76
4.3.2 Tokoh Narumi a. Narumi sebagai Anak
Narumi memiliki sifat yang patuh sekali terhadap kedua orang tuanya. Setiap hari Narumi harus bangun pagi karena pagi-pagi sekali ibunya sudah
berangkat ke sawah. Sebelum berangkat ke sekolah Narumi harus menyiapkan makanan terlebih dahulu, kemudian mengurusi adik-adiknya yang masih kecil,
setelah itu baru dia berangkat ke sekolah. sepulangnya dari sekolah dia pergi ke sawah mengantarkan makanan untuk ibunya. Begitulah rutinitas Narumi sehari-
hari. Setelah bapak Narumi meninggal hidupnya semakin menderita, dia harus keluar dari sekolah karena ibunya sudah tidak sanggup lagi membiayai
sekolahnya. Narumi menggantikan posisi ibunya di rumah, setiap hari Narumi melakukan semua pekerjaan ibunya di rumah dari membersihkan rumah, masak,
mengurus adiknya yang masih kecil, bahkan setelah semua pekerjaan di rumah sudah selesai dia menyusul ibunya ke sawah dan membantu pekerjaan ibunya di
sawah. Hal tersebut terdapat dalam kutipan: Kaya saben dinane, Narumi tangi sadurunge bedhug subuh.
Ngliwet, nggodhog banyu, nggawekake wedang nggo mbokne, mbiyantu adhi-adhine adus lan dandan, nyepakae sarapan, lan
ndulang Tarinah, adhine sing cilik dhewe. Sawise mbokne budhal menyang sawah lan Bariyadi uga Lestari padha sekolah, nembe
Narumi ngopeni awake dhewe. Kuwi menawa Sumini, adhine kakang ragil, gelem nunggoni Tarinah. Sawise Bariyadi utawa
lestari bali, nembe Narumi bisa nusul mbokne menyang sawah, awit wis ana kang nggenteni momong Tarinah Singkar hlm:12.
Seperti hari biasanya, Narumi terjaga sebelum azan subuh. Menanak nasi, menjarang air, membuatkan minum untuk ibunya,
membantu adik-adiknya mandi dan berdandan, memnyiapakan sarapan, dan menyuapi Tarinah, adiknya yang paling kecil. Setelah
ibunya berangkat ke sawah dan Bariyadi juga Lestari berangkat
77
sekolah, baru Narumi mengurus dirinya. Itu kalau Sumini, adik kakaknya si bungsu, mau menunggui Tarinah. Setelah Bariyadi atau
Lestari pulang, baru Narumi bisa menyusul ibunya di sawah, karena sudah ada yang menggantikan menjaga Tarinah.
Sifat Narumi yang pendiam membuat dia tidak sanggup untuk melawan keinginan ibunya yaitu menjodohkan Narumi dengan orang kota yang bernama
Sulaiman, yang bisa Narumi lakukan hanya menangis dan meratapi nasibnya itu. Narumi hanya diam dan tidak bisa berkata apa-apa kepada ibunya padahal
sebenarnya dalam hatinya dia ingin sekali berontak kepada ibunya. Sebenarnya Narumi sudah jatuh hati pada Nurdin.
Narumi semakin tersiksa dengan keadaanya itu, apalagi disuruh menikah dengan orang yang belum dia kenali, sungguh semua
itu tidak pernah ada di benaknya. Hal ini terlihat pada kutipan: Narumi, kenya nembelas taun kuwi nglumpruk. Ngguguk
nengisor wit sukun. Atine luwih lara, luwih nggrantes tinimbang nalika dikon metu sekolah biyen. Dene nampa panglamare wong
lanang iki Narumi ora bisa mbayangake apa kang bakal diadhepi Singkar hlm:13.
Narumi, gadis enam belas tahun itu pasrah. Terguguk di bawah pohon sukun. Hatinya lebih sakit, lebih tak tertahankan
ketimbang ketika disuruh keluar sekolah dulu. Karena menerima lamaran lelaki ini Narumi tak bisa membayangkan apa yang akan
dihadapi.
Dengan berat hati akhirnya Narumi bersedia menerima lamaran Sulaiman dan menikah dengannya. Mungkin itulah wujud kepatuhan Narumi terhadap
ibunya, tapi setelah kejadian itu Narumi masih sering bertemu dengan Nurdin. Setelah ibunya mengetahui kalau Narumi sering bertemu dengan Nurdin
kemudian ibunya melarang Narumi pe rgi kemana-mana karena ibunya
78
menganggap kalau Nurdin itu bisa menjadi penghalang hubungan Sulaiman dengan anaknya itu. Narumi sudah tidak boleh lagi pergi ke sawah,
menggembalakan kerbau, bahkan salat dan mengaji ke Mushola pun tidak diijinkan. Hal tersebut seperti pada kutipan:
Sawise kadadeyan sore iku, Narumi prasasat dicencang dening Sipon. Ora mung dipenging angon, Narumi uga wis ora kena
maghriban lan ngaji ing langgar sarta golek kayu ing kebon. Dudu bab gaweyane kang saktemene dipenggak dening Sipon. Nanging
ketemune karo Nurdin. Narumi bisa ngrasake, sanajan Sipon ora nate ngocap bab Nurdin sajege Singkar hlm:17.
Setelah kejadian sore itu, Narumi bagaikan dipasung oleh Sipon. Tak hanya dilarang menggembala, Narumi juga sudah tak
boleh salat magrib dan mengaji di surau serta mencari kayu bakar di kebun. Bukan hal pekerjaannya yang sesungguhnya dilarang oleh
Sipon. Tapi pertemuannya dengan Nurdin. Narumi bisa merasakan, walaupun Sipon tak pernah menyinggung hal yang berkaitan dengan
Nurdin.
Berdasarkan kutipan di atas dapat disimpulkan bahwa sebagai seorang anak yang patuh dan berbakti kepada orang tuanya Narumi harus melakukan apa
yang orang tuanya perintahkan kepadanya. Walaupun itu menyakitkan hatinya tapi dia tetap tabah dan sabar menghadapi peristiwa demi peristiwa yang tengah
dihadapinya dan dia menganggap bahwa itu merupakan bagian dari jalan kehidupannya.
b. Narumi sebagai Ibu