Kecendrungan Penerapan Sistem Multi Partai di Indonesia

nasional. Berkaitan dengan sistem presidensial yang dilaksanakan di Indonesia dengan penerapan sistem multi partai yang tak terbatas membuat instabilisasi dalam pemerintahan.

E. Kecendrungan Penerapan Sistem Multi Partai di Indonesia

Salah satu faktor yang menentukan keberhasilan gerakan reformasi adalah berkembangnya kesadaran bahwa persoalan yang dihadapi oleh bangsa Indonesia bukan semata-mata persoalan orang atau siapa yang berkuasa, melainkan persoalan sistem. Sejarah politik menunjukkan bahwa pada masa berlakunya UUD 1945 sebelum perubahan selalu muncul pemerintahan otoriter karena setiap penguasa selalu mengakumulasikan kekuasaannya dengan menggunakan celah yang terkandung dalam UUD 1945. Oleh karena itu gerakan reformasi tidak sekedar bertujuan mengganti orang yang berkuasa, tetapi mengubah sistem yang dijalankan agar lebih demokratis dengan menutup celah-celah terjadinya penyalahgunaan kekuasaan. 198 Salah satu agenda reformasi adalah perubahan UUD 1945 untuk memperbaiki sistem politik dan ketatanegaraan agar lebih demokratis. Agenda yang menguat untuk segera diperbaiki adalah sistem pemerintahan yang executif heavy dengan kewenangan yang terlalu besar kepada Presiden. Hal itu menyebabkan sebelum orde 198 Muladi, Penguatan Sistem Pemerintahan Presidensial dalam Ketatanegaraan Indonesia di Era Penerapan Sistem Multi Partai Guna Memantapkan Sinergitas Antara Lembaga Eksekutif dan Legislatif Untuk Percepatan Proses Pembangunan Nasional, Jakarta: Lembaga Ketahanan Nasional RI, 2009 hlm. 1. www.nitropdf.com UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SIMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA reformasi tidak adanya sistem dan mekanisme checks and balances. Ketiadaan mekanisme checks and balances tersebut salah satunya disebabkan oleh sistem presidensial semu yang dianut dalam UUD 1945 sebelum perubahan dengan kekuasaan Presiden yang sangat besar. Perubahan UUD 1945 berhasil memurnikan sistem presidensial di Indonesia , ketentuan dalam UUD 1945 hasil perubahan memposisikan kedudukan Presiden dan DPR dalam posisi yang sejajar dan sama kuat berdasarkan prinsip pemisahan kekuasaan agar sistem dan mekanisme checks and balances dapat berjalan. Dengan adanya sistem ketatanegaraan yang baru tersebut, maka terdapat perubahan mendasar terhadap praktik politik di Indonesia, yang memungkinkan Indonesia menjalankan praktik politik yang demokratis. Namun demikian, dalam desain sistem dan praktik ketatanegaraan dewasa ini masih tidak lepas dari berbagai kekurangan, di mana terjadi kontradiktif satu sama lain pada klausul dalam hasil amandemen ke-4 UUD 1945, yaitu satu sisi, ditegaskan bahwa sistem pemerintahan Indonesia menganut sistem presidensial, tetapi di sisi lain, mengemuka praktik pemerintahan parlementer, hal ini antara lain disebabkan karena sistem kepartaian kita saat ini adalah multiparty system. www.nitropdf.com UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SIMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Menurut Muladi ada beberapa permasalahan penguatan sistem presidensial dalam ketatanegaraan di Indonesia yang diterapkan di era multi partai, antara lain adalah : 199 a Ketentuan normatif konstitusional mengenai hubungan Presiden dan DPR mengalami perkembangan dalam tataran praktik pelaksanaan. Hal itu dipengaruhi oleh banyak hal, terutama kematangan budaya politik serta jumlah dan kekuatan partai politik. Sistem multi partai dengan jumlah partai terlalu banyak yang saat ini berkembang ikut melemahkan sistem presidensial, sehingga stabilitas pemerintahan menjadi rentan. Sistem multi partai telah mengganggu jalannya pemerintahan, apalagi mayoritas DPR dikuasai kekuatan politik yang berseberangan dengan Presiden. b Terdapat ketentuan dan praktik yang secara tidak proporsional dalam memberikan wewenang kepada DPR terkait dengan kekuasaan pemerintah, diantaranya adalah dalam pelaksanaan hak konfirmasi DPR untuk pengangkatan jabatan tertentu oleh Presiden, yang paling terlihat adalah dalam pengangkatan duta untuk negara lain atau duta negara lain untuk Indonesia. Hal ini tidak sesuai dengan praktik sistem presidensial dan akan menghambat Presiden dalam melaksanakan tugasnya. c Secara teoritis sistem pemerintahan presidensial tidak mungkin diterapkan dalam sistem multi partai dengan jumlah partai yang terlalu banyak. Kondisi ini telah menyebabkan tidak harmonisnya hubungan lembaga Eksekutif dan Legislatif di Indonesia dan menimbulkan fenomena extremely democratic defisit. d Kondisi saat ini adalah kenyataan bahwa koalisi yang terbentuk belum bersifat permanen dan mudah pecah, karena dibangun tidak berdasarkan kesamaan flatform dan program, melainkan lebih kepada kepentingan praktis dan pertimbangan pemenang pemilu yang memberikan tawaran posisi paling besar. Kecenderungan ini tidak dapat dilepaskan dari perkembangan organisasi partai politik yang masih lebih banyak ditentukan oleh figur pimpinan, dan belum mampu mengedepankan perjuangan mewujudkan program berdasarkan Flatform partai. Pada Era Transisi Reformasi 1998 2002 sampai sekarang sistem presidensial Indonesia malah mempunyai kecenderungan berperilaku seperti 199 Ibid. Hlm. 3-4. www.nitropdf.com UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SIMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA sistem parlementer. 200 Pembentukan SETGAB Parpol Koalisi ternyata masih tidak cukup kuat untuk membangun sistem yang mantap. Di lain pihak, semenjak merdeka, sistem kepartaian kita juga belum pernah mempunyai bentuk format yang sesuai guna mendukung sistem presidential yang demokratis. Tetapi tentu saja masalah penerapan sistem presidential tidak terletak hanya pada sistem kepartaian. Sistem kepartaian yang dirancang UUD 1945 untuk mendukung sistem presidential adalah sistem partai tunggal yang dikena sebagai partai negara, yang juga sering disebut partai pelopor. Hal mana jelas terlihat dari keputusan rapat Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia PPKI tanggal 22 Agustus 1945 untuk membentuk Partai Nasional Indonesia bukan PNI 1927 atau PNI Baru sebagai partai negara dan satu satunya partai. 201 Jika disain itu jadi dilaksanakan maka sistem presidential dapat diperkirakan berjalan efektif. Anggota DPR seluruhnya akan berasal dari partai tunggal itu. MPR juga akan didominasi oleh partai pelopor itu dan Presiden adalah pimpinan partai tersebut. Sistem ini mirip dengan sistem yang dikenal di Jerman fasis, dinegara negara Komunis dan negara berpartai tunggal lainnya. Disain asli itu tidak mengenal checks and balances sistem dan tidak ada akuntabilitas pada rakyat sebagai pemegang kedaulatan. Masyarakat Indonesia beruntung karena keputusan itu dibatalkan kembali oleh PPKI dalam 200 Jakob Tobing, Sistem Presidential: Penyederhanaan Sistem Kepartaian Memang Telah Diamanatkan Sejak Awal Reformasi, Jakarta: Institut Leimena, 2010, hlm.1. 201 Ibid. hlm. 3. www.nitropdf.com UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SIMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA rapat tanggal 31 Agustus 1945. Ironisnya, pembatalan itu bukan karena keinginan sendiri tetapi karena tekanan Sekutu, sebagai pemenang. 202 Setelah perubahan ketiga UUD 1945 yang mengubah beberapa Pasal krusial tentang Pemerintahan Negara, khususnya mengenai pemilihan presiden 203 dan wakil presiden melalui mekanisme pemilihan langsung oleh rakyat melalui partai politik 204 . Tidak adanya pernyataan didalam konstitusi secara langsung yang menyebutkan sistem kepartaian yang bagaimana yang diterapkan di Indonesia bukan berarti Indonesia tidak mengakomodir partai politik. Dari pernyataan Pasal 6A ayat 2 UUD 1945 mengenai pemilihan presiden dan wakil presiden, telah jelas disebutkan bahwa adanya keterlibatan partai politik ataupun gabungan partai politik, jadi partai politik yang ada di Indonesia tidak hanya partai tunggal melainkan diperbolehkannya pendirian partai politik lebih dari satu partai politik. Setelah MPR mengesahkan amandemen ketiga dan keempat UUD 1945, sistem pemerintahan negara Indonesia berubah menjadi sistem presidensial. Perubahan tersebut ditetapkan dengan Pasal 1 ayat 2 UUD baru. MPR tidak lagi merupakan perwujudan dari rakyat dan bukan locus of power, lembaga pemegang kedaulatan negara tertinggi. Pasal 6A ayat 1 menetapkan “Presiden dan Wakil Presiden dipilih dalam satu pasangan secara langsung oleh rakyat”. Dua pasal tersebut menunjukkan karakteristik sistem presidensial yang jelas berbeda dengan 202 Ibid. Hlm 4. 203 lihat Pasal 6A Ayat 1 UUD 1945 yang menyebutkan bahwa Presiden dan Wakil Presiden dipilih dalam satu pasangan secara langsung oleh rakyat. 204 Pasal 6A Ayat 2 UUD 1945 menyebutkan bahwa pasangan calon presiden dan wakil presiden diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilihan umum sebelum melaksanakan pemilihan umum. www.nitropdf.com UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SIMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA staatsfundamentalnorm yang tercantum dalam Pembukaan dan diuraikan lebih lanjut dalam Penjelasan UUD 1945. Dalam demokrasi, partai berada dan beroperasi dalam suatu sistem kepartaian tertentu. Setiap partai merupakan bagian dari sistem kepartaian yang diterapkan di suatu negara. dalam suatu sistem tertentu, partai berinteraksi dengan sekurang- kurangnya satu partai lain atau lebih sesuai dengan konstruksi relasi regulasi yang diberlakukan. Sistem kepartaian memberikan gambaran tentang struktur persaingan di antara sesama partai politik dalam upaya meraih kekuasaan dalam pemerintahan. Sistem kepartaian yang melembaga cenderung meningkatkan stabilitas politik dan efektivitas pemerintahan. Untuk melihat sistem kepartaian suatu negara, ada dua pendekatan yang dikenal secara umum. Pertama, melihat partai sebagai unit-unit dan sebagai satu kesatuan yang terlepas dari kesatuan-kesatuan lain. Pendekatan numerik ini pernah dikembangkan Maurice Duverger 1950-an, ilmuwan politik kebangsaan Prancis. Menurut Duverger, sistem kepartaian dapat dilihat dari pola perilaku dan interaksi antar sejumlah partai dalam suatu sistem politik, yang dapat digolongkan menjadi tiga unit, yakni sistem partai tunggal, sistem dwi partai, dan sistem multipartai. Selain itu, cara lain dapat dijadikan pendekatan yaitu teori yang dikembangkan Giovani Sartori, ilmuwan politik Italia. Menurut Sartori, sistem kepartaian tidak dapat digolongkan menurut jumlah partai atau unit-unit, melainkan jarak ideologi antara partai-partai yang ada, yang didasarkan pada tiga hal, yaitu www.nitropdf.com UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SIMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA jumlah kutub polar, jarak diantara kutub bipolar, dan arah perilaku politiknya. Sartori juga mengklasifikasikan sistem kepartaian menjadi tiga, yaitu pluralism sederhana, pluralisme moderat, dan pluralisme ekstrem. Kedua pendekatan ini bisa digunakan untuk melihat sistem kepartain Indonesia di era reformasi saat ini. Di Indonesia, sistem kepartaian yang dianut dapat juga dilihat dengan pendekatan dari Maurice Duverger yang membedakan kategori sistem kepartaian menjadi, sistem partai tunggal, sistem dwi partai, dan sistem multi partai. Jika menggunakan pendekatan Maurive Duverger tersebut, Indonesia jelas mempraktekakan sistem multi partai pada saat ini setelah pemilu 1999-2009. Sedangkan menurut pendekatan Giovani Sartori, Indonesia menerapkan Sistem Kepartaian Pluralisme Moderat lebih dari 5 partai. Dari kedua pendapat ahli tersebut, dapatlah dikategorikan sistem kepartaian yang dianut oleh Indonesia dengan sistem multi partai. Terjadinya kecendrungan Penerapan sistem multi partai dalam pemerintahan presidensial di Indonesia setelah perubahan UUD 1945 memiliki beberapa alasan, diantaranya: 1. Perubahan UUD 1945 pada perubahan ketiga yang menghasilkan mekanisme pemilihan secara langsung oleh rakyat melalui partai politik atau gabungan partai politik membuat dinamika politik menumbuh kembangkan banyaknya partai baru yang mengikuti pemilu. www.nitropdf.com UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SIMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2. Dalam Undang-Undang Pemilu UU No. 22 tahun 2007, Undang-Undang Pemilu DPR, DPD, dan DPRD UU No. 10 tahun 2008 serta Undang- Undang Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden UU No. 42 tahun 2008 tidak diberi batasan yang jelas mengenai penerapan yang jelas mengenai jumlah partai yang dapat mengikuti pemilihan umum, hanya dilakukan pembatasan dengan mekanisme electoral threshold ET dan parliamentary threshold PT. 3. Tidak adanya aturan yang jelas di dalam Konstitusi UUD 1945 dan Peraturan Perundang-Undangan mengenai sistem kepartaian yang diterapkan di Indonesia, mengakibatkan ketidakpastian multi tafsir dalam penerapan sistem kepartaian di Indonesia. Sistem pemerintahan presidensial di Era Multi Partai dengan jumlah partai terlalu banyak diikuti budaya politik yang belum matang akan mengganggu jalannya pemerintahan dan dapat dipandang sebagai masalah konstitusional mendasar. Masih terbentang kesenjangan antara harapan demokratisasi pada sistem pemerintahan dan sistem politik yang mempengaruhi sektor kehidupan masyarakat secara luas dan dimaknai sebagai extremely democratic defisit. Untuk menciptakan pemerintahan yang kuat, stabil, dan efektif, maka desain sistem kepartaian semestinya mengarah pada sistem multipartai sederhana. Salah satu alasan terpenting ialah bahwa di dalam sistem multipartai sederhana dapat dihasilkan tingkat fragmentasi yang relatif rendah pula di parlemen, yang pada gilirannya dapat www.nitropdf.com UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SIMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA mengkondisikan terciptanya proses pengambilan kebijakan maupun keputusan yang relatif tidak berlarut-larut. 205 Untuk dapat menyederhanakan sistem kepartaian dapat dilakukan melalui beberapa cara, yakni: memperberat aturan pembentukan partai politik baru; memperketat persyaratan bagi partai peserta pemilu; dan mengkondisikan pelembagaan koalisi partai. Upaya menyederhanakan sistem kepartaian antara lain dapat dilakukan dengan memperberat ketentuan pembentukan partai politik baru, yakni peningkatan persyaratan jumlah warga negara yang dapat membentuk partai, dan pemberlakuan larangan bagi partai gagal electoral threshold ET untuk berganti nama sebagai partai baru.

F. Koalisi Pemerintahan