2008 Tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Pasal 202 dan Pasal 315.
Pasal 202 ayat 1 UU No. 10 Tahun 2008 Tentang Pemilihan Umum Anggota DPR, DPRD, dan DPD, menyebutkan: “Partai Politik peserta Pemilu harus
memenuhi ambang batas perolehan suara sekurang-kurangnya 2,5 dua koma lima perseratus dari jumlah sah secara nasional untuk diikutkan dalam penentuan
perolehan kursi DPR. “ Ketentuan pasal tersebut banyak menimbulkan kontroversi terkait dengan adanya pembatasan. Persentase ambang batas minimal perolehan suara
partai politik untuk duduk di DPR, selama ini dimaknai sebagai konsep ”parliamentary threshold”.
1. Electoral Threshold dalam Penyederhanaan Sistem Multipartai
di Indonesia
Sejak Pemilu 1999, Indonesia sebenarnya telah memberlakukan desain kelembagaan untuk membangun system multipartai sederhana melalui electoral
rules, yaitu diperkenalkannya electoral threshold
230
. Electoral threshold yang diterapkan di Indonesia merupakan konsep
penyederhanaan partai yang diadopsi dari Jerman. Akan tetapi definisi electoral threshold yang ada di Tanah Air sangat berbeda dengan definisi electoral threshold
yang baku. Definisi electoral threshold yang dipahami di tanah air merupakan
230
Dalam literatur Pemilihan Umum Elecotoral System, Threshold merupakan dukungan minimal yang harus dimiliki oleh partai atau seseorang untuk memperoleh kursi di Parlemen.
www.nitropdf.com
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SIMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
prasyarat minimal perolehan suara untuk dapat mengikuti pemilu berikutnya.
231
Sedangkan di Jerman, electoral threshold dimaksudkan untuk membatasi terpilihnya kelompok ekstrimis dan untuk menghentikan partai politik kecil sehingga mereka
tidak mendapatkan perwakilan di Bundestag, Parlemen Jerman. Katakanlah electoral thresholdnya 5 persen, maka partai politik yang gagal memperoleh suara sebesar 5
persen tidak akan diperkenankan masuk di parlemen. Ketentuan Pasal 202 Ayat 1 UU No. 10 Tahun 2008 merupakan sebuah
solusi untuk menciptakan sistem muti partai sederhana. Ketentuan Pasal 202 Ayat 1 mempunyai relevansi yang cukup kuat dalam sistem pemilihan umum presiden dan
wakil presiden.
232
Dampak kuat yang dapat dilihat adalah semakin sulitnya pemenuhan persyaratan persentase ambang batas partai politik dan gabungan partai
politik dalam mengusulkan pasangan calon presiden dan wakil presiden, mengingat menurut aturan dalam Pasal 202 Ayat 1 tersebut, hanya partai politik yang
mempunyai perolehan suara minimal 2,5 yang menduduki kursi DPR, sementara itu persentase ambang batas partai politik atau gabungan partai politik untuk dapat
mengusulkan calon presiden dan wakil presiden adalah 20 yang menduduki kursi DPR, artinya, bahwa terdapat dua kemungkinan partai politik dan gabungan partai
politik untuk mengusulkan pasangan calon presiden dan wakilnya.
231
Ibid. Hlm. 69.
232
Rosa Ristawati, Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden Indonesia dalam Kerangka Sistem Pemerintahan Presidensiil, Jakarta: Jurnal Konstitusi PUSKOLING-FH Universitas
Airlangga dan Mahkamah Konstitusi RI, vol. II, No. 1, Juni 2009, hlm. 26.
www.nitropdf.com
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SIMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Kemungkinan tersebut adalah pasangan calon presiden dan wakil presiden dapat diajukan oleh partai politik tunggal yang telah mempunyai minimal 20 kursi
di DPR dalam pemilu legislatif sebelumnya, atau dapat diajukan melalui mekanisme koalisi partai bagi partai politik yang telah memperoleh minimal 2,5 suara sah
nasional untuk duduk di kursi DPR, gabungan partai atau koalisi tersebut harus mencapai minimal 20 jumlah kursi DPR Sementara, untuk partai politik yang tidak
memperoleh 2,5 suara sah nasional, yang artinya tidak mendapat kursi di DPR, masih dimungkinkan untuk mengajukan pasangan calon presiden dan wakilnya,
dengan melalui sistem koalisi partai atau gabungan partai sehingga mencapai 25 syarat pengajuan pasangan calon presiden dan wakilnya.
Sebenarnya dalam UU No 12 Tahun 2003 Tentang Pemilihan Umum yang merupakan dasar pelaksanaan Pemilu 2004, telah mengatur secara tegas persyaratan
minimum partai politik untuk dapat ikut pada pemilu berikutnya electoral threshold. Dalam Pasal 9 UU tersebut dikatakan bahwa : untuk dapat mengikuti
Pemilu berikutnya, Partai Politik peserta Pemilu harus : a. memperoleh sekurang-kurangnya 3 tiga persen jumlah kursi DPR
b. memperoleh sekurang-kurangnya 4 empat persen jumlah kursi DPRD Provinsi yang tersebar sekurangkurangnya di 12 setengah jumlah povinsi
seluruh Indonesia; atau c. memperoleh sekurang-kurangnya 4 empat persen jumlah kursi DPRD
KabupatenKota seluruh Indonesia.
www.nitropdf.com
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SIMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Apabila partai politik tersebut tidak memenuhi ketentuan tersebut, maka untuk dapat ikut pemilu berikutnya harus bergabung dengan partai politik lainnya. Tahun
2004 peserta Pemilu sebanyak 24 Parpol dan berdasarkan ketentuan electoral treshold yang ditentukan sebesar 3 Pasal 9 UU No. 12 Th 2003, menempatkan 7
tujuh parpol yang lolos menjadi peserta pemilu 2009, yakni Golkar, PDIP, PKB, PPP, PKS, PAN, dan Partai Demokrat.
Electoral threshold dalam Pasal 9 UU No. 12 tahun 2003 ternyata dalam Pemilu 2009 tidak ditaati, hal ini terbukti bahwa ketentuan electoral threshold dalam
UU No. 12 Th 2003 yang seolah diperkuat dengan ketentuan Pasal 315 UU no. 10 tahun 2008 tentang Pemilihan Umum 2009, dieliminir dengan ketentuan Pasal 316 d
UU No. 10 tahun 2008.
233
Pasal 315 UU No. 10 Th 2008 yang menyatakan : “Partai politik peserta pemilu tahun 2004 yang memperoleh sekurangkurangnya 3
tiga persen jumlah kursi DPR atau memperoleh sekurang-kurangnya4 empat persen jumlah kursi DPRD Provinsi yang tersebar sekurang-kurangnya ½ setengah
jumlah provinsi seluruh Indonesia, atau memperoleh sekurangkurangnya 4 empat persen jumlah kursi di DPRD Kabupaten Kota yang tersebar sekurang-kurangnya ½
setengah jumlah kabupatenkota seluruh Indonesia ditetapkan sebagai Partai Politik peserta pemilu setelah Pemilu tahun 2004”.
Kemudian Pasal 315 ini dieliminer oleh Pasal 316 d yang menyatakan bahwa Partai politik yang tidak memenuhi ketentuan Pasal 315 dapat mengikuti pemilu 2009
asal memiliki kursi di DPR hasil Pemilu 2004.
233
Rosa Ristawati, Pemilihan Umum Presiden…………….Op.cit. hlm. 19.
www.nitropdf.com
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SIMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Oleh karena itu dengan berdasar ketentuan Pasal 316 d tersebut, 9 sembilan Partai Politik yang tidak memenuhi ketentuan Pasal 315, yang seharusnya tidak bisa
mengikuti pemilu 2009, karena mempunyai kursi di DPR akhirnya dapat lolos menjadi peserta pemilu 2009.
Usaha pembatasan partai politik peserta pemilu semakin jauh dari harapan, manakala Mahkamah Konstitusi mengabulkan gugatan pengujian Pasal 316 d UU
No. 10 tahun 2008 oleh 7 tujuh partai politik peserta Pemilu 2004 yang tidak memiliki kursi di DPR yang seharusnya tidak dapat menjadi peserta pemilu 2009
karena tidak memenuhi baik ketentuan dalam Pasal 315 maupun Pasal 316. Pada akhirnya ke 7 partai tersebut diperbolehkan ikut dalam pemilu 2004. Menurut
Mahkamah Konstitusi, parpol-parpol peserta pemilu 2004, baik yang memenuhi ketentuan pasal 316 huruf d maupun yang tidak memenuhi, pada dasarnya
mempunyai kedudukan yang sama, yaitu sebagai parpol peserta pemilu 2004 yang tidak memenuhi electoral threshold, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat 1
UU No. 12 tahun 2003 maupun oleh Pasal 315 UU No 10 tahun 2008. Mahkamah Konstitusi berpendapat bahwa “Pasal 316 huruf d UU pemilu
merupakan ketentuan yang memberikan perlakuan yang tidak sama dan menimbulkan ketidakpastian hukum dan ketidakadilan, terhadap sesama parpol pemilu 2004, yang
tidak memenuhi ketentuan Pasal 315 UU pemilu.
www.nitropdf.com
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SIMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Pembatasan partai peserta pemilu semakin sulit untuk dilaksanakan karena Pemerintah juga masih memberi peluang untuk dibentuknya partai-partai baru, yang
mungkin saja merupakan pemain-pemain lama yang menggunakan baju baru dengan mengganti nama Parpol. Pada akhirnya jumlah parpol peserta pemilu tahun 2009
menjadi 44 Partai, terdiri dari 38 Partai Nasional dan 6 Partai Lokal, lebih banyak dibandingkan pemilu 2004 yang hanya diikuti 24 partai.
Apabila sebelumnya ketentuan electoral threshold
234
diatur secara tegas dalam UU No. 12 tahun 2003 Pasal 9, maka dalam UU No. 10 tahun 2008 tidak ada
pasal yang secara khusus mengatur electoral threshold. UU No. 10 tahun 2008 hanya mengatur mengenai batas minimum jumlah suara partai untuk diikut sertakan dalam
penghitungan perolehan kursi DPR Parliamentary threshold di DPR. Pasal 202 UU No.10 tahun 2008 menyatakan bahwa :
1. Partai politik peserta Pemilu harus memenuhi ambang batas perolehan suara sekurang-kurangnya 2,5 dua koma lima persen dari jumlah suara sah secara
nasional untuk diikutkan dalam penentuan perolehan kursi di DPR. 2. Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 tidak berlaku dalam penentuan
perolehan kursi DPRD Provinsi dan DPRD KabupatenKota.
Meskipun belum ada ketentuan yang pasti mengenai electoral threshold, dengan mendasarkan diri para ketentuan Pasal 202 parliamentary threshold, Pemilu
2009 dapat dipakai awal untuk dilaksanakan pembatasan jumlah partai politik yang nantinya dapat mengikuti Pemilu 2014. Parliamentary threshold kiranya dapat
234
Menurut Rosa Ristawati “ penetapan ambang batas suara perolehan partai politik untuk bisa duduk di kursi DPR tersebut, lebih tepat bila disebut sebagai ”legal thresholds”, yaitu penetapan
ambang batas dalam pemilihan umum yang dilakukan melalui undang-undang. Legal threshold juga dapat diidentifi kasikan sebagai artifi cial atau formal threshold yang dimaknai sebagai minimum
perolehan suara yang ditentukan melalui undnag-undang. Lihat, Ibid. hlm. 25.
www.nitropdf.com
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SIMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
menjadi dasar penentuan electoral threshold, yang berarti nantinya pemerintah menetapkan bahwa partai politik yang boleh mengikuti pemilu berikutnya adalah
partai politik yang perolehan suaranya minimal sebesar 2,5.
235
2. Parliamentary Threshold