POLA KEMITRAAN PEMERINTAH KOTA BANDAR LAMPUNG DENGAN PT. PERKEBUNAN NUSANTARA VII (PERSERO) (Studi Program Kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL) pada PengrajinKeripik di Sentra Industri Keripik Jalan Pagar Alam Bandar Lampung)

(1)

ABSTRACT

PARTNERSHIP PATTERNS BANDAR LAMPUNG LOCAL GOVERNMENT WITH

PT. PERKEBUNAN NUSANTARA VII (PERSERO)

(Studies on Partnership Program And Development Environment at Crisps Craftsmen at Crisps Centre Industries on Pagar Alam Street Bandar

Lampung)

By

MUHAMAD IKHSAN HAQIQI

Partnership and Community Development Program as a Corporate Social Responsibility of State-Owned Enterprises in practice applying the principles of partnership. The partnership occured generally was quasi partnership. Quasi partnership is due to the apparent discrepancy between the role of Local Government, Corporate, and Community.

The purpose of this study is determine a partnership between Bandar Lampung Local Government with PT. Perkebunan Nusantara VII (PERSERO) and the craftsman chips in the Partnership and Community Development is PTPN 7 peduli especially in the Partnership Program with UMKM. The research method used in this research is descriptive method with qualitative analysis. Data


(2)

collection techniques in this study were interviews with a purposive sampling technique.

The results showed that the partnership created between Bandar Lampung Local Government in this case, BAPPEDA and Diskoperindag with PT. Perkebunan Nusantara VII (PERSERO) and Chip craftsmen on Chip Industry Center in Partnership Program PTPN 7 PEDULI is a Semi-Productive Partnerships Pattern. Semi-productive partnerships portray Bandar Lampung local government has not been able to run the existing policy due to PT. Perkebunan Nusantara VII as too dominating partner in both the planning and implementating. Bandar Lampung Local Government and chips Craftsmen as mere objects of the Partnership and Community Development Program primarily on partnerships rather than as a subject, so that the program has been completed, have not been able to achieve the goal of the prosperity to chips craftsmen.

Keywords: Quasi Partnership, Inequality Role, Partnership Program, Partnership Pattern


(3)

ABSTRAK

POLA KEMITRAAN PEMERINTAH KOTA BANDAR LAMPUNG DENGAN PT. PERKEBUNAN NUSANTARA VII (PERSERO) (Studi Program Kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL) pada Pengrajin

Keripik di Sentra Industri Keripik Jalan Pagar Alam Bandar Lampung)

Oleh

MUHAMAD IKHSAN HAQIQI

Program Kemitraan dan Bina Lingkungan sebagai program Corporate Social Responsibility dari Badan Usaha Milik Negara dalam pelaksanaannya menerapkan prinsip-prinsip kemitraan. Kemitraan yang terjadi umumnya adalah kemitraan semu. Kemitraan semu terjadi karena adanya ketimpangan peran antara Pemerintah Daerah, Perusahaan, dan Masyarakat.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pola kemitraan antara Pemerintah Kota Bandar Lampung dengan PT. Perkebunan Nusantara VII (PERSERO) dan pengrajin keripik dalam Program Kemitraan dan Bina Lingkungan yaitu PTPN 7 PEDULI terutama pada Program Kemitraan dengan UMKM. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif dengan analisis


(4)

kualitatif. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah wawancara dengan teknik purposive sampling.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pola kemitraan yang tercipta antara Pemerintah Kota Bandar Lampung dalam hal ini BAPPEDA dan Diskoperindag dengan PT. Perkebunan Nusantara VII (PERSERO) dan Pengrajin Keripik di Sentra Industri Keripik dalam Program Kemitraan PTPN 7 PEDULI adalah Pola Kemitraan Semi-Produktif. Pola kemitraan semi-produktif menunjukkan Pemerintah Kota Bandar Lampung belum dapat menjalankan kebijakan yang ada dikarenakan PT. Perkebunan Nusantara VII sebagai mitra terlalu mendominasi baik dalam perencanaan dan pelaksaanaan. Pemerintah Kota Bandar Lampung dan Pengrajin Keripik hanya sebagai objek dari Program Kemitraan dan Bina Lingkungan terutama pada program kemitraan bukan sebagai subjek, sehingga program yang terlaksana belum dapat mencapai tujuan yaitu mensejahterakaan para pengrajin keripik.

Kata Kunci: Kemitraan Semu, Ketimpangan Peran, Program Kemitraan, Pola Kemitraan


(5)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Adanya konsep yang diperkenalkan oleh lembaga-lembaga internasional yakni GG (Good Governance), GCG (Good Corporate Governance) dan CSR (Corporate Social Responsibility). Konsep-konsep baru ini menguatkan tentang pergeseran baru paradigma konsep pemerintahan dari government menjadi governance. Konsep governance menekankan pada terwujudnya demokrasi, karena itu penyelenggaraan pemerintahan yang demokratis menjadi suatu keharusan yang harus dilakukan untuk terwujudnya good governance. Tanggung jawab, transparansi dan partisipasi aktif masyarakat dan swasta menjadikan pilar utama dalam penerapan good governance.

Good governance menunjuk pada pengertian bahwa kekuasaan tidak lagi semata-mata dimiliki atau menjadi urusan pemerintah, tetapi menekankan pada pelaksanaan fungsi pemerintahan secara bersama-sama oleh pemerintah, masyarakat madani, dan pihak swasta. Good governance juga berarti implementasi kebijakan sosial-politik untuk kemaslahatan rakyat banyak, bukan hanya untuk kemakmuran orang-per-orang atau kelompok tertentu.1

Mengacu pada pernyataan di atas untuk mencapai keberhasilan good governance diperlukan kejelasan relasi antar elemen-elemen good governance

1

Lalolo Krina, Indikator Dan Tolak Ukur Akuntabilitas, Traansparansi dan Partisipasi, Sekretariat


(6)

itu sendiri yaitu, negara atau pemerintah, dunia usaha, dan masyarakat, sedangkan di Indonesia sendiri baru saja dimulai mencari bentuknya. Alasan ini yang kemudian dapat menjawab kenapa pada tahun 1999 negara-negara di Asia Timur dapat bangkit dari krisis yang sama dengan Indonesia sedangkan Indonesia belum dapat bangkit. Krisis yang belum pulih ini disebabkan oleh belum dijalankannya corporate governance oleh korporasi di negara kita. Hal ini ditunjukkan dengan indeks corporate governance paling rendah dengan skor 2,88 jauh di bawah Singapura (8,93), Malaysia (7,72), dan Thailand (4,89).2

Data di atas menunjukkan bahwa bila salah satu elemen tidak dapat berjalan sesuai perannya, maka good governanace pun tidak dapat tercapai. Dunia usaha atau korporasi harus menjalankan good corporate governance yang merupakan turunan dari good governance yang dijalankan pemerintah. Good corporate governance secara definitif merupakan sistem yang mengatur dan mengendalikan perusahaan untuk menciptakan nilai tambah untuk semua stakeholder.3

Kondisi di Indonesia dewasa ini memberi gambaran bahwa masing-masing komponen sedang kembali menata dirinya. Pemerintah mengubah cara dan budaya kerjanya dengan good governance sehingga lebih sesuai dengan perubahan struktur politik. serta bangkitnya masyarakat madani dan dunia usaha. Dunia usaha menempatkan diri dengan perkembangan baru dan good

2

Djokosantoso Moeljono, Good Corporate Culture Sebagai Inti dari Good Corporate

Governance, PT Elex Media Komputindo, Jakarta, 2006, hal. 24. 3


(7)

corporate governance, sedangkan masyarakat madani yang banyak didorong pertumbuhannya mempunyai kapasitas untuk menemukan apa perannya.

Fenomena demokrasi berdampak pada reformasi politik di Indonesia, khususnya pada sistem pemerintahan yang mengalami transformasi dari sistem sentralistik menjadi desentralistik. Sistem pemerintahan desentralistik menuntut adanya pendelegasian wewenang dari Pemerintah Pusat ke Pemerintah Daerah. Kebijakan desentralisasi dengan bentuk otonomi daerah bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat melalui pemerataan pembangunan, peningkatkan daya saing daerah, keadilan, keistimewaan dan kekhususan serta potensi, dan keanekaragaman daerah. Prinsip otonomi daerah merupakan otonomi seluas-luasnya dalam arti daerah diberikan kewenangan untuk mengurus dan mengatur semua urusan pemerintahan di luar yang menjadi urusan pemerintah yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pemerintah daerah memiliki kewenangan membuat kebijakan daerah dalam rangka pelayanan umum, peningkatan peran serta, prakarsa, dan pemberdayaan masyarakat yang bertujuan pada peningkatan kesejahteraan rakyat.

Pemerintah Daerah sendiri menjalankan dua peranan dalam kerangka regulasi dan kerangka investasi sebagaimana yang berbunyi pada pasal 176 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, yaitu:

1. Kerangka Regulasi: ”Pemerintah Daerah dalam meningkatkan

perekonomian daerah dapat memberikan insentif dan/atau kemudahan kepada masyarakat dan/atau investor yang diatur dalam Peraturan Daerah (Perda) dengan berpedoman pada peraturan perundang-undangan”;


(8)

2. Kerangka investasi: ”Yang dimaksud insentif dan/atau kemudahan dalam ayat ini adalah pemberian dari Pemerintah Daerah antara lain dalam bentuk penyediaan sarana, prasarana, dan stimulan, pemberian modal usaha, pemberian bantuan teknis, keringanan

biaya dan percepatan pemberian ijin”.4

Peran pemerintah sendiri dalam keadaan tata kepemerintahannya saat ini, seperti yang telah dijelaskan sebelumnya menggambarkan pelaksanaan pembangunan. Pelaksanaan pembangunan semakin kurang dominan sehingga pemerintah lebih berperan menciptakan iklim kondusif bagi pelaksanaan proses pembangunan nasional dan peningkatan kesejahteraan masyarakat. Peran pemerintah yang semakin berkurang akan menyebabkan dunia usaha swasta dan masyarakat memiliki peran yang sama untuk ikut serta dalam kegiatan pelaksanaan pembangunan dan merumuskan kebijakan publik. Peran pemerintah, dunia usaha (swasta), dan masyarakat menjadi lebih seimbang karena dunia usaha (swasta) dan masyarakat yang mengawasi kinerja pemerintah sehingga dapat mendukung pemerintahan untuk dapat lebih demokratis dan lebih berkualitas.

Berkurangnya peran Pemerintah Daerah dalam pembangunan menunjukkan bahwa pemerintah pun harus menerapkan good governance sehingga dalam pelaksanaan pembangunan melibatkan dunia usaha (swasta) dan masyarakat. Dunia usaha (swasta) harus menerapkan good corporate governance dalam menjalankan perannya karena good corporate governance merupakan bentuk sebuah kemitraan antara dunia usaha (swasta) dengan pemerintah yang nantinya sama-sama bermuara pada pembangunan, terutama pembangunan di

4


(9)

daerah. Praktik good corporate governance sangat berpengaruh pada terselenggaranya good governance.

Praktik good corporate governance di Indonesia di jelaskan dalam Undang-Undang No. 19 Tahun 2003 Tentang BUMN pasal 5 ayat (3), di sebutkan bahwa:

“Direksi selaku organ BUMN yang ditugasi melakukan pengurusan

tunduk pada semua peraturan yang berlaku terhadap BUMN dan tetap berpegang pada penerapan prinsip-prinsip good corporate governance yang meliputi:

Transparansi (transparancy), yaitu keterbukaan dalam proses pengambila keputusan dan keterbukaan dalm mengungkapkan informasi material dan relevan mengenai perusahaan;

Kemandirian (independency), yaitu keadaan di mana perusahaan dikelola secara profesional, tanpa benturan kepentingan dan pengaruh/tekanan dari pihak mana pun yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan prinsip-prinsip korporasi yang sehat;

Akuntabilitas (accountability), yaitu kejelasan fungsi, pelaksanaan dan pertanggungjawaban Organ sehingga pengelolaan perusahaan terlaksana secara efektif;

Pertanggungjawaban (responsibility), yaitu kesesuaian di dalam pengelolaan perusahaan terhadap peraturan perundang-undangan dan prinsip-prinsip korporasi yang sehat; dan

Kewajaran (fairness), yaitu kesesuaian di dalam pengelolaan perusahaan terhadap peraturan perundang-undangan dan prinsip-prinsip korporasi yang sehat.”5

Penerapan prinsip-prinsip Good Corporate Governance perlu didukung oleh tiga komponen yang saling berhubungan, yaitu negara dan perangkatnya sebagai regulator, dunia usaha sebagai pelaku pasar, dan masyarakat sebagai pengguna produk dan jasa dunia usaha.

Berkaitan dengan hubungan ketiga elemen/komponen tersebut, maka prinsip responsibility kembali ditempatkan sebagai pilar utama tegaknya Good Governance antara ketiga komponen tadi karena prinsip responsibility adalah

5


(10)

kesesuaian dalam pengelolaan perusahaan terhadap Peraturan Perundang-Undangan yang berlaku dan prinsip-prinsip korporasi yang sehat. Penjelasan di atas menjadikan responsibility sebagai salah satu prinisip dalam good corporate governance yang sangat terkait dalam good governance karena dari bentuk tanggung jawab perusahaan itu akan terlihat peran sebuah perusahaan dalam membantu pembangunan yang ada di daerah.

Pembangunan saat ini bukan hanya menjadi tanggung jawab Pemerintah Daerah saja tetapi sudah menjadi tanggung jawab setiap elemen yang ada dalam daerah tersebut berperan untuk meningkatkan kualitas hidup dan mensejahterahkan serta memberdayakan masyarakat. Sudut pandang pemberdayaan masyarakat:

Pertama, penciptaan suasana/iklim yang memungkinkan masyarakat berkembang. Kedua, peningkatan kemampuan masyarakat dalam membangun melalui berbagai bantuan dana, latihan, pembangunan sarana dan prasarana baik fisik maupun sosial, serta pengembangan kelembangaan di daerah. Ketiga, Perlindungan melalui pemihakkan kepada yang lemah unutk mencegah persaingan yang tidak seimbang dan menciptakan kemitraan yang saling menguntungkan.6

Pembangunan yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah dan dunia usaha (swasta) harus dapat memberdayakan masyarakat agar dapat mengembangkan komunitas (community development) di sekitar lingkungan perusahaan sehingga dunia usaha (swasta) dan masyarakat dapat ikut serta membangun daerah. Good corporate governance sebagai bentuk kemitraan dengan pemerintah dalam pembangunan mempunyai andil besar dalam memberdayakan masyarakat dalam pembangunan.

6

Made Suryana Utama, Pemberdayaan Usaha Ekonomi Rakyat Dalam Rangka Pelaksanaan


(11)

Dunia usaha (swasta) saat ini dilanda dilema besar, dimana adanya kepentingan untuk meningkatkan daya saing, tuntutan untuk menerapkan Corporate Governance, hingga masalah kepentingan stakeholders yang makin meningkat. Dunia usaha mencoba membangun kemitraan dengan seluruh stakeholder agar dapat berperan dalam pembangunan, sekaligus meningkatkan kinerjanya agar tetap dapat bertahan dan bahkan berkembang menjadi perusahaan yang mampu bersaing. Upaya dalam membangun kemitraan tersebut harus berdasarkan tanggung jawab terhadap kepatuhan atas regulasi dari pemerintah, dan kesejahteraan bagi masyarakat.

Upaya yang dilakukan oleh dunia usaha ini disebut sebagai Corporate Social Responsibility (CSR) dan dimaksudkan untuk mendorong dunia usaha lebih etis dalam menjalankan aktivitasnya agar tidak berpengaruh atau berdampak buruk pada masyarakat dan lingkungan hidupnya, sehingga pada akhirnya dunia usaha akan dapat bertahan secara berkelanjutan untuk memperoleh manfaat ekonomi yang menjadi tujuan dibentuknya dunia usaha. CSR (Corporate Social Responsibility) yang lahir atas salah satu prinsip good corporate governance yaitu responsibility merupakan bentuk tanggung jawab sosial yang dilakukan oleh sebuah perusahaan untuk membantu Pemerintah Daerah membangun daerahnya sebagai wujud dari mitra pemerintah dalam praktek good governance.

Konsep tanggungjawab sosial perusahaan telah mulai dikenal sejak awal 1970an, yang secara umum diartikan sebagai kumpulan kebijakan dan praktek yang berhubungan dengan stakeholders, nilai-nilai, pemenuhan ketentuan


(12)

hukum, penghargaan masyarakat dan lingkungan, serta komitmen dunia usaha untuk berkontribusi dalam pembangunan secara berkelanjutan. Corporate Social Responsibility dalam kemunculannya merupakan hasil dari permintaan para stakeholder, corporate social responsibility karena perusahaan tidak hanya menjalankan perusahaan untuk mencari keuntungan tetapi harus peduli akan keadaan sekitarnya. Konsep corporate social responsibility sebenarnya sudah ada sejak lama dalam praktiknya, tetapi bentuknya masih hanya sekedar pemberian atau charity semata. Seiring perkembangan zaman, konsep ini memiliki bentuk program yang mengutamakan pemberdayaan masyarakat dan lebih mencintai lingkungan sekitar wilayah kerja perusahaan.

Nilai-nilai perusahaan yang sebelumnya terpusat pada uang dan materi, kini beralih kepada kehidupan (planet and people).7

Konsep CSR (Corporate Social Responsibility) dapat diartikan sebagai suatu aktivitas perusahaan untuk ikut mengatasi permasalahan sosial dengan peningkatan ekonomi, perbaikan kulitas hidup masyarakat dan mengurangi berbagai dampak operasionalnya terhadap lingkungan, mengikuti peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang dalam jangka panjang mempunyai keuntungan bagi perusahaan dan pembangunan masyarakat.8

Secara realitas masih banyak perusahaan yang belum menjalankan Corporate Social Responsibility, hal ini dikarenakan banyak perusahaan yang berpikir bahwa Corporate Social Responsibility hanya penghamburan biaya saja. Faktor lain juga yang sangat mempengaruhi adalah belum berjalannya Corporate Social Responsibility adalah karena tidak ada kejelasan tentang peraturan yang mengatur tentang pelaksanaan Corporate Social Responsibility. Negara kita

7

Mukti Fajar ND, Tanggung Jawab Sosial Perusahaan Indonesia, Pustaka Pelajar. Yogyakarta,

2010, hal. 341. 8


(13)

memilki beberapa perundangan yang mengatur tentang corporate social responsibility seperti Peraturan Menteri Negara BUMN, Per-05/MBU/2007 Tentang Program Kemitraan dan Bina Lingkungan, UU No. 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas, dan UU No. 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal, tetapi semua peraturan itu tidak secara gamblang mengatur tentang CSR misalnya, besaran dana yang diberikan hanya disebut laba perusahaan, kemudian tata cara pelaksanaannya pun belum diatur. Faktor ini yang menyebabkan belum maksimalnya perusahaan-perusahaan di Indonesia menjalankan CSR.

Ada beberapa perusahaan yang sudah menjalankan CSR, baik BUMN maupun swasta. Contoh program Corporate Social Responsibility Perusahaan Swasta dan BUMN di Indonesia:

1. PT. Unilever Indonesia Tbk

Yayasan PT. Unilever peduli yang didirikan pada tahun 2000, memusatkan sumber daya dan inisiatif yang akan memenuhi komitmen tanggung jawab sosial perusahaan. Oleh karena itu PT. Unilever Peduli memusatkan upayanya di seputar beberapa program meliputi:

a. Program Pendidikan kesehatan terpadu dan program sekolah yang telah berhasil dilakukan di Jawa Timur dan Yogyakarta bekerja sama dengan Lifebuoy dan Pepsodent.

b. Program-program untuk menghubungkan usaha kecil dengan lembaga keuangan.

c. Road show pencegahan HIV/AIDS di Yogyakarta, Bandung dan Jakarta Bekerjasama dengan YCAB, BNN, dan Radio Prembors.

d. Bermitra dengan World Food Program, untuk meningkatkan gizi dan kesehatan anak-anak miskin usia sekolah dasar.

e. Memprakarsai program bantuan teknis bagi para petani gula kelapa di Lampung.9

2. PT. Perkebunan Nusantara VII

Tanggung jawab Sosial Perusahaan (Corporate Social responsibility) diwujudkan dalam Program Kemitraan dan Program

9


(14)

Bina Lingkungan (PKBL). Program PKBL ini mencakup aktivitas yang terkait dengan core business dan aktivitas yang sama sekali tidak terkait. Sumber pendanaan untuk program ini diambil dari sebagian laba perusahaan, yang menunjukkan tren meningkat daam kurun waktu lima tahun terakhir. Program dilaksanakan „Program

PTPN 7 Peduli’, sesuai dengan Master Plan PKBL yang telah disusun selama 5 tahun ke depan dari tahun 2009 – 2013.

“PTPN 7 Peduli” merupakan suatu sarana implementasi wujud

kepedulian Perusahaan terhadap kondisi sosial masyarakat, melalui tujuh kegiatan pemberdayaan yang mendorong partisipasi masyarakat untuk mengembangkan potensi yang mereka miliki sehingga mereka mampu meningkatkan kemandirian.

Tujuh program utama yang terangkum dalam “PTPN 7 PEDULI” adalah sebagai berikut :

1. Penyaluran Program Kemitraan dengan Usaha Kecil masih difokuskan pada usaha kecil/mikro yang benar-benar memerlukan pembinaan dalam bentuk modal maupun bimbingan manajerial. Selain itu, prioritas diberikan pula kepada Usaha Kecil dalam bentuk cluster, antara lain pertanian, pembuatan kripik, dan usaha-saha mikro di pasar tradisional. Mitra Binaan juga menerima pembinaan melalui program-program pelatihan, pemagangan/pendampingan, studi banding dan promosi/pameran.

2. Program kepedulian perusahaan kepada korban musibah bencana alam. Untuk program ini, pada tahun, 2009 disalurkan dana senilai Rp 81.785.125 berupa bantuan tanggap darurat, bantuan perlengkapan sekolah(paket buku, seragam sekolah, sepatu sekolah dan buku tulis) untuk masyarakat Way Kerap, Kec. Semaka, Kabupaten Tanggamus, yang terkena bencana banjir dan tanah longsor.

3. Program kepedulian perusahaan dalam peningkatan kualitas pendidikan, dimana pada tahun 2009 disalurkan dana senilai Rp 933.889.200.

4. Program kepedulian perusahaan dalam upaya meningkatkan kesehatan masyarakat. Untuk program ini, pada tahun 2009 disalurkan dana senilai Rp1.627.510.410.

5. Program kepedulian perusahaan dalam upaya meningkatkan kondisi sarana dan prasarana umum.

6. Program kepedulian perusahaan dalam upaya meningkatkan sarana prasarana ibadah.

7. Program kepedulian perusahaan dalam upaya pelestarian lingkungan, dimana pada tahun 2009 disalurkan dana senilai Rp 579.849.000.10

10

http://www.ptpn7.com/displaycontent.aspx?topic=Program%20Kemitraan diakses Minggu, 25 Maret 2012 Pukul 19.15 WIB


(15)

Program-program CSR yang dijalankan oleh PT. Perkebunan Nusantara VII adalah sebagai bentuk dari praktek pelaksanaan salah satu prinsip good corporate governance, yaitu dimana PTPN VII melaksanakan prinsip responsibility (tanggung jawab). Tanggung jawab yang dijalankan oleh PTPN VII tidak hanya kepada masyarakat di sekitar lingkungan kantor tetapi juga tanggung jawab PTPN VII kepada Pemerintah Daerah dalam membantu pembangunan dan mensejahterakan serta memberdayakan masyarakat.

Berdasarkan pra riset pada tanggal 21 Maret 2012 perusahaan yang bergerak di bidang agribisnis perkebunan dengan komoditas karet, kelapa sawit, teh, dan tebu, berlokasi usaha di tiga provinsi, yaitu Lampung, Sumatera Selatan, dan Bengkulu. Perusahaan juga mengelola pabrik pengolah komoditas yang menghasilkan produk antara lain RSS (Rubber Smoked Sheet), SIR (Standard Indonesian Rubber), CPO (Crude Palm Oil), Inti Sawit, Minyak Inti Sawit, Bungkil Inti Sawit, Teh Orthodoks, Gula, dan Tetes. PTPN VII memiliki laba besar pada tahun 2010 yaitu sekitar Rp 253.244 juta sehingga dalam penyaluran kegiatan CSR melalui Program PTPN 7 Peduli tidak terkendala.

Provinsi Lampung memiliki sebuah Peraturan yang cukup jelas yang mengatur tentang CSR (Corporate Social Responsibility)/PKBL (Program Kemitraan dan Bina Lingkungan. Peraturan Gubernur Nomor 30 Tahun 2011 Tentang Pedoman Pengelolaan CSR/PKBL di Provinsi Lampung telah jelas memberikan bagaimana bentuk pengelolaan CSR/PKBL. Peraturan ini pun menunjukkan bahwa CSR/PKBL memiliki kesamaan makna, yaitu sebuah program dari perusahaan yang bertujuan untuk menunjukkan tanggung jawab


(16)

sosialnya pada lingkungan sekitar perusahaannya. Peraturan ini bertujuan agar program CSR/PKBL bersinergi dengan program pembangunan di Provinsi Lampung sehingga nantinya dapat terhindar dari adanya double funding atau pembiayaan ganda dan untuk menghindari adanya tumpang tindih program serta adanya pemerataan program baik dari Pemerintah Provinsi Lampung maupun Kabupaten/Kota di Provinsi Lampung dengan swasta. Ini menunjukkan bahwa harus adanya kemitraan yang baik antara Pemerintah Daerah baik Pemerintah Provinsi Lampung atau Kabupaten/Kota di Lampung dengan swasta/BUMN/BUMD.

Selama ini kemitraan yang terjadi antara pemerintah daerah, swasta, dan masyarakat adalah kemitraan semu. Kemitraan semu adalah kemitraan yang terjalin tidak sesuai dengan prinsip-prinsip kemitraan tetapi kemitraan hanya sebagai nama saja. Kemitraan semu tercipta biasanya karena ada dominasi peran dari salah satu unsur. Dominasi peran biasanya terlihat pada peran dunia usaha dalam menjalankan corporate social responsibility. Dunia usaha sebagai pemegang dana merasa bahwa setiap hal baik dari perencanaan sampai pelaksanaan adalah sepenuhnya dari pihak mereka. Kemitraan ini lah yang sering terbentuk karena adanya ketimpangan peran dari masing-masing unsur.

Salah satu contoh kemitraan yang baik adalah antara Pemerintah Provinsi Jawa Timur dengan swasta, BUMN, dan BUMD yang ada di sana. Pemprov Jatim melakukan MoU dengan Swasta, BUMN, dan BUMD yang ada di Jatim agar dapat mensinergiskan program CSR/PKBL dengan Pemprov Jatim.


(17)

MoU ini merupakan titik awal dari kerjasama antara Pemerintah Provinsi Jawa Timur dengan perusahaan-perusahaan baik BUMN atau BUMD maupun Swasta dalam keikutsertaannya membangun Jawa Timur. Untuk itu saya menghimbau kepada pengusaha yang hadir pada kesempatan ini maupun yang belum sempat kami undang agar dalam melaksanakan Program CSR dan Program PKBL dapat mengintegrasikan dan mensinkronkan serta bersinergi dengan Program Pemerintah Provinsi maupun Kabupaten/Kota di Jawa Timur. Pemerintah Provinsi Jawa Timur bersama perusahaan swasta, BUMN dan BUMD akan membentuk Forum Kemitraan dan CSR/PKBL Jawa Timur yang dapat menjadi ajang komunikasi, integrasi, sinkronisasi dan sinergitas program antara Program Pemerintah Provinsi Jawa Timur dan Program CSR/PKBL Perusahaan untuk bersama-sama membangun masyarakat Jawa Timur yang lebih sejahtera.11

Adanya MoU yang dibuat Pemerintah Provinsi Jawa Timur dengan Swasta, BUMN, BUMD. Menunjukkan bahwa setiap unsur memiliki peran yang sama dengan penyandang dana sehingga tidak ada ketimpangan peran. Bila setiap unsur memiliki peran yang seimbang maka kemitraan yang cipta lebih baik dan tujuan pembangunan akan tercapai.

PTPN VII yang merupakan salah satu BUMN yang berada di Kota Bandar Lampung memiliki PKBL (Program Kemitraan dan Bina Lingkungan) sebagai bentuk dari CSR (Corporate Social Responsibility) BUMN. Program Kemitraan dan Bina Lingkungan PTPN VII dalam PTPN 7 Peduli terdiri dari 7 program, satu program kemitraan dan 6 program bina lingkungan. Program kemitraan yang dilakukan PTPN VII diberikan kepada usaha kecil yang memenuhi persyaratan. Contohnya seperti yang diberikan kepada Usaha Kecil yaitu pengrajin keripik yang berada pada sentra keripik jalan Pagar Alam. Ada 4 pengrajin keripik dan satu koperasi yang menjadi mitra binaan PTPN VII.12

11

http://csrjatim.org/berita/press-release diakses pada hari Kamis, 10 Mei 2012, pukul 20.00 WIB 12


(18)

PTPN VII sebagai salah satu BUMN yang menjalankan good corporate governance yaitu responsibility yang merupakan salah satu prinsipnya diwujudkan dalam bentuk Program PKBL. Good corporate governance yang merupakan sebuah konsep yang dilakukan oleh dunia usaha untuk membantu Pemerintah dalam pembangunan daerah sehingga dalam tahap perencanaan dan pelaksanaannya, yang diwujudkan dalam bentuk program PKBL harus melibatkan dua elemen penting lainnya, yaitu Pemerintah Kota Bandar Lampung sebagai regulator dan mediator serta Pengrajin Keripik yang berada pada sentra keripik jalan Pagar Alam sebagai sasaran dari program PKBL PTPN VII.

Kemitraan Pemerintah Kota Bandar Lampung dengan PTPN VII dan Kelompok Usaha Kecil yang berada pada sentra keripik jalan Pagar Alam sebagai bentuk dari pengimplementasiaan Peraturan Gubernur Nomor 30 Tahun 2011 Tentang Pedoman Pengelolaan CSR/PKBL dan Keputusan Walikota Bandar Lampung Nomor 136 Tahun 2012 Tentang Pembentukan Tim Fasilitasi CSR sangat menarik dikaji. Peran dan hubungan dari masing-masing elemen dalam program PTPN 7 Peduli yang merupakan Program PKBL dari PTPN VII merupakan yang paling menarik, disatu sisi karena PTPN VII adalah BUMN yang merupakan bagian dari pemerintah yang menjalankan sistem seperti swasta dengan good corporate governance-nya sehingga dapat terlihat interaksi-interaksi setiap elemen dalam good governance demi terciptanya pembangunan yang berkelanjutan dan memberdayakan.


(19)

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian dari latar belakang diatas, maka yang menjadi permasalahan pokok dalam penelitian ini adalah “Bagaimana Pola Kemitraan Pemerintah Kota Bandar Lampung dengan PT. Perkebunan Nusantara VII (PERSERO) dan Pengrajin Keripik di Sentra Industri Keripik Jalan Pagar

Alam dalam Program Kemitraan dan Bina Lingkungan”.

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan uraian latar belakang dan perumusan masalah maka yang menjadi tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan gambaran secara lengkap dan mendalam tentang: Pola kemitraan Pemerintah Kota Bandar Lampung dengan PT. Perkebunan Nusantara VII (PERSERO) dan Pengrajin Keripik di Sentra Industri Keripik Jalan Pagar Alam dalam Program Kemitraan dan Bina Lingkungan.

D. Manfaat Penelitian

Adapun Kegunaan Penelitian ini adalah:

1. Secara akademis, sebagai salah satu kajian terhadap fenomena pemerintahan dalam perspektif Good Governance dan Good Corporate Governance dengan pendekatan pola kemitraan dan CSR (Corporate Social Responsibility).


(20)

2. Secara praktis, sebagai rekomendasi bagi Pemerintah Kota Bandar Lampung untuk dapat melaksanakan prinsip-prinsip Good Governance dalam membangun kemitraan dengan pihak swasta sebagai investor sehingga tercipta hubungan yang sinergis antara pemerintah, swasta, dan masyarakat sebagai elemen Good Governance.


(21)

III. METODE PENELITIAN

Metode penelitian adalah urutan kerja yang harus dilakukan dalam melaksanakan penelitian termasuk alat-alat apa yang dipergunakan untuk mengukur maupun untuk mengumpulkan data serta bagaimana melakukan penelitian di lapangan.80 Paparan teori yang telah dikemukakan sebelumnya menjelaskan bahwa metode penelitian adalah suatu pengejaran dan penelaahan terhadap suatu kebenaran terhadap masalah yang sedang dikaji dengan menggunakan suatu tatanan atau cara serta pertimbangan-pertimbangan logis. Metode penelitian dapat digunakan untuk memandu peneliti tentang urutan bagaimana penelitian dilakukan secara logis dan sistematis.

A. Tipe Penelitian

Pada penelitian ini penulis menggunakan tipe penelitian dekriptif dengan pendekatan kualitatif yang prosedur penelitiannya bersifat menjelaskan, mengelola, menggambarkan dan menafsirkan hasil penelitian dengan susunan kata dan kalimat sebagai jawaban atas permasalahan yang diteliti. Pada metode penelitian kualitatif ini tidak terbatas sampai pada pengumpulan data saja, akan tetapi juga meliputi analisis dan menginterpretasikan data tersebut sehingga

80


(22)

membentuk suatu kesimpulan ilmiah-alamiah yang dapat diterima oleh berbagai kalangan, terutama dalam hal ini adalah Pemerintah Kota Bandar Lampung dan PT. Perkebunan Nusantara VII sebagai objek penelitian dalam penelitian ini dan Pengrajin Keripik di Sentra Industri Keripik sebagai pihak yang dilayani oleh pemerintah sekaligus mitra dari PT Perkebunan Nusantara VII.

Metode ini mempunyai beberapa unsur, yaitu:

Pertama, menyesuaikan metode ini akan lebih mudah apabila berhadapan dengan keadaan yang kompleks/heterogen; kedua, metode ini menyajikan secara langsung hakikat dan hubungan antara peneliti dan informan; ketiga, metode ini lebih peka dan lebih dapat menyesuaikan diri dengan banyak penajaman pengaruh bersama terhadap pola-pola nilai yang dihadapi.81

Penelitian deskriptif merupakan metode yang digunakan untuk menggambarkan, menjelaskan dan menjawab permasalahan yang ada dilapangan dengan menggunakan teori-teori, konsep-konsep dan data-data hasil penelitian yang diperoleh dilapangan.82 Sukandarrumidi mengatakan bahwa penelitian deskriptif bertujuan untuk memberikan gambaran suatu gejala pada suatu masyarakat tertentu.83 Ia juga menyatakan bahwa penelitian deskriptif meliputi :

1. Penelitian yang mencari hubungan antara dua variabel atau lebih. 2. Penelitian yang berusaha untuk melakukan semacam ramalan. 3. Penelitian yang menggambarkan penggunaan fasilitas masyarakat.

81

Lexy Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif (Edisi Revisi), Remaja Rosdakarya, Bandung

2004, hal. 10. 82

Hadari Nawari, Metode Penelitian Bidang Sosial, Gajah Mada University Press, Yogyakarta,

1992. 83

Sukandarrumidi, Metodologi Penelitian: Petunjuk Praktis untuk Pemula, Gajah Mada


(23)

4. Penelitian yang menggambarkan karakter suatu kelompok orang tertentu.84

B. Fokus Penelitian

Penetapan fokus penelitian diartikan sebagai usaha untuk menentukan batas penelitian sehingga dapat menentukan fokus penelitian, yang pada akhirnya akan terwujud suatu efektifitas penelitian. Fokus penelitian sering diartikan sebagai pokok masalah yang ingin dikaji oleh peneliti. Fokus dalam penelitian ini bersifat tentatif yang artinya dapat berubah sesuai dengan situasi dengan latar belakang penelitian.

Memfokuskan dan membatasi pengumpulan data dapat dipandang kemanfaatannya sebagai reduksi data yang sudah diantisipasi sebelumnya dan merupakan pra-analisis yang mengesampingkan variable-variabel dan berkaitan untuk menghindari pengumpulan data yang berlimpah.

Fokus penelitian pada penelitian ini adalah:

1. PKBL PTPN VII merupakan bentuk tanggung jawab sosial perusahaan pada lingkungan sekitar. PKBL dan CSR memiliki kesamaan karena PKBL adalah bentuk dari CSR-nya PTPN VII.

2. Aspek kebijakan Pemerintah Kota Bandar Lampung dalam penyusunan dan pelaksanaan PKBL PTPN VII

84 Ibid.


(24)

3. Aspek Mitra dari PTPN VII sebagai penyusun, pemilik dan pelaksana PKBL PTPN VII

4. Aspek Implementasi pengrajin keripik sebagai mitra binaan PKBL PTPN VII dalam penyusunan dan pelaksanaan PKBL PTPN VII

5. Pola-pola yang terbentuk dari peran masing-masing elemen: a. Pola Kemitraan Kontra Produktif

b. Pola Kemitraan Semi Produktif c. Pola Kemitraan Produktif

C. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian ini adalah pada PT. Perkebunan Nusantara VII yang merupakan salah satu BUMN yang berada di Kota Bandar Lampung yang memiliki dan aktif menjalankan CSR-nya melalui PKBL. Pada Pemerintah Kota Bandar Lampung yaitu BAPPEDA (Badan Perencanaan Pembangunan Daerah) sebagai institusi di Kota Bandar Lampung yang merencanakan seluruh pembangunan yang ada di Kota Bandar Lampung dan Dinas Koperasi, UMKM, Perindustrian, dan Perdagangan Kota Bandar Lampung sebagai salah satu institusi teknis yang terkait program PKBL PTPN VII serta masyarakat pengrajin keripik yang berada pada sentra keripik Jalan Pagar Alam sebagai penerima program atau sasaran program PKBL PTPN VII yang juga merupakan industri kecil yang berada di sekitar PTPN VII.


(25)

D. Jenis Data

Dalam penelitian ini digunakan dua jenis data, yaitu : 1. Data Primer

Data primer dalam penelitian ini adalah data yang diperoleh melalui pertanyaan yang diajukan secara langsung kepada narasumber. Data Primer dalam hal ini adalah data yang diperoleh dari hasil wawancara berdasarkan panduan wawancara yang dilakukan oleh peneliti kepada narasumber yaitu:

1. Indra Permana yaitu Kepala Subbidang Pengembangan Dunia Usaha pada Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kota Bandar Lampung;

2. Husnal Yazid yaitu Kepala Bidang Perindustrian pada Dinas Koperasi, UMKM, Perindustrian, dan Perdagangan Kota Bandar Lampung;

3. Drs. Ahmad Riadi yaitu Kepala Urusan UMKM pada tim PKBL PTPN 7;

4. Sucipto Hadi dan Een Sarwasi yaitu Pengrajin Keripik pada sentra keripik yang menjadi mitra binaan Program PKBL PTPN VII.

2. Data Sekumder

Data sekunder dalam penelitian ini adalah data yang diperlukan untuk melengkapi informasi yang diperoleh dari dokumen-dokumen,


(26)

artikel-artikel, jurnal-jurnal serta pencarian data di internet yang berkaitan dengan penelitian ini, seperti berikut ini:

1. Peraturan Gubernur Nomor 30 Tahun 2011 Tentang Pedoman Pengelolaan CSR/PKBL di Provinsi Lampung.

2. Pedoman Pelaksanaan PKBL PTPN VII.

E. Penentuan Informan

Informan yang dijadikan sebagai sumber informasi dalam penelitian ini adalah aparatur Pemerintah Kota Bandar Lampung, yakni Kepala Subbidang Pengembangan Usaha pada Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kota Bandar Lampung, Kepala Bidang Perindustrian pada Dinas Kopersi, UMKM, Perindustrian, dan Perdagangan. Kepala Urusan UMKM pada Tim Program Kemitraan dan Bina Lingkungan (PTPN 7 Peduli) PT. Perkebunan NusantaraVII, Pengrajin keripik pada sentra Keripik Jalan Pagar Alam yang menjadi mitra binaan PKBL PTPN VII.

Teknik penentuan informan dilakukan secara purposive sampling. Berkaitan dengan teknik purposive sampling, menurut Spreadley dan Faisal, teknik pengambilan sampel purposive adalah sampel ditetapkan secara sengaja oleh peneliti, dalam hubungan ini lazimnya dinyatakan atas kriteria-kriteria atau pertimbangan-pertimbangan tertentu, jadi tidak melalui proses pemilihan sebagaimana yang dilakukan dalam teknik random85.

85

Sparadley dan Faisal, Format-Format Penelitian Sosial, PT Rajawali Perss, Jakarta, 1990, hal. 67.


(27)

Selanjutnya, Spreadley dan Faisal mengungkapkan, agar memperoleh informasi yang lebih terbukti berdasarkan informan, terdapat beberapa kriteria yang perlu dipertimbangkan:

1. Subjek yang lama dan intensif dengan suatu kegiatan atau aktivitas yang menjadi sasaran atau perhatian penelitian;

2. Subjek yang masih terkait secara penuh dan aktif pada lingkungan atau kegiatan yang menjadi sasaran atau perhatian penelitian;

3. Subjek yang mempunyai cukup banyak informasi, banyak waktu, dan kesempatan untuk dimintai keterangan;

4. Subjek yang berada atau tinggal pada sasaran yang mendapat perlakuan yang mengetahui kejadian tersebut.86

Kriteria yang ditentukan oleh penulis dalam menentukan informan berdasarkan pertimbangan di atas, yaitu:

1. Bekerja di dalam lingkungan institusi yang bersangkutan, khususnya BAPEDDA dan Dinas Koperasi, UMKM, Perindustrian, dan Perdagangan Kota Bandar Lampung Serta PT. Perkebunan Nusantara VII;

2. Bekerja di dalam lembaga teknis/koordinasi yang menyelenggarakan program PKBL PTPN VII;

3. Masyarakat atau UMKM yang berada pada kawasan sentra keripik Jl. Pagar Alam yang menjadi mitra binaan dari program kemitraan PTPN 7 Peduli.

Penentuan informan diatas dapat langsung menentukan siapa yang akan menjadi informan yang akan memberikan data, terutama data primer dalam penelitian ini:

86 Ibid.


(28)

1. Indra Permana yaitu Kepala Subbidang Pengembangan Dunia Usaha pada Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kota Bandar Lampung;

2. Husnal Yazid yaitu Kepala Bidang Perindustrian pada Dinas Koperasi, UMKM, Perindustrian, dan Perdagangan Kota Bandar Lampung;

3. Drs. Ahmad Riadi yaitu Kepala Urusan UMKM pada tim PKBL PTPN 7;

4. Sucipto Hadi dan Een Sarwasi yaitu Pengrajin Keripik pada sentra keripik yang menjadi mitra binaan Program PKBL PTPN VII.

F. Teknik Pengumpulan Data

Penelitian ini membutuhkan data-data yang cukup dan terpercaya sehingga untuk mengumpulkan data penelitian akan digunakan dua teknik yaitu : a. Wawancara Mendalam (Indepth Interview)

Teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara menggali informasi secara mendalam dan mengajukan tanya jawab atau percakapan secara langsung dengan teknik kunci berdasarkan daftar panduan wawancara kepada narasumber untuk memperoleh kejelasan mengenai Pola Kemitraan dalam PKBL PTPN 7 Peduli antara PTPN VII, Pemerintah Provinsi Lampung, dan Pengrajin Keripik mitra binaan PTPN VII pada program PKBL.


(29)

b. Studi Dokumentasi

Penulis mengumpulkan data dan mempelajari bahan-bahan kepustakaan yang terkait dengan penelitain ini yaitu, Peraturan Gubernur Nomor 30 Tahun 2011, Pedoman pelaksanaan PKBL PTPN VII yang didaptkan dari para narasumber.

G. Teknik Pengolahan Data

Data yang telah diperoleh selanjutnya akan diolah nelalui tahapan-tahapan sebagai berikut :

1. Tahapan Editing

Penulis memeriksa hasil wawancara dengan para narasumber untuk menjamin validitasnya agar data dapat digunakan ke proses selanjutnya. 2. Tahapan Interpretasi

Data yang didapat penulis dari hasil wawancara dan dokumentasi dideskripsikan mealalui penjelasan-penjelasan sehingga dapat diinterprestasikan unutk di tarik kesimpulan sebagai hail penelitian.

H. Teknik Analisis Data

Analisis data merupakan bagian yang sangat penting dalam metode ilmiah. Analisis data merupakan cara seorang peneliti dalam mengelola data yang telah terkumpul sehingga mendapatkan suatu kesimpulan dari penelitian. Data yang diperoleh dari suatu penelitian tidak dapat digunakan begitu saja. Melalui


(30)

analisis data penyajian masalah dalam penelitian akan dapat dimengerti dengan lebih sederhana.

Analisis data yang akan dipergunakan dalam penelitian ini adalah analisis data yang dikembangkan oleh Miles B. Matthew dan Huberman yang menyatakan bahwa analisis data terdiri dari tiga alur kegiatan87, yaitu :

1. Reduksi Data

Penulis memilih data-data yang akan digunakan untuk dianalis terutama data primer yang bersumber dari wawancara dipilh kembali mana yang akan digunakan dan mana yang sama sehingga dalam penganalisisan dapat dilakukan secara sederhana dan mudah dengan adanya data-data yang diorganisir.

2. Penyajian Data

Penyajian data yaitu sekumpulan informasi yang tersusun dan memberikan kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan. Melalui penyajian tersebut kita dapat memahami apa yang terjadi dan apa yang harus dilakukan. Menganalisis atau bertindak berdasarkan pemahaman yang diperoleh dari penyajian-penyajian data tersebut.

3. Menarik Kesimpulan dan Verifikasi

Proses ini merupakan kegiatan yang sudah dilakukan sejak pengumpulan data, meskipun masih sangat bersifat sementara. Pada permulaan pengumpulan data peneliti mulai mengeksplorasi semua hal yang

87

Matthew Miles dan Michael Huberman. Analisis Data Kualitatif. Universitas Indonesia Pers.


(31)

berhubungan dengan masalah yang akan dikaji. Kesimpulan akan diverifikasi selama penelitian berlangsung, verifikasi dilakukan sebagai tinjaun ulang pada catatan yang ada sebelumnya.


(32)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Hubungan Elemen-elemen Pemerintah, Swasta, dan Masyarakat ... 34 2. Bagan Kerangka Pikir ... 61


(33)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Kemitraan

1. Konsep Kemitraan

Kemitraan dilihat dari perspektif etimologis diadaptasi dari kata partnership, dan berasal dari akar kata partner. Partner dapat diterjemahkan

“pasangan, jodoh, sekutu, atau kampanyon”. Makna partnership yang diterjemahkan menjadi persekutuan atau perkongsian.13 Bertolak dari sini maka kemitraan dapat dimaknai sebagai bentuk persekutuan antara dua pihak atau lebih yang membentuk suatu ikatan kerjasama atas dasar kesepakatan dan rasa saling membutuhkan dalam rangka meningkatkan kapasitas dan kapabilitas di suatu bidang usaha tertentu, atau tujuan tertentu, sehingga dapat memperoleh hasil yang baik.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, arti kata mitra adalah teman, kawan kerja, rekan. Sementara kemitraan artinya perihal hubungan atau jalinan kerjasama sebagai mitra. Hafsah menjelaskan pengertian kemitraan

13

Ambar Teguh Sulistiyani. Kemitraan dan Model-Model Pemberdayaan. Gaya Media.


(34)

adalah suatu strategi bisnis yang dilakukan oleh dua pihak atau lebih dalam jangka waktu tertentu untuk meraih keuntungan bersama dengan prinsip saling membutuhkan dan saling membesarkan.14 Karena merupakan strategi bisnis maka keberhasilan kemitraan sangat ditentukan oleh adanya kepatuhan diantara yang bermitra dalma menjalanan etika bisnis. Hal demikian sesuai dengan pendapat Ian Linton yang mengatakan bahwa Kemitraan adalah sebuah cara melakukan bisnis di mana pemasok dan pelanggan berniaga satu sama lain untuk mencapai tujuan bisnis bersama.15

Menurut Anwar dalam Hafsah, pembangunan ekonomi dengan pola kemitraan dapat dianggap sebgai usaha yang paling menguntungkan (maximum social benefit), terutama ditinjau dari pencapaian tujuan pembangunan jangka panjang.16 Hal ini didasari oleh perwujudan cita-cita pola kemitraan untuk melaksankan sistem perekonomian gotong royong antara mitra yang kuat dari segi permodalan, pasar, dan kemampuan teknologi bersama petani golongan lemah yang tidak berpengalaman. Tujuannya adalah meningkatkan produktivitas usaha dan kesejahteraan atas dasar kepentingan bersama.

Secara ekonomi, kemitraan didefinisikan sebagai:

1. Esensi kemitraan terletak pada kontribusi bersama, baik berupa tenaga (labour) maupun benda (property) atau keduanya untuk tujuan kegiatan ekonomi. Pengendalian kegiatan dilakukan bersama dimana pembagian keuntungan dan kerugian distribusi diantara dua pihak yang bermitra. (Burns, 1996 dalam Badan Agribisnis Departemen Pertanian, 1998);

14

Muhammad Jafar Hafsah, Kemitraan Usaha, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 1999, hal. 43.

15

Ibid, hal. 10. 16


(35)

2. “Partnership atau Alliance” adalah suatu asosiasi yang terdiri dari dua orang atau usaha yang sama-sama memiliki sebuah perusahaan dengan tujuan untuk mencari laba. (Winardi, 1971 dalam Agribisnis Departemen Pertanian, 1998);

3. Kemitraan adalah suatu persekutuan dari dua orang atau lebih sebagai pemilik bersama yang menjalankan suatu bisnis mencari keuntungan. (Spencer, 1977 dalam Badan Agribisnis Departemen Pertanian, 1998);

4. Suatu kemitraan adalah suatu perusahaan dengan sejumlah pemilik uang menikmati bersama keuntungan-keuntungan dari perusahaan dan masing-masing menanggung liabilitas yang tidak terbatas atas hutang-hutang perusahaan. (McEachern, 1988 dalam Badan Agribisnis Departemen Pertanian, 1998).17

Sementara itu, Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 Tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah Pasal 1 ayat 13 mengatakan bahwa yang dimaksud dengan kemitraan adalah kerjasama dalam keterkaitan usaha, baik langsung maupun tidak langsung, atas dasar prinsip saling memerlukan, mempercayai, memperkuat, dan menguntungkan yang melibatkan pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah dengan Usaha Besar.18

Kesemua definisi tersebut di atas, ternyata belum ada satu definisi yang memberikan definisi secara lengkap tentang kemitraan. Hal tersebut disebabkan karena para sarjana mempunyai titik fokus yang berbeda dalam memberikan definisi tentang kemitraan. Menurut Keint L. Fletcher dan Kamus Besar Bahasa Indonesia memandang kemitraan sebagai suatu jalinan kerjasama usaha untuk tujuan memperoleh keuntungan. Berbeda dengan Muhammad Jafar Hafsah dan Ian Linton yang memandang kemitraan sebagai suatu strategi bisnis yang dilakukan oleh dua pihak atau lebih,

17

Mia Nur damayanti, Kajian Pelaksanaan Kemitraan Dalam Menigkatkan Pendapatan Antara

Petani Semangka di Kabupaten Kebumen Jawa Tengah dengan CV. Bimandiri, IPB Press, Bogor, 2009, hal. 18.

18

Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah Pasal 1 ayat (3)


(36)

dengan prinsip saling membutuhkan dan saling membesarkan. Tetapi dengan adanya perbedaan pendapat diantara para sarjana ini maka akan saling melengkapi diantara pendapat sarjana yang satu dengan yang lainnya, dan apabila dipadukan maka akan menghasilkan definisi yang lebih sempurna, bahwa kemitraan merupakan jalinan kerjasama usaha yang merupakan strategi bisnis yang dilakukan antara dua pihak atau lebih dengan prinsip saling membutuhkan, saling memperbesar dan saling menguntungkan. Hubungan kerjasama tersebut tersirat adanya satu pembinaan dan pengembangan, hal ini dapat terlihat karena pada dasarnya masing-masing pihak pasti mempunyai kelemahan dan kelebihan, justru dengan kelemahan dan kelebihan masing-masing pihak akan saling melengkapi dalam arti pihak yang satu akan mengisi dengan cara melakukan pembinaan terhadap kelemahan yang lain dan sebaliknya.

Konteks kemitraan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah kemitraan yang terjalin antara Pemerintah Kota Bandar Lampung dengan PT. Perkebunan Nusantara VII dan Pengrajin Keripik di Sentra Industri Keripik Jalan Pagar Alam. Kemitraan yang dimaksud adalah hubungan yang terjadi dari elemen-elemen diatas dalam program PKBL PT. Perkebunan Nusantara VII yaitu PTPN 7 Peduli. Pendapat para ahli di atas memaparkan bahwa kemitraan merupakan jalinan kerjasama usaha yang merupakan strategi bisnis yang dilakukan antara dua pihak atau lebih dengan prinsip saling membutuhkan, saling memperbesar dan saling menguntungkan. Konteks kemitraan dalam penelitian ini bukan strategi bisnis tetapi lebih kepada strategi penyusunan dan pelaksanaan program PKBL antara Pemerintah


(37)

Kota Bandar Lampung dengan PT. Perkebunan Nusantara VII dan Pengrajin Keripik di Sentra Industri Keripik Jalan Pagar Alam dengan prinsip saling membutuhkan, saling memperbesar, dan saling menguntungkan.

2. Prinsip-Prinsip Kemitraan

Kemitraan memiliki prinsip-prinsip dalam pelaksanaannya. Wibisono merumuskan tiga prinsip penting dalam kemitraan, yaitu:

1. Kesetaraan atau keseimbangan (equity).

Pendekatannya bukan top down atau bottom up, bukan juga berdasarkan kekuasaan semata, namun hubungan yang saling menghormati, saling menghargai dan saling percaya. Untuk menghindari antagonisme perlu dibangun rasa saling percaya. Kesetaraan meliputi adanya penghargaan, kewajiban, dan ikatan. 2. Transparansi.

Transparansi diperlukan untuk menghindari rasa saling curiga antar mitra kerja. Meliputi transparansi pengelolaan informasi dan transparansi pengelolaan keuangan.

3. Saling menguntungkan.

Suatu kemitraan harus membawa manfaat bagi semua pihak yang terlibat.19

3. Tujuan Kemitraan

Pada dasarnya maksud dan tujuan dari kemitraan adalah “win-win solution partnership”. Kesadaran dan saling menguntungkan disini tidak berarti para partisipan dalam kemitraan tersebut harus memiliki kemampuan dan kekuatan yang sama, tetapi yang lebih dipentingkan adalah adanya posisi tawar yang setara berdasarkan peran masing-masing. Berdasarkan

19

Yusuf Wibisono. Membedah Konsep dan Aplikasi CSR. Fascho Publishing. Gresik. 2007. hal.


(38)

pendekatan cultural, kemitraan bertujuan agar mitra usaha dapat mengadopsi nilai-nilai baru dalam berusaha seperti perluasan wawasan, prakarsa, kreativitas, berani mengambil resiko, etos kerja, kemampun aspek-aspek manajerial, bekerja atas dasar perencanaan, dan berwawasan kedepan.

Dalam kondisi yang ideal, tujuan yang ingin dicapai dalam pelaksanaan kemitraan secara lebih konkrit adalah:

a. Meningkatkan pendapatan usaha kecil dan masyarakat; b. Meningkatkan nilai tambah bagi pelaku kemitraan;

c. Meningkatkan dan pemberdayaan masyarakat dan usaha kecil; d. Meningkatkan pertumbuahan ekonomi pedesaan,wilayah dan

nasional;

e. Memperluas lapangan kerja;

f. Meningkatkan ketahanan ekonomi nasional.

Menurut Undang-Undang No. 20 Tahun 2008 Tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah pasal 11 tercantum bahwa tujuan program kemitraan yaitu:

a. Mewujudkan kemitraan antar Usaha Mikro, Kecil dan Menengah; b. Mewujudkan kemitraan antar Usaha Mikro, Kecil, Menengah dan

Usaha Besar;

c. Mendorong terjadinya hubungan yang saling menguntungkan dalam pelaksanaan transaksi usaha antar Usaha Mikro, Kecil dan Menengah;

d. Mendorong terjadinya hubungan yang saling menguntungkan dalam pelaksanaan transaksi usaha antar Usaha Mikro, Kecil, Menengah dan Usaha Besar;

e. Mengembangkan kerjasama untuk meningkatkan posisi tawar Usaha Mikro, Kecil dan Menengah;

f. Mendorong terbentuknya struktur pasar yang menjamin tumbuhnya persaingan usaha yang sehat dan melindungi konsumen; dan


(39)

g. Mencegah terjadinya penguasaan pasar dan pemusatan pasar oleh orang perorangan atau kelompok tertentu yang merugikan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah.20

4. Pola – Pola Kemitraan

Dalam proses implementasinya, kemitraan yang dijalankan tidak selamanya ideal karena dalam pelaksanaannya kemitraan yang dilakukan didasarkan pada kepentingan pihak yang bermitra. Menurut Wibisono, Kemitraan yang dilakukan antara perusahaan dengan pemerintah maupun komunitas/ masyarakat dapat mengarah pada tiga pola, diantaranya:

1. Pola kemitraan kontra produktif

Pola ini akan terjadi jika perusahaan masih berpijak pada pola konvensional yang hanya mengutamakan kepentingan shareholders yaitu mengejar profit sebesar-besarnya. Fokus perhatian perusahaan memang lebih bertumpu pada bagaimana perusahaan bisa meraup keuntungan secara maksimal, sementara hubungan dengan pemerintah dan komunitas atau masyarakat hanya sekedar pemanis belaka. Perusahaan berjalan dengan targetnya sendiri, pemerintah juga tidak ambil peduli, sedangkan masyarakat tidak memiliki akses apapun kepada perusahaan. Hubungan ini hanya menguntungkan beberapa oknum saja, misalnya oknum aparat pemerintah atau preman ditengah masyarakat. Biasanya, biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan hanyalah digunakan untuk memelihara orang-orang tertentu saja. Hal ini dipahami, bahwa bagi perusahaan yang penting adalah keamanan dalam jangka pendek.

2. Pola Kemitraan Semiproduktif

Dalam skenario ini pemerintah dan komunitas atau masyarakat dianggap sebagai obyek dan masalah diluar perusahaan. Perusahaan tidak tahu program-program pemerintah, pemerintah juga tidak memberikan iklim yang kondusif kepada dunia usaha dan masyarakat bersifat pasif. Pola kemitraan ini masih mengacu pada kepentingan jangka pendek dan belum atau tidak menimbulkan sense of belonging di pihak masyarakat dan low benefit dipihak

20


(40)

pemerintah. Kerjasama lebih mengedepankan aspek karitatif atau public relation, dimana pemerintah dan komunitas atau masyarakat masih lebih dianggap sebagai objek. Dengan kata lain, kemitraan masih belum strategis dan masih mengedepankan kepentingan sendiri (self interest) perusahaan, bukan kepentingan bersama (commont interest) antara perusahaan dengan mitranya.

3. Pola Kemitraan Produktif

Pola kemitraan ini menempatkan mitra sebagai subyek dan dalam paradigma commont interest. Prinsip simbiosis mutualisme sangat kental pada pola ini. Perusahaan mempunyai kepedulian sosial dan lingkungan yang tinggi, pemerintah memberikan iklim yang kondusif bagi dunia usaha dan masyarakat memberikan dukungan positif kepada perusahaan. Bahkan bisa jadi mitra dilibatkan pada pola hubungan resourced based patnership, dimana mitra diberi kesempatan menjadi bagian dari shareholders. Sebagai contoh, mitra memperoleh saham melalui stock ownership Program.21

B. Pemerintah Daerah

1. Konsep Pemerintah Daerah

Menurut pasal 1 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah:

Pemerintah Daerah adalah Gubernur, Bupati, atau Walikota dan perangkatnya sebagai unsur penyelenggara Pemerintah Daerah. Penyelenggaran urusan pemerintah oleh Pemerintah Daerah dan DPRD menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia22.

Menurut Harris dalam Nurcholis pemerintahan daerah adalah:

Unsur (turunan) pemerintahan daerah (localself-governance) yang diselenggarakan oleh badan-badan yang dipilih secara bebas

21

Wibisono, Op. Cit, hal. 104. 22

Disahkan dan diundang-undangkan di Jakarta, 15 Oktober 2004, Lembaran Negara Republik Indonesia.


(41)

dengan tetap mengakui supremasi pemerintahan nasional. Pemerintahan ini diberi kekuasaan, diskresi (kebebasan untuk mengambil kebijakan), tanggungjawab dan dikontrol oleh kekuasaan yang lebih tinggi23.

Berdasarkan penjelasan tersebut yang menggambarkan kapasitas pemerintahan daerah maka di dalam pemerintahan daerah, Pemerintah Daerah bersama perangkatnya menyelenggarakan pemerintahan sesuai dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dengan mengadopsi dan mengakui supremasi pemerintahan nasional.

2. Azas Penyelenggaraan Pemerintah Daerah

Menurut Pasal 20 Ayat 2 Undang-Undang No. 32 Tahun 2004, terdapat tiga Azas penyelenggaraan pemerintahan daerah, yaitu:

1. Asas desentralisasi, yaitu penyerahan wewenang pemerintahan oleh Pemerintah daerah kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia;

2. Asas tugas pembantuan, yaitu penugasan dari Pemerintah kepada daerah dan/atau desa dari Pemerintah Provinsi kepada Pemerintah Kabupaten/Kota dan/atau desa serta dari Pemerintah Kabupaten/Kota kepada desa untuk melakukan tugas tertentu;

23

Hanif Nurcholis, Teori dan Praktek Pemerintahan dan Otonomi Daerah, Grafindo, Jakarta,


(42)

3. Asas dekonsentrasi, yaitu pelimpahan wewenang pemerintahan oleh Pemerintah kepada Gubernur sebagai wakil Pemerintah dan/atau kepada instansi vertikal di wilayah tertentu.

3. Tujuan Keberadaan Pemerintahan Daerah

Pemerintahan daerah terbentuk di dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia, memiliki beberapa tujuan:

1. Mengurangi beban Pemerintah Pusat dan campur tangan yang terlalu besar mengenai masalah-masalah yang sebetulnya dapat diselesaikan oleh masyarakat setempat;

2. Mendidik masyarakat untuk mengurus urusannya sendiri;

3. Mendorong masyarakat untuk berpartisipasi aktif dalam pembangunan. Hal ini terdorong karena masyarakat ikut terlibat langsung dalam pengambilan keputusan;

4. Memperkuat persatuan dan kesatuan nasional. Hal ini didasarkan pada kerangka pikir bahwa dengan diberikannya kewenangan yang luas kepada wilayahnya, terjadi saling percaya antara pemerintah pusat dan kota (lokal). Dengan demikian, upaya untuk memisahkan diri dari Pemerintah Daerah menjadi kecil.24

Berkaitan dengan tujuan-tujuan tersebut, pemerintahan daerah akan mampu melahirkan kinerja yang lebih efektif dan efisien dilihat dari:

1. Kuantitasnya, urusan yang diselenggarakan oleh Pemerintah Daerah lebih sedikit daripada yang diselenggarakan oleh Pemerintah Pusat;

2. Rumitnya birokrasi, pemerintahan daerah lebih sederhana daripada diselenggarakan terpusat;

3. Pemberian pelayanan publik, Pemerintah Daerah lebih dekat dengan masyarakat sehingga lebih mudah, murah, dan cepat; 4. Cara penyelesaian masalah, Pemerintah Daerah lebih cepat

menyelesaikannya.25

24

Ibid, hal. 33. 25


(43)

4. Aparatur Pemerintah Daerah

Hanif Nurcholis menjelaskan bahwa:

Semua Aparatur Pemerintah Daerah di luar Kepala Daerah yang duduk dalam birokrasi lokal. Birokrasi lokal adalah organisasi pemerintahan daerah yang melaksanakan kegiatan pemerintahan daerah untuk mencapai tujuan negara pada lingkup daerah. Pada daerah provinsi berarti gubernur dan aparaturnya: sekretaris daerah dan bawahannya, Kepala Daerah dan bawahannya, Kepala Dinas dan bawahannya, dan Direktur Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) dan bawahannya. Pada daerah kabupaten/kota berarti bupati/walikota dan aparaturnya: Sekretaris Daerah dan bawahannya, Kepala Dinas dan bawahannya, Kepala Kantor dan bawahannya, Kepala Badan dan bawahannya, camat dan bawahannya, lurah dan bawahannya26.

Menurut Badudu dan Zaini dalam Sedarmayanti, aparatur Pemerintah Daerah dapat bekerja secara profesional dan mampu menyeimbangkan berbagai tuntutan yang ada di masyarakat. Kedudukan dan tugas pokok Aparatur Pemerintahan Daerah, baik yang ditetapkan oleh Pemerintah Daerah maupun Pemerintah Pusat27.

Kedudukan Aparatur Pemerintah Daerah sebagai pelaksana kebijakan Pemerintah Daerah yang bersangkutan maupun Pemerintah Pusat. Sedangkan fungsinya adalah memberikan pelayanan publik demi mewujudkan kesejahteraan masyarakat daerah yang bersangkutan.

26

Ibid, hal 29. 27

Sedarmayanti, Good Governance (Tata Kepemerintahan Yang Baik), Mandar Maju, Bandung,


(44)

C. Good Governance dan Good Corporate Governance

1. Konsep Good Governance

Good governance menurut Lalolo adalah: keseimbangan pelaksanaan dan fungsi antara negara, pasar dan masyarakat.28 Menurut Miftah Thoha good governance adalah tata pemerintahan yang dijalankan Pemerintah, swasta dan rakyat secara seimbang, tidak sekedar jalan melainkan harus masuk kategori yang baik (good).29

Bintoro Tjokroamidjojo memandang good governance sebagai:

Suatu bentuk menajemen pembangunan, yang juga disebut administrasi pembangunan, yang menempatkan peran Pemerintah sentral yang menjadi agent of change dari suatu masyarakat berkembang/developing di dalam negara berkembang. Dalam good governance peran pemerintah tidak lagi dominan, tetapi juga masyarakat dan terutama sektor usaha/swasta yang berperan dalam governance.30

World Bank mendefinisikan good governance sebagai:

Suatu penyelenggaraan pembangunan manajemen pembangunan yang solid dan bertanggung jawab yang sejalan dengan prinsip demokrasi dan pasar yang efisien, penghindaran salah alokasi dana investasi, dan pencegahan korupsi baik secara politik maupun administratif, menjalankan disiplin anggaran serta penciptaan legal and political framework bagi tumbuhnya aktivitas usaha.31

Good governance hendaknya dipahami sebagai sebuah instrumen untuk menciptakan sebuah keseimbangan kekuasaan (balance of power), dan bukan hanya sekedar menyerahkan kekuasaan kepada pasar.32 UNDP (1997)

28

http://www.bappenas.go.id diakses pada Minggu, 08 April 2012 pukul 16.00 WIB 29

Ibid. 30

Ibid. 31

http://www.transparansi.or.id diakses pada Minggu, 08 April 2012, pukul. 15.30 WIB 32


(45)

mendefinisikan good governance sebagai sebuah konsensus yang dicapai oleh pemerintah, warga negara dan sektor swasta bagi penyelenggaraan pemerintahan suatu negara.33 Good governance bukan semata mencakup relasi dalam pemerintahan, melainkan mencakup relasi sinergis dan sejajar antara pasar, pemerintah dan masyarakat.34

Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 101 Tahun 2000 Tentang Pendidikan dan Latihan Jabatan Pegawai Negeri Sipil, good governance yaitu kepemerintahan yang mengembangkan dan menerapkan prinsip-prinsip profesionalitas, akuntabilitas, transparansi, pelayanan prima, demokrasi, efisiensi, efektifitas, supremasi hukum, dan dapat diterima oleh seluruh masyarakat.35

Jadi, dalam definisi sebenarnya good governance merupakan pola hubungan yang sinergis antara komponen pemerintah (state/negara), swasta (business), dan rakyat (people/citizen) yang saling berinteraksi untuk melengkapi satu sama lainnya dalam berbagai aspek kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara dengan satu tujuan bersama yaitu kesejahteraan rakyat.

33

Miftah Thoha, Birokrasi dan Politik di Indonesia, Raja Grafindo, Jakarta, 2004.

34

Robert Acher (1994) dan Robman Achwan (2000) dalam Ari Dwipayana, Good Governance di

Desa, IRE Press, Yogyakarta, 2003, hal.18.

35


(46)

2. Konsep Good Corporate Governance

Pengertian good corporate governance atau yang biasa disebut corporate governance menurut The Organization for Economic Corporation and Development (OECD) dalam Sutojo & Adridge adalah:

“Corporate governance is the system by which business

corporation are directed and control. The corporate governance structure specifies the distribution of right and responsibilities among different participant in the corporation, such as the board, the managers, shareholders, and other stakeholder, and spells out the rule and procedure for making decision on corporate affairs. By doing this, it also provides the structure through which the

company objectives and monitoring performance”36

Berdasarkan pengetian di atas, corporate governance adalah sistem yang dipergunakan untuk mengarahkan dan mengendalikan kegiatan perusahaan. Corporate governance mengatur pembagian tugas hak dan kewajiban mereka yang berkepentingan terhadap kehidupan perusahaan termasuk para pemegang saham, dewan pengurus, para manajer, dan semua anggota stakeholder non-pemegang saham.

Menurut dua pakar manajemen Jill Solomon dan Aris Solomon dalam Emirzon corporate governance adalah sebagai sistem yang mengatur hubungan antara perusahaan dengan pemegang saham, dan juga mengatur hubungan dan pertanggungjawaban perusahaan kepada seluruh anggota stakeholder bukan pemegang saham.37

36

Siswanto Sutojo & E Jhon Adridge, Good Corporate Governance, PT. Damar Mulia Pustaka, Jakarta, 2005, hal. 2.

37

Joni Emirzon, Prinsip-Prinsip Good Corporate Governance, Genta Press, Yogyakarta, 2007. hal.


(47)

World Bank mendefinisikan good corporate governance adalah kumpulan hukum, peraturan dan kaidah-kaidah yang wajib dipenuhi yang dapat mendorong kinerja sumber-sumber perusahaan bekerja secara efisien, menghasilkan nilai ekonomi jangka panjang yang berkesinambungan bagi para pemegang saham maupun masyarakat sekitar secara keseluruhan.38

Sementara itu FCGI (Forum for Corporate Governance in Indonesia) mendefinisikan corporate governance sebagai:

“... seperangkat peraturan yang mengatur hubungan antara

pemegang saha, pengurus (pengelola) perusahaan, pihak kreditur, pemerintah, karyawan, serta para pemegang kepentingan internal dan eksternal lainnya yang berkaitan dengan hak-hak dan kewajiban mereka atau dengan kata lain suatu sistem yang mengendalikan perusahaan. Tujuan corporate governance ialah untuk menciptakan nilai tambah bagi semua pihak yang berkepentingan (stakeholders).39

Menyikapi perkembangan GCG, Pemerintah Indonesia menerbitkan Keputusan Menteri BUMN No. KEP-117/M-MBU/2002, tanggal 01 Agustus 2002 tentang Penerapan Praktek GCG pada BUMN disebutkan bahwa corporate governance adalah Suatu proses dan struktur yang digunakan oleh organ BUMN untuk meningkatkan keberhasilan usaha dan akuntabilitas perusahaan guna mewujudkan nilai pemegang saham dalam jangka panjang dengan tetap memperhatikan kepentingan stakeholder lainnya, berlandaskan Peraturan Perundangan dan nilai-nilai etika.40

38

Ibid, hal. 91 39

Ibid, hal. 92 40

Keputusan Menteri BUMN Nomor KEP-117/M-MBU?2002, tanggal 01 Agustus 2002 tentang Penerapan Praktek GCG pada BUMN.


(48)

Berbagai definisi Good Corporate Governance yang dijabarkan di atas pada dasarnya memiliki kesamaan makna yang menekankan pada bagaimana mengatur hubungan antara semua pihak (stakeholder) yang berkepentingan dengan perusahaan yang diwujudkan dalam satu sistem pengendalian perusahaan.

3. Prinsip-Prinsip Good Corporate Governance

Good Corporate Governance memiliki lima prinsip yang telah disusun oleh OECD (The Organization for Economic Corporation and Development) yaitu Transparancy, Accountability, Responsibility, Independency, dan Fairness atau disingkat “TARIF” dalam Emirzon.

1. Transparancy, dapat diartikan sebagai keterbukaan informasi, baik dalam proses pengambilan keputusan maupun dalam mengungkapkan informasi material dan relevan mengenai perusahaan.

2. Accountability, adalah kejelasan fungsi, struktur, sistem dan pertanggungjawaban organ perusahaan terlaksana secara efektif. 3. Responsibility, pertanggungjawaban perusahaan adalah kesesuaian

(kepatuhan) di dalam pengelolaan perusahaan terhadap prinsip korporasi yang sehat serta peraturan perundangan yang berlaku. 4. Independency, kemandirian adalah suatu keadaan dimana

perusahaan dikelola secara profesional tanpa benturan kepentingan maupun yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan prinsip-prinsip korporasi yang sehat.

5. Fairness, kesetaraan dan kewajaran yaitu perlakuan adil dan secara setara di dalam memnuhi hak-hak stakeholder yang timbul berdasarkan perjanjian serta peraturan perundang-undangan yang berlaku.41

41

Joni Emirzon, Prinsip-Prinsip Good Corporate Governance, Genta Press, Yogyakarta, 2007, hal.


(49)

4. Elemen-Elemen Good Corporate Governance

Berjalan tidaknya good corporate gavernance sangat bergantung pada lembaga-lembaga yang melibatkan kepentingan publik lembaga-lembaga tersebut adalah:

a. Negara (State) dan perangkatnya menciptakan peraturan perundang-undangan yang menunjang iklim usaha yang sehat, efisien dan transparan, melaksanakan peraturan perundang-undangan dan penegakkan hukum secara konsisiten (consistent law enforcement). Negara memiliki peranan:

1. Melakukan koordinasi secara efektif antar penyelenggara negara dalam penyusunan peraturan perundang-undangan berdasarkan sistem hukum nasional dengan kepentingan dunis usaha dan masyarakat. Untuk itu regulator harus memahami perkembangan bisnis yang terjadi untuk dapat melakukan penyempurnaan atas Peraturan Perundang-Undangan secara berkelanjutan;

2. Mengikutsertakan dunia usaha dan masyarakat secara bertanggungjawab dalam penyusunan Peraturan Perundang-Undangan (rule-making rules);

3. Melaksanakan Peraturan Perundang-Undangan dan penegakkan hukum secara konsisten;

4. Mengatur kewenangan dan koordinasi antar-instansi yang jelas untuk meningkatkan pelayanan masyarakat dengan integritas yang tinggi dan mata rantai yang singkat serta akurat dalam rangka mendukung terciptanya iklim usaha yang sehat, efisien, dan transparan;

5. Mengeluarkan peraturan untuk menunjang pelaksanaan Good Governance oleh perusahaan dalam bentuk ketentuan yang dapat menciptakan iklim usaha yang sehat, efisien dan transparan;

b. Sektor Swasta sebagai pelaku pasar menerapkan prinsip responsibility sebagai pedoman dasar pelaksanaan usaha. Sektor swasta memiliki peranan:

1. Menerapkan etika bisnis secara konsisten sehingga dapat terwujud iklim usaha yang sehat, efisien, dan transparan; 2. Bersikap dan berperilaku yang memperlihatkan kepatuhan

sektor swasta dalam melaksanakan peraturan perundang-undangan;

3. Meningkatkan kualitas struktur pengelolaan dan pola kerja perusahaan yang didasarkan pada asas responsibility secara berkesinambungan;


(50)

PEMERI NTAH (NEGARA)

MASYARAKAT SWASTA

c. Masyarakat sebagai pengguna produk dan jasa sektor swasta serta pihak yang terkena dampak dari keberadaan perusahaan, menunjukkan kepedulian dan melakukan kontrol sosial secara objektif dan bertanggungjawab:

1. Melakukan persiapan sebagai kontrol sosial dengan memberikan perhatian dan kepedulian terhadap pelayanan masyarakat yang dilakukan penyelenggara negara serta terhadap kegiatan dan produk atau jasa yang dihasilkan oleh dunia usaha, melalui penyampaian pendapat secara objektif dan bertanggungjawab;

2. Melakukan komunikasi dengan penyelenggara negara dan dunia usaha dalam mengekspresikan pendapat dan keberatan masyarakat;

3. Mematuhi Peraturan Perundangan-Undangan dengan penuh kesadaran dan tanggungjawab.42

Hubungan antara ketiga lembaga-lembaga tersebut di atas dapat dilihat secara jelas dalam gambar di bawah ini:

Gambar 1. Hubungan Elemen-Elemen Pemerintah, Swasta, Masyarakat (Thoha, 2004)43

Gambar di atas menjelaskan bahwa domian pemerintah mempunyai peranan yang paling penting karena memliki fungsi pengaturan yang memfasilitasi sektor swasta dan masyarakat Peran pemerintah melalui kebijakan publiknya sangat penting dalam memfasilitasi terjadinya mekanisme pasar yang benar sehingga penyimpangan yang terjadi di dalam pasar dapat

42

Komite Nasional Kebijakan Governance, Pedoman Umum Good Corporate Governance

Indonesia, 2006. Hal. 3-4. 43


(51)

dihindari. Oleh karena itu, dalam mewujudkan good governance dan good corporate governance masing-masing komponen harus menjankan perannya dengan baik. Tidak hanya pemerintah tetapi juga swasta dan masyarakat pun harus berperan sesuai dengan perannya masing-masing sehingga good governance dan good corporate governance dapat terwujud.

D. Kebijakan Publik

Menurut Bridgman dan Davis dalam Suharti bahwa, kebijakan publik pada

umumnya mengandung pengertian mengenai „whatever government chose to do or not to do.’. Artinya, kebijakan publik adalah „apa saja yang dipilih poleh pemerintah untuk dilakukan atau tidak dilakukan’.44

Carl Friedrich memandang kebijakan sebagai suatu arah tindakan yang diusulkan oleh seseorang, kelompok atau pemerintah dalam suatu lingkup tertentu, yang memberikan hambatan-hambatan dan kesempatan kesempatan terhadap kebijakan yang diusulkan untuk menggunakan dan mengatasi dalam rangka mencapai suatu tujuan, atau merealisasikan suatu sasaran atau suatu maksud tertentu.45

Sedangkan pendapat Thomas R. Dye dalam Tangkilisan mendefinisikan kebijakan publik sebagai apa yang tidak dilakukan maupun apa yang dilakukan oleh pemerintah.46 Maka harus ada tujuannya dan kebijakan publik atau

44

Edi Suharto, Kebijakan Sosial Sebagai Kebijakan Publik, Alfabeta, Bandung, 2008, hal. 3.

45

Budi Winarno, “Apakah Kebijakan Publik ?” dalam Teori dan Proses Kebijakan Publik, Media

Pressindo,Yogyakarta, 2002, hal 16. 46


(52)

kebijakan negara itu harus meliputi semua tindakan pemerintah. Dengan demikian, kebijakan publik bukan semata-mata merupakan pernyataan atau keinginan pemerintah ataupun pejabat pemerintah saja.

Kesemua definisi di atas cukup jelas memperlihatkan bahwa kebijakan publik merupakan suatu hal yang berkaitan dengan pemerintah. Kebijakan publik sangat berpengaruh karena didalamnya terdapat apa yang harus dilakukan dan apa yang tidak harus dilakukan oleh pemerintah. Dalam proses peenetuan itu, pemerintah harus tetap memperhatikan tujuan dari keputusan itu karena pemerintah bukan satu-satunya aktor yang terlibat dan harus menyesuaikan dengan permasalahan yang dihadapi.

E. Corporate Social Responsibility (CSR)

1. Konsep Corporate Social Responsibility (CSR)

Maignan dan Ferrell dalam Susanto mengemukakan CSR sebagai “A business acts in socially responsible manner when its decision and actions account for and balance diverse stakeholder interest”. Definisi ini menekankan perlunya memberikan perhatian secara seimbang terhadap kepentingan berbagai stakeholder yang beragam dalam setiap keputusan dan tindakan yang diambil oleh para pelaku bisnis melalui perilaku yang secara sosial bertanggung jawab.47 Sedangkan Elkington mendefinisikan bahwa yang Membumi, konsep, strategi dan kasus, Lukman Offset dan YPAPI, Yogyakarta 2003, hal 1. 47

A. B. Susanto, Reputation-Driven Corporate Social Responsibility, Esensi Erlangga Group,


(53)

sebuah perusahaan yang menunjukkan tanggung jawab sosialnya akan memberikan perhatian kepada peningkatan kualitas perusahaan (profit), masyarakat, khususnya komunitas sekitar (people), serta lingkungan hidup (planet).48

Menurut definisi yang dikemukakan oleh The Jakarta Consulting Group, tanggung jawab sosial ini diarahkan baik kedalam (internal) maupun keluar (eksternal) perusahaan.49 Ke dalam, tanggung jawab ini diarahkan kepada pemegang saham dalam bentuk profitabilitas dan pertumbuhan. Ke luar, tanggung jawab sosial ini berkaitan dengan peran perusahaan sebagai pembayar pajak dan penyedia lapangan kerja, meningkatkan kesejahteraan dan kompetensi masyarakat, serta memlihara lingkungan.

The World Business Council for Sustainable Development (WBCSD) mendefinisikan corporate social responsibility sebagai:

Komitmen bisnis untuk berkontribusi dalam pembangunan berkelanjutan dimana merupakan suatu bentuk implementasi berhubungan dan bertanggungjawab dengan pemerintah, bekerja dengan para karyawan perusahaan, keluarga karyawan tersebut, berikut komuniti-komuniti setempat (lokal) dan masyarakat secara keseluruhan, dalam rangka meningkatkan kualitas kehidupan50. Konsep Piramida CSR yang dikembangkan Archie B. Carrol mempertegas mengenai:

Justifikasi teoritis dan logis mengapa sebuah perusahaan perlu menerapkan CSR bagi masyarakat di sekitarnya sebagai bentuk tanggungjawab juga terhadap regulasi pemerintah. Dalam

48

Ibid, hal. 11. 49

Ibid. 50


(1)

SANWACANA

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah-Nya yang telah diberikan, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Pola Kemitraan Pemerintah Kota Bandar Lampung dengan PT. Perkebunan Nusantara VII (PERSERO) (Studi Program Kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL) pada Pengrajin Keripik di Sentra Industri Keripik Jalan Pagar Alam Bandar Lampung)” yang merupakan salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Ilmu Pemerintahan di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Lampung.

Skripsi ini dapat terselesaikan tidak terlepas dari bantuan dan dukungan berbagai pihak. Pada kesempatan ini dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Drs. Agus Hadiawan, M.Si selaku Dekan FISIP Universitas Lampung; 2. Bapak Drs. Hi. Aman Toto Dwijono, M.H selaku Ketua Jurusan Ilmu

Pemerintahan;

3. Bapak Dr. Pitojo Budiono, M.Si selaku Pembimbing Utama atas kesediannya untuk memberikan bimbingan, saran, dan kritik dalam proses penyelesaian skripsi ini;


(2)

4. Bapak Drs. Denden Kurnia Drajat, M.Si selaku Penguji Utama pada ujian skripsi. Terima kasih untuk masukan dan semua sarannya dalam penyusunan skripsi ini.

5. Bapak Drs. Piping Setia Priangga, M.Si selaku Pembimbing Akademik; 6. Bapak Robi Cahyadi Kurniawan, S.I.P, M.A terima kasih atas segala saran

dan masukannya.

7. Seluruh Jajaran Dosen Pengajar Jurusan Ilmu Pemerintahan, Pak Syafar, Pak Arizka, Pak Suwondo, Pak Syarief, Pak Yana, Pak, Budiharjo, Pak Sigit, Pak Ismono, Pak Himawan, Bu Dwi, Bu Tabah, Bu Ari, Bu Feni, Pak Darma, Pak Maulana serta dosen-dosen lain Terima Kasih Atas segala ilmu yang kalian berikan baik di dalam maupun di luar kelas.

8. Bapak dan Ibu Staf Administrasi FISIP UNILA serta Mbak Nurmalena, A.Md. selaku Staf Ruang Baca Fisip, terima kasih atas pinjaman buku-buku selama ini;

9. BAPPEDA dan DISKOPERINDAG Kota Bandar Lampung telah bersedia menjadi informan pada skripsi ini;

10. PT. Perkebunan Nusantara VII (PERSERO) telah bersedia menjadi informan pada skripsi ini;

11. Pengrajin Keripik yang menjadi informan pada Skripsi ini;

12. Ayah dan Mama yang tiada hentinya memberikan segalanya. Terima kasih atas semuanya, mudah-mudahan ini bisa membanggakan kalian;

13. Mayang dan Rara yang selalu memberikan pertanyaan yang menjadi motivasi bagi penulis;


(3)

14. Arja Adi Wangsa, makasih pinjeman laptopnya yh nam, gak selesai skripsi ini gak ada lapto lo hehe, serta buat seluruh temen-temen kampung sawah Apel, Tyas, Amat, Bang Apit;

15. Sahabat seperjuanagn, Tomy Abdu Roni, S.I.P (tandem kemana2 nh, keliling lampung kita cik haha), Andri Marta, S.I.P (intinya gak ada lo gak rame cik haha), Hendra Tirta Andhika (thx buat tebengannya yh broh, hehe), ada yang udah lulus duluan ada yang belum tapi SUKSES ntar kita bareng AMIINNN!; 16. Habrianda Bukit (Lo Ketum gw Sekum haha jadi duet maut kita selama kepengurusan kemaren), Bareta Rizka Tantiya, S.I.P (lo ini ada capeknya gak sh bar? Haha), Christella Hotria Simanjorang, S.I.P (kok jadi lo yg duluan yh hahaha, tng aj gw nyusul) :D), Shely Novilta (semangat shel pasti bisa kok hehe), Ardi (gw kira dulu lo ini anak band mana gtu hehe), Alvin (poto prawed am wedingnya berapa? Haha), Aris (Semangat mas bro lanjutin bimbingannya dengan par Doktor haha), Agung (gak nyanka jadian ama shely haha, balikan geh :D), Arum (rum buka karokean aja yuk biar gak boros haha), Ayu (yu mau daftar jadi anggota lo boleh? hhehe), Andri Rifkiansyah (gak kribo gak asik haha), Adit F (tetep YNWA broh!), Adit P (jgan LIVE trus inget badan udah tua wahahaha), Cahyadi (semangat broh kyk semangat the reds hehe), Dedi (udah lulus juga akang satu ini), Dona (don klo udah lulus berubah jgn kyk sekarang hahaha), Andika (bang doy ajarin nyanyi boye? Hehe), Duwi (semnagat bimbingan yh hehe), Eva (abis wisuda lgsg menghilang), Felix (lay, klo ada yg baru kasih tau yh hahaha), Feri (Fe lo mah gak ngguin gw beli Bbnya haha), Hida (orang sabar nh), Huri (maaf broh klo sering ngebully haha), Ido (gaul bner abg ini waktu bru masuk haha),


(4)

Iyong (ngoy kemane aje lo?), Janto (salah ngucapin ultah? Waw bgt haha barca jdi modus yh to? ahaha), Jona (bang mana undangan nikahnya?), Suhada (insiden lambar terekam terus haha), Fadly (kapan kita k pantai lagi broh?, Mei (kerupuk apa kerupu’?), Nanda (kelanting ama huri sekilo nda), Nadia (dicariin nad am ... hahaha), Nindi (semangat nin semua pasti ada jalannya), Nira (kostan masih jadi basecamp gak? Haha), Nora (langgeng am bang hendra yh, ntar gw kawal dia k liwa haha), Putri (adek seperguruan gw nh haha), Redho (semngat do, ardi udah gak ngebully lo lagi kan? Haha), Reni (usaha apa sekarang ren? Hehe), Riki (semngat ki jgn bbman mulu haha), Dendri (klo maen futsal ngeri lo ini hahaha), Hariansya (masih berani bawa mobil k lambar? Haha), Tio (bong? Panggilan aja udah menunjukkan hhaa kpan kita hunting bgr btm?), Wahyu (XL), Wisnu (ini dosen apa bukan yh?), Yunita (bis wisuda pulang k medan gak kau?), Zul (terbang tenggelam nh orang) dan seluruh rekan-rekan Ilmu Pemerintahan ’08 lainnya yang tidak dapat disebutkan satu persatu terima kasih atas kebersamaan kalian;

17. Buat Para Mamenz, M. Ghulam, S.A.N, Dimas Abiyoga, S.H, M. Bagus Syahrial, S.T, Syafrial Anwar, Agrat Timoty, Gilang Ramadhan, Hendi, Rizky Dwi Saputra, Rizky Okto Danela, Fauzi Akbar, Reza F. Mamboro, S.H, Tomy Yordan. Kreatifitas Tanpa Batas dan Intelektualitas yang berkelas; 18. Teman-teman ASPAL, We are never end;

19. Mahayu Ismaniar, seseorang yang mampu mengeluarkan semangat dalam dalam diriku, suppport dan motivasi yang selalu menemaniku, terima kasih; 20. Buat Jumawa Team (Bg Apri, Bg Gede dan Mb Qinoynya) makasih dan


(5)

hal lainnya. Mudah-mudahan selalu bermanfaat. Sukses selalu untuk kalian jangan lupakan kita kalo udah di atas. Aminn. Jangan pernah bertanya apa yang kami lakukan buat kalian tapi tanya lah apa yang kalian lakukan untuk kami.

21. Buat Kanda dan yunda Ilmu Pemerintahan 2005 (Bg Boy, Bg Rifky Basrie, Bg Gema), 2006 (Bg Hardian (maksih buat semua arahan dari lo selama ini bang) Mb Henny dan Bg Adhi, Bg Frengky, Bg Rizki Godjali, Bg Fariez, Mb Yeni,), 2007 (Mb Pipit, Mb Wayan, Mb Nurul Mutia Rani, Nurul Nadia, Mb Key, Mb Nissa, Bg didik, Bg Endra, Bg Asep, Bg Memed, Bg Prandiki, Bg Friade, Andre dan abang-abang yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu. 22. Buat Adek-adek Ilmu Pemerintahan 2009 (Pauzi, Ramadhan, Hawo, Bangun,

Dita, Fe, Yusi, Okta, Ridal, Tata), 2010 (Jaseng, Adit, Ekky, Rodiyah, Iin, Okta, Robi, Radit, Siska, Tami, Tano, Yoan), 2011 (Caca, Indah, Endah, Wilanda) dan adek-adek 2012 yang tidak dapat disebutkan jalan kalian masih panjang, terus belajar yh!

23. Teman-teman seperjuangan KKN Pekon Waspada Kecamatan Sekincau Kabupaten Lampung Barat, Uci Mami (udah punya jagoan baru yh mi? Hehe), Nurhadi Mbah (mash mundar mandir WC mbah? Haha), Oyi (Kita selawanan lo gak makan telor gw makan, gw gak makan ikan lo makan haha), Rani Cempluk (mandi oi jgn males mandi hahah), Sulis masbroh (WaKamSi), Tangguh Om Ganteng (woyo wyo jos , d cariin sodik mas haha), Windi Cemplon (Makannya banyak tapi males gerak hahaha), Otek (Lo Kemane? Gak ada kbr?). Makasih untuk perjuangan di sana, kalian luar biasa teman!


(6)

Akhir kata, Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, akan tetapi sedikit harapan semoga skripsi yang sederhana ini dapat berguna dan bermanfaat bagi kita semua. Amin.

Bandar Lampung, September 2012 Penulis


Dokumen yang terkait

Analisis Sistem Pemberian Kredit Terhadap Pengembangan Usaha Kecil Di Medan Pada Program Kemitraan Dan Bina Lingkungan (pkbl) PT. Perkebunan Nusantara III (persero)

0 40 89

Pengaruh Piutang Program Kemitraan & Bina Lingkungan (PKBL) terhadap Biaya Operasional PTPN II (PERSERO) Medan

9 102 96

Sistem Pengawasan Kredit Mitra Binaan Pada Bagian Kemitraan Dan Bina Lingkungan PT. Perkebunan Nusantara III (PERSERO) Medan

1 37 63

Evaluasi Kinerja Program Kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL) di PT. Perkebunan Nusantara III (Persero) Medan.

5 119 112

PELAKSANAAN PROGRAM KEMITRAAN BINA LINGKUNGAN BUMN PTPN VII (PERSERO) DI BANDAR LAMPUNG

0 12 65

PELAKSANAAN PROGRAM KEMITRAAN BINA LINGKUNGAN BUMN PTPN VII (PERSERO) DI BANDAR LAMPUNG

1 7 75

PERSEPSI MASYARAKAT SEKITAR PERUSAHAAN TERHADAP PROGRAM KEMITRAAN DAN BINA LINGKUNGAN (PKBL) PT. PERKEBUNAN NUSANTARA VII (PERSERO) UNIT USAHA REJOSARI KECAMATAN NATAR KABUPATEN LAMPUNG SELATAN

1 7 85

PELAKSANAAN PROGRAM KEMITRAAN BINA LINGKUNGAN BUMN PTPN VII (PERSERO) DI BANDAR LAMPUNG Muhammad Fadhil Alaydrus, Eman Eddy Patra, Ati Yuniati,

0 0 13

Analisis Sistem Pemberian Kredit Terhadap Pengembangan Usaha Kecil Di Medan Pada Program Kemitraan Dan Bina Lingkungan (pkbl) PT. Perkebunan Nusantara III (persero)

0 0 10

KINERJA AGROINDUSTRI KERIPIK PENERIMA DAN BUKAN PENERIMA KREDIT PROGRAM KEMITRAAN BINA LINGKUNGAN (PKBL) PT PERKEBUNAN NUSANTARA VII DI SENTRA INDUSTRI KERIPIK BANDAR LAMPUNG (Chips’ Agroindustry Performance of Credit’s Recipients and Non-Recipients Partn

0 0 8