan tajuk pohon yang diteliti.


(41)

e. Tinggi Pohon

Tinggi pohon diukur dengan menggunakan christen hypsometer dengan cara membaca skala pada alat tersebut berdasarkan hasil dari pembidikan pangkal dan pucuk pohon secara bersamaan. Sedangkan satuan yang digunakan dalam pengukuran tinggi pohon dan tinggi bebas cabang adalah m (meter).

f. Diameter Batang

Diameter batang diukur dengan menggunakan pita ukur (meteran) yang dililitkan pada batang pokok pohon sampel dengan ketinggian 1,3 m dari permukaan tanah (diameter setinggi dada atau dbh). Besarnya keliling batang dikonversi untuk mengetahui besarnya

diameter batang pohon (d = K/π). Pengukuran ini diperlukan sebagai

untuk menganalisa besarnya aliran batang pada suatu pohon, yakni dengan membandingkan besarnya diameter dengan besarnya aliran batang pada suatu jenis pohon.

g. Diameter Tajuk

Diameter tajuk diukur dengan cara memproyeksikan ujung-ujung tajuk arah barat-timur dan utara-selatan di atas tanah atau diameter tajuk terpanjang dan diameter tajuk terpendek (untuk bentuk tajuk yang tidak simetris), panjang rata-rata garis tersebut dianggap sama dengan diameter tajuk. Pengukuran besarnya diameter tajuk dilakukan untuk

mengetahui luas tajuk (Luas tajuk = πr2 ).


(42)

3. Pengolahan Data

a. Rancangan Percobaan

Data hasil pengamatan berupa curah hujan, intersepsi, aliran batang, dan lolosan tajuk masing-masing ditata dan ditotal jumlah dan rerata perlakuan dan kelompoknya menurut Tabel 1.

Tabel 1. Data pengaruh perlakuan terhadap hasil percobaan

Perlakuan Kelompok

Total

Perlakuan Rerata Perlakuan 1 2 3 … 9 Yi.

Akasia Karet

Kerai Payung Total Kelompok Y.j

Rerata Kelompok

Sumber: Steel dan Torrie (1993).

Untuk menguji faktor pengaruh perlakuan terhadap keragaman data hasil percobaan, maka data dianalisis dengan analisis ragam. Namun sebelum dilakukan analisis ragam, data terlebih dahulu harus

memenuhi kriteria uji asumsi. Uji asumsi tersebut antara lain, uji aditifitas dengan menggunakan uji Tuckey dan uji homogenitas dengan menggunakan uji Bartlett. Dalam penelitian ini, dapat diketahui

pengaruh perlakuan pohon akasia, kerai payung dan karet terhadap keragaman data intersepsi, aliran batang, dan lolosan tajuk. Selain itu, dengan melakukan analisis ragam akan diketahui pula nilai koefisien keragaman yang menerangkan seberapa besar kevalidan data.


(43)

Tabel 2. Analisis ragam pada rancangan acak kelompok menurut uji Fisher (Uji F)

Sumber Keragaman

Derajat Bebas

Jumlah Kuadrat

Kuadrat

Tengah F hitung

F tabel 5% 1%

Kelompok r-1 JKK KTK/KTG

Perlakuan t-1 JKP KTP/KTG Galat (r-1) (t-1) JKG

-Total rt-1 JKT KK =

Keterangan : 1) Koefisien Keragaman (KK) = x 100%

Berdasarkan Tabel 2, akan diketahui nilai KK dari percobaan. Semakin kecil KK berarti derajat ketepatan dan keandalan makin tinggi dan akan makin tinggi pula keabsahan (validitas) kesimpulan yang diperoleh (Hanafiah, 2004).

b. Uji Lanjutan

Untuk mengetahui bahwa benar terdapat pengaruh curah hujan terbesar terhadap intersepsi, aliran batang, dan lolosan tajuk, maka perlu

dilakukan uji lanjutan dengan menggunakan uji nilai tengah perlakuan. Berikut ini merupakan rumus umum uji nilai tengah perlakuan menurut Steel dan Torrie (1993):

BNTα = tα(v) . Sƌ Di mana tα(v) = nilai baku t-student pada

taraf uji α dan derajat bebas galat v.


(44)

c. Regresi Linear Sederhana

Hubungan antara curah hujan dengan intersepsi, curah hujan dengan aliran batang dan curah hujan dengan lolosan tajuk, dibuat dalam model regresi linear sederhana. Persamaan linear tersebut menurut Sardjonopermono (1986) sebagai berikut:

Ŷi = a + bX

Keterangan : Ŷi = curah hujan

X = aliran batang atau curahan tajuk a = konstanta untuk setiap jenis pohon b = koefisien regresi

Steel dan Torrie (1993) menyatakan, untuk mengetahui ukuran keeratan hubungan antara variabel X dan Y, maka akan dilakukan analisa korelasi, menurut persamaan berikut:

r =

Besarnya nilai koefisien korelasi r selalu terletak antara -1 dan +1. Jika nilai koefisien korelasi r = +1, berarti terdapat korelasi positif sempurna antara X dan Y. Jika nilai koefisien korelasi r = -1, berarti terdapat korelasi negatif sempurna antara X dan Y. Sedangkan jika nilai koefisien korelasi r = 0, berarti tidak ada korelasi antara X dan Y.


(45)

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

A. Kondisi Fisik Wilayah 1. Letak Geografis

Universitas Lampung memiliki batas-batas wilayah sebagai berikut: a. Sebelah utara dengan Kelurahan Kampung Baru.

b. Sebelah selatan dengan Kelurahan Gedong Meneng. c. Sebelah barat dengan Kelurahan Raja Basa.

d. Sebelah timur dengan Kelurahan Labuhan Ratu.

Arboretum yang terletak di Unila secara administratif terletak di Kelurahan Gedong Meneng, Kecamatan Rajabasa, Bandar Lampung terletak pada 5o22’ LU serta 105o13’ BT dengan ketinggian lahan 60-96 meter dari permukaan laut (BPS Propinsi Lampung, 2009).

Luas keseluruhan Unila adalah ± 65 Ha, dengan perincian sebagai berikut: a. Fakultas Ekonomi seluas 5.880 m2.

b. Fakultas Hukum seluas 4.500 m2.

c. Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik seluas 4.320 m2. d. Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan 13.182 m2.

e. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam seluas 9.000 m2. f. Fakultas Pertanian seluas 13.818 m2.


(46)

g. Fakultas Teknik seluas 15.199 m2.

h. UPT Perpustakaan dan Percetakan seluas 5.000 m2. i. UPT Fasilitas Olah Raga seluas 5.000 m2.

j. Biro Administrasi Umum dan Keuangan, Biro Administrasi Kemahasiswaan Perencanaan dan Sistem Informasi, dan Rektorat seluas 13.552 m2.

k. Luas halaman parkir, ruas jalan, luas lingkungan gedung yang tidak ditanami, kolam renang, lapangan soft ball, lapangan bola, lapangan tenis, lapangan basket, lapangan volley ball seluas 29.0549 m2. l. Luas lingkungan hijau (Ruang Terbuka Hijau) 12 ha.

m. Luas areal yang saat ini akan dikembangkan 15 ha untuk kepentingan pembangunan gedung Fakultas Kedokteran.

(Surat Keputusan Rektor Unila No. 462/126/RT/1999 tanggal 2 Agustus 1999 ).

2. Tipe Iklim

Kelurahan Gedong Meneng termasuk areal yang datar dengan ketinggian ± 100 m dpl. Berdasarkan observasi data hujan selama 20 tahun kawasan ini memiliki bulan kering rata-rata 2 dan bulan basah 9, sehingga menurut iklim Schmidt dan Ferguson kawasan Unila termasuk tipe iklim B atau menurut iklim klasifikasi Koppen bertipe Ama (BPS Propinsi Lampung, 2009).


(47)

B. Kondisi Vegetasi di Arboretum Unila.

Arboretum Unila yang merupakan ruang terbuka hijau kebanggaan almamater Unila, terkenal dengan sebutan kampus hijau diresmikan pada tahun 1996 dan memiliki luas lahan sekitas 12 ha yang letaknya tersebar di dalam kawasan Unila. Arboretum Unila terbagi menjadi 4 lokasi, yaitu: arboretum kompleks Fakultas Pertanian Unila, arboretum Laboratorium Bahasa Unila, arboretum kompleks Perpustakaan Unila dan arboretum kompleks UPT Komputer Unila. Arboretum Unila memiliki koleksi tanaman langka dari berbagai daerah seperti matoa, kayu hitam, dll. Sampai saat ini, pohon koleksi yang terkumpul di dalam arboretum sendiri berjumlah lebih kurang 76 jenis, sedangkan secara umum yang tersebar diseluruh wilayah Unila lebih dari 100 jenis pohon (Syam, dkk., 2007).

Jenis pohon di dalam kawasan Unila sangat heterogen mulai dari pohon asli Indonesia (local plant) seperti pohon cempaka (Michelia champaca)sampai vegetasi yang berasal dari luar negeri (exotic plant), seperti pohon bungur (Lagerstroemia speciosa) dari Birma (Fitriyadi, 2008). Jenis pohon yang mendominasi di arboretum Fakultas Pertanian Unila antara lain: wareng (Gmelina arborea), kemudian di arboretum Laboratorium Balai Bahasa Unila didominasi oleh pohon sengon laut (Paraserianthes falcataria). Jenis pohon yang mendominasi arboretum kompleks UPT Komputer Unila adalah Acacia mangium dan Acacia auriculiformis, serta damar (Shorea javanica). Pohon yang mendominasi di arboretum kompleks Perpustakaan Unila adalah sengon buto (Enterelobium cyclocarpum) dan sengon laut (Paraserienthes falcataria).


(48)

Lokasi pohon sampel dalam penelitian ini sebagian besar berada di Fakultas Pertanian Unila yang meliputi arboretum Fakultas Pertanian hingga ke sekitar lapangan sepakbola Unila. Peta lokasi penelitian terlampir.


(49)

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Morfologi Pohon

Kondisi morfologi pohon, meliputi data bentuk tajuk dan morfus batang pohon akasia, karet dan, dan kerai payung disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3. Identifikasi bentuk tajuk dan morfus batang pohon Jenis Pohon Bentuk Tajuk Batang Pohon Bentuk Batang Permukaan Batang Sistem Percabangan Arah Cabang Akasia irregular bulat alur dangkal simpodial tegak Karet oval bulat halus monopodial mendatar K.Payung round bulat retak

(berserpih)

dikotom condong ke atas

Dengan mengidentifikasi luas tajuk pohon, morfus batang dan daun pohon, serta kerapatan tajuk pada tiap jenis pohon, dapat diketahui faktor yang

mempengaruhi perbedaan besarnya aliran batang, lolosan tajuk dan intersepsi. Data morfus daun pohon disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4. Identifikasi morfus daun pohon penelitian

Jenis Pohon

Daun Helai Tepi

Daun Pangkal Ujung Tulang Tata

Daun Komposisi Akasia sabit rata runcing runcing paralel selang

seling

tunggal Karet elips rata runcing meruncing menyirip berkarang majemuk

menyirip Kerai Payung meman- jang bergelom- bang

meruncing meruncing menyirip berhada- pan

majemuk menyirip ganda


(50)

Selain identifikasi morfologi pohon, dilakukan juga pengukuran luas tajuk pohon untuk mengetahui perbedaan luas tajuk pada tiap jenis pohon. Data tinggi pohon, diameter batang, diameter tajuk dan luas tajuk pohon disajikan pada Tabel 5.

Tabel 5. Data tinggi, diameter batang, diameter tajuk, dan luas tajuk pohon

Jenis Pohon Tinggi (m) Diameter Batang (cm) Diameter Tajuk (m) Luas Tajuk (m²)

Karet 1 17 35,35 8,5 56,716

2 19 35,99 9 63,585

3 17,5 35,67 9,75 74,624

4 17 35,76 8,75 60,101

5 18 37,26 9,75 74,624

6 18 39,81 10,5 86,546

7 16 32,80 9 63,585

8 18 37,58 9 63,585

9 17 34,71 8,5 56,716

Kerai Payung 1 12 43,36 15 176,625

2 12,5 44,59 16,75 220,241

3 13,5 47,13 16 200,960

4 13 47,77 17 226,865

5 11 42,36 14 153,860

6 10 38,22 12,25 117,799

7 15 46,82 16,5 213,716

8 14 41,72 13 132,665

9 13 44,90 16,25 207,289

Akasia 1 17 41,45 11 94,985

2 20 51,27 12,5 122,656

3 18 41,08 11,75 108,379

4 19 48,09 13 132,665

5 20 51,59 12 113,040

6 18,5 47,77 11,5 103,816

7 19 57,01 12,5 122,656

8 18 43,63 11,5 103,816


(51)

B. Aliran Batang (Steam Flow)

Nilai aliran batang terbesar terdapat pada pohon karet, yaitu sebesar 0,030 mm (0,113% dari curah hujan), kemudian pohon akasia sebesar 0,010 mm (0,039%), dan pohon kerai payung memiliki aliran batang terkecil, yaitu 0,005 mm (0,018%). Persentase aliran batang terhadap besarnya curah hujan disajikan pada Gambar 4.

Keterangan: Besarnya curah hujan 26,525 mm (100%).

Gambar 4. Persentase aliran batang pada pohon akasia, karet, dan kerai payung

0,039

0,113

0,018

0,000 0,020 0,040 0,060 0,080 0,100 0,120

akasia karet kerai payung

A

li

ran

B

at

ang

(%

dar

i

C

ur

ah

H

uj

an)


(52)

Pohon kerai payung merupakan jenis pohon terbaik dengan nilai aliran batang terkecil. Besarnya aliran batang, lolosan tajuk, intersepsi, dan curah hujan disajikan pada Tabel 6.

Tabel 6. Aliran batang, lolosan tajuk, dan intersepsi pada berbagai jenis pohon

Jenis Pohon Aliran Batang Lolosan Tajuk Intersepsi

mm % mm % mm %

Akasia 0,010(b) 0,039 20,128(c) 75,882 6,387(a) 24,080 Karet 0,030(c) 0,113 18,866(b) 71,124 7,629(b) 28,763 K.Payung 0,005(a) 0,018 16,652(a) 62,777 9,869(c) 37,205

Keterangan: 1). Besarnya curah hujan selama periode pengamatan adalah 26,525 mm.

2). Angka yang diikuti oleh huruf yang sama secara vertikal tidak berbeda menurut uji BNT pada taraf nyata 5%.

Perbedaan besarnya nilai aliran batang pada suatu pohon dipengaruhi oleh keadaan permukaan batang dan sistem percabangannya. Menurut Lee (1990), aliran batang secara konsisten lebih besar untuk pohon-pohon yang

mempunyai kulit yang lebih rata (bertekstur halus). Hal ini juga sesuai dengan penjelasan Rushayati (1999), bahwa untuk batang yang licin aliran batangnya cepat, sedangkan pada kulit batang yang kasar dan merekah aliran batangnya lambat.

Aliran batang pada pohon kerai payung lebih kecil dibandingkan dengan pohon karet, hal ini disebabkan kondisi permukaan batang kerai payung yang retak (berserpih). Kondisi tajuk yang rapat, menyebabkan air hujan akan lebih banyak tertahan di tajuk dan diuapkan kembali ke udara. Sementara hanya sebagian kecil yang mengalir pada batang sebagai aliran batang.


(53)

Pohon akasia memiliki permukaan batang yang beralur dangkal (permukaan batang sedikit kasar, permukaan membentuk alur yang teratur namun tidak terlalu dalam atau dangkal), sehingga air dapat mengalir lebih lambat bila dibandingkan dengan kondisi permukaan batang yang lebih halus. Namun pada kondisi permukaan batang seperti ini, aliran batang menjadi lebih besar dari pada aliran batang pada permukaan batang yang kasar. Kondisi tajuk yang jarang, menciptakan banyak ruang di dalam tajuk, sehingga

menyebabkan air hujan yang tertiup angin tertangkap oleh batang kemudian akan mengalir sebagai aliran batang.

Aliran batang terbesar terjadi pada pohon karet. Besarnya aliran batang pada pohon ini dipengaruhi oleh kondisi permukaan batangnya yang halus.

Dengan kondisi tajuk yang tidak rapat, air hujan dapat tertangkap oleh batang pohon. Aliran batang pun dapat mengalir lebih cepat dan nilainya semakin besar dikarenakan permukaan batangnya halus. Bentuk tajuk dan kondisi permukaan batang pohon dapat dilihat pada Tabel 3.

Untuk mengetahui hubungan antara curah hujan dan aliran batang, maka dilakukan analisis regresi linear sederhana. Hasil analisis regresi linear sederhana disajikan pada Gambar 5.


(54)

Gambar 5. Hubungan curah hujan dengan aliran batang pada pohon akasia ( ), karet ( ), dan kerai payung ( )

Besarnya nilai koefisien korelasi (r) pada masing-masing hubungan menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang nyata antara curah hujan dengan aliran batang. Peningkatan curah hujan akan meningkatkan besarnya aliran batang pada ketiga jenis pohon.

C. Lolosan Tajuk (Through Fall)

Nilai lolosan tajuk terbesar dimiliki oleh jenis pohon akasia yaitu 20,13 mm (75,88% dari curah hujan), kemudian karet sebesar 18,87 mm (71,12%) dan nilai lolosan tajuk terkecil terdapat pada pohon kerai payung sebesar 16,65 mm (62,77%). Persentase nilai lolosan tajuk pada setiap jenis pohon terhadap curah hujan disajikan pada Gambar 6.

Akasia y = 0,004x - 0,004

r = 0,978 Karet

y = 0,012x - 0,006 r = 0,990

Kerai Payung y = 0,002x - 0,002

r = 0,984

0,0000 0,0100 0,0200 0,0300 0,0400 0,0500 0,0600

7,96 14,15 25,51 41,43 43,58

A li ran B at ang ( m m )


(55)

Keterangan: Besarnya curah hujan 26,525 mm (100%).

Gambar 6. Persentase lolosan tajuk pada pohon akasia ( ), karet ( ), dan kerai payung ( )

Pohon kerai payung merupakan jenis pohon terbaik karena memiliki nilai lolosan tajuk terkecil (Tabel 6). Perbedaan besarnya lolosan tajuk disebabkan karena kondisi tajuk dari ketiga jenis pohon tersebut berbeda. Pohon akasia dengan lolosan tajuk terbesar, memiliki kondisi tajuk yang tidak rapat, di mana terdapat celah yang memungkinkan air hujan tidak sempat tertahan di tajuk dan langsung jatuh ke permukaan tanah. Hal ini sesuai dengan

pernyataan Asdak (2002), bahwa air lolos (lolosan tajuk) akan semakin berkurang sejalan dengan bertambah rapatnya tajuk vegetasi atau tegakan hutan. 75,88 71,12 62,77 0,000 10,000 20,000 30,000 40,000 50,000 60,000 70,000 80,000 jenis pohon Lolos an T aj uk ( % dar i C ur ah H uj an)


(56)

Jenis pohon ini juga memiliki sistem percabangan yang simpodial (batang pokok tumbuh lambat, menyebabkan cabang berukuran hampir sama dengan batang pokok dan terlihat tak beraturan), sehingga menciptakan banyak ruang di dalam dan antar tajuk. Hal ini yang menyebabkan semakin besarnya lolosan tajuk di bawah pohon akasia, terutama bila kecepatan angin ketika terjadi hujan cukup tinggi.

Pohon karet memiliki tajuk yang agak rapat dibandingkan dengan pohon akasia, namun masih terdapat celah sehingga butir hujan dapat lolos ke permukaan tanah. Dengan sistem percabangan monopodial (memiliki satu batang pokok utama), masih ada ruang di dalam tajuk yang terbentuk, sehingga air hujan dapat lolos jatuh ke permukaan tanah.

Pohon kerai payung memiliki lolosan tajuk terkecil dibandingkan dengan kedua jenis pohon lainnya. Hal ini disebabkan karena pohon kerai payung memiliki tajuk yang rapat dengan sistem percabangan dikotom (batang selalu tumbuh menjadi dua cabang sama besar, sehingga tajuk dapat semakin lebar). Dengan sistem percabangan dikotom, tajuk yang terbentuk cukup rapat dan tidak menciptakan ruang di dalam dan antar tajuk vegetasi, sehingga nilai lolosan tajuk pun menjadi kecil.

Besarnya lolosan tajuk pada ketiga jenis pohon dalam penelitian ini berkisar antara 62% hingga 75% dari curah hujan, menunjukkan bahwa kondisi vegetasi di lokasi penelitian cukup rapat. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Asdak (2002), yang menginformasikan hasil penelitian lolosan


(57)

tajuk pada tiga tipe penutupan vegetasi dengan kerapatan berbeda. Pada lokasi tanpa tajuk besarnya air lolos (through fall) mencapai 99% dan

menurun hingga 95% dan 85% masing-masing pada lokasi dengan penutupan tajuk yang sedang dan rapat.

Gambar 7. Hubungan curah hujan dengan lolosan tajuk pada pohon akasia ( ), karet ( ), dan kerai payung ( )

Besarnya nilai koefisien korelasi (r), menunjukkan adanya hubungan yang nyata antara curah hujan dengan lolosan tajuk. Sehingga, peningkatan curah hujan akan meningkatkan besarnya aliran batang pada ketiga jenis pohon (Gambar 7).

Akasia y = 7,940x - 3,692

r = 0,981

Karet y = 7,444x - 3,468

r = 0,993

Kerai Payung y = 6,500x - 2,849

r = 0,980

0,000 5,000 10,000 15,000 20,000 25,000 30,000 35,000 40,000

7,96 14,15 25,51 41,43 43,58

Lolos an T aj uk ( m m )


(58)

D. Intersepsi

Nilai intersepsi terbesar terdapat pada jenis pohon kerai payung yaitu sebesar 9,87 mm (37,21% dari curah hujan), kemudian karet sebesar 7,63 mm

(28,76%) dan nilai intersepsi terkecil dimiliki oleh jenis pohon akasia, 6,39 mm (24,08%). Persentase intersepsi ketiga jenis pohon terhadap curah hujan disajikan pada Gambar 8.

Keterangan: Besarnya curah hujan 26,525 mm (100%).

Gambar 8. Persentase intersepsi pada pohon akasia ( ), karet ( ), dan kerai payung ( )

Kerai payung merupakan jenis pohon dengan kemampuan mengintersepsi air hujan yang terbaik (Tabel 3). Nilai intersepsi pada penelitian ini dapat dikatakan sejalan dengan pernyataan Bruijnzeel (1990, dalam Asdak, 2002) yaitu besarnya intersepsi di hutan hujan tropis berkisar antara 10% hingga 35% dari curah hujan total.

24,08 28,76 37,21 0,000 5,000 10,000 15,000 20,000 25,000 30,000 35,000 40,000 jenis pohon Int er se psi ( % dar i C ur ah H uj an)


(59)

Kondisi tajuk jenis pohon kerai payung yang rapat dan tebal memungkinkan untuk menahan air hujan cukup besar dibandingkan jenis pohon lainnya. Hal ini sesuai dengan penjelasan Suryatmojo (2006) yaitu besar kecilnya

intersepsi dipengaruhi oleh sifat hujan (terutama intensitas hujan dan lama hujan), kecepatan angin, dan jenis pohon (kerapatan tajuk dan bentuk tajuk).

Nilai intersepsi terbesar pada pohon kerai payung juga disebabkan oleh karakteristik pohonnya. Berdasarkan komposisi daunnya, pohon kerai

payung memiliki komposisi daun majemuk menyirip ganda. Berbeda dengan komposisi daun pada pohon karet yang memiliki komposisi daun majemuk menyirip dan akasia yang berkomposisi daun tunggal. Kondisi tajuknya yang lebat terbentuk dari sistem percabangan dikotom dengan arah cabangnya yang condong ke atas. Sehingga dengan kondisi tajuk yang lebih rapat, kerai payung memiliki nilai intersepsi terbesar (Tabel 1 dan 2). Hubungan antara curah hujan dengan intersepsi disajikan pada Gambar 9.


(60)

Gambar 9. Hubungan curah hujan dengan intersepsi pada pohon akasia ( ), karet ( ), dan kerai payung ( )

Besarnya nilai koefisien korelasi (r) menunjukkan terdapat hubungan yang nyata antara curah hujan dan intersepsi. Sehingga peningkatan curah hujan akan meningkatkan besarnya nilai intersepsi pada ketiga jenis pohon.

Akasia y = 1,917x + 0,635

r = 0,971

Karet y = 2,698x - 0,464

r = 0,964 Kerai Payung

y = 3,270x + 0,056 r = 0,944

0,00 2,00 4,00 6,00 8,00 10,00 12,00 14,00 16,00 18,00

7,96 14,15 25,51 41,43 43,58

Int

er

se

psi

(

m

m

)


(61)

VI. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian diperoleh kesimpulan sebagai berikut:

1. Nilai intersepsi terbesar terdapat pada pohon kerai payung 9,87 mm atau 37,21% dari curah hujan selama periode pengamatan, kemudian akasia dan karet, sebesar 7,63 mm (28,76%) dan 6,39 mm (24,08 %).

2. Nilai aliran batang terbesar terdapat pada pohon karet 0,03 mm (0,113% dari curah hujan), kemudian pohon akasia dan kerai payung, sebesar 0,010 mm (0,039%) dan 0,005 mm (0,018%).

3. Nilai lolosan tajuk terbesar dimiliki oleh pohon akasia 20,13 mm (75,88% dari curah hujan), kemudian pohon karet dan kerai payung sebesar 18,87 mm (71,12%) dan 16,65 mm (62,77%).

B. Saran

Pohon kerai payung dapat digunakan sebagai tanaman reboisasi dan penghijauan di wilayah perkotaan, karena memiliki kemampuan mengintersepsi air hujan yang besar. Diperlukan penelitian yang sama dengan berbagai jenis pohon lainnya untuk menambah koleksi dan referensi tentang kemampuan pohon dalam mengintersepsi air hujan.


(62)

DAFTAR PUSTAKA

Anwar, Moch. 2003. Intersepsi Hujan oleh Hutan dan Kebun Coklat di Kawasan Batas Hutan Taman Nasional Lore Lindu Sulawesi Selatan. Tesis. Fakultas Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Arsyad, S. 2006. Konservasi Tanah dan Air. IPB Press. Bogor.

Asdak, C. 2002. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. 613 hlm.

Bina-ukm.com. 2010. Karakteristik Tanaman Karet dalam Budidaya Tanaman Karet. Website: http://binaukm.com. Diakses pada tanggal 27-05-2010 pukul 18.34 WIB.

Departemen Kehutanan. 2008. Statistik Kehutanan Indonesia (Forestry Statistics of Indonesia) 2008. Website: http://www.dephut.go.id/. Diakses pada Tanggal 01-11-2010 pukul 17.33 WIB.

Fitriyadi, Y. 2008. Nilai Keberadaan (Existence Value) Arboretum Unila bagi Mahasiswa Unila. Skripsi Jurusan Manajemen Hutan. Bandar

Lampung. Tidak dipublikasikan.

Hanafiah, K. A. 2004. Rancangan Percobaan. Raja Grafindo Utama. Jakarta. 260 hlm.

Handayani, Y. L., A. Hendry, H. Suherly. 2007. Pemilihan Metode Intensitas Hujan yang Sesuai dengan Karakteristik Stasiun Pekanbaru. Univeritas Riau. Website: http://jurnal.uajy.ac.id/. Diakses pada Tanggal 27-10-2010 pukul 14.22 WIB.

Indriyanto. 2005. Dendrologi. Universitas Lampung. Bandar Lampung.

Joker, D. 2001. Informasi Singkat Benih. Direktorat Perbenihan Tanaman Hutan Departemen Kehutanan. Website: http://www.dephut.go.id/INFORMASI/ RRL/IFSPAcacia_auriculiformis_Cunn.pdf. Diakses pada Tanggal 17-03-2010 pukul 10.03 WIB.


(63)

Lee, R. 1990. Hidrologi Hutan. Gajah Mada University Press. Yogyakarta. Nasrullah, T. 2008. Pengamatan Beberapa Karakteristik Daun Ki Sabun

(Filicium decipiens) di Dua Tempat di Kota Bandung. Website: http://www.sith.itb.ac.id/abstract/s1/2008-S1-Taufiq Nashrulloh. Diakses pada Tanggal 17-03-2010 pukul 10.46 WIB.

Proseanet.com. 2010. Detil Data Acacia auriculiformis A. Cunn. Ex Benth. Website: http://www.proseanet.org/prohati2/browser.php?docsid=332. Diakses pada Tanggal 05-04-2010 pukul 09.35 WIB.

Rushayati, S. B. 1999. Pengaruh Hutan Terhadap Tanah dan Tata Air. Perum Perhutani dan Fakultas Kehutanan IPB. Jakarta.

Sardjonopermono, I. 1986. Sekelumit Analisa Regresi dan Korelasi. BPFE Yogyakarta. Yogyakarta.

Setiawan, A. I. 2000. Penghijauan dengan Tanaman Potensial. Penebar Swadaya. Jakarta. 150 hlm.

Seyhan, E. 1990. Dasar-dasar Hidrologi. Gajah Mada University Press. Yogyakarta.

Steel, R. G. D. dan Torrie, J. H. 1993. Prinsip dan Prosedur Statistika. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. 772 hlm.

Suryatmojo. H. 2006. Konsep Dasar Hidrologi Hutan. Website:

http://mayong.staff.ugm.ac.id/site/?page_id=117. Diakses pada Tanggal 14-03-2010 jam 21.37 WIB.

Syam, T., Kushendarto., Bintoro, A., Indriyanto. 2007. Keanekaragaman Pohon di Kampus Hijau Unila. Fakultas Pertanian Universitas Lampung. Bandar Lampung.

Wikipedia.org. 2010. Para. Website: http://id.wikipedia.org/wiki/Para_%28 pohon%29. Diakses pada tanggal 27-05-2010 pukul 18.30 WIB.


(64)

(65)

Tabel 7. Data curah hujan, aliran batang, lolosan tajuk, dan intersepsi pada pohon akasia (Acacia auriculiformis), karet (Hevea brasiliensis), dan kerai payung (Filicium decipiens) dalam periode pengamatan 5 hari hujan Akasia 1

No Hari/Tanggal

Aliran Batang (mm) Lolosan Tajuk (mm) Intersepsi (mm) Curah Hujan (mm) 1 Selasa/25-05-2010 0,0146 30,2893 11,1260 41,4298 2 Jumat/28-05-2010 0,0122 20,4118 5,0907 25,5147 3 Minggu/30-05-2010 0,0018 4,8251 3,1307 7,9576 4 Rabu/02-06-2010 0,0044 9,7006 4,4417 14,1468 5 Minggu/06-06-2010 0,0288 32,7397 10,8086 43,5771

Total 0,0619 97,9664 34,5977 132,6260

rata-rata (mm) 0,0124 19,5933 6,9195 26,5252

Akasia 2

No Hari/Tanggal

Aliran Batang (mm) Lolosan Tajuk (mm) Intersepsi (mm) Curah Hujan (mm) 1 Selasa/25-05-2010 0,0244 31,3250 10,0805 41,4298 2 Jumat/28-05-2010 0,0119 18,7192 6,7836 25,5147 3 Minggu/30-05-2010 0,0011 4,6987 3,2577 7,9576 4 Rabu/02-06-2010 0,0020 9,8522 4,2926 14,1468 5 Minggu/06-06-2010 0,0287 35,5943 7,9541 43,5771

Total 0,0681 100,1895 32,3684 132,6260

rata-rata (mm) 0,0136 20,0379 6,4737 26,5252

Akasia 3

No Hari/Tanggal

Aliran Batang (mm) Lolosan Tajuk (mm) Intersepsi (mm) Curah Hujan (mm) 1 Selasa/25-05-2010 0,0167 32,7902 8,6229 41,4298 2 Jumat/28-05-2010 0,0134 19,4266 6,0748 25,5147 3 Minggu/30-05-2010 0,0020 4,9766 2,9790 7,9576 4 Rabu/02-06-2010 0,0039 9,8270 4,3159 14,1468 5 Minggu/06-06-2010 0,0231 33,7754 9,7786 43,5771

Total 0,0591 100,7958 31,7711 132,6260


(66)

Tabel 7. Lanjutan Akasia 4

No Hari/Tanggal

Aliran Batang (mm) Lolosan Tajuk (mm) Intersepsi (mm) Curah Hujan (mm) 1 Selasa/25-05-2010 0,0106 33,3965 8,0228 41,4298 2 Jumat/28-05-2010 0,0075 17,7340 7,7732 25,5147 3 Minggu/30-05-2010 0,0015 5,0272 2,9289 7,9576 4 Rabu/02-06-2010 0,0036 10,0291 4,1141 14,1468 5 Minggu/06-06-2010 0,0122 37,5142 6,0507 43,5771

Total 0,0354 103,7009 28,8897 132,6260

rata-rata (mm) 0,0071 20,7402 5,7779 26,5252

Akasia 5

No Hari/Tanggal

Aliran Batang (mm) Lolosan Tajuk (mm) Intersepsi (mm) Curah Hujan (mm) 1 Selasa/25-05-2010 0,0113 32,0576 9,3610 41,4298 2 Jumat/28-05-2010 0,0080 20,4876 5,0192 25,5147 3 Minggu/30-05-2010 0,0019 5,2293 2,7264 7,9576 4 Rabu/02-06-2010 0,0047 11,3932 2,7488 14,1468 5 Minggu/06-06-2010 0,0115 37,1353 6,4304 43,5771

Total 0,0374 106,3029 26,2857 132,6260

rata-rata (mm) 0,0075 21,2606 5,2571 26,5252

Akasia 6

No Hari/Tanggal

Aliran Batang (mm) Lolosan Tajuk (mm) Intersepsi (mm) Curah Hujan (mm) 1 Selasa/25-05-2010 0,0115 29,8851 11,5333 41,4298 2 Jumat/28-05-2010 0,0069 18,3908 7,1170 25,5147 3 Minggu/30-05-2010 0,0021 5,1029 2,8526 7,9576 4 Rabu/02-06-2010 0,0031 10,0543 4,0894 14,1468 5 Minggu/06-06-2010 0,0116 33,0176 10,5480 43,5771

Total 0,0351 96,4507 36,1402 132,6260


(67)

Tabel 7. Lanjutan Akasia 7

No Hari/Tanggal

Aliran Batang (mm) Lolosan Tajuk (mm) Intersepsi (mm) Curah Hujan (mm) 1 Selasa/25-05-2010 0,0174 30,9461 10,4663 41,4298 2 Jumat/28-05-2010 0,0119 19,2750 6,2279 25,5147 3 Minggu/30-05-2010 0,0010 5,2545 2,7020 7,9576 4 Rabu/02-06-2010 0,0019 9,9533 4,1916 14,1468 5 Minggu/06-06-2010 0,0097 33,5481 10,0194 43,5771

Total 0,0419 98,9769 33,6073 132,6260

rata-rata (mm) 0,0084 19,7954 6,7215 26,5252

Akasia 8

No Hari/Tanggal

Aliran Batang (mm) Lolosan Tajuk (mm) Intersepsi (mm) Curah Hujan (mm) 1 Selasa/25-05-2010 0,0160 33,1186 8,2953 41,4298 2 Jumat/28-05-2010 0,0108 21,7507 3,7532 25,5147 3 Minggu/30-05-2010 0,0019 6,1134 1,8422 7,9576 4 Rabu/02-06-2010 0,0031 10,9385 3,2052 14,1468 5 Minggu/06-06-2010 0,0160 31,2239 12,3371 43,5771

Total 0,0479 103,1451 29,4330 132,6260

rata-rata (mm) 0,0096 20,6290 5,8866 26,5252

Akasia 9

No Hari/Tanggal

Aliran Batang (mm) Lolosan Tajuk (mm) Intersepsi (mm) Curah Hujan (mm) 1 Selasa/25-05-2010 0,0295 32,2344 9,1659 41,4298 2 Jumat/28-05-2010 0,0154 20,0076 5,4918 25,5147 3 Minggu/30-05-2010 0,0016 5,4566 2,4994 7,9576 4 Rabu/02-06-2010 0,0041 8,8165 5,3262 14,1468 5 Minggu/06-06-2010 0,0278 31,7039 11,8453 43,5771

Total 0,0784 98,2190 34,3285 132,6260


(68)

Tabel 7. Lanjutan Karet 1

No Hari/Tanggal

Aliran Batang (mm) Lolosan Tajuk (mm) Intersepsi (mm) Curah Hujan (mm) 1 Selasa/25-05-2010 0,0468 25,9189 15,4641 41,4298 2 Jumat/28-05-2010 0,0338 17,7845 7,6964 25,5147 3 Minggu/30-05-2010 0,0022 4,6482 3,3072 7,9576 4 Rabu/02-06-2010 0,0164 9,1449 4,9855 14,1468 5 Minggu/06-06-2010 0,0534 32,7649 10,7588 43,5771

Total (ml) 0,1524 90,2615 42,2121 132,6260

rata-rata (mm) 0,0305 18,0523 8,4424 26,5252 Karet 2

No Hari/Tanggal

Aliran Batang (mm) Lolosan Tajuk (mm) Intersepsi (mm) Curah Hujan (mm) 1 Selasa/25-05-2010 0,0473 25,5905 15,7921 41,4298 2 Jumat/28-05-2010 0,0362 18,0624 7,4161 25,5147 3 Minggu/30-05-2010 0,0017 4,8503 3,1055 7,9576 4 Rabu/02-06-2010 0,0214 8,7407 5,3847 14,1468 5 Minggu/06-06-2010 0,0553 31,5524 11,9695 43,5771

Total (ml) 0,1618 88,7963 43,6679 132,6260

rata-rata (mm) 0,0324 17,7593 8,7336 26,5252 Karet 3

No Hari/Tanggal

Aliran Batang (mm) Lolosan Tajuk (mm) Intersepsi (mm) Curah Hujan (mm) 1 Selasa/25-05-2010 0,0358 28,7230 12,6711 41,4298 2 Jumat/28-05-2010 0,0257 18,9971 6,4919 25,5147 3 Minggu/30-05-2010 0,0015 4,0672 3,8888 7,9576 4 Rabu/02-06-2010 0,0129 8,1091 6,0247 14,1468 5 Minggu/06-06-2010 0,0518 35,0133 8,5121 43,5771

Total (ml) 0,1277 94,9097 37,5886 132,6260


(69)

Tabel 7. Lanjutan Karet 4

No Hari/Tanggal

Aliran Batang (mm) Lolosan Tajuk (mm) Intersepsi (mm) Curah Hujan (mm) 1 Selasa/25-05-2010 0,0398 29,7587 11,6313 41,4298 2 Jumat/28-05-2010 0,0255 20,4876 5,0016 25,5147 3 Minggu/30-05-2010 0,0032 4,5219 3,4325 7,9576 4 Rabu/02-06-2010 0,0178 8,9680 5,1610 14,1468 5 Minggu/06-06-2010 0,0644 31,7797 11,7330 43,5771

Total (ml) 0,1506 95,5160 36,9594 132,6260

rata-rata (mm) 0,0301 19,1032 7,3919 26,5252 Karet 5

No Hari/Tanggal

Aliran Batang (mm) Lolosan Tajuk (mm) Intersepsi (mm) Curah Hujan (mm) 1 Selasa/25-05-2010 0,0322 28,8493 12,5483 41,4298 2 Jumat/28-05-2010 0,0200 21,4475 4,0472 25,5147 3 Minggu/30-05-2010 0,0025 3,9409 4,0142 7,9576 4 Rabu/02-06-2010 0,0157 10,0291 4,1021 14,1468 5 Minggu/06-06-2010 0,0511 33,2702 10,2559 43,5771

Total (ml) 0,1215 97,5369 34,9676 132,6260

rata-rata (mm) 0,0243 19,5074 6,9935 26,5252 Karet 6

No Hari/Tanggal

Aliran Batang (mm) Lolosan Tajuk (mm) Intersepsi (mm) Curah Hujan (mm) 1 Selasa/25-05-2010 0,0325 25,7673 15,6300 41,4298 2 Jumat/28-05-2010 0,0240 20,2602 5,2306 25,5147 3 Minggu/30-05-2010 0,0023 4,8251 3,1302 7,9576 4 Rabu/02-06-2010 0,0154 10,0543 4,0770 14,1468 5 Minggu/06-06-2010 0,0364 31,7545 11,7862 43,5771

Total (ml) 0,1107 92,6614 39,8539 132,6260

rata-rata (mm) 0,0221 18,5323 7,9708 26,5252


(70)

Tabel 7. Lanjutan Karet 7

No Hari/Tanggal

Aliran Batang (mm) Lolosan Tajuk (mm) Intersepsi (mm) Curah Hujan (mm) 1 Selasa/25-05-2010 0,0479 26,8789 14,5031 41,4298 2 Jumat/28-05-2010 0,0439 19,5276 5,9432 25,5147 3 Minggu/30-05-2010 0,0034 4,5977 3,3564 7,9576 4 Rabu/02-06-2010 0,0279 9,8775 4,2414 14,1468 5 Minggu/06-06-2010 0,0502 32,8912 10,6356 43,5771

Total (ml) 0,1734 93,7729 38,6797 132,6260

rata-rata (mm) 0,0347 18,7546 7,7359 26,5252 Karet 8

No Hari/Tanggal

Aliran Batang (mm) Lolosan Tajuk (mm) Intersepsi (mm) Curah Hujan (mm) 1 Selasa/25-05-2010 0,0481 27,3588 14,0229 41,4298 2 Jumat/28-05-2010 0,0365 20,1592 5,3191 25,5147 3 Minggu/30-05-2010 0,0030 4,6987 3,2559 7,9576 4 Rabu/02-06-2010 0,0263 11,8479 2,2725 14,1468 5 Minggu/06-06-2010 0,0486 35,0638 8,4648 43,5771

Total (ml) 0,1624 99,1285 33,3352 132,6260

rata-rata (mm) 0,0325 19,8257 6,6670 26,5252 Karet 9

No Hari/Tanggal

Aliran Batang (mm) Lolosan Tajuk (mm) Intersepsi (mm) Curah Hujan (mm) 1 Selasa/25-05-2010 0,0528 29,9608 11,4162 41,4298 2 Jumat/28-05-2010 0,0473 19,8560 5,6115 25,5147 3 Minggu/30-05-2010 0,0037 4,9261 3,0277 7,9576 4 Rabu/02-06-2010 0,0294 10,4332 3,6842 14,1468 5 Minggu/06-06-2010 0,0559 31,1987 12,3225 43,5771

Total (ml) 0,1890 96,3749 36,0621 132,6260


(71)

Tabel 7. Lanjutan Kerai Payung 1

No Hari/Tanggal

Aliran Batang (mm) Lolosan Tajuk (mm) Intersepsi (mm) Curah Hujan (mm) 1 Selasa/25-05-2010 0,0056 25,6663 15,7580 41,4298 2 Jumat/28-05-2010 0,0055 19,0981 6,4110 25,5147 3 Minggu/30-05-2010 0,0005 4,3956 3,5615 7,9576 4 Rabu/02-06-2010 0,0011 8,6144 5,5313 14,1468 5 Minggu/06-06-2010 0,0083 25,4137 18,1551 43,5771

Total (ml) 0,0210 83,1881 49,4169 132,6260

rata-rata (mm) 0,0042 16,6376 9,8834 26,5252

Kerai Payung 2

No Hari/Tanggal

Aliran Batang (mm) Lolosan Tajuk (mm) Intersepsi (mm) Curah Hujan (mm) 1 Selasa/25-05-2010 0,0069 26,4999 14,9230 41,4298 2 Jumat/28-05-2010 0,0066 13,4394 12,0687 25,5147 3 Minggu/30-05-2010 0,0006 3,5367 4,4203 7,9576 4 Rabu/02-06-2010 0,0011 8,8923 5,2535 14,1468 5 Minggu/06-06-2010 0,0083 25,6158 17,9530 43,5771

Total (ml) 0,0235 77,9841 54,6184 132,6260

rata-rata (mm) 0,0047 15,5968 10,9237 26,5252

Kerai Payung 3

No Hari/Tanggal

Aliran Batang (mm) Lolosan Tajuk (mm) Intersepsi (mm) Curah Hujan (mm) 1 Selasa/25-05-2010 0,0066 25,0600 16,3632 41,4298 2 Jumat/28-05-2010 0,0049 15,2583 10,2515 25,5147 3 Minggu/30-05-2010 0,0009 4,9261 3,0306 7,9576 4 Rabu/02-06-2010 0,0023 7,7807 6,3638 14,1468 5 Minggu/06-06-2010 0,0073 28,2430 15,3268 43,5771

Total (ml) 0,0219 81,2682 51,3359 132,6260


(72)

Tabel 7. Lanjutan Kerai Payung 4

No Hari/Tanggal

Aliran Batang (mm) Lolosan Tajuk (mm) Intersepsi (mm) Curah Hujan (mm) 1 Selasa/25-05-2010 0,0043 28,2935 13,1320 41,4298 2 Jumat/28-05-2010 0,0036 17,3551 8,1561 25,5147 3 Minggu/30-05-2010 0,0005 4,6735 3,2836 7,9576 4 Rabu/02-06-2010 0,0008 9,2459 4,9001 14,1468 5 Minggu/06-06-2010 0,0047 28,5209 15,0515 43,5771

Total (ml) 0,0139 88,0889 44,5232 132,6260

rata-rata (mm) 0,0028 17,6178 8,9046 26,5252

Kerai Payung 5

No Hari/Tanggal

Aliran Batang (mm) Lolosan Tajuk (mm) Intersepsi (mm) Curah Hujan (mm) 1 Selasa/25-05-2010 0,0063 26,7020 14,7215 41,4298 2 Jumat/28-05-2010 0,0042 15,7635 9,7470 25,5147 3 Minggu/30-05-2010 0,0006 3,4356 4,5213 7,9576 4 Rabu/02-06-2010 0,0013 7,4523 6,6931 14,1468 5 Minggu/06-06-2010 0,0090 25,3126 18,2555 43,5771

Total (ml) 0,0215 78,6662 53,9383 132,6260

rata-rata (mm) 0,0043 15,7332 10,7877 26,5252

Kerai Payung 6

No Hari/Tanggal

Aliran Batang (mm) Lolosan Tajuk (mm) Intersepsi (mm) Curah Hujan (mm) 1 Selasa/25-05-2010 0,0098 25,6410 15,7790 41,4298 2 Jumat/28-05-2010 0,0067 20,1844 5,3236 25,5147 3 Minggu/30-05-2010 0,0009 3,8651 4,0915 7,9576 4 Rabu/02-06-2010 0,0018 9,5743 4,5707 14,1468 5 Minggu/06-06-2010 0,0140 30,1124 13,4507 43,5771

Total (ml) 0,0332 89,3773 43,2155 132,6260


(73)

Tabel 7. Lanjutan Kerai Payung 7

No Hari/Tanggal

Aliran Batang (mm) Lolosan Tajuk (mm) Intersepsi (mm) Curah Hujan (mm) 1 Selasa/25-05-2010 0,0062 23,7464 17,6773 41,4298 2 Jumat/28-05-2010 0,0064 17,6835 7,8249 25,5147 3 Minggu/30-05-2010 0,0007 3,6377 4,3192 7,9576 4 Rabu/02-06-2010 0,0014 8,7912 5,3542 14,1468 5 Minggu/06-06-2010 0,0109 28,0914 15,4748 43,5771

Total (ml) 0,0254 81,9502 50,6503 132,6260

rata-rata (mm) 0,0051 16,3900 10,1301 26,5252

Kerai Payung 8

No Hari/Tanggal

Aliran Batang (mm) Lolosan Tajuk (mm) Intersepsi (mm) Curah Hujan (mm) 1 Selasa/25-05-2010 0,0121 28,8240 12,5937 41,4298 2 Jumat/28-05-2010 0,0063 17,1530 8,3555 25,5147 3 Minggu/30-05-2010 0,0006 3,7641 4,1930 7,9576 4 Rabu/02-06-2010 0,0018 7,5786 6,5663 14,1468 5 Minggu/06-06-2010 0,0164 26,6262 16,9344 43,5771

Total (ml) 0,0372 83,9459 48,6429 132,6260

rata-rata (mm) 0,0074 16,7892 9,7286 26,5252

Kerai Payung 9

No Hari/Tanggal

Aliran Batang (mm) Lolosan Tajuk (mm) Intersepsi (mm) Curah Hujan (mm) 1 Selasa/25-05-2010 0,0055 25,5905 15,8338 41,4298 2 Jumat/28-05-2010 0,0045 17,4056 8,1046 25,5147 3 Minggu/30-05-2010 0,0004 3,5367 4,4204 7,9576 4 Rabu/02-06-2010 0,0009 8,0081 6,1378 14,1468 5 Minggu/06-06-2010 0,0091 30,3145 13,2535 43,5771

Total (ml) 0,0205 84,8554 47,7501 132,6260


(74)

Tabel 8. Rekapitulasi data aliran batang

Tabel 9. Rekapitulasi data aliran batang (transformasi √x)

Tabel 10. Rekapitulasi data lolosan tajuk

1 2 3 4 5 6 7 8 9

Akasia 0,0124 0,0136 0,0118 0,0071 0,0075 0,0070 0,0084 0,0096 0,0157 0,0930 0,0103 Karet 0,0305 0,0324 0,0255 0,0301 0,0243 0,0221 0,0347 0,0325 0,0378 0,2699 0,0300 Kerai Payung 0,0042 0,0047 0,0044 0,0028 0,0043 0,0066 0,0051 0,0074 0,0041 0,0436 0,0048 Jumlah 0,0471 0,0507 0,0417 0,0400 0,0361 0,0358 0,0481 0,0495 0,0576 0,4066

Rata-rata 0,0157 0,0169 0,0139 0,0133 0,0120 0,0119 0,0160 0,0165 0,0192 0,0151

Perlakuan Kelompok Jumlah Rata-rata

1 2 3 4 5 6 7 8 9

Akasia 0,111 0,117 0,109 0,084 0,086 0,084 0,091 0,098 0,125 0,906 0,101 Karet 0,175 0,180 0,160 0,174 0,156 0,149 0,186 0,180 0,194 1,553 0,173 Kerai Payung 0,065 0,069 0,066 0,053 0,066 0,081 0,071 0,086 0,064 0,621 0,069 Jumlah 0,351 0,365 0,335 0,310 0,308 0,314 0,349 0,364 0,384 3,080

Rata-rata 0,117 0,122 0,112 0,103 0,103 0,105 0,116 0,121 0,128 0,114

Perlakuan Kelompok Jumlah Rata-rata

1

2

3

4

5

6

7

8

9

Akasia

19,593 20,038 20,159 20,740 21,261 19,290 19,795 20,629 19,644 181,149 20,128

Karet

18,052 17,759 18,982 19,103 19,507 18,532 18,755 19,826 19,275 169,792 18,866

Kerai Payung 16,638 15,597 16,254 17,618 15,733 17,875 16,390 16,789 16,971 149,865 16,652

Jumlah

54,283 53,394 55,395 57,461 56,501 55,698 54,940 57,244 55,890 500,806

Rata-rata

18,094 17,798 18,465 19,154 18,834 18,566 18,313 19,081 18,630

18,548


(75)

Tabel 11. Rekapitulasi data intersepsi

1

2

3

4

5

6

7

8

9

Akasia

6,9195 6,4737 6,3542 5,7779 5,2571 7,228 6,7215 5,8866 6,8657 57,484 6,387148

Karet

8,4424 8,7336 7,5177 7,3919 6,9935 7,9708 7,7359 6,667 7,2124 68,665 7,629478

Kerai Payung 9,8834 10,924 10,267 8,9046 10,788 8,6431 10,13 9,7286

9,55 88,818 9,868702

Jumlah

25,245 26,131 24,139 22,074 23,038 23,842 24,587 22,282 23,628 214,97

Rata-rata

8,4151 8,7103 8,0464 7,3582 7,6794 7,9473 8,1958 7,4274 7,8761

7,961776


(76)

Tabel 12. Uji homogenitas data aliran batang

2

= 2,3026 {( (n-1) log s2 gabungan) - ( (n-1) log s2 total)}

2

= 1,729

2

= ; t = 3 ; df = 2

= 1,056

2

terkoreksi= 1,638 tn (homogen)

2

(0,01)= 9,210

2

(0,05)= 5,991

Tabel 13. Uji homogenitas data lolosan tajuk

2

= 2,3026 {( (n-1) log s2 gabungan) - ( (n-1) log s2 total)}

2

= 0,313

2

= ; t = 3 ; df = 2

= 1,056

2

terkoreksi= 0,296 tn (homogen)

2

(0,01)= 9,210

2

(0,05)= 5,991

Perlakuan n-1 s2 log s2 (n-1).log s2 1/(n-1) Akasia 8 0,0019 0,0236 -1,6263 -13,0107 0,125 Karet 8 0,0018 0,0224 -1,6505 -13,2044 0,125 Kerai Payung 8 0,0008 0,0098 -2,0080 -16,0644 0,125

Total 24 0,0045 -42,2795 0,375

Gabungan 0,0186 -1,7304 -41,5287

( )

2

å

Y

ij

-

Y

i×

Perlakuan n-1 s2 log s2 (n-1).log s2 1/(n-1) Akasia 8 3,251 40,633 1,609 12,871 0,125 Karet 8 3,580 44,752 1,651 13,206 0,125 Kerai Payung 8 4,735 59,191 1,772 14,178 0,125

Total 24 11,566 40,256 0,375

Gabungan 48,192 1,683 40,391

( )

2

å

Y

ij

-

Y

i×

( ) ( )÷÷ ø ö ç ç è æ -+ å å 1 1 1 1 1 3 1 1 n n t

( ) ( )÷÷ø

ö ç ç è æ -+ å å 1 1 1 1 1 3 1 1 n n t


(1)

Gambar 14. Helai daun pohon karet (Hevea brasiliensis)


(2)

Gambar 16. Kondisi permukaan batang pohon kerai payung (Filicium decipiens)

Gambar 17. Kondisi permukaan batang pohon karet (Hevea brasiliensis)


(3)

Gambar 18. Kondisi permukaan batang pohon akasia (Acacia auriculiformis)


(4)

Gambar 20. Pemasangan alat pengukur lolosan tajuk (Ombrometer manual)

Gambar 21. Pengukuran volume curah hujan dari ombrometer dengan menggunakan gelas ukur 1000 ml dan 100 ml


(5)

Gambar 22. Pengukuran volume air lolosan tajuk


(6)

Gambar 24. Peta lokasi penelitian

Peta Fakultas Pertanian Univeritas Lampung Keterangan:

: Kerai Payung : Karet