Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Dalam situasi perekonomian global dan perdagangan bebas saat ini, persaingan antar perusahaan dalam melakukan kegiatan ekonomi menjadi sangat ketat. Menghadapi kondisi yang demikian, setiap perusahaan dituntut untuk mampu mengelola perusahaan agar tetap dalam kondisi kuat dari sisi keuangan. Kemajuan perekonomian dunia menyebabkan peningkatan perkembangan dunia usaha di Indonesia. Perusahaan yang ingin bertahan haruslah berusaha agar dapat berkembang. Mencapai tujuan tersebut, perusahaan harus berusaha untuk dapat mempertahankan kinerja yang telah dicapainya, untuk mencapai kinerja yang tinggi, perusahaan harus menjalankan aktivitas-aktivitasnya dengan efektif. Perkembangan dunia usaha yang semakin meningkat dan banyaknya persaingan dalam dunia usaha. Manajemen yang baik tidak saja diperlukan untuk dapat berhasil dalam menghadapi persaingan dalam dunia usaha, tetapi juga agar perusahaan dapat melakukan pembelajaran secara ekonomis, hal ini berkaitan erat dengan tujuan dari setiap perusahaan, yaitu untuk menghasilkan laba atau keuntungan. Menurut Munawir 1997: 71 suatu perusahaan dikatakan mempunyai posisi keuangan yang kuat apabila mampu: 1. memenuhi kewajiban-kewajibannya tepat pada waktunya; yaitu pada waktu ditagih kewajiban keuangan terhadap pihak ekstern; 2. memelihara modal kerja yang cukup untuk operasi yang normal kewajiban keuangan terhadap pihak intern; 3. membayar bunga dan dividen yang dibutuhkan; 4. memelihara tingkat kredit yang menguntungkan. Dalam mengelola keuangan, unsur yang perlu diperhatikan adalah seberapa besar perusahaan mampu memenuhi kebutuhan dana yang akan digunakan untuk operasi dan mengembangkan usahanya. Perusahaan dapat memperoleh dari internal perusahaan yaitu modal sendiri atau dari eksternal perusahaan yaitu kredit untuk memenuhi kebutuhan dana tersebut. Pentingnya likuiditas dapat dilihat dengan mempertimbangkan dampak yang berasal dari ketidakmampuan perusahaan memenuhi kewajiban jangka pendeknya. Kurangnya likuiditas menghalangi perusahaan untuk memperoleh keuntungan dari diskon atau kesempatan mendapatkan keuntungan. Juga berarti pembatasan kesempatan dan tindakan manajemen. Masalah likuiditas yang lebih parah mencerminkan ketidakmampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban lancar. Masalah ini dapat mengarah pada penjualan investasi dan aktiva dengan terpaksa, dan dalam bentuk yang paling parah, mengarah pada kebangkrutan. Ketidakmampuan perusahaan membayar kewajibannya terutama utang jangka pendek atau utang yang sudah jatuh tempo disebabkan oleh berbagai faktor. Pertama, bisa dikarenakan memang perusahaan sedang tidak memiliki dana sama sekali. Atau kedua, bisa mungkin saja perusahaan memiliki dana, namun saat jatuh tempo perusahaan tidak memiliki dana tidak cukup secara tunai sehingga harus menunggu dalam waktu tertentu, untuk mencairkan aktiva lainnya seperti menagih piutang, menjual surat-surat berharga, menjual persediaan atau aktiva lainnya. Likuiditas merupakan salah satu faktor yang menentukan sukses atau kegagalan perusahaan. Penyediaan kebutuhan uang tunai dan sumber-sumber untuk memenuhi kebutuhan tersebut ikut menentukan sampai seberapakah perusahaan itu menanggung risiko. Menurut Wild 2005: 185 likuiditas merupakan kemampuan untuk mengubah aktiva menjadi kas atau kemampuan untuk memperoleh kas. Jangka pendek secara konvensional dianggap periode hingga satu tahun meskipun jangka waktu ini dikaitkan dengan siklus operasi normal suatu perusahaan atau periode waktu yang mencakup siklus pembelian- produksi-penjualan-penagihan. Menurut Munawir 2002:31, “likuiditas adalah menunjukkan kemampuan suatu perusahaan untuk memenuhi kewajiban keuangannya yang harus segera dipenuhi, atau kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban keuangan pada saat ditagih”. Secara umum pengertian likuiditas mengacu pada kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban jangka pendeknya. Dalam mengelola keuangan, unsur yang perlu diperhatikan adalah seberapa besar perusahaan mampu memenuhi kebutuhan dana yang akan digunakan untuk operasi dan mengembangkan usahanya. Perusahaan dapat memperoleh dari internal perusahaan atau modal sendiri atau dari eksternal perusahaan yaitu kredit untuk memenuhi kebutuhan dana tersebut. Pentingnya likuiditas dapat dilihat dengan mempertimbangkan dampak yang berasal dari ketidakmampuan perusahaan memenuhi kewajiban jangka pendeknya. Kurangnya likuiditas menghalangi perusahaan untuk memperoleh keuntungan dari diskon atau kesempatan mendapatkan keuntungan. Juga berarti pembatasan kesempatan dan tindakan manajemen. Masalah likuiditas yang lebih parah mencerminkan ketidakmampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban lancar. Masalah ini dapat mengarah pada penjualan investasi dan aktiva dengan terpaksa, dan dalam bentuk yang paling parah, mengarah pada kebangkrutan. Ketidakmampuan perusahaan membayar kewajibannya terutama utang jangka pendek yang sudah jatuh tempo disebabkan oleh berbagai faktor. Pertama, bisa dikarenakan memang perusahaan sedang tidak memiliki dana sama sekali. Atau kedua, bisa mungkin saja perusahaan memiliki dana, namun saat jatuh tempo perusahaan tidak memiliki dana atau tidak cukup dana secara tunai sehingga harus menunggu dalam waktu tertentu, untuk mencairkan aktiva lainnya seperti menagih piutang, menjual surat-surat berharga, menjual persediaan atau aktiva lainnya. Likuiditas mengacu pada ketersediaan sumber daya perusahaan untuk memenuhi kebutuhan kas jangka pendek Wild, 2005:184. Dalam pengertian yang lebih sering digunakan, likuiditas diartikan sebagai kemampuan suatu perusahaan memenuhi kewajiban-kewajiban keuangannya dalam jangka pendek atau yang harus segera dibayar Munawir, 2002:93. Ukuran likuiditas perusahaan yang hingga saat ini masih sering digunakan adalah current ratio dan quick ratio. Current ratio adalah perbandingan antara aktiva lancar dengan utang lancar sedangkan quick ratio adalah perbandingan antara aktiva lancar dikurangi persediaan dengan utang lancar Brigham and Daves, 2004: 231. Aktiva lancar tersebut umumnya berupa kas, surat berharga, piutang dagang, dan persediaan. Sedangkan utang lancar pada umumnya berupa utang dagang, utang jangka pendek, pajak yang ditangguhkan, dan biaya-biaya yang ditangguhkan. Perusahaan yang sukses biasanya memanfaatkan sasaran yang berorientasi pada struktur keuangan. Tujuan laba sering menjadi fokus lebih besar daripada tujuan penting lainnya. Perusahaan biasa saja mengesampingkan tujuan-tujuan penting lainnya untuk mencapai keuntungan demi melangsungkan perusahaannya padahal laba bukanlah satu-satunya indikator utama dalam kelangsungan usaha. Salah satunya adalah posisi keuangan perusahaan. Posisi keuangan perusahaan menjadi hal yang penting bagi pihak eksternal seperti pemerintah, investor bahkan kreditor. Pengaruh perekonomian Indonesia yang terlihat memiliki iklim yang cukup buruk dalam berbisnis juga dapat mempengaruhi perusahaan. Sebut saja resesi yang sempat dialami oleh dunia pada tahun 2008, membuat banyak perusahaan semakin waspada karena berimbas kepada pertumbuhan ekonomi Asia yang menurun. Kondisi yang seperti ini pihak eksternal pun akan semakin jeli dan berhati-hati dalam menanamkan dananya karena khawatir apakah perusahaan suatu waktu tidak bisa membayar hutangnya atau tidak yang berujung pada tingkat likuiditas perusahaan tersebut. Dalam tingkat likuiditas perusahaan, aktiva lancar menjadi acuan yang penting karena menunjukkan apakah perusahaan dapat membuat aktiva lancar tersebut cukup untuk memenuhi kewajiban finansialnya likuid atau tidak cukup ilikuid. Masalah likuiditas merupakan masalah penting dalam perusahaan yang relatif sulit dipecahkan. Dipandang dari sisi kreditur, perusahaan yang memiliki likuiditas yang tinggi merupakan perusahaan yang baik karena dana jangka pendek kreditur yang dipinjam perusahaan dapat dijamin oleh aktiva lancar yang jumlahnya relatif lebih banyak. Tetapi jika dipandang dari sisi manajemen, perusahaan yang memiliki likuiditas yang tinggi menunjukkan kinerja manajemen yang kurang baik karena likuiditas yang tinggi menunjukkan adanya saldo kas yang tidak digunakan, persediaan yang relative berlebihan, atau karena manajemen kredit perusahaan yang kurang baik sehingga mengakibatkan tingginya piutang usaha. Masalah likuiditas juga dapat dipandang sebagai masalah penting jika dilihat dari besarnya dana yang diinvestasikan dalam aktiva lancar. Menurut Munawir 2002, perusahaan-perusahaan yang menggunakan teknik manajemen kas yang modern akan menginvestasikan kelebihan kas yang bersifat sementara pada aktiva yang sangat likuid atau aktiva yang dapat dijual setiap saat pada harga pasar yang berlaku. Investasi di dalam aktiva lancar atau aktiva likuid menimbulkan trade-off bagi perusahaan, di satu sisi terlalu besar aktiva lancar atau aktiva likuid maka holding cost yang harus ditanggung perusahaan juga besar, selain itu kemampuan aktiva likuid dalam menghasilkan profit tergolong rendah. Di sisi lain, pada kondisi di mana biaya dana eksternal relatif tinggi maka aktiva likuid yang besar justru menguntungkan perusahaan, karena perusahaan dapat menggunakan aktiva likuid tersebut untuk membiayai kegiatan operasi, sehingga mengurangi ketergantungannya pada dana eksternal dan menghemat biaya yang harus dibayar. Masalah likuiditas merupakan trade-off yang senantiasa dihadapi oleh manajer. Manajer harus mampu melakukan perencanaan dan pengendalian aktiva lancar dan hutang lancarnya sedemikian rupa sehingga dapat meminimalisasi risiko ketidakmampuan perusahaan dalam memenuhi hutang-hutang jangka pendeknya, selain itu manajer harus menghindari investasi dalam aktiva lancar yang berlebihan. John 1993 menyatakan bahwa ketidakseimbangan antara jumlah aktiva likuid yang dimiliki perusahaan dengan hutang-hutang yang harus segera dibayar merupakan penyebab yang umum dari timbulnya financial distress. Banyak faktor yang harus diperhatikan dan dipertimbangkan oleh manajemen dalam rangka mengatur masalah likuiditas secara efisien. Faktor-faktor tersebut antara lain: faktor yang berhubungan dengan biaya yang harus dikeluarkan perusahaan jika menggunakan dana dari luar cost of external financing, ketidakpastian arus kas yang diterima perusahaan cash flow uncertainty, kesempatan investasi yang dimiliki perusahaan baik saat ini maupun di waktu yang akan datang current and future investment opportunities, kebutuhan kas untuk transaksi transaction demand for liquidity Kim et al, 1998. Pemilihan pada sektor industri manufaktur ini didasarkan pada alasan bahwa industri manufaktur merupakan kelompok emiten yang terbesar dibandingkan kelompok industri yang lain, sehingga dengan asumsi semakin besar objek yang diamati maka akan semakin akurat hasil penelitian terkhusus pada tahun 2008 sampai tahun 2010, sektor manufaktur juga dipilih karena sektor tersebut memiliki tingkat kompetisi yang kuat serta adanya terdapat kasus manipulasi laporan keuangan dalam perusahaan manufaktur, Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan diatas, maka peneliti tertarik untuk menguji “ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI LIKUIDITAS PADA PERUSAHAAN YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA”. Beda penelitian ini dengan penelitian terdahulu yaitu, penelitian terdahulu banyak membahas hanya dua dari tiga faktor yang mempengaruhi likuiditas perusahaan yaitu ukuran perusahaan dan modal kerja . Selain itu terdapat ketidakkonsistenan hasil antara penelitian satu dengan yang lain. Sedangkan pada penelitian ini membahas tentang faktor yang mempengaruhi likuiditas perusahaan. Faktor yang mempengaruhi likuiditas perusahaan tersebut ada tiga variabel yakni: ukuran perusahaan, modal kerja dan arus kas. Penelitian ini menggunakan data empiris perusahaan manufaktur di Bursa Efek Indonesia dari tahun 2008 sampai tahun 2010.

1.2 Perumusan Masalah