mengkondisikan terciptanya proses pengambilan kebijakan maupun keputusan yang relatif tidak berlarut-larut.
205
Untuk dapat menyederhanakan sistem kepartaian dapat dilakukan melalui beberapa cara, yakni: memperberat aturan pembentukan partai politik baru;
memperketat persyaratan bagi partai peserta pemilu; dan mengkondisikan pelembagaan koalisi partai. Upaya menyederhanakan sistem kepartaian antara lain
dapat dilakukan dengan memperberat ketentuan pembentukan partai politik baru, yakni peningkatan persyaratan jumlah warga negara yang dapat membentuk partai,
dan pemberlakuan larangan bagi partai gagal electoral threshold ET untuk berganti nama sebagai partai baru.
F. Koalisi Pemerintahan
Partai politik pemenang pemilu diberi kesempatan untuk memimpin pemerintahan, sebaliknya partai yang kalah dalam pemilu sebaiknya menjadi partai
oposisi dalam pemerintahan. Di Indonesia, fungsi partai sebagai kekuatan partai oposisi telah mengalami distorsi fungsi dan peran parpol. Sejak diberlakukannya Era
Demokrasi Terpimpin dan Demokrasi Pancasila adalah bukti nyata terjadinya pengkebirian hak dan fungsi partai politik. Diterapkannya asas tunggal dan
pemutusan hubungan antara partai dengan masyarakat melalui floating mass oleh Orde Baru membuat partai kehilangan motivasi perjuangan dan tidak memiliki kaki
205
M.Ilham Habibie, Pengaruh Konstelasi Politik Terhadap Sistem Presidensial Indonesia, Semarang: Tesis pada Program Megister Ilmu Hukum Program Pasca Sarjana Universitas
Dipenogoro, 2010 , hlm. 97.
www.nitropdf.com
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SIMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
dukungan langsung di masyarakat bahwah. Ini mengakibatkan partai politik dalam posisi yang lemah dan tidak dapat melakukan fungsinya.
Dalam pemerintahan presidensial yang multipartai, koalisi adalah suatu keniscayaan untuk membentuk pemerintahan yang kuat. Hakikat koalisi sendiri
adalah untuk membentuk pemerintahan yang kuat strong, mandiri autonom, dan tahan lama durable.
206
Namun dalam praktiknya, seringkali koalisi yang dibangun membingungkan. Kompleksnya kekuatan politik, aktor, dan ideologi menjadi factor
yang menyulitkan, secara teoritis, koalisi partai hanya akan berjalan bila dibangun diatas landasan pemikiran yang realistis dan layak.
207
Prinsip dasar lain dari sistem presidensial ialah bahwa presiden memegang kekuasaan tertinggi pemerintahan eksekutif. Tidak ada satu pun lembaga politik yang
lebih tinggi dari presiden, kecuali rakyat secara politik dan konstitusi secara hukum. Sejatinya pemilihan presiden secara langsung membuat lembaga eksekutif berjalan
efektif dalam melayani kepentingan rakyat mengingat legitimasi kekuasaan yang ia peroleh langsung berasal dari rakyat selaku pemegang kedaulatan tertinggi. Namun,
realitas politik menujukkan bahwa meskipun presiden telah dipilih secara langsung oleh rakyat, tetapi ia sering kali di paksa untuk mengakomodasi berbagai kepetingan
partai yang duduk di legislatif. Wacana koalisi bukanlah barang baru dalam perpolitikan Indonesia, tahun
1999, pernah terbentuk Poros Tengah, hasil koalisi beberapa partai politik yang
206
Bambang Cipto, Partai, Kekuasaan, Dan Militerisme, Pustaka Pelajar: Yogyakarta:
2000., hlm. 22.
207
Ibid.
www.nitropdf.com
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SIMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
dimotori PAN dan PPP. Koalisi ini secara fenomenal sukses menaikkan Abdurahman Wahid sebagai Presiden pertama era reformasi. Namun usia kemassifan dan
kesolidan Poros Tengah ternyata hanya seumur jagung. Kemudian tahun 2004 terbentuk Koalisi Kebangsaan untuk mendukung pasangan calon presiden capres
dan calon wakil presiden cawapres Megawati Soekarnoputri dan Hasyim Muzadi dan Koalisi Kerakyatan untuk mendukung pasangan capres dan cawapres Susilo
Bambang Yudhoyono dan Jusuf Kalla. Tetapi, kedua koalisi ini pun dalam perkembangannya tidaklah solid dan masih bahkan cenderung mencair.
Pengalaman Pemilu 1999 dan 2004 yang meloloskan begitu banyak partai yang tergabung dalam banyak fraksi telah membuat parlemen begitu gaduh. Kinerja
legislasi jauh dari mutu yang diharapkan karena banyaknya kepentingan politik kelompok yang berperan. Kondisi ini diperparah lagi dengan adanya kenyataan
bahwa partai pendukung pemerintah tidak mampu menggalang dukungan mayoritas di parlemen. Akibatnya, stabilitas politik menjadi rendah dan berdampak pada tidak
optimalnya pemerintah dalam merealisasikan program-programnya. Teori koalisi partai hanya akan berjalan jika dibangun dengan pemikiran yang
realistis dan rasional yang dapat dilakukan kedua pihak. Koalisi tidak sekedar dimaknai sebagai pertemenan akan tetapi harus dibangun dengan sasaran yang jelas.
Teori koalisi tidak terlepas dari adanya kepentingan elit politik dibelakangnya. Hal
www.nitropdf.com
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SIMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
tersebut yang terkadang menyebabkan koalisi tidak dapat berjalan dengan baik ditingkat bawah konstituen.
208
Sebuah koalisi elit partai politik harus memiliki strategi yang sesuai dengan aktivitas para actor dan partner koalisi. Harus ada kesamaan untuk menjadi pijakan
sebuah koalisi dalam menghadapi lawan politik. Adanya rekan, lawan dan strategi merupakan sebuah bagian yang tidak terpisahkan dalam sebuah koalisi politik.
Di Indonesia koalisi politik yang terbangun merupakan sebuah koalisi yang rapuh dan pragmatis, seharusnya koalisi yang dibangun adalah koalisi yang kuat dan
permanen. Mengacu kepada Teori Arend Lijphart, ada beberapa teori koalisi yang dapat diterapkan di Indonesia, diantaranya:
209
a Minimal winning coalition, yakni prinsip dasarnya adalah maksimalisasi kekuasaan. Prinsip dasar ini adalah memaksimalkan kekuasaan, dengan
cara mempereoleh sebanyak mungkin kursi dikabinet dan parlemen serta mengabaikan partai yang tidak perlu untuk diajak berkoalisi.
b Minimum size coalition, yakni prinsip dimana partai dengan suara terbanyak akan mencari partai yang lebih kecil untuk sekedar mencapai
suara mayoritas. c Bargaining propotion, yakni koalisi dengan jumlah paling sedikit untuk
memudahkan proses negosiasi dengan tujuan agar proses tawar-menawar dan negosiasi dalam koalisi berjalan dengan lancer.
208
M. Ilham Habibie, Op.Cit. hlm. 143.
209
http:theindonesianistitute.comindex.php20080915264koalisi-untuk-pemerintahan-yang- kuat.html. diakses tanggal 21 Juli 2011. Lihat juga Ibid., hlm. 23.
www.nitropdf.com
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SIMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
d Minimal range coalition, yakni koalisi yang dibentuk dengan kedekatan pada ideologis untuk memudahkan partai politik dalam berkoalisi mengisi
cabinet. e Conneted winning coalition, yakni koalisi yang dilaksanakan dengan
titikberat kepada orientasi kebijakan yang akan dijalankan. Sistem pemerintahan presidensial Indonesia yang dijalankan dalam situasi
mulitpartai menyebakan dukungan parlemen terhadap pemerintah tidak berjalan dengan baik sehingga berujung kepada ketidaksamaan pandangan antara parlemen
dan pemerintah dalam membuat kebijakan. Untuk mengantisipasi hal tersebut, di Era pemerintahan SBY-Boediono ini, pemerintahan yang dibangun dengan mencari
dukungan dan memelihara stabilitas dukungan partai lain dengan kompensasi kursi di kabinet. Presiden SBY juga keliatannya cendrung bertumpu pada cara-cara praktis
pembagian jatah kabinet. Implikasinya, presiden SBY dalam membentuk cabinet jilid I dan II ini berbentuk kabinet koalisi bukan berbentuk kabinet professional, hanya
sedikit para ahli yang diletakkan dalam posisi menteri dikabinet Jilid II SBY, lebih banyak dikuasai oleh orang-orang partai politik pendukung pemerintahan SBY.
Penerapan sistem presidensial dalam konteks multipartai seperti saat ini telah menimbulkan kerumitan politik tersendiri. Kegaduhan politik yang terjadi selama ini
diantara partai-partai koalisi pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono SBY- Boediono merupakan cerminan dari kerumitan politik tersebut. Kegaduhan politik
www.nitropdf.com
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SIMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
yang terjadi di jajaran koalisi pemerintahan SBY-Boediono terpusat pada persoalan inkonsistensi sikap partai-partai koalisi.
Pembentukan panitia khusus pansus angket dugaan skandal dana talangan bailout Bank Century merupakan awal kemunculan sikap inkonsistensi tersebut.
Pembentukan pansus angket tersebut tidak hanya di gagas oleh jajaran partai oposisi PDI Perjuangan, Partai Hanura, dan Partai Gerindra tetapi juga melibatkan sejumlah
partai mitra koalisi, seperti Partai Gol kar, PKS, dan PPP. Keterlibatan Partai Golkar, PKS, dan PPP dalam penggalangan dukungan pembentukan pansus angket dugaan
skandal bailout Bank Century telah menimbulkan kegaduhan-kegaduhan politik di pemerintahan SBYBoediono.
“Air susu dibalas dengan air tuba”. Itulah pertukaran hadiah yang dirasakan Partai Demokrat dan duet SBY-Boediono ketika menghadapi kasus Bank Century.
Kemanisan sekian jabatan menteri tidak dibalas dengan dukungan yang menyatakan kebijakan bail out dan aliran dana tidak bermasalah, melainkan kebijakan bail out
diduga bermasalah dan diserahkan kepada proses hukum. “Susu” dalam wujud jabatan sekian menteri untuk partai-partai koalisi kartel tidak dibalas dengan “susu
yang lebih manis”, yakni dukungan total yang menyelamatkan harga diri SBY Boediono.
210
Presiden SBY sendiri sudah bersiap menghadapi manuver lawan politik. Dia mensinyalir bahwa ada sejumlah orang yang memiliki motivasi politik dengan aksi
210
Triyono Lukmantoro, Tergelitik Kartel Partai Politik, Opini dalam Harian Wawasan, Semarang, 15 Juni 2010.
www.nitropdf.com
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SIMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
unjuk rasa tanggal 9 Desember untuk menekan proses kasus century. Sebagian dari gerakan itu, katanya, tidak didorong oleh niat memberantas korupsi. Tuduhan SBY
itu dibantah sejumlah tokoh yang berencana ikut dalam gerakan ini.
211
Hasil audit BPK jelas menyatakan, penyelamatan Bank Century sarat masalah. Para pengambil keputusan melanggar undang-undang. Sedangkan, Presiden
SBY, sebagaimana harapan rakyat, meminta agar aliran dana Bank Century diungkap tuntas. Kita mengharapkan agar KPK segera menangani kasus Bank Century. Agar
bisa efektif mengungkapkan kebenaran, kepada KPK harus diberikan wewenang untuk mendapatkan data aliran dana itu dari Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi
Keuangan PPATK. Dalam UU No 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang,
disebutkan, PPATK hanya boleh menyampaikan data aliran dana jika diminta Kepolisian dan Kejaksaan. Waktu itu, KPK belum terbentuk. Karena itu, undang
undang ini perlu direvisi. Para anggota DPR yang sudah sepakat menggunakan hak angket untuk mengusut kasus Bank Century pasti bisa merevisi UU tersebut dalam
waktu singkat. Alternatif lain, Presiden bisa segera mengeluarkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang Perppu yang membolehkan PPATK
menyerahkan data aliran dana kepada BPK. Pihak Komite Stabilitas Sistem Keuangan KSSK boleh saja menolak hasil audit BPK. Tapi, untuk mengungkapkan
kebenaran, kasus ini perlu segera dibawa ke pengadilan tindak pidana korupsi oleh
211
http:sorot.vivanews.comnewsread111348-di_titik_bidik diakses tanggal 20 Maret 2011
www.nitropdf.com
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SIMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
KPK, untuk mempercepat kasus ini dibawa ke pengadilan, berbagai halangan dibukanya aliran dana oleh PPATK harus segera diterobos.
Presiden sudah mengeluarkan instruksi agar aliran dana Bank Century diungkap tuntas. Sementara itu, DPR kita ketahui dikuasai oleh koalisi besar yang
mendukung Presiden SBY. Dengan demikian, tidak ada alasan untuk memperlambat penanganan kasus Bank Century. Anggota dewan harus segera merevisi UU Tindak
Pidana Pencucian Uang yang mengatur soal peran PPATK, sehingga KPK bisa lebih cepat masuk ke dalam penanganan kasus tersebut dan segera membawanya
kepengadilan. Mempercepat revisi UU tersebut sangat penting, karena jika menunggu pengungkapan aliran dana melalui hak angket DPR, dikhawatirkan waktunya akan
lama, karena harus menyesuaikan dengan proses politik di DPR. Dengan revisi tersebut, PPATK bisa langsung memberikan data aliran dana kepada KPK untuk
segera ditindaklanjuti. Setelah adanya audit investigasi BPK, semuanya sudah terbuka, tinggal
penghalangnya adalah keterbatasan pengungkapan aliran dana oleh PPATK. Kini, penghalang terungkap tuntasnya kasus ini sudah diketahui dan diyakini bisa
dihilangkan. Kita menunggu niat baik dari pemerintah dan DPR untuk segera menghilangkan penghalang tersebut. Dengan masuknya KPK menangani skandal
Bank Century, dahaga rakyat akan penuntasan skandal tersebut bisa terpenuhi.
212
212
http:www.suarapembaruan.comNews20091125index.html diakses tanggal 18 Juli 2011.
www.nitropdf.com
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SIMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Partai Demokrat selaku “kapten koalisi” menuding ketiga patai itu tengah melakukan manuver politik dan bermain “dua kaki” guna mengambil keuntungan
politik apabila kelak pengungkapan masalah bailout Bank Century ini dapat berujung pada kejatuhan Wakil Presiden Boediono yang saat kebijakan bailout tersebut
dikeluarkan menjabat sebagai Gubernur Bank Indonesia. Keterlibatan Partai Golkar, PKS, dan PPP sebagai bagian dari inisiator hak angket dugaan skandal bailout Bank
Century sekaligus memperlihatkan fakta politik berupa ketidakjelasan pola koalisi di langgam politik Indonesia.
213
Pada awal 2011 ini tatkala Partai Golkar dan PKS turut terlibat dalam kekuatan pengusul hak angket dugaan skandal pajak. Partai pimpinan Aburizal
Bakrie ini sedari awal terlihat sangat bersemangat mengusung usulan angket masalah perpajakan. PKS turut terseret dalam maneuver politik Partai Golkar. Sikap seperti ini
tentu sangat merugikan kehidupan demokrasi dan masa depan sistem presidensial kita. Sikap inkonsistensi seperti ini tidak memunculkan kekuatan oposisi yang kuat,
tetapi juga tidak melahirkan pemerintah yang efektif. Inilah anomaly yang terjadi dalam system presidensial kita selama ini.
Gagasan format ulang koalisi yang terwujud dalam bentuk resktrukturisasi komposisi partai pendukung pemerintahan SBY-Boediono harus pula diiringi dengan
pengumuman secara terbuka kepada publik mengenai isi dari kesepakatan tertulis koalisi. Pengumuman secara terbuka kepada publik perihal isi kesepakatan tertulis
213
Bawono Kumoro, Format Ulang Koalisi: Inkonsistensi Sikap Partai Koalisi Timbulkan Kegaduhan Politik, Opini dalam Harian Bisnis Indonesia tanggal 11 Maret 2011.
www.nitropdf.com
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SIMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
koalisi tersebut memiliki arti penting bagi penguatan etika politik partai-partai koalisi, terutama untuk menghindari aksi silat lidah soal pelanggaran butir
kesepakatan koalisi.
214
Menurut Bawono Kumoro, Pengumuman secara terbuka kepada publik perihal isi kesepakatan tertulis koalisi memiliki sejumlah nilai positif bagi
perkembangan demokrasi di Indonesia, yskni:
215
“Pertama, terwujudnya mekanisme check and balance yang hakiki antara eksekutif dan legislatif. Kestabilan roda pemerintahan akan terjamin jika
partai-partai koalisi tertuntut untuk bersikap konsisten sesuai dengan kesepakatan bersama.
Kedua, terjaminnya transparansi pelaksanaan demokrasi. Dengan adanya koalisi tertulis yang diumumkan di depan publik,
maka diharapkan public akan dapat mengetahui sikap dan keberpihakan partai dalam langgam politik nasional. Ketiga, terbukanya ruang bagi publik untuk
melakukan control dan evaluasi. Selain untuk meminimalisasi perilaku transaksional politik, pengumuman secara terbuka kepada public mengenai isi
dari kesepakatan tertulis koalisi juga dapat menciptakan ruang publik untuk mengukur kesungguhan komitmen partai-partai koalisi terhadap butir-butir
kesepakatan dan program-program pemerintahan yang akan diusung”.
Partai-partai politik Indonesia pada era pemerintahan SBY-JK dan Era SBY- Boediono gagal menjalankan fungsi pengawasan dan perimbangan di tingkat
pemerintahan. Menurut Kuskridho Ambardi partai-partai politik malah membentuk kartel yang menghalangi munculnya oposisi. Tanpa kehadiran oposisi di parlemen,
tidak ada pertanggungjawaban horizontal antara parlemen dan pemerintah.
216
Bila mayoritas anggota DPR menenukan pilihan politik yang berbeda dengan presiden, sering kali sistem presidensial terjebak dalam pemerintahaan yang terbelah
214
Ibid.
215
Ibid.
216
Kuskridho Ambardi. Mengungkap Politik Kartel, Op.cit., Hlm. 6
www.nitropdf.com
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SIMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
antara pemegang kekuasaan legislatif dan pemegang kekuasaan eksekutif. Biasanya, dukungan legislatif semakin sulit didapat jika sistem pemerintahaan presidensial
dibangun dalam sistem multi partai. Wacana koalisi yang sekarang ramai digagas oleh partai-partai masih
cenderung terjebak pada faktor figur dan belum pada faktor substansi pembentuk koalisi, yakni adanya kesamaan visi dan program antar partai. Bila ini masih
diteruskan, format koalisi yang terbentuk tetap tidak akan menghasilkan suatu pemerintahan yang kuat dan hanya akan terjebak pada bagi-bagi kekuasaan.
Dalam koalisi di mana pun, bagi-bagi kekuasaan tidak bisa dihindari. Namun, dengan focus terhadap visi kinerja untuk masyarakat, maka kekuasaan akan tergiring
ke arah yang menguntungkan rakyat. Indonesia sudah saatnya membentuk koalisi yang bersifat lebih permanen, minimal koalisi itu untuk jangka waktu lima tahun.
Sebelum berkoalisi, partai-partai yang akan berkoalisi hendaknya mempunyai kesamaan visi sehingga nantinya dapat terbentuk suatu pemerintahan yang kuat.
Kemudian baru dipilih figuretokoh yang cocok untuk melaksanakan program- program tersebut dan bukan sebaliknya. Prinsip kesamaan ini mirip dengan bentuk
koalisi policy-based coalitions.
217
Pengaturan mengenai koalisi belum memiliki dasar hukum pelembagaan koalisi, Pasal 6A ayat 2 UUD 1945 mengatakan bahwa pasangan calon presiden dan
wakil presiden diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik. Ketentuan
217
M. Ilham Habibie, Op.cit. Hlm. 151.
www.nitropdf.com
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SIMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
itu lalu di terjemahkan melalui UU No 23 Tahun 2003 tentang Pemilu Presiden dan Wakil Presiden. Dalam pasal 5 ayat 1 disebutkan bahwa,
1 Peserta Pemilu Presiden dan Wakil Presiden adalah Pasangan Calon yang diusulkan secara berpasangan oleh partai politik atau gabunga partai politik
peserta pemilihan umum. 2 Pengumuman calon Presiden danatau calon Wakil Presiden atau Pasangan
Calon oleh partai politik atau gabungan partai politik dapat dilaksanakan bersamaan dengan penyampaian daftar calon anggota DPR kepada KPU.
3 Pendaftaran Pasangan Calon oleh partai politik atau gabungan partai politik dilaksanakan setelah memenuhi persyaratan perolehan kursi DPR atau
perolehan suara sah yang ditentukan oleh undang-undang ini kepada KPU. 4 Pasangan Calon sebagaimana dimaksud pada ayat 1 hanya dapat diusulkan
oleh partai politik atau gabungan partai politik yang memperoleh sekurang- kurangnya 15 lima belas persen dari jumlah kursi DPR atau 20 dua
puluh persen dari perolehan suara sah secara nasional dalam Pemilu anggota DPR.
Pengaturan pelembagaan koalisi tersebut memiliki arti penting, diantaranya a. Menjaga agar partai politik koalisi pendukung pemerintahan
konsisten untuk mendukung jalannya pemerintahan agar tercipta stabilitas pemerintahan,
b. Untuk menghindari peran ganda diantara partai koalisi yang sewaktu-waktu bisa menyerang kebijakan pemerintahan yang
dianggap tidak sesuai. c. Mendorong terciptanya stabilitas pemerintahan, agar tujuan negara
seperti yang telah diamanatkan dalam UUD 1945 akan dapat berjalan dengan efektif.
www.nitropdf.com
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SIMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Dalam menjalankan pemerintahan, selain dibutuhkan koalisi partai politik yang solid, tetapi juga dibutuhkan barisan oposisi untuk penyeimbang jalannya roda
pemerintahan. Oposisi di samping fungsinya mengontrol kekuasaan, juga diperlukan karena apa yang baik dan benar dalam politik haruslah diperjuangkan melalui konteks
politik dan diuji dalam wacana politik yang terbuka dan publik. Dengan adanya oposisi masalah accountability atau pertanggungjawaban akan lebih diperhatikan
pemerintah, kebijakan pemerintah tidak selalu akan diterima begitu saja, seakan-akan dengan sendirinya jelas atau beres dalam pelaksanaannya. Dengan adanya oposisi
membuat pemerintah harus selalu menerangkan dan mempertanggungjawabkan mengapa suatu kebijaksanaan diambil, apa dasarnya, apa pula tujuan dan urgensinya,
dan dengan cara bagaimana kebijaksanaan itu akan diterapkan. Opisisi sebagai tradisi baru dalam politik Indonesia harus mulai dibangun dan
dijaga keberadaannya. Hal tersebut bertujuan agar partai manapun yang menjalankan pemerintahan tetap memiliki rival yang selalu setia untuk memberikan kritik dan
saran serta pengawasan terhadap kinerja yang telah dilakukan partai yang berkuasa guna menciptakan stabilitas pemerintahan yang kuat dan efektif.
www.nitropdf.com
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SIMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
BAB IV IMPLIKASI SISTEM PEMERINTAHAN PRESIDENSIAL
YANG DITERAPKAN PADA PRAKTEK MULTI PARTAI DI INDONESIA PASCA PERUBAHAN UUD 1945
D. Sistem Pemerintahan Presidensial Pada Praktek Multi Partai Di Indonesia