menjadi dasar penentuan electoral threshold, yang berarti nantinya pemerintah menetapkan bahwa partai politik yang boleh mengikuti pemilu berikutnya adalah
partai politik yang perolehan suaranya minimal sebesar 2,5.
235
2. Parliamentary Threshold
dalam Penyederhanaan Sistem Multipartai di Indonesia UU No. 10 tahun 2008
Untuk membangun
sistim kepartaian
yang sesuai
dengan sistim
presidentil, selama
proses amandemen
UUD 45
telah terjadi
wacana penyederhanaan
sistim kepartaian.
Risalah proses
amandemen UUD
45 menunjukkan
bahwa semua
Fraksi di
MPR berpendapat
bahwa sistim
kepartaian harus disederhanakanagar dapat efektif mendukung sistim presidentil. Jumlah partai yang terwakili perlu dikurangi sehingga tidak terlalu banyak,
tetapi juga jangan terlalu sedikit, sehingga tetap dapat merepresentasikan spektrum
kemajemukan masyarakat
Indonesia. Dipihak
lain hak
dasar warganegara untuk mendirikan partai politik harus tetap dihormati. Untuk itu
diwacanakan perlu ditetapkan ambang batas minimum perolehan suara danatau kursi threshold yang diperoleh partai politik peserta pemilu untuk diatur
dalam undang undang.
Artinya rakyat
pemilihlah yang
pada dasarnya
memberikan keputusan partai politik mana saja yang dapat masuk lembaga perwakilan.
235
Erna Sri Wibawanti, Saatnya Electoral Threshold dilaksanakan Secara Konsisten Menuju Multipartai Terbatas, Op.cit. hlm. 22.
www.nitropdf.com
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SIMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Agung Gunandjar Sudarsa menyatakan bahwa Parliamentary Threshold merupakan syarat ambang batas perolehan suara partai politik untuk bisa masuk di
parlemen. Jadi, setelah hasil jumlah suara masing-masing partai politik diketahui seluruhnya, lalu dibagi dengan jumlah suara secara nasional.
236
Pemilu 2009 dirancang lebih menjamin demokrasi konstitusional untuk mewujudkan hal tersebut, maka pemilu 2009 memiliki karakteristik yang berbeda
dengan pemilu-pemilu sebelumnya. Pertama, diterapkannya system penyederhanaan partai parliamentary threshold . Kedua, akamodasi terhadap calon presiden dari non
partai politik calon independen.
237
Rapuhya pemerintah sebagai dampak lemahnya system kepartaian diindikasikan dengan seringnya kebijakan pemerintah diinterpelasi oleh DPR, hak
angket dan ancaman pemakzulan presiden serta penarikan dari koalisi. Hal tersebut merupakan senjata partai politik untuk melakukan kompromi politik dengan
pemerintah. Atas dasar tersebut, stabilitas politik Indonesia perlu untuk diterapkan melalui
suatu mekanisme yang jelas. UU No. 10 tahun 2008 tentang pemilu Anggota DPR, DPD dan DPRD menganut system parliamentary threshold. Hal tersebut dibuktikan
dalam pasal 202 ayat 1 UU pemilu Legislatif.
238
236
Ibid. Hlm. 23.
237
Titik Triwulan Tutik, Konstruksi Hukum Tata Negara Indonesia Pasca Amandemen UUD 1945, Op.cit. hlm. 382.
238
Pasal 202 ayat 1 UU No. 10 tahun 2008 Partai Politik Peserta Pemilu harus memenuhi ambang batas perolehan suara sekurang-kurangnya 2,5 dua koma lima perseratus dari jumlah suara
sah secara nasional untuk diikutkan dalam penentuan perolehan kursi DPR.
www.nitropdf.com
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SIMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Penerapan system parliamentary threshold memiliki tujuan untuk membangun stabilitas dalam Pemilihan Umum dan pemerintahan presidensial yang diterapkan
dengan system multipartai agar terccipta stbilitas politik di pemerintahan. Menurut Titik Triwulan Tutik, dalam implementasinya parliamentary
threshold memiliki beberapa tujuan, diantaranya:
239
a Membentuk system kepartaian multipartai sederhana yaitu dengan meminimalisasi jumlah partai politik diparlemen;
b Memperkuat Partai Politik dan Parlemen; c Meningkatkan dan memperbaiki mekanime serta prosedur rekrutmen
pejabat public; d Memperkuat system presidensial setelah terealisasinya system multipartai
sederhana; e Meningkatkan kualitas pelayanan public menakala system pemerintahan
berjalan efektif. Parliamentary Threshold tidak menghambat eksistensi parpol karena hanya
membatasi partai-partai yang berhak memiliki wakil di DPR, sementara untuk DPRD tidak. Parliamentary threshold dapat efektif menyederhanakan sistem multipartai
karena dengan adanya sistem parliamentary threshold ini, partai maupun calon
2 Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 tidak berlaku dalam penentuan perolehan kursi DPRD provinsi dan DPRD kabupatenkota.
Pasal mengenai ketentuan parliamentary threshold PT dalam Pasal 202 juga turut di judicial review dengan alasan melanggar asas kedaulatan rakyat yang tercantum pada Pasal 1 ayat 2 UUD
1945. Gugatan ini diajukan 11 parpol peserta Pemilu 2009, yakni Partai Demokrasi Pembaruan, Partai Patriot, Partai Persatuan Daerah, Partai Peduli Rakyat Nasional, Partai Indonesia Sejahtera, Partai
Nasional Banteng Kerakyatan, Partai Perjuangan Indonesia Baru, Partai Karya Pangan, Partai Hati Nurani Rakyat, Partai Kasih Demokrasi Indonesia, dan Partai Merdeka. Uji materi judicial rewiew
aturan parliamentary threshold atau ambang batas perolehan kursi di parlemen yang diajukan sebelas parpol tersebut ditolak oleh Mahkamah Konstitusi. Putusan tersebut tepat karena membuat sistem
politik di dalam negeri menjadi sederhana dan sehat. Keputusan ini juga sesuai dengan sistem presidensial yang mengondisikan jumlah parpol akan berkurang dengan sendirinya melalui seleksi
oleh rakyat dalam pemilu.
239
Titik Triwulan Tutik, Konstruksi Hukum Tata Negara Indonesia Pasca Amandemen UUD 1945, Op.cit. hlm. 384.
www.nitropdf.com
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SIMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
anggota legislatif akan berpikir panjang untuk mengikutkan partainya dalam pemilihan umum apabila belum siap secara keseluruhan.
3. Syarat Perolehan Kursi di DPR dan Perolehan Suara Nasional Pemilu Legislatif Dalam Pengusulan Calon Presiden dan
Wakil Presiden
Mekanisme pemilihan presiden dan wakil presiden yang lebih lanjut diatur dalam UU RI No 23 Tahun 2003 Tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil
Presiden dan kemudian telah diperbaharui dengan UU RI No 42 Tahun 2008 Tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden member perbedaan pengaturan,
khususnya mengenai persyaratan persentase perolehan kursi DPR dan persentase ambang suara perolehan nasional pada pemilu legislatif untuk pengusulan calon
pasangan presiden dan wakil presiden. Pasal 5 ayat 4 UU No. 23 Tahun 2003 Tentang Pemilihan Presiden dan
Wakil Presiden, menyebutkan bahwa: “Pasangan Calon sebagaimana dimaksud pada ayat 1 hanya dapat diusulkan oleh
partai politik atau gabungan partai politik yang memperoleh sekurang-kurangnya 15 lima belas persen dari jumlah kursi DPR atau 20 dua puluh persen dari
perolehan suara sah secara nasional dalam Pemilu anggota DPR.”
Dalam pasal tersebut ditentukan bahwa pengusulan pasangan calon presiden dapat diajukan oleh:
1 partai politik atau gabungan partai politik yang telah memperoleh
persentase ambang batas suara 15 di DPR; atau
www.nitropdf.com
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SIMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2 partai politik atau gabungan partai politik yang telah memenuhi
persentase ambang batas suara sah nasional dalam Pemilu legislatif sebanyak 20.
Ketentuan tersebut membuka peluang besar bagi partai-partai politik yang mempunyai persentase kecil untuk melakukan koalisipenggabungan partai untuk
mengusulkan pasangan calon presiden dan wakil presiden. Adapun mekanisme pencalonan presiden dan wakil presiden sesuai dengan yang ditentukan dalam pasal
26 yaitu secara demokratis dan terbuka sesuai dengan mekanisme internal partai politik bersangkutan.Partai politik tersebut hanya dapat mencalonkan 1 satu
Pasangan Calon sesuai dengan mekanisme internal partai politik dan atau musyawarah gabungan partai politik yang dilakukan secara demokratis dan terbuka
melalui kesepakatan. Sementara itu, dibandingkan dengan ketentuan yang terdapat dalam UU No.
23 Tahun 2003 tersebut, ketentuan dalam UU No. 42 Tahun 2008 mengenai persentase ambang batas partai politik dan gabungan partai politik dalam
mengusulkan pasangan calon presiden dan wakil presiden mengalami peningkatan persentase, yaitu sebanyak 5.
Pasal 9 UU No. 42 Tahun 2008, menentukan bahwa Pasangan Calon diusulkan oleh Partai Politik atau Gabungan Partai Politik peserta pemilu yang
memenuhi persyaratan perolehan kursi paling sedikit 20 dua puluh persen dari jumlah kursi DPR atau memperoleh 25 dua puluh lima persen dari suara sah
www.nitropdf.com
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SIMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
nasional dalam Pemilu anggota DPR, sebelum pelaksanaan Pemilu Presiden dan Wakil Presiden.
240
Apabila diperbandingkan, ketentuan dalam UU No. 23 Tahun 2003 berkonsekuensi terhadap hasil pemilihan presiden dan wakil presiden periode 2004,
dimana dari 24 partai politik yang lolos pada pemilihan umum legislatif, berdasarkan ketentuan 15 persentase ambang batas perolehan kursi di DPR dan 20 suara sah
nasional dalam pemilu legislatif, didapatkan 5 pasangan calon presiden dan wakil presiden, sementara itu berdasarkan ketentuan dalam UU No. 42 Tahun 2008,
diketahui bahwa dari 38 partai politik peserta pemilu legislatif, 9 partai politik memperoleh kursi di DPR, sementara itu diperoleh tiga pasangan calon presiden dan
wakil presiden. Ketentuan persentase ambang batas perolehan kursi DPR 20 dan 25 suara sah nasional dalam pemilu legislatif 2009, membawa konsekuensi
pengurangan jumlah pasangan calon presiden dan wakil presiden yang diusulkan oleh partai politik dan gabungannya.
Mekanisme koalisi partai politik dalam mengusung pasangan calon presiden dan wakil presiden lebih lanjut diatur dalam Pasal 10 UU No. 42 Tahun 2008, yang
menentukan bahwa: 1 Dilakukan secara demokratis dan terbuka sesuai melalui mekanisme internal
Partai Politik bersangkutan; 2 Dapat dilakukan dengan kesepakatan antar Partai Politik lain untuk
melakukan penggabungan dalam mengusulkan Pasangan Calon; 3 Partai politik atau Gabungan Partai Politik tersebut hanya dapat mencalonkan
1 satu Pasangan Calon sesuai dengan mekanisme internal Partai Politik
240
Pasal 9 UU No. 42 Tahun 2008 tentang Partai Politik
www.nitropdf.com
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SIMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
danatau musyawarah Gabungan Partai Politik yang dilakukan secara demokratis dan terbuka.
4 Calon Presiden danatau calon Wakil Presiden yang telah diusulkan dalam satu pasangan oleh Partai Politik atau Gabungan Partai Politik tidak boleh
dicalonkan lagi oleh Partai Politik atau Gabungan Partai Politik lainnya.
Ketentuan Pasal 202 ayat 1 UU No. 10 tahun 2008 mempunyai relevansi yang cukup kuat dalam sistem pemilihan umum presiden dan wakil presiden.
Dampak kuat yang dapat dilihat adalah semakin sulitnya pemenuhan persyaratan persentase ambang batas partai politik dan gabungan partai politik dalam
mengusulkan pasangan calon presiden dan wakil presiden, mengingat menurut aturan dalam Pasal 202 ayat 1 tersebut, hanya partai politik yang mempunyai perolehan
suara minimal 2,5 yang menduduki kursi DPR, sementara itu persentase ambang batas partai politik atau gabungan partai politik untuk dapat mengusulkan calon
presiden dan wakil presiden adalah 20 yang menduduki kursi DPR, artinya, bahwa terdapat dua kemungkinan partai politik dan gabungan partai politik untuk
mengusulkan pasangan calon presiden dan wakilnya. Kemungkinan tersebut adalah pasangan calon presiden dan wakil presiden
dapat diajukan oleh partai politik tunggal yang telah mempunyai minimal 20 kursi di DPR dalam pemilu legislatif sebelumnya, atau dapat diajukan melalui mekanisme
koalisi partai bagi partai politik yang telah memperoleh minimal 2,5 suara sah nasional untuk duduk di kursi DPR, gabungan partai atau koalisi tersebut harus
mencapai minimal 20 jumlah kursi DPR. Sementara, untuk partai politik yang tidak memperoleh 2,5 suara sah nasional, yang artinya tidak mendapat kursi di DPR,
www.nitropdf.com
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SIMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
masih dimungkinkan untuk mengajukan pasangan calon presiden dan wakilnya, dengan melalui sistem koalisi partai atau gabungan partai sehingga mencapai 25
syarat pengajuan pasangan calon presiden dan wakilnya, maka pencalon pasangan calon presiden dan wakil presiden dapat diikui oleh partai politik yang telah
melakukan koalisi.
www.nitropdf.com
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SIMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
C. Kesimpulan