Mekanisme Penyadapan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi KPK

penuntutan, KPK dapat melakukan penyadapan dan merekam pembicaraan. Ketentuan ini menegaskan bahwa penyadapan dapat dilakukan dalam tiga tahap proses pro justisia pada perkara luar biasa extra ordinary cases, termasuk tindak pidana korupsi dan tindak pidana penyuapan.

B. Mekanisme Penyadapan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi KPK

Tindakan penyadapan dapat dilakukan dengan mengacu pada dua standar internasional yaitu : 49 1. European Telecommunications Standards Institute ETSI, berasal dari Perancis yang telah diakui dunia internasional. 2. Communications Assistance for Law Enforcement Act Calea, berasal dari Amerika. Interception menurut ETSI merupakan kegiatan penyadapan yang sah menurut hukum yang dilakukan oleh network operatorakses providerservice provider NWPAPSvP agar informasi yang ada selalu siap digunakan untuk kepentingan fasilitas kontrol pelaksanaan hukum. Sementara itu, Di Eropa maupun Amerika, persyaratan terperinci dalam pelaksanaan penyadapan berbeda antar satu yuridiksi dengan yuridiksi lainnya, tetapi dalam pelaksanaan penyadapan itu terdapat satu persyaratan umum yang sama, bahwa sistem penyadapan yang disediakan harus melaksanakan pemotongan pada prosesnya dan pokok materi harus tidak sadar atau tidak terpengaruh selama aksi pemotongan ini. 49 Penyadapan Secara Sah Menurut Hukum, http:panca.wordpress.com. Diakses tanggal 23 Februari 2011. Universitas Sumatera Utara Teknik yang digunakan dalam implementasi penyadapan ini adalah penyadapan aktif dan penyadapan semi aktif. Penyadapan aktif yaitu penyadapan yang dilakukan secara langsung, sedangkan penyadapan semi aktif serta penyadapan pasif adalah penyadapan yang dilakukan secara tidak langsung. Namun demikian, secara teknis kebanyakan penyadapan yang dilakukan adalah dengan mengimplementasikan penggabungan teknis aktif dan pasif. Di Indonesia, penyadapan ini dilakukan sesuai dengan Peraturan Menteri Komunikasi dan Informasi Nomor : 11PERM.KOMINFO022006. Tanggal 22 Februari 2006 Tentang Teknis Penyadapan Terhadap Informasi. Begitu pula dengan KPK, pada prakteknya, melakukan penyadapan berdasarkan pada mekanisme yang telah ditentukan, antara lain dalam Peraturan Menteri Komunikasi dan Informasi Nomor 11 Tahun 2006 di atas. Pada dasarnya, tindakan penyadapan yang dilakukan KPK didasarkan pada asas kepastian hukum sebagaimana diatur dalam Pasal 2 Peraturan Menteri Komunikasi dan Informasi Nomor: 11PERM.KOMINFO022006 Tentang Teknis Penyadapan Terhadap Informasi. Selanjutnya, berdasarkan Pasal 3 Peraturan menteri Komunikasi dan Informasi Nomor: 11PERM.KOMINFO02 2006 Tentang Teknis Penyadapan Terhadap Informasi, dikatakan bahwa penyadapan terhadap informasi dianggap lawful interception apabila dilaksanakan untuk keperluan penyelidikan, penyidikan, penuntutan dan peradilan terhadap suatu peristiwa tindak pidana, termasuk tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh KPK sebagaimana telah diatur dalam Pasal 12 huruf a Universitas Sumatera Utara Undang-Undang KPK, melalui alat danatau perangkat penyadapan informasi. Alat danatau perangkat tersebut meliputi penyadap antar muka interface penyadapan, pusat pemantauan monitoring centre dan sarana serta prasarana transmisi penghubung link transmission. Konfigurasi teknis alat danatau perangkat penyadapan di atas harus sesuai dengan standar internasional, dalam hal ini European Telecommunications Standards Institute ETSI dan Communications Assistance for Law Enforcement Act Calea. Berdasarkan Peraturan Menteri Komunikasi dan Informasi Nomor : 11PERM.KOMINFO022006 Tentang Teknis Penyadapan, ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam melakukan tindakan penyadapan termasuk oleh KPK untuk kepentingan penyidikan kasus korupsi, antara lain : 1. KPK harus mengirim identifikasi sasaran kepada penyelenggara telekomunikasi baik secara elektronis maupun non elektronis; 2. Penyadapan terhadap telekomunikasi harus dilakukan oleh KPK sesuai dengan Standar Operasional Prosedur penyadapan yang telah ditentukan dengan tidak mengganggu kelancaran telekomunikasi dan pengguna telekomunikasi serta harus dilaporkan oleh KPK kepada Direktorat Jenderal Pos dan telekomunikasi. 3. Penyelenggara telekomunikasi wajib membantu KPK dalam melakukan penyadapan secara sah menurut hukum dengan mempersiapkan kapasitas paling banyak 2 dari yang terdaftar dalam Home Location Register HLR untuk seluler dan paling banyak 2 dari kapasitas terpasang untuk setiap sentral lokal Public Switch Telepone Network PSTN. Universitas Sumatera Utara 4. Untuk menjamin transparansi dan independensi dalam penyadapan, maka dibentuk tim pengawas terdiri dari direktorat jenderal pos dan telekomunikasi, KPK dan penyelenggara telekomunikasi yang bersangkutan, dengan tugas dan kewenangan sesuai surat perintah yang dibawa KPK. 5. Informasi yang diperoleh dari penyadapan bersifat rahasia, sehingga tidak diperkenankan untuk diperjualbelikan atau disebarluaskan dengan cara apapun, kecuali oleh KPK sesuai ketentuan hukum yang berlaku dalam upaya mengungkap suatu tindak pidana, dalam hal ini tindak pidana korupsi. 6. Biaya atas alat danatau perangkat penyadapan informasi ditanggung oleh KPK, sedangkan biaya atas kapasistas rekaman berupa HLR dan PSTN ditanggung oleh penyelenggara telekomunikasi. Demikian mekanisme penyadapan yang dilakukan oleh KPK dalam mengungkap kasus korupsi sebagaimana telah diatur dalam Pasal 12 huruf a Undang-Undang KPK serta Peraturan menteri Komunikasi dan Informasi Nomor: 11PERM.KOMINFO022006 Tentang Teknis Penyadapan Terhadap Informasi. Catan : pada Bab ini sdr menguraikan aspek hukum penyadapan untuk dijadikan bukti dan mekanisme penyadapan, sedangkan permasalahan pertama sdr tentang kewenangan KPK, oleh sesbab itu coba sdr lihat kembali apakah dapat menjawab prmaslahan pertama sdr. Universitas Sumatera Utara HASIL PENYADAPAN KPK SEBAGAI ALAT BUKTI DALAM PERSPEKTIF KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM ACARA PIDANA DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dokumen yang terkait

Tinjauan Hukum Penyadapan Oleh Komisi Pemberantasan Korupsi Sebagai Alat Bukti Ditinjau Dari Udang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana Juncto Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik

0 7 1

Tinjauan Hukum Mengenai Kekuatan Pembuktian Secara elektronik Dalam Perkara Cyber Crime Dihubungkan Dengan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana Juncto Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik

1 10 29

IDENTIFIKASI TINDAK PIDANA DALAM UNDANG-UNDANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK (UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008)

0 5 16

IDENTIFIKASI TINDAK PIDANA DALAM UNDANG-UNDANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK (UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008)

1 12 77

DATA ELEKTRONIK SEBAGAI ALAT BUKTI DALAM PERKARA PIDANA MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK

2 21 96

Kedudukan Bukti Elektronik Sebagai Alat Bukti Di Pengadilan Setelah Berlakunya Undang Undang No 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik.

1 1 17

TINDAK PIDANA CYBER CRIME DALAM PERSPEKTIF UNDANG – UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK.

1 1 65

TINDAK PIDANA CYBER CRIME DALAM PERSPEKTIF UNDANG – UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK.

2 8 65

CYBER CRIME DALAM BENTUK PHISING DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK PERSPEKTIF HUKUM PIDANA ISLAM.

0 1 104

SITUS LAYANAN PEMBUNUH BAYARAN BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK, KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA

0 0 16