Efek Fisiologis Serat Makanan

21 b. Gum Komposisinya lebih sedikit dibandingkan dengan jenis serat yang lain. Namun, kegunaannya amat penting, yaitu sebagai penutup dan pelindung bagian tanaman yang terluka. Oleh karena memiliki molekul hidrofilik yang berkombinasi dengan air, menyebabkan gum mampu membentuk gel. c. Musilase Stukturnya menyerupai hemiselulosa, tetapi tidak termasuk dalam golongan tersebut karena letak dan fungsinya berbeda. Musilase mampu mengikat air sehingga kadar air dalam biji tanaman tetap bertahan. Selain itu, musilase juga mampu membentuk gel yang mempengaruhi metabolisme dalam tubuh .

2.3 Efek Fisiologis Serat Makanan

a. Serat Sebagai Bahan Pencahar Efek pencahar atau laksatif merupakan pengaruh serat yang paling umum dikenal. Efek ini berhubungan dengan kekambaan feses yang disebabkan oleh adanya serat. Feses yang kamba volumenous akan mempersingkat waktu transit. Jika berat basah feses lebih kecil atau sama dengan 60 gram per hari maka waktu transit waktu yang dibutuhkan mulai dari konsumsi makanan sampai feses dikeluarkan umumnya lebih dari 90 jam. Ketika berat feses basah meningkat, waktu transit akan menurun. Pada berat feses basah 150–200 gram per hari, waktu transit menjadi 40–50 jam. Semua makanan kaya serat akan meningkatkan kekambaan feses Tensiska, 2008. Peningkatan jumlah feses basah tergantung pada jenis dan bentuk serat dalam makanan. Dedak gandum meningkatkan berat feses lebih tinggi dibandingkan buah, sayur, gum, oat dan jagung, sedangkan pektin yang Universitas Sumatera Utara 22 dimurnikan menghasilkan peningkatan feses yang relatif kecil. Bentuk fisik serat juga turut mempengaruhi kekambaan feses. Dedak kasar menghasilkan efek kamba yang lebih besar dibandingkan dedak yang halus. Dedak gandum dan selulosa tidak bisa didegradasi dengan baik oleh mikroflora kolon. Kontribusinya pada kekambaan feses karena kemampuannya mengikat air. Serat yang dapat difermentasi sempurna dalam kolon seperti pektin, guar gum dan ß-glukan tidak berkontribusi terhadap kekambaan feses tetapi meningkatkan jumlah koloni mikroflora kolon. Meningkatnya jumlah koloni mikroflora kolon akan meningkatkan massa feses yang juga menghasilkan efek pencahar. Namun demikian, serat yang sulit difermentasi seperti dedak serealia menghasilkan massa feses yang jauh lebih tinggi sehingga lebih efektif sebagai pencahar Tensiska, 2008. b. Mencegah Kanker Kolon Kejadian kanker kolon menempati urutan ke 4, dan menempati peringkat ke 2 penyebab kematian karena kanker. Penelitian di Rumah Sakit Dharmais Jakarta pada tahun 2001 mendapatkan 15 kasus kanker kolon dari 232 pada pasien yang di kolonoskopi, sedangkan di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo Jakarta pada tahun 1996 sampai 2001 terdapat 224 kasus kanker kolon Nainggolan, 2005. Konstipasi kronis mempunyai peluang untuk berkembang menjadi kanker kolon. Ini disebabkan oleh tertumpuknya karsinogen di permukaan kolon akibat tinja yang keras, kering dan lambatnya gerak pembuangan. Konsumsi serat yang cukup akan mempercepat transit feses dalam saluran pencernaan sehingga kontak antara kolon dengan berbagai zat karsinogen yang terbawa dalam makanan lebih Universitas Sumatera Utara 23 pendek, dengan demikian mengurangi peluang terjadinya kanker kolon. Transit makanan yang lebih cepat juga mengurangi kesempatan berbagai mikroorganisme dalam kolon untuk membentuk zat karsinogen Nainggolan, 2005. c. Mengontrol Berat Badan Serat larut air soluble fiber misalnya pectin, glucans dan gum serta beberapa hemiselulosa mempunyai kemampuan menahan air dan dapat membentuk cairan kental dalam saluran pencernaan. Dengan kemampuan ini serat larut dapat menunda pengosongan makanan dari lambung, menghambat pencampuran isi saluran cerna dengan enzim-enzim pencernaan, sehingga terjadi pengurangan penyerapan zat-zat makanan di bagian proksimal. Mekanisme inilah yang menyebabkan terjadinya penurunan penyerapan absorbsi asam amino dan asam lemak oleh serat larut air. Cairan kental ini mengurangi keberadaan asam amino dalam tubuh melalui penghambatan peptida usus. Makanan dengan kandungan serat kasar yang tinggi dilaporkan juga dapat menurunkan bobot badan. Makanan akan tinggal dalam saluran pencernaan dalam waktu yang relatif singkat sehingga absorbsi zat makanan akan berkurang. Selain itu makanan yang mengandung serat relatif tinggi akan memberi rasa kenyang sehingga menurunkan konsumsi makanan. Makanan dengan kandungan serat kasar yang tinggi biasanya mengandung kalori, kadar gula dan lemak yang rendah serta dapat membantu mengurangi terjadinya obesitas Nainggolan, 2005. d. Mengontrol Gula Darah Adanya serat larut dapat memperlambat absorbsi glukosa, sehingga dapat ikut berperan mengatur gula darah dan memperlambat kenaikan gula darah. Universitas Sumatera Utara 24 Kemampuan tersebut dinyatakan dalam Glycaemic Index GI yang angkanya dari 0 sampai dengan 100. Makanan yang cepat dimetabolisme dan cepat diserap dapat meningkatkan kadar gula darah, mempunyai angka GI yang tinggi; sedangkan makanan yang lambat dimetabolisme dan lambat diserap masuk ke aliran darah mempunyai angka GI yang rendah. Hasil penelitian pada hewan percobaan maupun pada manusia mengungkapkan bahwa kenaikan kadar gula darah dapat ditekan jika karbohidrat dikonsumsi bersama serat. Hal ini sangat bermanfaat bagi penderita diabetes, baik tipe I maupun tipe II Nainggolan, 2005. e. Serat Makanan Terhadap Pencegahan Penyakit Efek fisiologis serat makanan seperti toleransi terhadap glukosa, meningkatkan kekambaan feses, menurunkan kolesterol plasma menunjukkan bahwa serat makanan dapat menurunkan insiden penyakit kronis seperti komplikasi diabetes, kanker kolon dan penyakit jantung. Studi terhadap efek langsung serat makanan ternyata berlaku jika peningkatan konsumsi serat disertai penurunan konsumsi lemak yang dapat menurunkan resiko penyakit kutilpolip pada kolon. Polip kolon merupakan prekursor perkembangan tumor Tensiska, 2008.

2.4 Serat Dalam Makanan