Peran dalam Keluarga Peranan Tokoh-Tokoh Perempuan dalam Novel Singkar karya Siti Aminah

33 dalam Novel Singkar karya Siti Aminah ini sangat menarik untuk dianalisis karena tokoh-tokoh perempuan itu mempunyai kedudukan yang berbeda-beda, bahkan tokoh utamanya masih kuliah di suatu universitas di kota Yogyakarta. Upaya menganalisis peranan tokoh dilakukan dengan mengacu pada teknik pelukisan tokoh oleh pengarang atau yang sering disebut teknik penokohan. Siti Aminah, sebagai penulis novel menggunakan perpaduan dari dua teknik, yaitu ada yang secara langsung teknik analisis atau teknik ekspositori dan ada pula yang tidak langsung teknik dramatik. Penganalisaan penokohan dalam novel Singkar meliputi dua bahasan, yaitu analisis peranan dan sikap tokoh dalam menghadapi ketidakadilan gender.

4.1 Peranan Tokoh-Tokoh Perempuan dalam Novel Singkar karya Siti Aminah

Tokoh-tokoh perempuan yang ada dalam novel Singkar ini mengangkat peran prempuan dengan menampilkan delapan tokoh perempuan yang dapat menyelaraskan dua peranannya di lingkungan domestik dan publik. Analisis peran dalam Novel ini terbagi menjadi dua yaitu peran dalam keluarga dan peran dalam masyarakat.

4.1.1 Peran dalam Keluarga

Pada Novel Singkar ini terdapat dua peran tokoh perempuan dalam keluarga yaitu sebagai anak perempuan, istri, dan sebagai ibu. Peran sebagai anak perempuan diwakili oleh Nani, Narumi, Inten, dan Alsa. 34

4.1.1.1 Peran sebagai Anak Perempuan

Cermin anak perempuan dalam menjalankan perannya diwakili oleh tokoh Nani yaitu sebagai tokoh utama, Narumi, Inten, dan Alsa. setiap anak perempuan mempunyai peran yang berbeda-beda dalam keluarga masing-masing. Sebagai anak perempuan, keempat tokoh tersebut mempunyai peranan antara lain melakukan pekerjaan rumah tangga, mengasuh adik, dan membela kehormatan diri. a. Melakukan Pekerjaan Rumah Tangga Kita mulai pembicaraan dengan menyoroti tokoh Narumi. Kehidupan Narumi ketika kecil sangat memprihatinkan, karena pekerjaan kedua orang tuanya adalah petani. Ketika itu dia masih duduk di bangku SMP, dan adiknya masih kecil-kecil. Narumi memiliki sifat yang patuh sekali terhadap kedua orang tuanya. Setiap hari Narumi harus bangun pagi karena pagi-pagi sekali ibunya sudah berangkat ke sawah. Sebelum berangkat ke sekolah Narumi harus menyiapkan makanan terlebih dahulu, kemudian mengurusi adik-adiknya yang masih kecil, setelah itu baru dia berangkat ke sekolah. sepulangnya dari sekolah dia pergi ke sawah mengantarkan makanan untuk ibunya. Begitulah rutinitas Narumi sehari- hari. Setelah bapak Narumi meninggal hidupnya semakin menderita, dia harus keluar dari sekolah karena ibunya sudah tidak sanggup lagi membiayai sekolahnya. Narumi menggantikan posisi ibunya di rumah, dan dia bertanggung jawab sepenuhnya dalam pengurusan rumah tangga. Setiap hari Narumi melakukan semua pekerjaan ibunya di rumah dari membersihkan rumah, masak, 35 mengurus adiknya yang masih kecil, bahkan setelah semua pekerjaan di rumah sudah selesai dia menyusul ibunya ke sawah dan membantu pekerjaan ibunya di sawah. Hal tersebut terdapat dalam kutipan: Kaya saben dinane, Narumi tangi sadurunge bedhug subuh. Ngliwet, nggodhog banyu, nggawekake wedang nggo mbokne... Singka hlm:12. Seperti biasanya, Narumi bangun sebelum bedug subuh. Menanak nasi, menjarang air, membuatkan minum untuk ibunya... Tokoh kedua yang menjalankan peran sebagai anak perempuan yaitu Inten. ia juga tidak terlepas dari pekerjaan rumah tangga. Pekerjaan rumah tangga yang sering ia lakukan adalah memasak. Ia menyajikan pisang yang sudah ia rebus ketika Nani datang ke rumahnya. “Aku mau nggodhog gedhang. Kae le ngundhuh ngarepan.” Singkar hlm: 26 ‘Aku tadi merebus pisang. Itu lho memetik di depan rumah.’ Walaupun Nani adalah teman Inten sejak SMA, tapi Nani adalah tamu bagi keluarganya Inten. Begitu Nani sampai di rumah Inten, dia segera menyapa Nani dan menyambut kedatangan temannya itu dengan baik. Inten segera mempersilahkan Nani masuk ke dalam rumah dan Inten menjamu tamunya itu dengan makanan alakadarnya. Hal tersebut terdapat pada kutipan: “Wah, dengaren, dengaren. Ora ana prenjak muni kok katekan dhayoh iki,” Inten mbagekake. Grapyak kaya adat sabene. “Prenjake wis padha mati dibedhili,” Nani mangsuli. Kekarone ngguyu. “Yo mlebu sik, dakgawekake wedang.” Singkar hlm: 26. 36 “Wah, tak biasa-biasanya. Tak ada prenjak bersiul kok kedatangan tamu ini,” Inten menyambutnya. Ramah seperti biasanya. “Prenjaknya sudah mati ditembak,” Nani menjawab. Keduanya tertawa. “Ya masuk dulu, kubuatkan minum.” Nani sudah dianggap seperti keluarga sendiri oleh orang tua Inten. oleh karena itu ketika Inten menyuruhnya masuk ke dalam rumah, Nani langsung saja menuju ke dapur. Nani duduk di dipan sambil menunggu Inten yang sedang sibuk membuatkan minuman teh untuknya. Berikut adalah kutipannya: Nani nyelehake ransel ing amben. Lungguhan sinambi nunggu Inten kang iwut nggawe wedang. Wis ana dhekokan, kari ngecurake, nambahi banyu panas, lan nggulani. Ing meja katon gedhang kapok sapanci. Inten njupuk piring lan madhahi sacukupe. “Nyoh, diombe dhisik,” kandhane Inten sinambi nyelehake wedang kan gedhang ing amben. “Priye kabare? Arep lulus kapan?” Singkar hlm: 27. Nani meletakkan ransel di dipan. Duduk sambil menunggu Inten yang sedang sibuk membuat minuman. Sudah ada di gelas, tinggal menambahi air panas, dan diberi gula. Di meja terlihat pisang kepok satu panci. Inten mengambil piring dan menaruh pisang secukupnya. Ini, diminum dulu, kata Inten sambil menaruh minum dan pisang di dipan. “ gimana kabarnya? Mau lulus kapan?” Inten dan Nani akhirnya mengobrol cukup lama karena mereka berdua sudah lama tidak bertemu. Mereka berdua membicarakan tentang kuliah dan Nani 37 juga akhirnya bercerita kepada Inten kalau dia kabur dari rumah karena sedang bertengkar dengan ibunya.

b. Mengasuh Adik