Aspek Perlindungan Hukum Indonesia terhadap Pemegang Polis

B. Aspek Perlindungan Hukum Indonesia terhadap Pemegang Polis

Bancassurance Cabang-cabang hukum publik yang berkaitan dan berpengaruh atas hukum konsumen umumnya adalah hukum administrasi, hukum pidana dan hukum internasional terutama konvensi-konvensi internasional yang berkaitan dengan praktek bisnis, maupun Resolusi PBB tentang perlindungan konsumen sepanjang telah diratifikasi oleh Indonesia sebagai salah satu anggota. 75 Diantara cabang hukum ini, tampaknya yang paling berpengaruh pada hubungan dan masalah yang termasuk hukum konsumen atau perlindungan konsumen adalah hukum pidana dan hukum administrasi negara sebagaimana diketahui bahwa hukum publik pada pokoknya mengatur hubungan hukum antara instansi-instansi pemerintah dengan masyarakat, selagi instansi tersebut bertindak selaku penguasa. Kewenangan mengawasi dan bertindak dalam penerapan hukum yang berlaku oleh aparat pemerintah yang diberikan wewenang untuk itu, sangat perlu bagi perlindungan konsumen. Berbagai instansi berdasarkan peraturan perundang- undangan tertentu diberikan kewenangan untuk menyelidiki, menyidik, menuntut, dan mengadili setiap perbuatan pidana yang memenuhi unsur-unsur dari norma- norma hukum yang berkaitan. 76 Dalam kehidupan bernegara, peran negara cenderung terlalu kuat di hadapan warga negaranya, untuk itu, warga negara membutuhkan perlindungan legal agar terhindar dari perbuatan pemerintah sebagai representasi negara, yang 75 http:repository.usu.ac.idbitstream12345678915211perdata-sabarudin2.pdf, diakses pada tanggal 4 november 2010 76 http:repository.usu.ac.idbitstream12345678915211perdata-sabarudin2.pdf, diakses pada tanggal 4 november 2010 Universitas Sumatera Utara merugikan warga negaranya sendiri. Macam-macam perbuatan pemerintah yang bisa merugikan masyarakat tersebut adalah, perbuatan pemerintah dalam bidang pembuatan peraturan perundang-undangan regeling, perbuatan pemerintah dalam penerbitan ketetapan beschikking, dan perbuatan pemerintah dalam bidang keperdataan. Jenis Perlindungan Hukum yang dapat diberikan oleh hukum kepada warga negaranya adalah sebagai berikut, warga negara berhak atas perlindungan hukum terhadap perbuatan pemerintah yang bertentangan dengan hukum yang melanggar hak warga negara. 77 Dalam hal perlindungan hukum bidang perdata, penguasa dapat dianggap melakukan perbuatan melanggar hukum karena melanggar hak subyektif orang bila penguasa tersebut melakukan perbuatan yang bersumber pada hubungan hukum perdata dengan warga negara serta melanggar ketentuan dalam hukum tersebut. Dalam hal perlindungan hukum bidang publik, penguasa melakukan perbuatan yang bersumber pada hukum publik serta melanggar ketentuan kaidah hukum tersebut. Sebab dalam kriteria perbuatan melawan hukum Negara tidak dapat digugat, hal ini sesuai dengan pendapat Kranenburg, yang menyatakan bahwa konsep negara sebagai lembaga kekuasaan dikaitkan dengan konsep hukum sebagai keputusan kehendak oleh kekuasaan, sehingga tidak ada tanggung gugat negara, namun negara dalam konsep dapat dibedakan negara sebagai penguasa dan negara sebagai fiskus, oleh karenanya sebagai penguasa negara memang tidak dapat digugat, namun sebagai fiskus negara dapat digugat. 77 http:www.ibnurochimconnection.com200908bab-viii-perlindungan-hukum.html, diakses pada tanggal 4 november 2010 Universitas Sumatera Utara Dengan demikian warga negara harus mendapat perlindungan di mana pada perlindungan hukum dalam Bidang Hukum Publik itu dapat berupa perlindungan hukum preventif dalam arti rakyat diberi kesempatan untuk ajukan keberatan, sebelum suatu keputusan pemerintah mendapat bentuk yang definitif, tujuannya untuk mencegah sengketa. Terdapat juga perlindungan hukum represif di mana ini bertujuan untuk menyelesaikan sengketa. 78 Perlindungan Hukum akibat dikeluarkannya keputusan ditempuh melalui MA dengan cara hak uji materiil. Mahkamah Konstitusi menguji Undang-Undang terhadap konstitusi. Tolok ukur uji materiil meliputi apakah bertentangantidak dengan peraturan yang lebih tinggi dan apakah bertentangantidak dengan kepentingan umum. Untuk peraturan daerah caranya adalah dengan pembatalan oleh organ yang berwenang tanpa melalui proses peradilan. 79 Dalam hukum perdata yang lebih banyak digunakan atau berkaitan dengan azas-azas hukum mengenai hubunganmasalah konsumen adalah buku ketiga tentang perikatan dan buku keempat mengenai pembuktian dan daluarsa. Buku ketiga memuat berbagai hubungan hukum konsumen. Seperti perikatan, baik yang terjadi berdasarkan perjanjian saja maupun yang lahir berdasarkan Undang- undang. Hubungan hukum konsumen adalah untuk memberikan sesuatu, berbuat sesuatu, dan tidak berbuat sesuatu Pasal 1234 KUHPerdata. Hubungan konsumen ini juga dapat kita lihat pada ketentuan Pasal 1313 sampai Pasal 1351 KUHPerdata. Pasal 1313 mengatur hubungan hukum secara sukarela diantara 78 http:www.ibnurochimconnection.com200908bab-viii-perlindungan-hukum.html, diakses pada tanggal 4 november 2010 79 http:www.ibnurochimconnection.com200908bab-viii-perlindungan-hukum.html, diakses pada tanggal 4 november 2010 Universitas Sumatera Utara konsumen dan produsen, dengan mengadakan suatu perjanjian tertentu. Hubungan hukum ini menimbulkan hak dan kewajiban pada masing-masing pihak. 80 Perikatan karena Undang-undang atau akibat sesuatu perbuatan menimbulkan hak dan kewajiban tertentu bagi masing-masing pihak ketentuan Pasal 1352 KUHPerdata. Selanjutnya diantara perikatan yang lahir karena Undang-undang yang terpenting adalah ikatan yang terjadi karena akibat sesuatu perbuatan yang disebut juga dengan perbuatan melawan hukum ketentuan Pasal 1365 KUHPerdata. Sedangkan pertanggung jawaban perbuatan itu tidak saja merupakan perbuatan sendiri tetapi juga dari orang yang termasuk tanggung jawabnya seperti yang diatur pada Pasal 1367-1369 KUHPerdata. 81 Perlindungan konsumen adalah istilah yang dipakai untuk menggambarkan perlindungan hukum yang diberikan kepada konsumen dalam usahanya untuk memenuhi kebutuhannya dari hal-hal yang sangat merugikan konsumen itu sendiri. Dalam bidang hukum, istilah ini masih relatif baru khususnya di Indonesia, sedangkan di negara maju, hal ini mulai dibicarakan bersamaan dengan berkembangnya industri dan teknologi. 82 Sebelum sampai kepada bentuk perlindungan konsumen, terlebih dahulu akan dipaparkan secara singkat mengenai sejarah perlindungan konsumen. Sejarah perkembangan perlindungan konsumen sejalan dengan perkembangan perekonomian dunia. Perkembangan perekonomian yang pesat telah menghasilkan berbagai jenis dan variasi dari masing-masing jenis barang 80 http:repository.usu.ac.idbitstream12345678915211perdata-sabarudin2.pdf, diakses pada tanggal 4 november 2010 81 http:repository.usu.ac.idbitstream12345678915211perdata-sabarudin2.pdf, diakses pada tanggal 4 november 2010 82 Janus Sidabolok, Hukum Perlindungan Konsumen di Indonesia, Bandung : Citra Aditya Bakti, 2000, Halaman. 9. Universitas Sumatera Utara danatau jasa yang dapat dikonsumsi. Di samping itu, globalisasi dan perdagangan bebas yang didukung oleh kemajuan teknologi telekomunikasi dan informatika telah memperluas ruang gerak arus transaksi barang danatau jasa melintasi batas- batas wilayah suatu negara, sehingga barang danatau jasa yang ditawarkan bervariasi, baik produksi luar negeri maupun dalam negeri. Konsumen yang keberadaannya sangat tidak terbatas, dengan strata yang sangat bervariasi, menyebabkan produsen melakukan kegiatan pemasaran dan distribusi produk barang atau jasa dengan cara-cara yang seefektif mungkin agar dapat mencapai konsumen yang sangat majemuk tersebut. Untuk itu semua cara pendekatan diupayakan sehingga mungkin menimbulkan berbagai dampak pada tindakan yang bersifat negatif, bahkan tidak terpuji, yang berawal dari itikad buruk. Dampak buruk yang lazim terjadi antara lain, menyangkut kualitas atau mutu barang, informasi yang tidak jelas bahkan menyesatkan, pemalsuan dan sebagainya. Konsep pemasaran pada awalnya memfokuskan pada produk dan pada membuat produk yang lebih baik yang berdasarkan pada standar nilai internal. Hal ini dilakukan dengan tujuan memperoleh laba, dengan menjual atau membujuk pelanggan potensil untuk menukar uangnya dengan produk perusahaan. Kedua, pada dekade 60-an, mengalihkan fokus pemasaran dari produk kepada pelanggan, sasaran masih tetap pada laba, tetapi cara pencapaian menjadi lebih luas yaitu dengan bantuan pemasaran marketing mix atau 4P product, price, promotion and place produk, harga, promosi dan saluran distribusi. Konsep ketiga sebagai konsep baru pemasaran dengan pembaharuan menjadi konsep strategi, yang pada dasarnya mengubah fokus pemasaran dari Universitas Sumatera Utara pelanggan atau produk ke pelanggan dalam konteks lingkungan eksternal yang lebih luas. Di samping itu juga terjadi perubahan pada tujuan pemasaran, yaitu dari laba menjadi keuntungan pihak yang berkepentingan yaitu orang perorangan atau kelompok yang mempunyai kepentingan dalam kegiatan perusahaan, termasuk di dalamnya karyawan, manajemen, pelanggan, masyarakat dan negara. Kondisi seperti ini, pada suatu sisi memberikan manfaat bagi konsumen karena kebutuhan akan barang danatau jasa yang diinginkan dapat terpenuhi, serta semakin terbuka lebar kebebasan untuk memilih aneka jenis dan kualitas barang danatau jasa sesuai dengan keinginan dan kemampuan konsumen. Kondisi dan fenomena tersebut pada sisi lainnya dapat mengakibatkan kedudukan pelaku usaha dan konsumen menjadi tidak seimbang, di mana konsumen berada pada posisi yang lemah. Konsumen yang menjadi objek aktivitas bisnis untuk meraup keuntungan yang sebesar-besarnya oleh pelaku usaha melalui kiat promosi, cara penjualan serta penerapan perjanjian standar sangat merugikan konsumen. 83 Hal tersebut bukanlah gejala regional saja, tetapi menjadi permasalahan yang mengglobal dan melanda seluruh konsumen di dunia. Timbulnya kesadaran konsumen ini telah melahirkan salah satu cabang baru ilmu hukum, yaitu hukum perlindungan konsumen atau yang kadang kala dikenal juga dengan hukum konsumen consumers law. 84 Perlindungan hukum bagi konsumen adalah dengan melindungi hak-hak konsumen. Walaupun sangat beragam, secara garis besar hak-hak konsumen dapat dibagi dalam tiga hak yang menjadi prinsip dasar, yaitu: 83 Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani, Hukum Tentang Perlindungan Konsumen, Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama, 2003, Halaman. 12. 84 Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani , Ibid. Halaman 12 Universitas Sumatera Utara 1. Hak yang dimaksudkan untuk mencegah konsumen dari kerugian, baik kerugian personal, maupun kerugian harta kekayaan; 2. Hak untuk memperoleh barang danatau jasa dengan harga wajar; dan 3. Hak untuk memperoleh penyelesaian yang patut terhadap permasalahan yang terjadi. 85 Diundangkannya Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen pada 20 April 1999 oleh pemerintah transisi Kabinet Reformasi Pembangunan Presiden B. J. Habibie tampaknya diringi dengan harapan terwujudnya wacana baru hubungan konsumen dengan pelaku usaha produsen, distributor, pengecer, pengusahaperusahaan, dan sebagainya dalam menyongsong millennium baru yang sudah di ambang pintu. Kritik dan bermacam keluhan dari berbagai pihak terhadap penegakan hukum bagi yang lemah yang menjadi referensi utama dalam penegakan norma- norma perlindungan konsumen dalam undang-undang baru itu. Seperangkat norma-norma hukum baru, termasuk perumusan tindak pidanadelik baru kriminalisasi mengemuka untuk berusaha menjawab kekaburan norma-norma perlindungan konsumendan institusi-institusi perlindungan konsumen. Tenggang waktru selama satu tahun terhitung 20 April 1999 dimanfaatkan untuk melakukan sosialisasi undang-undang ini bagi para pelaku ekonomi pemerintah, swasta, Badan Usaha Milik Negara, koperasi, dan konsumen. Sejumlah agenda baru penegakan hukum diperkirakan akan muncul ke permukaan. 86 85 Abdul Hakim Barkatullah, Hak-Hak Konsumen, Bandung: Nusa Media, 2010, Halaman. 25. 86 Yusuf Shofie, Perlindungan Konsumen Instrumen-Instrumennya, Bandung: Citra Aditya Bakti, 2009, Halaman. 22. Universitas Sumatera Utara Munculnya sejumlah undang-undang baru, termasuk Undang-Undang Perlindungan Konsumen UUPK 1999 yang dibuat tidak dalam paradigma kodifikasi hukum, menimbulkan pertanyaan yang bersifat filosofis dalam kerangka sistem hukum nasional, yaitu hukum nasional yang dicita-citakan. 87 Ada berbagai produk hukum yang diterbitkan oleh Pemerintah seperti Undang-Undang yang substansinya berkaitan dengan perlindungan konsumen di tiap-tiap aspekbidangnya. Diantaranya, Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1996 tentang Pangan, Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran dan lain sebagainya. Namun ketentuan perlindungan konsumen secara garis besar diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen UUPK. Tidak semua ketentuan perlindungan konsumen diatur dalam UUPK, seperti halnya perlindungan konsumen di bidang lingkungan hidup tidak diatur dalam Undang-Undang tentang Perlindungan Konsumen ini karena telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup mengenai kewajiban setiap orang untuk memelihara kelestarian fungsi lingkungan hidup serta mencegah dan menanggulangi pencemaran dan perusakan lingkungan hidup dan perlindungan konsumen dalam hal pelaku usaha melanggar hak atas kekayaan intelektual HAKI tidak diatur dalam Undang-Undang tentang Perlindungan Konsumen ini karena sudah diatur dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta, Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001 tentang Paten, dan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek, yang 87 Yusuf Shofie, Ibid, Halaman. 23 Universitas Sumatera Utara melarang menghasilkan atau memperdagangkan barang danatau jasa yang melanggar tentang HAKI. 88 UUPK pada dasarnya bukan merupakan awal dan akhir dari hukum yang mengatur tentang perlindungan konsumen, sebab di kemudian hari masih terbuka kemungkinan terbentuknya undang-undang baru yang pada dasarnya memuat ketentuan-ketentuan yang melindungi konsumen. Dengan demikian, UUPK ini merupakan payung yang mengintegrasikan dan memperkuat penegakan hukum di bidang perlindungan konsumen. 89 Sebagai bagian dari sistem hukum nasional, salah satu ketentuan UUPK dalam hal ini Pasal 64 Bab XIV Ketentuan Peralihan menentukan sebagai berikut : “Segala ketentuan peraturan perundang-undangan yang bertujuan melindungi konsumen yang telah ada pada saat Undang-Undang ini diundangkan, dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak diatur secara khusus danatau tidak bertentangan dengan ketentuan dalam Undang-Undang ini.” Ketentuan ini dipahami sebagai penegasan bahwa ketentuan peraturan perundang-undangan yang sudah ada sebelum UUPK merupakan ketentuan khusus lex specialis terhadap UUPK, sesuai dengan asas lex specialis derogat legi generali. Artinya, Undang-Undang tersebut tetap berlaku sepanjang tidak diatur secara khusus dalam ketentuan-ketentuan di luar UUPK danatau tidak bertentangan dengan UUPK. 90 88 Penjelasan Umum Alinea 11-12 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. 89 Penjelasan Umum Alinea 10 dan 13 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. 90 Yusuf Shofie, Op.cit, Halaman. 26. Universitas Sumatera Utara Berdasarkan ketentuan diatas, dapat diketahui bahwa bentuk perlindungan konsumen di Indonesia pada dasarnya bersumber daripada UUPK dan ketentuan- ketentuan di luar UUPK. Ketentuan-ketentuan di luar UUPK ini bisa saja dalam berbagai bentuk antara lain, produk peraturan hukum yang dibuat oleh Pemerintah seperti Undang-Undang ataupun dalam bentuk Perjanjian yang dibuat para pihak. UUPK sebagai payung hukum dari semua peraturan-peraturan yang mengatur tentang perlindungan konsumen, memberikan perhatian khusus kepada pelaku usaha dan konsumen. Perlindungan yang diberikan UUPK terhadap konsumen dilakukan dalam hal agar konsumen dapat memperoleh hak-haknya tanpa mengesampingkan pemenuhan kewajibannya terlebih dahulu. Bentuk perlindungan kepada konsumen ini dilakukan dan diberikan UUPK yakni dengan adanya penetapan serta pengaturan hak-hak kosumen yang terdapat pada Pasal 4 UUPK. Dengan adanya ketentuan pengaturan hak-hak konsumen ini, akan memberikan batasan terhadap perbuatan apa saja yang tidak dapat dilakukan oleh pelaku usaha terhadap konsumen Pasal 8-17 UUPK. Pelaku usaha dalam menawarkan barang danatau jasanya juga harus memenuhi ketentuan pencantuman klausula baku yang diatur oleh UUPK sebagaimana terdapat dalam Pasal 18 UUPK. Perlindungan terhadap konsumen yang diberikan UUPK ini lebih ditegaskan lagi dengan adanya pemberian sanksi administratif ataupun sanksi pidana Pasal 60 dan 62 UUPK terhadap pelaku usaha yang tidak memenuhi tanggung jawabnya sebagaimana yang sudah ditentukan UUPK, yakni pelaku usaha yang melanggar Pasal 19 ayat 2 dan 3, Pasal 20, Pasal 25 dan Pasal 26 akan dijatuhi sanksi administratif oleh BPSK berupa penetapan ganti rugi paling Universitas Sumatera Utara banyak Rp.200.000.000,00 dua ratus juta rupiah. Bagi pelaku usaha yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8, Pasal 9 pasal 10, Pasal 13 ayat 2, Pasal 15, Pasal 17 ayat 1 huruf a, huruf b, huruf c, huruf e, ayat 2 dan Pasal 18 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 lima tahun atau pidana denda paling banyak Rp. 2.000.000.000,00 dua miliar rupiah. Serta pelaku usaha yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11, Pasal 12, Pasal 13 ayat 1, Pasal 14, Pasal 16 dan Pasal 17 ayat 1 huruf d dan huruf f dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 dua tahun atau pidana denda paling banyak Rp 500.000.000,00 lima ratus juta rupiah. Terhadap pelanggaran yang mengakibatkan luka berat, sakit berat, cacat tetap atau kematian diberlakukan ketentuan pidana yang berlaku. Selain itu, konsumen yang dirugikan dapat menggugat pelaku usaha melalui lembaga yang bertugas meyelesaikan sengketa antara konsumen dan pelaku usaha atau melalui peradilan yang berada di lingkungan peradilan umum Pasal 45 ayat 1 UUPK. Penyelesaian sengketa konsumen dapat ditempuh melalui pengadilan dengan menggunakan ketentuan Hukum Acara Perdata atau di luar pengadilan berdasarkan pilihan sukarela para pihak yang bersengketa Pasal 45 ayat 2 UUPK.

C. Sistem Perlindungan Hukum yang diterapkan dan diberikan Sunlife

Dokumen yang terkait

Pengaruh Keterlambatan Pembayaran Premi Terhadap Pengajuan Klaim Asuransi Pada PT. Sun Life Financial Indonesia Jakarta (Studi pada PT. Sun Life Financial Indonesia Kantor Pusat Jakarta)

23 197 102

Perlindungan Hukum Terhadap Pemegang Polis Asuransi Pada PT.Prudential Life Assurance Cabang Medan Mengenai Kecelakaan Patah Tulang

7 123 139

Aspek Perlindungan Hukum Terhadap Pemegang Polis Bancassurance / Produk Kerjasama antara Bank dan Perusahaan Asuransi (Studi Kasus PT. Sun Life Financial Medan).

2 73 128

Aspek Perlindungan Hukum Terhadap Pemegang Polis Bancassurance / Produk Kerjasama antara Bank dan Perusahaan Asuransi (Studi Kasus PT. Sun Life Financial Medan).

6 67 128

Perlindungan Hukum Terhadap Pemegang Polis Dalam Kepailitan Perusahaan Asuransi

2 53 152

Sistem Likuidasi Terhadap Perusahaan Asuransi Dalam Kaitannya Terhadap Perlindungan Pemegang Polis

0 35 2

BAB II ASURANSI DAN USAHA PERASURANSIAN A. Pengertian dan Pengaturan Asuransi dan Usaha Perasuransian - Pengaruh Keterlambatan Pembayaran Premi Terhadap Pengajuan Klaim Asuransi Pada PT. Sun Life Financial Indonesia Jakarta (Studi pada PT. Sun Life Financ

0 1 28

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Pengaruh Keterlambatan Pembayaran Premi Terhadap Pengajuan Klaim Asuransi Pada PT. Sun Life Financial Indonesia Jakarta (Studi pada PT. Sun Life Financial Indonesia Kantor Pusat Jakarta)

0 1 18

Pengaruh Keterlambatan Pembayaran Premi Terhadap Pengajuan Klaim Asuransi Pada PT. Sun Life Financial Indonesia Jakarta (Studi pada PT. Sun Life Financial Indonesia Kantor Pusat Jakarta)

1 1 10

Aspek Perlindungan Hukum Terhadap Pemegang Polis Bancassurance / Produk Kerjasama antara Bank dan Perusahaan Asuransi (Studi Kasus PT. Sun Life Financial Medan).

0 0 8