Integrasi Pasar Obligasi Negara di antara Negara-negara ASEAN+6

(1)

INTEGRASI PASAR OBLIGASI NEGARA

DI ANTARA NEGARA

NEGARA ASEAN+6

OLEH

SURYARISMAN PRATAMA H14053246

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2009


(2)

RINGKASAN

SURYARISMAN PRATAMA. Integrasi Pasar Obligasi Negara di antara Negara-negara ASEAN+6 (dibimbing oleh NOER AZAM ACHSANI, Ph.D dan ANDRIANSYAH, S.Si, M.Fin.)

Penelitian ini membahas mengenai sejauh mana hubungan pasar obligasi masing-masing negara ASEAN+6 di dalam perkembangan dan kemajuan dekade ini dimana sistem perekonomian saat ini semakin mengarah kepada pedagangan bebas. Berbagai bentuk kerja sama ekonomi dilakukan oleh beberapa negara yang dikenal dengan istilah integrasi ekonomi dimana salah satu bentuk integrasi ekonomi adalah integrasi dalam bidang finansial. Pasar obligasi merupakan salah satu bagian dari pasar finansial yang dapat memberikan dana tambahan yang dibutuhkan oleh penerbit obligasi dan tempat berinvestasi untuk mendapatkan keuntungan oleh para investor. Dalam penelitian ini secara khusus membahas obligasi negara yang merupakan obligasi yang diterbitkan oleh pemerintah untuk memperoleh dana tambahan dalam melakukan kegiatan belanja negara dan sebagainya. Metode VECM yang digunakan memperlihatkan bahwa terdapat hubungan di antara negara-negara ASEAN+6 dimana terlihat adanya respon dalam bentuk fluktuasi yield obligasi dari negara-negara ASEAN+6 ketika terjadi guncangan dalam pasar obligasi negara-negara ASEAN+6 tersebut.

Selain itu dengan metode ini juga dapat diketahui seberapa besar kontribusi atau peranan negara-negara ASEAN+6 dalam mempengaruhi yield

obligasi negara-negara ASEAN+6. Dengan metode ini terlihat bahwa dalam jangka pendek terjadi fluktuasi yield obligasi negara-negara ASEAN+6 dan terjadinya kestabilan dalam jangka panjang ketika terjadi guncangan di antara negara-negara ASEAN+6. Selain itu dalam penelitian ini juga akan dilihat bagaimana hubungan antara pasar obligasi negara-negara ASEAN+6 dengan pasar obligasi Amerika Serikat yang merupakan negara dengan perekonomian besar sehingga dalam penelitian ini terdapat dua model yang diperoleh yaitu model di antara negara-negara ASEAN+6 dan model di antara negara-negara ASEAN+6 dan Amerika Serikat.

Berdasarkan hasil analisis impulse response function (IRF) negara-negara ASEAN+6 terhadap guncangan yang terjadi pada pasar obligasi Indonesia terlihat bahwa pada beberapa negara ASEAN seperti Singapura, Filipina,dan Thailand mengalami peningkatan yield obligasi negaranya akan tetapi lain halnya dengan yang terjadi pada yield obligasi negara Malaysia yang justru mengalami penurunan. Selain itu terlihat beberapa negara maju yang mengalami peningkatan

yield obligasi negaranya yaitu Cina dan Korea Selatan sebagai respon yang terjadi akibat guncangan yang terjadi pada pasar obligasi Indonesia sedangkan sebagian lagi negara maju yang lain mengalami penurunan yield obligasi negaranya yaitu Jepang, Australia, dan Selandia Baru.


(3)

Langkah selanjutnya yang dilakukan dalam penelitian ini adalah dengan mempertimbangkan pasar obligasi Amerika Serikat dimana kita ketahui bahwa Amerika Serikat merupakan negara yang memiliki ukuran perekonomian yang relatif sangat besar. Berdasarkan hasil analisis IRF diketahui bahwa apabila terjadi guncangan pada pasar obligasi Amerika Serikat sebesar satu standar deviasi maka beberapa negara meresponnya positif yaitu dengan mengalami peningkatan perubahan yield obligasi negaranya. Negara-negara yang mengalami peningkatan perubahan yield obligasi negaranya antara lain Indonesia, Jepang, Thailand, Singapura, Korea Selatan, dan Malaysia. Respon sebaliknya juga terjadi pada beberapa yield obligasi negara yaitu ketika terjadi guncangan pada pasar obligasi Amerika Serikat sebesar satu standar deviasi ternyata direspon negatif dengan mengalami perubahan penurunan yield obligasi negaranya. Negara-negara yang mengalami hal ini antara lain adalah Australia, Selandia Baru dan Cina.

Ketika terjadi guncangan pada pasar obligasi negara-negara ASEAN+6 ternyata beberapa negara di respon positif oleh yield obligasi negara Amerika Serikat dimana terjadi perubahan peningkatan yield obligasi negara Amerika Serikat. Beberapa negara yang direspon positif oleh yield obligasi negara Amerika Serikat adalah Australia, Jepang, Selandia Baru, Thailand, Korea Selatan, Malaysia, dan Cina. Respon sebaliknya juga terjadi pada yield obligasi negara Amerika yaitu ketika terjadi guncangan pada pasar obligasi negara-negara ASEAN+6 sebesar satu standar deviasi ternyata direspon negatif dengan mengalami perubahan penurunan yield obligasi negara Amerika Serikat. Negara-negara yang direspon negatif dalam hal ini antara lain adalah Indonesia, Filipina, dan Singapura.

Secara keseluruhan hasil analisis FEVD diketahui bahwa pasar obligasi negara yang dominan dalam sistem integrasi pasar obligasi di antara negara-negara ASEAN+6 dan Amerika Serikat adalah Australia dimana dalam kawasan ASEAN+6 Australia dominan atas pasar obligasi Singapura, Jepang, Selandia Baru dan Thailand. Sedangkan dalam kawasan ASEAN+6 dan Amerika Serikat, pasar obligasi Australia dominan atas pasar obligasi Jepang, Amerika Serikat, Selandia Baru, Thailand dan Singapura.


(4)

INTEGRASI PASAR OBLIGASI NEGARA

DI ANTARA NEGARA

NEGARA ASEAN+6

Oleh

SURYARISMAN PRATAMA H14053246

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2009


(5)

INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang disusun oleh, Nama Mahasiswa : Suryarisman Pratama Nomor Registrasi Pokok : H14053246

Program Studi : Ilmu Ekonomi

Judul Skripsi : Integrasi Pasar Obligasi Negara di antara Negara-negara ASEAN+6

dapat diterima sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor

Menyetujui,

Pembimbing I, Pembimbing II,

Noer Azam Achsani, Ph.D. Andriansyah, S.Si, M.Fin.

NIP. 19681229 199203 1 016 NIP. 060096996

Mengetahui,

Ketua Departemen Ilmu Ekonomi,

Rina Oktaviani, Ph.D. NIP. 19641023 198903 2 002 Tanggal kelulusan:


(6)

PERNYATAAN

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIGUNAKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.

Bogor, September 2009

Suryarisman Pratama H14053246


(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama Suryarisman Pratama lahir pada tanggal 30 Juli 1987 di Majene, sebuah kota kecil yang berada di Provinsi Sulawesi Barat. Penulis anak pertama dari dua bersaudara, dari pasangan Mohammad Ismail dan Rafniah Husain. Jenjang pendidikan penulis dilalui tanpa hambatan, penulis menamatkan sekolah dasar pada SDN Cendrawasih Makassar, kemudian melanjutkan ke SLTP Negeri 1 Makassar dan lulus pada tahun 2003. Pada tahun yang sama penulis diterima di SMUN 3 Makassar dan lulus pada tahun 2005.

Pada tahun 2005 penulis meninggalkan kota tercinta untuk melanjutkan studinya ke jenjang yang lebih tinggi. Institut Pertanian Bogor menjadi pilihan penulis dengan harapan besar agar dapat memperoleh ilmu dan mengembangkan pola pikir, sehingga dapat menjadi sumber daya yang berguna bagi pembangunan kota Makassar tercinta. Penulis masuk IPB melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB) dan diterima sebagai mahasiswa Program Studi Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan pada Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif di organisasi Ikatan Kekeluargaan Mahasiswa / Pelajar Indonesia asal Sulawesi Selatan (IKAMI SULSEL).


(8)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah S.W.T karena atas berkat, rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini yang berjudul “Integrasi Pasar Obligasi Negara di antara Negara-negara ASEAN+6” ini dengan baik serta tak lupa penulis curahkan shalawat dan salam kepada junjungan kita Rasulullah S.A.W.

Penulis melakukan penelitian ini karena isu pembentukan kerja sama regional dalam bidang perekonomian merupakan isu yang saat ini hangat dibahas oleh beberapa negara dan ekonom-ekonom karena diyakini mampu memperkuat daya tahan negara yang membentuk kerja sama ini terhadap krisis ekonomi yang terjadi. Obligasi negara di Indonesia pada khususnya merupakan instrumen investasi yang saat ini merupakan sumber pembiayaan anggaran pemerintah yang jumlahnya semakin besar dibandingkan dengan pinjaman langsung kepada negara lain. Oleh karena itu kerjasama ekonomi dalam pasar obligasi akan memberikan kemudahan bagi pemerintah untuk memperoleh tambahan dana untuk membiayai keperluan fiskal pemerintah. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk mendapatkan gelar sarjana pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Noer Azam Achsani, Ph.D. dan Bapak Andriansyah, S.Si, M.Fin. selaku dosen pembimbing skripsi yang telah sabar memberikan bimbingan dalam menyusun skripsi ini yang tidak hanya memberikan bimbingan secara teknis dan teoritis tetapi juga secara moril sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik.

2. Bapak Muhammad Firdaus, Ph.D. selaku dosen penguji utama yang telah memberikan saran dan masukan yang sangat bermanfaat dalam penyempurnaan skripsi ini.


(9)

3. Bapak Tony Irawan, M.App.Ec selaku komisi pendidikan yang telah memberikan saran dan masukan yang sangat bermanfaat dalam penyempurnaan skripsi ini.

4. Bapak DS. Priyarsono, Ph.D selaku dosen pembimbing akademik yang telah memberikan bimbingan kepada penulis.

5. Ayahanda Mohammad Ismail dan Ibunda Rafniah serta saudara penulis Armanto Dwi Cahyo yang telah memberikan doa, semangat, kasih sayang, dan dukungan kepada penulis.

6. Teman-teman satu bimbingan skripsi Khaerani Putri, Tia Rahmina, dan Amalia Ayuningtyas atas bantuan dan kerjasamanya selama ini.

7. Teman-teman Ilmu Ekonomi ’4β (Vagha, Gerry, Bayu, Adrian, Riza, Lukman, Joger, Hengky, Budi, Lestari, Acun, Awi, Adit), 43,41, Ka Iqbal Irfany atas informasinya, Teh Heni dan Ka Ade Holis atas konsultasi dan bimbingannya.

8. Segenap Tata Usaha Departemen Ilmu Ekonomi yang dengan sabar membantu segala proses administrasi berkaitan dengan pengerjaan skripsi ini.

9. Rekan-rekan Asrama Mahasiswa Latimojong Bogor dan Mahasiswa asal Sulawesi Selatan atas kebersamaannya selama ini.

10.Semua pihak yang tidak dapat disebut satu persatu yang secara langsung maupun tidak langsung telah banyak membantu penyelesaian skripsi ini.

Bogor, September 2009

Suryarisman Pratama H14053246


(10)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

DAFTAR ISTILAH ...xv

I. PENDAHULUAN ...1

1.1. Latar Belakang ...1

1.2. Perumusan Masalah ...3

1.3. Tujuan Penelitian ...13

1.4. Manfaat Penelitian ...13

1.5. Ruang Lingkup Penelitian ...13

II. TINJAUAN PUSTAKA ...15

2.1. Obligasi ...15

2.2. Yield ...22

2.3. Obligasi Negara ...25

2.4. Integrasi Ekonomi ...29

2.5. Roadmap for Financial and Monetary Integration of ASEAN (RIA- Fin) ... 31

2.6. Penelitian Terdahulu ... 34

2.6. Kerangka Pemikiran ... 38

III. METODOLOGI PENELITIAN ... 40

3.1. Jenis dan Sumber Data ... 40

3.2. Metode Analisis Data ... 40

3.2.1. Vector Autoregression (VAR) ... 41

3.2.2. Uji Granger Causality ...49

3.2.3. Ordering for Cholesky ...49

3.2.4. Impulse Response Function (IRF)... ...50


(11)

INTEGRASI PASAR OBLIGASI NEGARA

DI ANTARA NEGARA

NEGARA ASEAN+6

OLEH

SURYARISMAN PRATAMA H14053246

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2009


(12)

RINGKASAN

SURYARISMAN PRATAMA. Integrasi Pasar Obligasi Negara di antara Negara-negara ASEAN+6 (dibimbing oleh NOER AZAM ACHSANI, Ph.D dan ANDRIANSYAH, S.Si, M.Fin.)

Penelitian ini membahas mengenai sejauh mana hubungan pasar obligasi masing-masing negara ASEAN+6 di dalam perkembangan dan kemajuan dekade ini dimana sistem perekonomian saat ini semakin mengarah kepada pedagangan bebas. Berbagai bentuk kerja sama ekonomi dilakukan oleh beberapa negara yang dikenal dengan istilah integrasi ekonomi dimana salah satu bentuk integrasi ekonomi adalah integrasi dalam bidang finansial. Pasar obligasi merupakan salah satu bagian dari pasar finansial yang dapat memberikan dana tambahan yang dibutuhkan oleh penerbit obligasi dan tempat berinvestasi untuk mendapatkan keuntungan oleh para investor. Dalam penelitian ini secara khusus membahas obligasi negara yang merupakan obligasi yang diterbitkan oleh pemerintah untuk memperoleh dana tambahan dalam melakukan kegiatan belanja negara dan sebagainya. Metode VECM yang digunakan memperlihatkan bahwa terdapat hubungan di antara negara-negara ASEAN+6 dimana terlihat adanya respon dalam bentuk fluktuasi yield obligasi dari negara-negara ASEAN+6 ketika terjadi guncangan dalam pasar obligasi negara-negara ASEAN+6 tersebut.

Selain itu dengan metode ini juga dapat diketahui seberapa besar kontribusi atau peranan negara-negara ASEAN+6 dalam mempengaruhi yield

obligasi negara-negara ASEAN+6. Dengan metode ini terlihat bahwa dalam jangka pendek terjadi fluktuasi yield obligasi negara-negara ASEAN+6 dan terjadinya kestabilan dalam jangka panjang ketika terjadi guncangan di antara negara-negara ASEAN+6. Selain itu dalam penelitian ini juga akan dilihat bagaimana hubungan antara pasar obligasi negara-negara ASEAN+6 dengan pasar obligasi Amerika Serikat yang merupakan negara dengan perekonomian besar sehingga dalam penelitian ini terdapat dua model yang diperoleh yaitu model di antara negara-negara ASEAN+6 dan model di antara negara-negara ASEAN+6 dan Amerika Serikat.

Berdasarkan hasil analisis impulse response function (IRF) negara-negara ASEAN+6 terhadap guncangan yang terjadi pada pasar obligasi Indonesia terlihat bahwa pada beberapa negara ASEAN seperti Singapura, Filipina,dan Thailand mengalami peningkatan yield obligasi negaranya akan tetapi lain halnya dengan yang terjadi pada yield obligasi negara Malaysia yang justru mengalami penurunan. Selain itu terlihat beberapa negara maju yang mengalami peningkatan

yield obligasi negaranya yaitu Cina dan Korea Selatan sebagai respon yang terjadi akibat guncangan yang terjadi pada pasar obligasi Indonesia sedangkan sebagian lagi negara maju yang lain mengalami penurunan yield obligasi negaranya yaitu Jepang, Australia, dan Selandia Baru.


(13)

Langkah selanjutnya yang dilakukan dalam penelitian ini adalah dengan mempertimbangkan pasar obligasi Amerika Serikat dimana kita ketahui bahwa Amerika Serikat merupakan negara yang memiliki ukuran perekonomian yang relatif sangat besar. Berdasarkan hasil analisis IRF diketahui bahwa apabila terjadi guncangan pada pasar obligasi Amerika Serikat sebesar satu standar deviasi maka beberapa negara meresponnya positif yaitu dengan mengalami peningkatan perubahan yield obligasi negaranya. Negara-negara yang mengalami peningkatan perubahan yield obligasi negaranya antara lain Indonesia, Jepang, Thailand, Singapura, Korea Selatan, dan Malaysia. Respon sebaliknya juga terjadi pada beberapa yield obligasi negara yaitu ketika terjadi guncangan pada pasar obligasi Amerika Serikat sebesar satu standar deviasi ternyata direspon negatif dengan mengalami perubahan penurunan yield obligasi negaranya. Negara-negara yang mengalami hal ini antara lain adalah Australia, Selandia Baru dan Cina.

Ketika terjadi guncangan pada pasar obligasi negara-negara ASEAN+6 ternyata beberapa negara di respon positif oleh yield obligasi negara Amerika Serikat dimana terjadi perubahan peningkatan yield obligasi negara Amerika Serikat. Beberapa negara yang direspon positif oleh yield obligasi negara Amerika Serikat adalah Australia, Jepang, Selandia Baru, Thailand, Korea Selatan, Malaysia, dan Cina. Respon sebaliknya juga terjadi pada yield obligasi negara Amerika yaitu ketika terjadi guncangan pada pasar obligasi negara-negara ASEAN+6 sebesar satu standar deviasi ternyata direspon negatif dengan mengalami perubahan penurunan yield obligasi negara Amerika Serikat. Negara-negara yang direspon negatif dalam hal ini antara lain adalah Indonesia, Filipina, dan Singapura.

Secara keseluruhan hasil analisis FEVD diketahui bahwa pasar obligasi negara yang dominan dalam sistem integrasi pasar obligasi di antara negara-negara ASEAN+6 dan Amerika Serikat adalah Australia dimana dalam kawasan ASEAN+6 Australia dominan atas pasar obligasi Singapura, Jepang, Selandia Baru dan Thailand. Sedangkan dalam kawasan ASEAN+6 dan Amerika Serikat, pasar obligasi Australia dominan atas pasar obligasi Jepang, Amerika Serikat, Selandia Baru, Thailand dan Singapura.


(14)

INTEGRASI PASAR OBLIGASI NEGARA

DI ANTARA NEGARA

NEGARA ASEAN+6

Oleh

SURYARISMAN PRATAMA H14053246

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2009


(15)

INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang disusun oleh, Nama Mahasiswa : Suryarisman Pratama Nomor Registrasi Pokok : H14053246

Program Studi : Ilmu Ekonomi

Judul Skripsi : Integrasi Pasar Obligasi Negara di antara Negara-negara ASEAN+6

dapat diterima sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor

Menyetujui,

Pembimbing I, Pembimbing II,

Noer Azam Achsani, Ph.D. Andriansyah, S.Si, M.Fin.

NIP. 19681229 199203 1 016 NIP. 060096996

Mengetahui,

Ketua Departemen Ilmu Ekonomi,

Rina Oktaviani, Ph.D. NIP. 19641023 198903 2 002 Tanggal kelulusan:


(16)

PERNYATAAN

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIGUNAKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.

Bogor, September 2009

Suryarisman Pratama H14053246


(17)

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama Suryarisman Pratama lahir pada tanggal 30 Juli 1987 di Majene, sebuah kota kecil yang berada di Provinsi Sulawesi Barat. Penulis anak pertama dari dua bersaudara, dari pasangan Mohammad Ismail dan Rafniah Husain. Jenjang pendidikan penulis dilalui tanpa hambatan, penulis menamatkan sekolah dasar pada SDN Cendrawasih Makassar, kemudian melanjutkan ke SLTP Negeri 1 Makassar dan lulus pada tahun 2003. Pada tahun yang sama penulis diterima di SMUN 3 Makassar dan lulus pada tahun 2005.

Pada tahun 2005 penulis meninggalkan kota tercinta untuk melanjutkan studinya ke jenjang yang lebih tinggi. Institut Pertanian Bogor menjadi pilihan penulis dengan harapan besar agar dapat memperoleh ilmu dan mengembangkan pola pikir, sehingga dapat menjadi sumber daya yang berguna bagi pembangunan kota Makassar tercinta. Penulis masuk IPB melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB) dan diterima sebagai mahasiswa Program Studi Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan pada Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif di organisasi Ikatan Kekeluargaan Mahasiswa / Pelajar Indonesia asal Sulawesi Selatan (IKAMI SULSEL).


(18)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah S.W.T karena atas berkat, rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini yang berjudul “Integrasi Pasar Obligasi Negara di antara Negara-negara ASEAN+6” ini dengan baik serta tak lupa penulis curahkan shalawat dan salam kepada junjungan kita Rasulullah S.A.W.

Penulis melakukan penelitian ini karena isu pembentukan kerja sama regional dalam bidang perekonomian merupakan isu yang saat ini hangat dibahas oleh beberapa negara dan ekonom-ekonom karena diyakini mampu memperkuat daya tahan negara yang membentuk kerja sama ini terhadap krisis ekonomi yang terjadi. Obligasi negara di Indonesia pada khususnya merupakan instrumen investasi yang saat ini merupakan sumber pembiayaan anggaran pemerintah yang jumlahnya semakin besar dibandingkan dengan pinjaman langsung kepada negara lain. Oleh karena itu kerjasama ekonomi dalam pasar obligasi akan memberikan kemudahan bagi pemerintah untuk memperoleh tambahan dana untuk membiayai keperluan fiskal pemerintah. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk mendapatkan gelar sarjana pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Noer Azam Achsani, Ph.D. dan Bapak Andriansyah, S.Si, M.Fin. selaku dosen pembimbing skripsi yang telah sabar memberikan bimbingan dalam menyusun skripsi ini yang tidak hanya memberikan bimbingan secara teknis dan teoritis tetapi juga secara moril sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik.

2. Bapak Muhammad Firdaus, Ph.D. selaku dosen penguji utama yang telah memberikan saran dan masukan yang sangat bermanfaat dalam penyempurnaan skripsi ini.


(19)

3. Bapak Tony Irawan, M.App.Ec selaku komisi pendidikan yang telah memberikan saran dan masukan yang sangat bermanfaat dalam penyempurnaan skripsi ini.

4. Bapak DS. Priyarsono, Ph.D selaku dosen pembimbing akademik yang telah memberikan bimbingan kepada penulis.

5. Ayahanda Mohammad Ismail dan Ibunda Rafniah serta saudara penulis Armanto Dwi Cahyo yang telah memberikan doa, semangat, kasih sayang, dan dukungan kepada penulis.

6. Teman-teman satu bimbingan skripsi Khaerani Putri, Tia Rahmina, dan Amalia Ayuningtyas atas bantuan dan kerjasamanya selama ini.

7. Teman-teman Ilmu Ekonomi ’4β (Vagha, Gerry, Bayu, Adrian, Riza, Lukman, Joger, Hengky, Budi, Lestari, Acun, Awi, Adit), 43,41, Ka Iqbal Irfany atas informasinya, Teh Heni dan Ka Ade Holis atas konsultasi dan bimbingannya.

8. Segenap Tata Usaha Departemen Ilmu Ekonomi yang dengan sabar membantu segala proses administrasi berkaitan dengan pengerjaan skripsi ini.

9. Rekan-rekan Asrama Mahasiswa Latimojong Bogor dan Mahasiswa asal Sulawesi Selatan atas kebersamaannya selama ini.

10.Semua pihak yang tidak dapat disebut satu persatu yang secara langsung maupun tidak langsung telah banyak membantu penyelesaian skripsi ini.

Bogor, September 2009

Suryarisman Pratama H14053246


(20)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

DAFTAR ISTILAH ...xv

I. PENDAHULUAN ...1

1.1. Latar Belakang ...1

1.2. Perumusan Masalah ...3

1.3. Tujuan Penelitian ...13

1.4. Manfaat Penelitian ...13

1.5. Ruang Lingkup Penelitian ...13

II. TINJAUAN PUSTAKA ...15

2.1. Obligasi ...15

2.2. Yield ...22

2.3. Obligasi Negara ...25

2.4. Integrasi Ekonomi ...29

2.5. Roadmap for Financial and Monetary Integration of ASEAN (RIA- Fin) ... 31

2.6. Penelitian Terdahulu ... 34

2.6. Kerangka Pemikiran ... 38

III. METODOLOGI PENELITIAN ... 40

3.1. Jenis dan Sumber Data ... 40

3.2. Metode Analisis Data ... 40

3.2.1. Vector Autoregression (VAR) ... 41

3.2.2. Uji Granger Causality ...49

3.2.3. Ordering for Cholesky ...49

3.2.4. Impulse Response Function (IRF)... ...50


(21)

IV. TRANSMISI YIELD OBLIGASI

NEGARA-NEGARA ASEAN+6: PENDEKATAN VAR ... 51

. 4.1. Deskriptif Statistik Data ... 51

4.2. Unit Root Test ...54

4.3. Penentuan Lag Optimal...56

4.4. Pengujian Stabilitas VAR ...57

4.5. Uji Kointegrasi... ...58

4.6. Uji Granger Causality ...59

4.7. Hasil Empiris... ...59

4.6.1. Impulse Response Function (IRF)... ...60

4.6.2. Forecasting Error Variance Decomposition (FEVD)...65

V. PENUTUP ...75

5.1. Kesimpulan ...75

5.2. Saran ...76

DAFTAR PUSTAKA ...77


(22)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1.1. Rating Tingkat Risiko Negara-negara ASEAN+6 dan Amerika Serikat....12 2.1. Tahapan Integrasi Balassa ...31 4.1. Ringkasan Statistik Data Yield Harian Obligasi

Negara-negara ASEAN+6 ...54 4.2. Uji Akar Unit pada Level ...55 4.3. Uji Akar Unit pada First Difference ...56 4.4. Analisis Forecasting Error Variance Decomposition (FEVD)

ASEAN+6 (dalam persen) ...67 4.5. Analisis Forecasting Error Variance Decomposition (FEVD)


(23)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1.1. Defisit dan Pembiayaan APBN 1998-2009... 7 1.2. Perkembangan Rasio Utang Indonesia terhadap PDB 1996-2009 ... 8 1.3. 5-year Government Bond Yield (dalam persen) ... 10 2.1. Kerangka Pemikiran ...39 4.1. Respon yield obligasi negara negara-negara ASEAN+6

terhadap guncangan yang terjadi pada pasar obligasi Indonesia ... 62 4.2. Respon yield obligasi negara Indonesia terhadap guncangan

yang terjadi pada pasar obligasi negara-negara ASEAN+6 ... 65 4.3. Respon yield obligasi negara negara-negara ASEAN+6

terhadap guncangan yang terjadi pada pasar obligasi Amerika Serikat ... 69 4.4. Respon yield obligasi negara Amerika Serikat terhadap guncangan


(24)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Uji Lag Optimal ...81 2. Uji Stabilitas VAR ...82 3. Uji Kointegrasi ...84 4. Estimasi VECM ...86 5. Uji Granger Causality ...88 6. Impulse Response Function...89


(25)

DAFTAR ISTILAH

Credit Risk, risiko dimana penerbit obligasi tidak mampu membayar bunga dan pokok obligasi pada saat jatuh tempo. Credit risk ini sering juga disebut Default risk.

Discount Bonds (zero coupon bonds), obligasi yang tidak memberikan kupon atau bunga, dijual dengan diskonto dan pada saat jatuh tempo obligasi dibayarkan atau dilunasi sesuai dengan nilai nominalnya.

Diskonto obligasi, selisih lebih harga jual atau nilai nominal di atas harga perolehan obligasi, tidak termasuk bunga berjalan (accrued interest) untuk obligasi dengan kupon.

Financial market, pasar keuangan, kelompok pasar dimana instrumen jangka pendek dan jangka panjang diperdagangkan, meliputi pasar uang dan pasar modal.

Fixed Rate Bonds, Obligasi yang memiliki suku bunga tetap sampai dengan jatuh tempo. Bunga dibayarkan setiap enam bulan pada tanggal 15 pada bulan yang telah ditentukan.

Floating rate bonds (variable rate bonds), obligasi yang tingkat bunganya disesuaikan secara periodik berdasarkan tingkat bunga Treasury Bills atau rata-rata deposito berjangka bank-bank tertentu. Obligasi bunga variable yang diterbitkan pemerintah dalam rangka rekap suku bunganya ditetapkan setiap 3 bulan berdasarkan tingkat bunga SBI 3 bulan.

Hedge Bonds, obligasi yang suku bunganya ditetapkan berdasarkan tingkat bunga SIBOR (Singapore interbank offered rate) 3 bulan + 2% pada pokok yang diindeks dengan perubahan kurs rupiah terhadap US$. Obligasi ini dimaksudkan untuk menutup posisi devisa neto (net open position) bank-bank rekap.

Instrumen investasi pendapatan tetap (fixed income asset), surat berharga yang menawarkan pendapatan yang tetap dari waktu ke waktu. Di Indonesia surat berharga dimaksud (biasanya obligasi) ditawarkan perusahaan sekuritas sebagai produk reksadana pendapatan tetap.


(26)

Kupon, besarnya bunga yang dibayarkan secara reguler, yang dinyatakan dalam persentase terhadap nilai nominal obligasi.

Lelang Surat Utang Negara, penjualan Surat Utang Negara dengan cara pengajuan penawaran pembelian secara kompetitif maupun nonkompetitif dalam suatu periode waktu penawaran yang telah ditentukan dan diumukan sebelumnya. Obligasi Negara, Surat Utang Negara yang berjangka waktu lebih dari 12 (dua belas) bulan dengan pembayaran bunga secara periodik dan/atau dengan pembayaran bunga secara diskonto.

Over-the-Counter, pasar Obligasi Negara yang dilakukan pelaku pasar melalui perdagangan di luar bursa.

Paperless (scriptless), sekuritas atau surat berharga tanpa warkat.

Pasar Perdana, kegiatan penawaran dan penjualan Surat Utang Negara untuk pertama kali.

Pasar Sekunder, kegiatan perdagangan Surat Utang Negara yang telah dijual di pasar perdana.

Primary market (pasar primer), kegiatan penawaran dan penjualan surat berharga (termasuk obligasi pemerintah) untuk pertama kali.

Secondary market (pasar sekunder), kegiatan perdagangan surat berharga (termasuk obligasi negara) yang telah dijual di pasar primer.

Setelmen, penyelesaian transaksi Surat Utang Negara yang terdiri dari setelmen dana dan setelmen kepemilikan Surat Utang Negara.

Surat Perbendaharaan Negara (SPN), Surat Utang Negara (obligasi) dalam mata uang rupiah tanpa kupon yang dijual secara diskonto, berjangka waktu sampai dengan 12 (dua belas) bulan, dan pada saat jatuh tempo dilunasi dengan nilai nominalnya.

Surat Utang Negara (SUN), surat berharga yang berupa surat pengakuan utang dalam mata uang rupiah maupun valuta asing yang dijamin pembayaran bunga dan pokoknya oleh Negara Republik Indonesia, sesuai dengan masa berlakunya.

Tenor, jangka waktu jatuh tempo obligasi.

Time to maturity, waktu yang tersisa (umumnya dalam tahun) hingga suatu obligasi dilunasi atau jatuh tempo.


(27)

Treasuries, surat pengakuan hutang Pemerintah Federal AS yang dijamin pembayarannya (full faith and credit), diterbitkan dalam berbagai jangka waktu jatuh tempo dan dapat diperdagangkan. Surat Berharga ini terdiri dari Treasury Bills, Treasury Notes dan Treasury Bonds.

Treasury Bills, surat berharga yang berjangka waktu satu tahun atau kurang dijual dengan cara diskonto (at discount) dari nilai nominalnya melalui lelang.berjangka pendek yang diterbitkan oleh pemerintah Amerika Serikat (US Treasury) dengan diskonto dan pada saat jatuh tempo dibayarkan sesuai dengan nilainominalnya.

Treasury Bonds (T-Bonds), surat berharga berjangka waktu panjang yang jatuh temponya 10 tahun atau lebih yang diterbitkan dengan denominasi minimum USD 1.000.

Treasury Notes (T-Notes), surat berharga berjangka waktu tempo menengah yaitu satu sampai dengan 10 tahun dijual dengan cara langsung (cash subscription) melalui penukaran utang pemerintah yang masih berjalan atau yang jatuh tempo, atau dengan melalui cara lelang. Denominasinya mulai dari USD 1000.

Variable Rate Bonds, obligasi yang suku bunganya ditetapkan berdasarkan tingkat bunga SBI 3 bulan.

Bunga dibayarkan setiap 3 bulan pada tanggal 25 pada bulan yang telah ditentukan.

Yield (Imbal Hasil), keuntungan yang diharapkan oleh investor dalam persentase per tahun.

Yield curve (kurva hasil), grafik yang menggambarkan hubungan antara tingkat keuntungan (rate of return) atau yield dengan berbagai jangka waktu jatuh tempo obligasi.

Yield to maturity (YTM), tingkat keuntungan (rate of return) yang akan diterima investor dari suatu obligasi apabila dimiliki sampai dengan jatuh tempo.

Sumber:

http://www.dmo.or.id/dmodata/8Pojok_Edukasi/2Daftar_Istilah/Daftar_Istilah_S UN.pdf


(28)

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Obligasi negara merupakan surat berharga yang diterbitkan oleh pemerintah dalam bentuk yang dapat diperdagangkan maupun tidak dapat diperdagangkan di pasar sekunder. Obligasi negara yang dapat diperdagangkan tidak berbeda jauh dengan dengan instrumen-instrumen investasi lainnya seperti deposito, investasi pada saham, investasi pada reksadana atau investasi pada instrumen keuangan lainnya. Obligasi yang diperdagangkan terdiri dari obligasi yang berdenominasi mata uang domestik dan obligasi yang berdenominasi mata uang asing. Tujuan penerbitan obligasi negara pada umumnya adalah untuk membiayai defisit anggaran pemerintah. Oleh karena itu semua obligasi negara dilindungi oleh undang-undang yang menyebabkan instrumen finansial ini relatif berisiko rendah bahkan tidak memiliki risiko sama sekali (Departemen Keuangan Republik Indonesia, 2009).

Perkembangan dan kemajuan politik, teknologi, dan finansial saat ini ternyata telah memfasilitasi terjadinya gelombang liberalisasi dalam pasar finansial global yang mengarah kepada peningkatan sifat saling ketergantungan terhadap pasar saham dan obligasi dunia (Laopodis, 2008). Perubahan yang besar dan signifikan telah terjadi pada pasar finansial internasional yang disebut integrasi pasar finansial (Jung, et al., 2004). Integrasi pasar finansial merupakan suatu proses yang mengarah kepada penghapusan atau penghilangan hambatan-hambatan yang relevan yang terdapat dalam pasar.


(29)

Dalam hal ini, suatu pasar terdiri dari seperangkat instrumen atau jasa finansial yang terintegrasi penuh. Pasar finansial terintegrasi dalam arti jika semua partisipan yang berpotensial menghasilkan beberapa karakteristik yang relevan sama misalnya menghadapi seperangkat peraturan tunggal ketika mereka memutuskan untuk bertransaksi dengan instrumen-instrumen atau jasa-jasa tersebut, memiliki akses yang sama terhadap instrumen-instrumen atau jasa-jasa finansial yang terdapat dalam pasar, dan diperlakukan sama ketika mereka aktif di dalam pasar (Jikang dan Xinhui, 2004).

Menurut Bartram dan Dufey dalam Bartram,Taylor dan Wang (2004) integrasi pasar finansial telah lama menjadi isu yang menarik di sebagian besar para ekonom dalam bidang finansial dunia akademisi dan praktisi investasi, karena hal ini membawa banyak kendala dan peluang untuk investasi portofolio internasional dengan implikasi penting untuk alokasi portofolio dan harga aset. Berdasarkan teori, jika pasar finansial tidak terintegrasi, keperluan investasi yang berbeda dan rintangan-rintangan investasi akan mempengaruhi pilihan-pilihan portofolio investor dan keputusan pembiayaan bagi perusahaan. Dalam kasus nilai tukar, jika purchasing power parity tidak tetap, nilai tukar mempengaruhi biaya konsumsi di sepanjang negara, dan oleh sebab itu, risiko nilai tukar mempengaruhi harga aset-aset untuk investor luar negeri. Model-model harga aset internasional mengakui semua dampak ini dengan memasukkan risiko nilai tukar sebagai faktor-faktor harga (Solnik, 1974; Stulz, 1981; Adler dan Dumas, 1983) dan dapat digunakan secara empiris untuk menginvestigasi isu integrasi pasar finansial (Dumas dan Solnik, 1995).


(30)

Berdasarkan teori, salah satu cara negara-negara berkembang dapat mempercepat pertumbuhan mereka adalah dengan menarik modal asing baik itu dalam bentuk investasi portofolio maupun foreign direct investment (FDI). Investasi portofolio dapat diperoleh negara berkembang dari pasar finansial internasional yang dapat meningkatkan tingkat pertumbuhan ekonomi dengan menambah tabungan dan mengurangi biaya modal dengan sektor-sektor finansial domestik. Akan tetapi, integrasi keuangan internasional sendiri tidak mengarah kepada suatu bentuk konvergensi di antara negara-negara maju dan berkembang karena pada negara-negara maju terdapat banyak gangguan atau distorsi yang disebabkan oleh ketidaksempurnaan pasar finansial yang tidak kekal dimana dapat menghilang sepanjang waktu seiring dengan perkembangan pasar finansial. Tingkat pertumbuhan ekonomi utamanya ditentukan oleh produktivitas, bukan oleh gangguan yang dapat terjadi pada pasar modal (Jung, et al., 2004).

Konsep integrasi pasar finansial merupakan integral dari pasar finansial internasional dan hal ini menjelaskan bahwa integrasi pasar finansial berubah berdasarkan kondisi ekonomi yang terjadi. Penjelasan ekonomi yang umumnya diterima adalah perubahan tingkat risk aversion dan para investor memerlukan kompensasi atas risiko dari aset-aset finansial (Lucey et al., 2004).

1.2. Rumusan masalah

Pembentukan ASEAN pada tahun 1967 lebih ditujukan pada kerja sama yang berdasarkan urusan politik yang memiliki tujuan untuk menciptakan dan menjaga kestabilan kedamaian dan keamanan di wilayah Asia Tenggara. ASEAN yang pada awalnya terdiri dari lima negara anggota yang merupakan negara


(31)

pendiri, yaitu Filipina, Indonesia, Malaysia, Singapura, dan Thailand, kini telah berjumlah sepuluh negara yang bergabung kemudian, yaitu Brunei Darussalam (1984), Vietnam (1995), Myanmar dan Laos (1997), serta Kamboja (1999). Kemudian kerja sama regional yang awalnya berdasarkan kepentingan politik ini diperkuat oleh semangat pembangunan dan pencapaian stabilitas ekonomi dan sosial di kawasan Asia Tenggara yang dilakukan dalam bentuk usaha percepatan pertumbuhan ekonomi, kemajuan sosial, dan budaya dengan tetap memerhatikan kesetaraan dan kemitraan, sehingga menjadi landasan untuk tercapainya masyarakat yang sejahtera dan damai (Arifin et al., 2008).

Negara-negara ASEAN bekerja sama dengan semangat stabilitas ekonomi dengan tujuan untuk meningkatkan kekuatan, efisiensi, dan ukuran sistem finansial mereka. Perhatian pemerintah ASEAN terhadap reformasi capital market

secara dramatis meningkat sejak terjadinya Asian Currency Crisis pada tahun 1997. Beberapa tahun yang lalu, krisis keuangan yang menimpa negara-negara ASEAN menyebabkan negara-negara ASEAN berjuang menghadapi tantangan resolusi utang pada umumnya serta terjadi non-performing loan (NPLs) dan rekapitalisasi perbankan pada khususnya (Plummer dan Click, 2003).

Usaha yang dilakukan setelah terjadinya krisis tersebut adalah memberikan prioritas pengembangan pasar obligasi negara-negara Asia. Hal ini disebabkan karena krisis mata uang yang kemudian menyebabkan perlambatan pertumbuhan ekonomi menjelaskan kenyataan bahwa keseluruhan perekonomian telah bergantung kepada sektor perbankan dan tidak memiliki daya tahan ketika sistem perbankan collapse. Pada saat krisis, ketergantungan yang berlebihan pada


(32)

pinjaman perbankan untuk pembiayaan telah menjadi karakteristik khusus. Perbankan tersendiri, sebaliknya, telah sering bergantung pada dana pinjaman dalam mata uang dollar jangka pendek pada skala besar karena perbankan tidak mampu meningkatkan dana jangka panjang dalam mata uang masing-masing negara tersebut. Ekspektasi terhadap pengembangan pembiayaan langsung, khususnya pasar obligasi telah meningkat di negara-negara ASEAN+3 (sepuluh negara ASEAN ditambah Jepang, Korea Selatan, dan Cina) (Hirose et al, 2004).

Asian Development Bank (ADB) dalam publikasinya dalam Plummer dan Click (2003) mencatat bahwa pada akhir tahun 1998 (masa sebelum krisis berakhir), dugaan biaya restrukturisasi perbankan di ASEAN-4 sebesar US$43 juta di Thailand (32 persen dari GDP), US$70 juta di Indonesia (29 persen dari GDP), US$13 juta di Malaysia (18 persen dari GDP), dan US$3 juta di Filipina (4 persen dari GDP). Biaya bunga tahunan pada penerbitan obligasi negara untuk membayar restrukturisasi perbankan dalam persentase GDP menjadi 3 persen, 3.5 persen, 1.3 persen, dan 0.5 persen di Thailand, Indonesia, Malaysia, dan Filipina secara berturut-turut. Dugaan NPLs di keempat negara ini oleh IMF dalam persentase total utang (persentase GDP) menjadi 35 persen (70 persen), 70 persen (53 persen), 30 persen (42 persen) dan 15 persen (5 persen) secara berturut-turut. Singkatnya, hal ini jelas bahwa krisis pada 1997 telah sangat merugikan sistem finansial ASEAN-4.

Dalam kasus yang lebih khusus untuk Indonesia, pentingnya obligasi negara bagi Indonesia dapat dilihat pada Gambar 1.1 dan Gambar 1.2. Pada Gambar 1.1 terlihat bahwa pada tahun 1998 hingga tahun 2001 pembiayaan


(33)

dengan surat berharga-neto tidak ada sedangkan pada tahun 2002 dan 2003 pembiayaan dengan surat berharga-neto terlihat negatif yang besarnya adalah -2 trilliun Rupiah (-0.2 persen terhadap PDB) dan -3 trilliun Rupiah (-0.3 persen terhadap PDB) secara berturut-turut dan setelah itu dimulai pada tahun 2004 hingga tahun 2009 pembiayaan dengan surat berharga-neto semakin meningkat dimana pada tahun 2004 hanya sebesar 7 trilliun Rupiah (0.9 persen terhadap PDB) sedangkan pada tahun 2009 mencapai 99 trilliun Rupiah (8 persen terhadap PDB). Hal yang sebaliknya justru terjadi pada pinjaman luar negeri-neto yang pada tahun 1998 hingga 2002 masih bernilai positif yaitu sebesar 21 trilliun Rupiah (1.7 persen terhadap PDB) pada tahun 1998 dan menurun pada tahun 2002 menjadi tujuh trilliun Rupiah (0.5 persen terhadap PDB) akan tetapi pada tahun 2004 hingga tahun 2009 bernilai negatif. Pada tahun 2004 pinjaman luar negeri-neto sebesar -28 trilliun Rupiah (-2 persen terhadap PDB) sedangkan pada tahun 2009 pinjaman luar negeri neto sebesar -14 trilliun Rupiah (-1 persen terhadap PDB). Terlihat bahwa kecenderungan untuk melakukan pembiayaan APBN dengan pinjaman utang luar negeri kini menurun dan surat berharga negara kini telah menjadi instrumen pembiayaan utama APBN.


(34)

Catatan:

+ Realisasi sementara

++ APBN 2009 Stimulus Fiskal

+++ Jumlah SBN Neto pada tahun 2009 sebesar Rp. 99.3 triliun sudah

termasuk Pinjaman siaga yang akan digunakan sebesar Rp. 44.5 triliun. Sumber: Departemen Keuangan Republik Indonesia (2009)

Gambar 1.1. Defisit dan Pembiayaan APBN 1998-2009

Sedangkan pada Gambar 1.2. terlihat bahwa rasio utang Indonesia terhadap PDB dari tahun 1996 hingga 2009 mengalami penurunan seiring dengan meningkatnya PDB Indonesia. Pada tahun 2004 dari keterangan yang terdapat pada Departemen Keuangan Republik Indonesia dijelaskan bahwa tambahan utang tahun 2004 hingga 2008 menghasilkan tambahan PDB yang jauh lebih besar, sehingga rasio utang menurun tajam dari 57 persen akhir 2004 dan diproyeksikan menjadi sekitar 32 persen akhir 2009 atau lebih baik dari sebelum krisis sekitar 38 persen.

Jumlah utang pemerintah dalam bentuk pinjaman memiliki tren yang meningkat sepanjang tahun akan tetapi dalam jumlah yang lebih kecil dibandingkan dengan jumlah utang pemerintah yang melalui surat berharga negara dimana jumlah pinjaman pada tahun 1999 adalah 438 triliun Rupiah dan


(35)

pada bulan Juni 2009 sebesar 644 triliun Rupiah sedangkan surat berharga negara pada tahun 1999 sebesar 502 triliun Rupiah dan pada bulan juni 2009 sebesar 961 triliun Rupiah.

Catatan: *) Angka sementara

**) Angka sangat sementara per Juni 2009

Angka PDB 2009 menggunakan asumsi PDB APBN Dokumen Stimulus Rasio pembayaran kewajiban = Bunga utang LN+Amortisasi pinjaman LN Sumber: Departemen Keuangan Republik Indonesia (2009)

Gambar 1.2. Perkembangan Rasio Utang Indonesia terhadap PDB 1996-2009 Kegiatan pembiayaan di sebagian besar negara dilakukan dengan menerbitkan surat berharga negara yang di Indonesia dikenal dengan surat perbendaharaan negara, surat utang negara, dan sukuk. Salah satu surat berharga negara yang menjadi sumber pembiayaan pemerintah adalah obligasi negara dimana di Indonesia dikenal dengan Surat Utang Negara (SUN). Obligasi negara memiliki jangka waktu yang berbeda-beda. Tingkat jatuh tempo suatu surat obligasi negara dapat mencerminkan tingkat risiko investasi dari obligasi tersebut. Obligasi sebagai instrumen investasi tentunya memberikan pendapatan dimana tingkat pendapatan yang diharapkan dari obligasi dikenal dengan istilah yield.


(36)

Salah satu jenis obligasi yang menjadi sumber pembiayaan pemerintah adalah obligasi yang berjatuh tempo lima tahun.

Gambar 1.3 merupakan gambar data yield obligasi pemerintah yang berjatuh tempo lima tahun periode 25 Juli 2005 hingga 21 Maret 2007 dimana dapat dilihat pergerakan yield obligasi negara dari negara-negara ASEAN+6 (data obligasi negara India tidak tersedia) yang memiliki masa jatuh tempo lima tahun dimana sebagian besar bergerak sama dan relatif memiliki selisih yield yang tidak terlalu jauh. Akan tetapi Indonesia dan Filipina merupakan negara yang memiliki

yield yang relatif lebih tinggi. Pada kasus Indonesia terlihat yield obligasi sangat tinggi pada sekitar bulan September dan Oktober dimana diketahui bahwa pada saat ini terjadi kenaikan harga bahan bakar minyak yang memicu meningkatnya inflasi sehingga untuk meredam laju inflasi maka bank sentral melakukan kebijakan meningkatkan tingkat suku bunga dimana tingkat suku bunga memiliki hubungan yang berbanding lurus dengan besarnya yield pada obligasi. Penjelasan yang relevan mengenai pergerakan yield obligasi negara ini juga dapat berdasarkan tingkat risiko dari tiap negara. Terlihat bahwa untuk Indonesia peringkat iklim bisnis berdasarkan penilaian Coface adalah C artinya bahwa lingkungan bisnis di Indonesia relatif sulit. Informasi finansial perusahaan kadang tidak tersedia dan ketika tersedia, informasi tersebut tidak reliable sedangkan rating berdasarkan Country @rating Indonesia memiliki peringkat standar B yang artinya outlook ekonomi dan politik Indonesia tidak pasti dan probabilitas gagal bayar perusahaan dapat terjadi (lihat tabel 1.1).


(37)

( D iol ah) G a m b ar 1. 3. 5-ye ar Go ve rn m en t B on d Y iel d 9-… 24-… 8-… 23-… 5-Jan-… aysi a

0 10 20

26-… 10-… 23-… 9-… 24-… 8-… 23-… 5-Jan-… Indonesi a

0 10 20

26-… 10-… 23-… 9-… 24-… 8-… 23-… 5-Jan-… Singapura

0 10 20

26-… 10-… 23-… 9-… 24-… 8-… 23-… 5-Jan-… US 9-… 24-… 8-… 23-… 5-Jan-… ral ia

0 10 20

26-… 10-… 23-… 9-… 24-… 8-… 23-… 5-Jan-… T hail and

0 10 20

26-… 10-… 23-… 9-… 24-… 8-… 23-… 5-Jan-… F ili pina

0 10 20

26-… 10-… 23-… 9-… 24-… 8-… 23-… 5-Jan-… Sel and ia B aru 9-… 24-… 8-… 23-… 5-Jan-… ina

0 10 20

26-… 10-… 23-… 9-… 24-… 8-… 23-… 5-Jan-… K ore a Sel at an

0 10 20

26-… 10-… 23-… 9-… 24-… 8-… 23-… 5-Jan-… Jepang 10


(38)

Berdasarkan penjelasan sebelumnya, alasan penting untuk mengembangkan pasar obligasi menurut Plummer dan Click (2003) adalah (1) mengurangi tingkat ketergantungan terhadap perbankan dan mencegah ketidakseimbangan mata uang dan maturity pada masa lalu dan (2) karena sebagian besar negara-negara mengalami situasi yang sama maka pendekatan regional terhadap masalah ini yang tepat dilakukan. Selain itu alasan penting untuk mengembangkan pasar obligasi adalah untuk mengurangi ketergantungan pemerintah terhadap utang luar negeri yang berasal dari usaha meminjam langsung kepada negara lain. Perkembangan pada pasar obligasi dikenal dengan istilah integrasi pasar obligasi yang merupakan salah satu bentuk perkembangan pasar finansial internasional secara khusus.

Berdasarkan latar belakang di atas, maka permasalahan yang akan dibahas oleh penulis dalam kesempatan ini antara lain:

1. Bagaimanakah hubungan pasar obligasi di antara negara-negara ASEAN+ 6?

2. Negara manakah yang dominan dalam sistem integrasi pasar obligasi di antara negara-negara ASEAN+6?


(39)

Tabel 1.1. Rating Tingkat Risiko Negara-negara ASEAN+6 dan Amerika Serikat

Negara Business Climate Rating Country @rating

Australia A1 A2

Selandia Baru A1 A2

India A4 A3

Jepang A1 A2

Cina B A3

Korea Selatan A2 A2

Indonesia C B

Singapura A1 A2

Malaysia A3 A2

Thailand A3 A3

Filipina B B

US A1 A2

Sumber: Coface (2009) Keterangan:

Country @rating

A1: Situasi ekonomi dan politik sangat baik. A2: Situasi ekonomi dan politik baik.

A3: Perubahan yang terjadi pada umumnya baik akan tetapi perubahan pada volatilitas politik dan ekonomi dapat mempengaruhi perilaku pembayaran perusahaan.

A4: Guncangan pada outlook politik dan ekonomi serta volatilitas secara relatif dapat mempengaruhi perilaku pembiayaan perusahaan.

B: Kondisi politik dan ekonomi yang tidak jelas dan lingkungan yang kadang-kadang sulit dapat mempengaruhi pembiayaan perusahaan.

C: Lingkungan outlook politik dan ekonomi yang sangat tidak jelas dengan banyaknya kelemahan dapat memiliki dampak yang signifikan terhadap perilaku pembiayaan perusahaan.

Business Climate Rating

A1: Lingkungan bisnis sangat baik. A2: Lingkungan bisnis baik. A3: Lingkungan bisnis relatif baik. A4: Lingkungan bisnis dapat diterima. B: Lingkungan bisnis sedang/cukup. C: Lingkungan bisnis sulit


(40)

1.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang yang dijelaskan sebelumnya maka tujuan penelitian ini antara lain :

1. Menganalisis hubungan pasar obligasi di antara negara-negara ASEAN+ 6.

2. Mengetahui negara yang dominan dalam sistem integrasi pasar obligasi di antara negara-negara ASEAN+6.

1.4. Manfaat Penelitian

Berdasarkan latar belakang yang dijelaskan sebelumnya maka manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah:

1. Bagi penulis dan masyarakat, dapat menambah pengetahuan mengenai bentuk kerja sama regional dalam bentuk integrasi ekonomi yaitu integrasi pasar obligasi.

2. Bagi pemerintah, dapat menjadi bahan pertimbangan dalam usaha memperkuat sistem finansial.

1.5. Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini membahas mengenai bentuk kerjasama yang merupakan bagian dari teori integrasi ekonomi yaitu dalam integrasi pasar obligasi di antara negara-negara ASEAN+6 yang terdiri dari 10 negara ASEAN, China, Jepang, Korea Selatan, India, Australia, dan Selandia Baru yang secara geografis diketahui terletak dekat satu sama lain dan secara ekonomi memiliki tingkat pertumbuhan


(41)

yang relatif tinggi dan merupakan mitra dagang satu sama lain. Penelitian ini juga membahas pergerakan yield dari obligasi negara di antara negara-negara ASEAN+6. Dengan terbentuknya integrasi pasar obligasi dalam kawasan ASEAN+6 diharapkan ketergantungan pembiayaan terhadap sektor perbankan berkurang dan pemerintah negara dapat memperoleh dana yang lebih banyak untuk pembiayaan dengan mudah.


(42)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Obligasi

Obligasi dalam istilah keuangan merupakan debt security dimana pihak yang menerbitkan obligasi berhutang sejumlah besar dana terhadap pihak yang memegang obligasi dan terdapat jangka waktu dari obligasi tersebut dimana penerbit obligasi diharuskan untuk membayar bunga (coupon) dan/atau membayar uang pokok pada masa jatuh tempo kepada pemegang obligasi. Hal ini merupakan kontrak resmi untuk membayar pinjaman dengan interval tingkat suku bunga fixed

atau variabel. Jadi, obligasi merupakan utang, pihak yang menerbitkan merupakan pihak yang berhutang, pihak yang memegang obligasi adalah pihak yang memberi pinjaman dan coupon merupakan bunga dari pinjaman tersebut. Obligasi menyediakan dana eksternal bagi para peminjam untuk membiayai investasi jangka panjang mereka atau pada kasus obligasi negara, untuk membiayai pengeluaran pemerintah saat ini.

Obligasi dan saham kedua-duanya merupakan securities, akan tetapi perbedaan besar di antara keduanya adalah pemegang saham memiliki hak kepemilikan atas aset dari penerbit misalnya dalam suatu perusahaan sedangkan pemegang obligasi hanya meminjamkan dana kepada pihak yang mengeluarkan obligasi. Obligasi diterbitkan oleh publik yang berwenang, institusi kredit, perusahaan dan institusi supranational dalam pasar primer. Proses yang paling umum dalam menerbitkan obligasi melalui underwriting. Dengan underwriting


(43)

(syndicate), membeli keseluruhan obligasi yang diterbitkan dari penerbit dan menjual ulang obligasi tersebut kepada para investor. Perusahaan security

menanggung risiko tidak dapat terjualnya obligasi kepada para investor hingga waktu jatuh tempo. Sedangkan obligasi negara umumnya dilelang.

Berikut ini merupakan fitur dari obligasi.

Nominal, principal atau face of amount

Jumlah dana yang dibayar oleh penerbit dan yang harus dibayar pada akhirnya.

Issue price

Harga dimana para investor membeli obligasi ketika pertama kali diterbitkan dimana pada umumnya kira-kira sama dengan besarnya jumlah nominal. Keuntungan bersih pendapatan yang diterima oleh penerbit adalah harga penerbitan dikurangi biaya pengeluaran.

Maturity date

Waktu dimana para penerbit harus membayar sejumlah nominal. Selama semua pembayaran telah dilakukan, para penerbit tidak memiliki lagi kewajiban terhadap para pemegang obligasi setelah masa jatuh tempo. Lamanya waktu hingga masa jatuh tempo sering dihubungkan dengan jangka waktu atau tenor atau maturity obligasi. Kebanyakan obligasi memiliki jangka waktu hingga 30 tahun. Beberapa obligasi diterbitkan dengan masa jatuh tempo hingga 100 tahun dan beberapa bahkan tidak memiliki waktu jatuh tempo sama sekali. Pada awal tahun 2005, suatu pasar dikembangkan dalam euro


(44)

untuk obligasi dengan waktu jatuh tempo 50 tahun. Pada pasar U.S. Treasury securities terdapat tiga kelompok waktu jatuh tempo:

1) Short term (bills) : jatuh tempo hingga 1 tahun. 2) Medium term (notes) : jatuh tempo antara 1-10 tahun. 3) Long term (bonds) : jatuh tempo lebih dari 10 tahun. Akan tetapi terdapat jenis obligasi yang tidak memiliki maturity yaitu

consol bond.

Coupon

Tingkat suku bunga yang dibayar oleh penerbit obligasi kepada pemegang obligasi. Tingkat suku bunga ini fixed dan juga variabel. Adapun cara untuk menghitung bunga berdasarkan publikasi Departemen Keuangan Republik Indonesia yaitu:

Jika kupon 10% dibayarkan dua kali setahun, nominal Rp. 1.000.000,-, maka besarnya bunga per periode pembayaran bunga dihitung sebagai berikut:

Bunga = 10%

2 x 1.000.000 = 50.000

High yield bonds adalah obligasi yang dinilai di bawah tingkat investasi oleh credit rating agencies. Karena obligasi ini lebih berisiko daripada investasi obligasi yang memiliki peringkat bagus, investor berharap untuk mendapatkan suatu yield yang lebih tinggi. Obligasi ini juga disebut junk bonds.


(45)

Coupon dates

Waktu dimana para penerbit obligasi membayar coupon kepada para pemegang obligasi. Di US dan UK serta Eropa, sebagian besar obligasi adalah semi-annual yang berarti mereka membayar suatu

coupon setiap enam bulan sekali.

Pasar obligasi merupakan suatu pasar keuangan dimana partisipan membeli dan menjual debt securities, yang biasanya dalam bentuk obligasi.

Referensi-referensi pasar obligasi mengacu kepada pasar obligasi negara karena ukuran, likuiditas, rendahnya resiko kredit, dan sensitivitas terhadap tingkat suku bunga. Karena hubungan yang berlawanan antara bond valuation dan tingkat suku bunga, pasar obligasi sering digunakan untuk mengindikasikan perubahan pada tingkat suku bunga atau bentuk dari yield curve.

SecuritiesIndustry and Financial Markets Association mengklasifikasikan pasar obligasi yang lebih luas ke dalam lima spesifik pasar obligasi yaitu :

 Perusahaan

Obligasi perusahaan merupakan obligasi yang diterbitkan oleh suatu perusahaan. Hal ini merupakan obligasi yang diterbitkan oleh perusahaan untuk meningkatkan jumlah dana atau modal dengan tujuan untuk mengekspansi bisnis perusahaan tersebut.

 Negara/Pemerintah

Obligasi negara merupakan obligasi yang diterbitkan oleh suatu pemerintah negara yang didenominasi dalam mata uang domestik


(46)

negara tersebut. Obligasi yang diterbitkan oleh pemerintah nasional dalam mata uang asing secara normal lebih dikenal sebagai suatu

sovereign bonds. Obligasi negara pertama kali diterbitkan oleh pemerintah Inggris pada tahun 1693 untuk meningkatkan uang dengan tujuan untuk membiayai perang melawan Perancis.

Agency

Agency debt merupakan suatu sekuriti, biasanya suatu obligasi, yang diterbitkan oleh suatu perwakilan sponsor pemerintah Amerika Serikat. Penawaran oleh perwakilan ini didukung oleh pemerintah tetapi tidak dijamin oleh pemerintah karena agen-agen tersebut merupakan swasta. Agen-agen tersebut dibentuk untuk mengizinkan beberapa orang tertentu untuk mengakses pembiayaan murah seperti pelajar dan pembeli rumah. Beberapa penerbit terkemuka sekuriti agen adalah Student Loan Marketing Association (Sallie Mae),

Federal National Mortgage Association (Fannie Mae) dan Federal Home Loan Mortgage Corporation (Freddie Mac). Sekuriti agen biasanya dibebaskan dari pajak lokal dan negara tetapi bukan federal tax.

Municipal

Municipal bond merupakan obligasi yang diterbitkan oleh pemerintah kota atau lokal atau perwakilan mereka. Penerbit potensial municipal bonds meliputi kota, kabupaten, dan kesatuan pemerintah yang lain di bawah level negara bagian. Pendapatan bunga yang diterima oleh


(47)

pemegang municipal bonds sering kali bebas dari pajak pendapatan federal dan dari pajak pendapatan negara bagian dimana obligasi tersebut diterbitkan.

Untuk partisipan pasar yang memiliki obligasi, mengumpulkan coupon

dan menahan hingga maturity tidak berhubungan dengan volatilitas pasar, pokok dan bunga diterima berdasarkan jadwal yang telah ditetapkan sebelumnya. Tetapi para partisipan yang membeli dan menjual obligasisebelum jatuh tempo terekspos pada berbagai risiko, yang terpenting perubahan pada tingkat suku bunga. Ketika tingkat suku bunga meningkat, nilai obligasi turun, karena penerbit baru membayar keuntungan yang lebih tinggi. Sebaliknya ketika tingkat suku bunga turun, nilai obligasi meningkat, karena penerbit yang baru membayar lebih rendah. Hal ini merupakan konsep fundamental dari volatilitas pasar obligasi: perubahan harga obligasiberbanding terbalik dengan perubahan pada tingkat suku bunga. Fluktuasi pada tingkat suku bunga merupakan bagian dari kebijakan moneter suatu negara dan volatilitas pasar obligasi merupakan respon terhadap kebijakan moneter yang diharapkan dan perubahan perekonomian.

Menurut para ekonom, indikator-indikator ekonomi berlawanan dengan data aktual yang dikeluarkan dan berkontribusi terhadap volatilitas. Konsensus yang ketat umumnya direfleksikan pada harga obligasi dan terdapat pergerakan kecil pada harga pasar setelah dikeluarkan pada on-line data. Jika economic release berbeda dari pandangan konsensus pasar biasanya mengalami pergerakan harga yang pesat karena partisipan menginterpretasikan data tersebut. Ketidakpastian umumnya menyebabkan volatilitas yang lebih sebelum dan


(48)

sesudah economic release. Obligasi yang diterbitkan oleh perusahaan maupun oleh pemerintah memiliki suatu penilaian atau rating tertentu yang menjelaskan tingkat risiko dari obligasi yang dihadapi oleh investor. Adanya penilaian atas risiko obligasi ini dikarenakan oleh investor ingin memastikan apakah kupon dan pokok atas obligasi dapat diperolehnya sesuai jadwal dan dalam jumlah yang telah ditentukan sesuai dengan ketentuan dan persyaratan obligasi tersebut. Untuk melakukan riset mengenai hal ini sangat sulit dilakukan oleh individu oleh karena itu investor umumnya memanfaatkan suatu lembaga jasa pemeringkat untuk menentukan rating suatu institusi penerbit obligasi sehingga tingkat risiko dari obligasi dapat diukur.

Tingkat risiko yang semakin tinggi dari suatu obligasi menjelaskan bahwa obligasi tersebut memiliki rating yang rendah begitu pula sebaliknya tingkat risiko yang semakin rendah menjelaskan bahwa obligasi tersebut memiliki rating

yang tinggi. Tingkat yield suatu obligasi berbanding terbalik dengan rating dari suatu obligasi dimana hal ini dijelaskan bahwa semakin tinggi rating suatu obligasi maka tingkat yield obligasi tersebut rendah yang dikarenakan oleh tingkat risiko dari obligasi tersebut rendah begitupun sebaliknya.

Tingkatan rating obligasi bermacam-macam dari suatu lembaga pemeringkat ke lembaga pemeringkat yang lain. Contohnya adalah Moody’s menggunakan Aaa untuk rating tertinggi, diikuti Aa, A, Baa, Ba, B, Caa, Ca, C, dan D untuk rating terendah. Sedangkan Standard & Poor’s menggunakan AAA untuk rating tertinggi, diikuti AA, A, BBB, BB, B, CCC, CC, dan C untuk yang


(49)

terendah. Dua lembaga ini merupakan lembaga pemeringkat yang diterima di seluruh dunia.

2.2. Yield

Yield merupakan tingkat keuntungan yang diperoleh oleh para investor.

Yield obligasi terbagi menjadi dua jenis yaitu yield to maturity merupakan tingkat keuntungan dari investasi pada obligasi yang memiliki tingkat ketepatan yang lebih tinggi dibandingkan dengan current yield. Sedangkan current yield

merupakan yield yang diukur dengan cara membagi tingkat kupon obligasi dengan harga beli obligasi tersebut. Selain itu yield to maturity juga merupakan tingkat diskon yang digunakan untuk mem-present value-kan cash flow obligasi di masa yang akan datang (baik itu kupon maupun pokok) sehingga sama dengan harga belinya. Dan jenis yield ini merupakan yield yang sering digunakan dalam istilah sehari-hari dimana interpretasi lain dari yield adalah juga harga dari uang.

Adapun cara menghitung yield berdasarkan publikasi Departemen Keuangan Republik Indonesia ialah:

Currentyield

Current yield mengukur tingkat pendapatan pada saat ini berdasarkan tingkat bunga kupon yang diterima dengan harga pasar saat ini. Obligasi negara seri FR0028 dengan tingkat kupon 10% dibeli pada harga 95 (artinya 95% dari nominal), maka current yield adalah sebesar:


(50)

Current yield = ℎ

ℎ �

Current yield = = 10%

95% x

.1.000.000,−

.1.000.000,− = 10.526%

Dengan demikian, tingkat keuntungan investor sebenarnya adalah sebesar 10.526% bukan 10% (kuponnya).

Yield to maturity

Yield to maturity mengukur tingkat pengembalian hasil investasi dari obligasi yang dipegang hingga masa jatuh temponya, termasuk pendapatan dari bunga kupon yang diinvestasikan kembali pada tingkat bunga yang besarnya sama dengan tingkat bunga kupon tersebut (Fakhruddin, 2008). Yield to maturity dapat dihitung sebagai berikut:

YTM = C 1− 1 1+ + 1

1+

C = nominal pembayaran kupon semi-annually N = jumlah periode (jumlah tahun dikali 2) I = tingkat bunga periodik (i dibagi 2) M = nominal saat jatuh tempo

Seorang investor membeli obligasi yang membayar bunga setiap tahun sekali sebesar 5% dari nominalnya. Nominal obligasi sebesar Rp. 1.000,-. Obligasi tersebut akan jatuh tempo tepat lima tahun mendatang dari saat dibelinya obligasi. Berapa harga obligasi (P)


(51)

tersebut jika investor menghendaki yield to maturity 4%, 5%, atau 6%?

Jika yield to maturity 4%, maka harga obligasi (P):

P=5%∗1.000

1+4% +

5%∗1.000

1+4% 2 +

5%∗1.000

1+4%3 +

5%∗1.000

1+4%4 +

5%∗1.000

1+4%5 +

5%∗1.000

1+4% 6

= 1.054,52

Dengan demikian, investor harus membayar Rp. 1.054,52 untuk memperoleh obligasi tersebut. Dengan perhitungan yang sama, jika

yield to maturity yang diharapkan adalah 5% dan 6% maka harganya secara berturut-turut adalah Rp.1000,- dan Rp.957,87.

Selain dari dua jenis yield diatas juga terdapat yield to call yang mengukur tingkat pengembalian hasil investasi atas obligasi yang dipegang hingga obligasi tersebut dibeli kembali oleh penerbit obligasi tersebut. Perhitungan yield to call

berdasarkan kupon (coupon rate), jangka waktu hingga call, dan harga pasar (Fakhruddin, 2008).

Pergerakan yield obligasi dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain ekspektasi inflasi, persepsi risiko, kondisi likuiditas ekonomi, serta suku bunga acuan bank sentral. Ekspektasi inflasi, persepsi risiko, kondisi likuiditas ekonomi, serta suku bunga memiliki hubungan yang berbanding lurus atau positif dengan besarnya tingkat yield suatu obligasi.


(52)

2.3. Obligasi Negara

Obligasi negara atau biasa disebut dengan obligasi pemerintah (government bond) merupakan instrumen investasi yang diterbitkan oleh pemerintah suatu negara yang bertujuan sebagai sumber pembiayaan fiskal pemerintah. Menurut laporan tahunan Bank Indonesia dalam Sasanti (2008) obligasi negara diterbitkan dalam denominasi mata uang domestik maupun mata uang asing yang biasa disebut dengan obligasi internasional (sovereign bond).

Obligasi negara merupakan obligasi yang memiliki tingkat risiko rendah atau obligasi yang bebas risiko karena pemerintah dapat menaikkan pajak ataupun mencetak uang guna melunasi pembayaran obligasinya pada saat jatuh tempo. Terdapat catatan dimana obligasi pemerintah pernah mengalami gagal bayar seperti yang terjadi pada pemerintah Rusia, walaupun ini sangat langka terjadi.

Di Indonesia menurut Departemen Keuangan Republik Indonesia dalam publikasinya (2009) tentang mengenal surat utang negara menjelaskan bahwa obligasi negara dikenal dengan Surat Utang Negara (SUN) yang merupakan surat berharga negara yang berupa surat pengakuan utang dalam mata uang Rupiah maupun valuta asing yang pembayaran bunga dan pokoknya oleh Negara Republik Indonesia sesuai dengan masa berlakunya. Dasar hukum penerbitan SUN dan pengelolaannya diatur dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2002 tentang Surat Utang Negara (SUN).

Tujuan dari penerbitan SUN adalah membiayai defisit APBN, menutupi kekurangan kas jangka pendek, dan mengelola portofolio utang negara.


(53)

Sedangkan manfaat dari penerbitan SUN diharapkan dapat menggali potensi pembiayaan APBN yang lebih besar dari investor pasar modal. Sebagai instrumen investasi dengan menyediakan alternatif investasi yang relatif bebas risiko gagal bayar dan memberikan peluang bagi investor dan pelaku investor untuk melakukan diversifikasi portofolionya guna memperkecil risiko investasi. Sebagai instrumen pasar keuangan, Surat Utang Negara dapat memperkuat stabilitas sistem keuangan dan dapat dijadikan acuan (benchmark) bagi penentuan nilai instrumen keuangan lainnya.

Obligasi yang diterbitkan oleh pemerintah ada yang berupa Surat Utang Negara (SUN) dalam rangka program penjaminan dan pembiayaan kredit program, juga dalam bentuk obligasi negara dalam rangka rekapitalisasi perbankan. Surat utang untuk program penjaminan dan kredit program bersifat tidak dapat diperdagangkan (non-tradable) sedangkan dalam rangka rekapitalisasi perbankan (obligasi rekap) umumnya dapat diperdagangkan (tradable) kecuali

hedge bonds (Sasanti, 2008). Obligasi rekap yang diperdagangkan terbatas hanya pada jenis fixed ratebonds yang berseri dan jenis variable rate bonds berseri VR. Secara umum jenis SUN dalam publikasi Departemen Keuangan Republik Indonesia mengenai mengenal surat utang negara dapat dibedakan sebagai berikut:

 Surat Perbendaharaan Negara (SPN) yaitu surat berharga negara yang berjangka waktu sampai dengan 12 bulan dengan pembayaran bunga secara diskonto. Di beberapa negara SPN lebih dikenal dengan sebutan T-Bills atau Treasury Bills.


(54)

 Obligasi Negara (ON), yaitu berjangka waktu lebih dari 12 bulan baik dengan kupon atau tanpa kupon. Obligasi Negara dengan kupon memiliki jadwal pembayaran kupon yang periodik (tiga bulan sekali atau enam bulan sekali). Sementara Obligasi Negara tanpa kupon tidak memiliki jadwal pembayaran kupon, dijual pada harga diskon dan pokoknya akan dilunasi pada saat jatuh tempo.

 Sukuk merupakan obligasi yang diterbitkan berdasarkan syariah Islam. Sukuk dapat pula diartikan dengan Efek Syariah berupa sertifikat atau bukti kepemilikan yang bernilai sama dan mewakili bagian penyertaan yang tidak terpisahkan atau tidak terbagi atas kepemilikan aset berwujud tertentu, nilai manfaat dan jasa atas aset proyek tertentu atau aktivitas investasi tertentu, atau kepemilikan atas aset proyek tertentu atau aktivitas investasi tertentu.

Berdasarkan tingkat kuponnya Obligasi Negara dapat dibedakan menjadi obligasi negara berbunga tetap, yaitu obligasi dengan tingkat bunga tetap setiap periodenya (atau Fixed Rate Bonds) dan obligasi berbunga mengambang yaitu obligasi dengan tingkat bunga mengambang (atau Variable Rate Bonds) yang ditentukan berdasarkan suatu acuan tertentu seperti tingkat suku bunga SBI (Sertifikat Bank Indonesia). Obligasi negara juga dapat dibedakan berdasarkan denominasi mata uangnya. Pemerintah Indonesia saat ini menerbitkan dalam Rupiah dan USD. Surat Utang Negara juga dapat diterbitkan dalam bentuk warkat atau tanpa warkat (scriplles). Surat Utang Negara yang saat ini beredar,


(55)

diterbitkan dalam bentuk tanpa warkat. Surat Utang Negara juga dapat diterbitkan dalam bentuk yang dapat diperdagangkan maupun yang tidak dapat diperdagangkan.

Adapun jenis-jenis obligasi yang diterbitkan oleh pemerintah Indonesia adalah (Sasanti, 2008):

 Obligasi seri FR (Fixed Rate) adalah obligasi yang memiliki kupon dengan besaran tingkat bunga tetap, memiliki jangka waktu 3 sampai 10 tahun, yang dibayarkan setiap enam bulan, obligasi ini bertujuan untuk merekapitalisasi bank-bank dan meningkatkan CAR menjadi 4%.

 Obligasi seri VR (Variable Rate) adalah obligasi yang besaran tingkat bunga kuponnya sama dengan kisaran tingkat suku bunga acuan Sertifikat Bank Indonesia (SBI) memiliki jangka waktu 3 sampai 10 tahun yang dibayarkan setiap tiga bulan sekali yang bertujuan merekapitalisasi bank dan meningkatkan CAR bank yang negatif menjadi 0%.

 Obligasi pemerintah yang disebut HB (Hedge Bonds) yaitu obligasi yang dikaitkan dengan nilai USD yang bertujuan untuk menutup risiko kewajiban bank dalam valuta asing. Setiap triwulan dan pada saat jatuh tempo pembayaran bunga, dilakukan indeksasi terhadap nilai nominal HB atas dasar perkembangan Rupiah. Jenis HB ini tidak dapat diperdagangkan.

 ORI (Obligasi Ritel Indonesia) adalah obligasi negara yang dijual kepada individu atau orang perseorangan warga negara Indonesia melalui agen


(56)

penjual. Adapun agen penjual yang dimaksud di sini adalah bank dan atau perusahaan efek yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan untuk melaksanakan penjualan ORI. Ketentuan mengenai penjualan ORI ini diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 36/PMK.06/2006 tentang Penjualan Obligasi Negara Ritel di Pasar Perdana. Penerbitan ORI ini tidak terlepas dari upaya pemerintah untuk mengembangkan pasar surat utang domestik, dan untuk mengurangi defisit APBN menurut Bank Indonesia dalam Sasanti (2008).

2.4. Integrasi Ekonomi

Istilah “integrasi” dalam ranah ekonomi pertama kali digunakan dalam konteks organisasi suatu industri sebagaimana dikemukakan oleh Machlup dalam Jovanovic dalam bukunya tahun 2006 (Arifin et al, 2008). Integrasi digunakan untuk menggambarkan kombinasi atau penyatuan beberapa perusahaan dalam suatu industri baik secara vertikal maupun horizontal. Kemudian, istilah integrasi ekonomi dalam konteks negara, yang menggambarkan penyatuan beberapa negara dalam satu kesatuan, diawali dengan kemunculan teori Custom Union (CU) Viner. Namun, batasan definisi yang baku tentang integrasi ekonomi di antara para ekonom belum juga ditemukan hingga saat ini. Para ekonom mengembangkan berbagai definisi mengenai integrasi ekonomi dari berbagai sudut pandang yang berbeda satu sama lain.

Di tengah perbedaan tersebut, Jovanovic dalam Arifin et al (2008) dengan ringkas telah mendokumentasikan berbagai definisi integrasi yang berkembang


(1)

Respon Filipina

Respon Jepang

-.04

.00 .04 .08 .12 .16 .20

2 4 6 810 12 14 16 18 20 22 24

Response of PHILIPINES to INDONESIA

-.04 .00 .04 .08 .12 .16 .20

2 4 6 810 12 14 16 18 20 22 24

Response of PHILIPINES to AUSTRALIA

-.04 .00 .04 .08 .12 .16 .20

2 4 6 810 12 14 16 18 20 22 24

Response of PHILIPINES to PHILIPINES

-.04 .00 .04 .08 .12 .16 .20

2 4 6 810 12 14 16 18 20 22 24

Response of PHILIPINES to JAPAN

-.04 .00 .04 .08 .12 .16 .20

2 4 6 810 12 14 16 18 20 22 24

Response of PHILIPINES to US

-.04 .00 .04 .08 .12 .16 .20

2 4 6 810 12 14 16 18 20 22 24

Response of PHILIPINES to NEWZEALAND

-.04 .00 .04 .08 .12 .16 .20

2 4 6 810 12 14 16 18 20 22 24

Response of PHILIPINES to THAILAND

-.04 .00 .04 .08 .12 .16 .20

2 4 6 810 12 14 16 18 20 22 24

Response of PHILIPINES to SINGAPORE

-.04 .00 .04 .08 .12 .16 .20

2 4 6 810 12 14 16 18 20 22 24

Response of PHILIPINES to SOUTHKOREA

-.04 .00 .04 .08 .12 .16 .20

2 4 6 810 12 14 16 18 20 22 24

Response of PHILIPINES to MALAYSIA

-.04 .00 .04 .08 .12 .16 .20

2 4 6 810 12 14 16 18 20 22 24

Response of PHILIPINES to CHINA

Response to Cholesky One S.D. Innovations

-.01 .00 .01 .02 .03

2 4 6 810 12 14 16 18 20 22 24

Response of JAPAN to INDONESIA

-.01 .00 .01 .02 .03

2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 22 24

Response of JAPAN to AUSTRALIA

-.01 .00 .01 .02 .03

2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 22 24

Response of JAPAN to PHILIPINES

-.01 .00 .01 .02 .03

2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 22 24

Response of JAPAN to JAPAN

-.01 .00 .01 .02 .03

2 4 6 810 12 14 16 18 20 22 24

Response of JAPAN to US

-.01 .00 .01 .02 .03

2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 22 24

Response of JAPAN to NEWZEALAND

-.01 .00 .01 .02 .03

2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 22 24

Response of JAPAN to THAILAND

-.01 .00 .01 .02 .03

2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 22 24

Response of JAPAN to SINGAPORE

.02 .03

Response of JAPAN to SOUTHKOREA

.02 .03

Response of JAPAN to MALAYSIA

.02 .03

Response of JAPAN to CHINA

Response to Cholesky One S.D. Innovations


(2)

Respon Amerika Serikat

Respon Selandia Baru

-.02 -.01 .00 .01 .02 .03 .04

2 4 6 810 12 14 16 18 20 22 24

Response of US to INDONESIA

-.02 -.01 .00 .01 .02 .03 .04

2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 22 24

Response of US to AUSTRALIA

-.02 -.01 .00 .01 .02 .03 .04

2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 22 24

Response of US to PHILIPINES

-.02 -.01 .00 .01 .02 .03 .04

2 4 6 810 12 14 16 18 20 22 24

Response of US to JAPAN

-.02 -.01 .00 .01 .02 .03 .04

2 4 6 810 12 14 16 18 20 22 24

Response of US to US

-.02 -.01 .00 .01 .02 .03 .04

2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 22 24

Response of US to NEWZEALAND

-.02 -.01 .00 .01 .02 .03 .04

2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 22 24

Response of US to THAILAND

-.02 -.01 .00 .01 .02 .03 .04

2 4 6 810 12 14 16 18 20 22 24

Response of US to SINGAPORE

-.02 -.01 .00 .01 .02 .03 .04

2 4 6 810 12 14 16 18 20 22 24

Response of US to SOUTHKOREA

-.02 -.01 .00 .01 .02 .03 .04

2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 22 24

Response of US to MALAYSIA

-.02 -.01 .00 .01 .02 .03 .04

2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 22 24

Response of US to CHINA

Response to Cholesky One S.D. Innovations

-.02 -.01 .00 .01 .02 .03 .04

2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 22 24

Response of NEWZEALAND to INDONESIA

-.02 -.01 .00 .01 .02 .03 .04

2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 22 24

Response of NEWZEALAND to AUSTRALIA

-.02 -.01 .00 .01 .02 .03 .04

2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 22 24

Response of NEWZEALAND to PHILIPINES

-.02 -.01 .00 .01 .02 .03 .04

2 4 6 810 12 14 16 18 20 22 24

Response of NEWZEALAND to JAPAN

-.02 -.01 .00 .01 .02 .03 .04

2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 22 24

Response of NEWZEALAND to US

-.02 -.01 .00 .01 .02 .03 .04

2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 22 24

Response of NEWZEALAND to NEWZEALAND

-.02 -.01 .00 .01 .02 .03 .04

2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 22 24

Response of NEWZEALAND to THAILAND

-.02 -.01 .00 .01 .02 .03 .04

2 4 6 810 12 14 16 18 20 22 24

Response of NEWZEALAND to SINGAPORE

-.02 -.01 .00 .01 .02 .03 .04

2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 22 24

Response of NEWZEALAND to SOUTHKOREA

-.02 -.01 .00 .01 .02 .03 .04

2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 22 24

Response of NEWZEALAND to MALAYSIA

-.02 -.01 .00 .01 .02 .03 .04

2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 22 24

Response of NEWZEALAND to CHINA

Response to Cholesky One S.D. Innovations


(3)

Respon Thailand

Respon Singapura

-.02

.00 .02 .04 .06 .08

2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 22 24

Response of THAILAND to INDONESIA

-.02 .00 .02 .04 .06 .08

2 4 6 810 12 14 16 18 20 22 24

Response of THAILAND to AUSTRALIA

-.02 .00 .02 .04 .06 .08

2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 22 24

Response of THAILAND to PHILIPINES

-.02 .00 .02 .04 .06 .08

2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 22 24

Response of THAILAND to JAPAN

-.02 .00 .02 .04 .06 .08

2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 22 24

Response of THAILAND to US

-.02 .00 .02 .04 .06 .08

2 4 6 810 12 14 16 18 20 22 24

Response of THAILAND to NEWZEALAND

-.02 .00 .02 .04 .06 .08

2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 22 24

Response of THAILAND to THAILAND

-.02 .00 .02 .04 .06 .08

2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 22 24

Response of THAILAND to SINGAPORE

-.02 .00 .02 .04 .06 .08

2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 22 24

Response of THAILAND to SOUTHKOREA

-.02 .00 .02 .04 .06 .08

2 4 6 810 12 14 16 18 20 22 24

Response of THAILAND to MALAYSIA

-.02 .00 .02 .04 .06 .08

2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 22 24

Response of THAILAND to CHINA

Response to Cholesky One S.D. Innovations

-.01 .00 .01 .02 .03

2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 22 24

Response of SINGAPORE to INDONESIA

-.01 .00 .01 .02 .03

2 4 6 810 12 14 16 18 20 22 24

Response of SINGAPORE to AUSTRALIA

-.01 .00 .01 .02 .03

2 4 6 810 12 14 16 18 20 22 24

Response of SINGAPORE to PHILIPINES

-.01 .00 .01 .02 .03

2 4 6 810 12 14 16 18 20 22 24

Response of SINGAPORE to JAPAN

-.01 .00 .01 .02 .03

2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 22 24

Response of SINGAPORE to US

-.01 .00 .01 .02 .03

2 4 6 810 12 14 16 18 20 22 24

Response of SINGAPORE to NEWZEALAND

-.01 .00 .01 .02 .03

2 4 6 810 12 14 16 18 20 22 24

Response of SINGAPORE to THAILAND

-.01 .00 .01 .02 .03

2 4 6 810 12 14 16 18 20 22 24

Response of SINGAPORE to SINGAPORE

.03

Response of SINGAPORE to SOUTHKOREA

.03

Response of SINGAPORE to MALAYSIA

.03

Response of SINGAPORE to CHINA

Response to Cholesky One S.D. Innovations


(4)

Respon Korea Selatan

Respon Malaysia

-.01 .00 .01 .02 .03 .04 .05

2 4 6 810 12 14 16 18 20 22 24

Response of SOUTHKOREA to INDONESIA

-.01 .00 .01 .02 .03 .04 .05

2 4 6 810 12 14 16 18 20 22 24

Response of SOUTHKOREA to AUSTRALIA

-.01 .00 .01 .02 .03 .04 .05

2 4 6 810 12 14 16 18 20 22 24

Response of SOUTHKOREA to PHILIPINES

-.01 .00 .01 .02 .03 .04 .05

2 4 6 810 12 14 16 18 20 22 24

Response of SOUTHKOREA to JAPAN

-.01 .00 .01 .02 .03 .04 .05

2 4 6 810 12 14 16 18 20 22 24

Response of SOUTHKOREA to US

-.01 .00 .01 .02 .03 .04 .05

2 4 6 810 12 14 16 18 20 22 24

Response of SOUTHKOREA to NEWZEALAND

-.01 .00 .01 .02 .03 .04 .05

2 4 6 810 12 14 16 18 20 22 24

Response of SOUTHKOREA to THAILAND

-.01 .00 .01 .02 .03 .04 .05

2 4 6 810 12 14 16 18 20 22 24

Response of SOUTHKOREA to SINGAPORE

-.01 .00 .01 .02 .03 .04 .05

2 4 6 810 12 14 16 18 20 22 24

Response of SOUTHKOREA to SOUTHKOREA

-.01 .00 .01 .02 .03 .04 .05

2 4 6 810 12 14 16 18 20 22 24

Response of SOUTHKOREA to MALAYSIA

-.01 .00 .01 .02 .03 .04 .05

2 4 6 810 12 14 16 18 20 22 24

Response of SOUTHKOREA to CHINA

Response to Cholesky One S.D. Innovations

-.02 -.01 .00 .01 .02 .03 .04

2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 22 24

Response of MALAYSIA to INDONESIA

-.02 -.01 .00 .01 .02 .03 .04

2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 22 24

Response of MALAYSIA to AUSTRALIA

-.02 -.01 .00 .01 .02 .03 .04

2 4 6 810 12 14 16 18 20 22 24

Response of MALAYSIA to PHILIPINES

-.02 -.01 .00 .01 .02 .03 .04

2 4 6 810 12 14 16 18 20 22 24

Response of MALAYSIA to JAPAN

-.02 -.01 .00 .01 .02 .03 .04

2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 22 24

Response of MALAYSIA to US

-.02 -.01 .00 .01 .02 .03 .04

2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 22 24

Response of MALAYSIA to NEWZEALAND

-.02 -.01 .00 .01 .02 .03 .04

2 4 6 810 12 14 16 18 20 22 24

Response of MALAYSIA to THAILAND

-.02 -.01 .00 .01 .02 .03 .04

2 4 6 810 12 14 16 18 20 22 24

Response of MALAYSIA to SINGAPORE

-.02 -.01 .00 .01 .02 .03 .04

2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 22 24

Response of MALAYSIA to SOUTHKOREA

-.02 -.01 .00 .01 .02 .03 .04

2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 22 24

Response of MALAYSIA to MALAYSIA

-.02 -.01 .00 .01 .02 .03 .04

2 4 6 810 12 14 16 18 20 22 24

Response of MALAYSIA to CHINA

Response to Cholesky One S.D. Innovations


(5)

Respon Cina

-.1 .0 .1 .2 .3

2 4 6 810 12 14 16 18 20 22 24

Response of CHINA to INDONESIA

-.1 .0 .1 .2 .3

2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 22 24

Response of CHINA to AUSTRALIA

-.1 .0 .1 .2 .3

2 4 6 810 12 14 16 18 20 22 24

Response of CHINA to PHILIPINES

-.1 .0 .1 .2 .3

2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 22 24

Response of CHINA to JAPAN

-.1 .0 .1 .2 .3

2 4 6 810 12 14 16 18 20 22 24

Response of CHINA to US

-.1 .0 .1 .2 .3

2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 22 24

Response of CHINA to NEWZEALAND

-.1 .0 .1 .2 .3

2 4 6 810 12 14 16 18 20 22 24

Response of CHINA to THAILAND

-.1 .0 .1 .2 .3

2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 22 24

Response of CHINA to SINGAPORE

-.1 .0 .1 .2 .3

2 4 6 810 12 14 16 18 20 22 24

Response of CHINA to SOUTHKOREA

-.1 .0 .1 .2 .3

2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 22 24

Response of CHINA to MALAYSIA

-.1 .0 .1 .2 .3

2 4 6 810 12 14 16 18 20 22 24

Response of CHINA to CHINA

Response to Cholesky One S.D. Innovations


(6)