PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Manggis  G.  mangostana  L.  yang  dikenal  sebagai  Queen  of  Tropical Fruit  Popenoe  1974.
Menurut  Nakasone  dan  Paull  1999  manggis  termasuk dalam  famili  Guttiferae  yang  berasal  dari  Asia  Tenggara  khususnya  Indonesia,
Thailand,  dan  Malaysia.  Manggis  merupakan  hasil  persilangan  antara G.  hombroniana  dan  G.  Malaccensis  termasuk  tanaman  dioecious,  akan  tetapi
keberadaan pohon jantan dan fungsinya masih dalam perdebatan Richards 1990. Benangsari  yang  terdapat  dalam  bunga  betina  menurut  Lim  1984  adalah  steril
dan biji terbentuk secara apomiksis dari embrio adventif Specher 1919. Apomiksis  terjadi  pada  sel  telur  dimana  progeni  yang  dihasilkan  sama
persis  dengan  induk  betina.  Hal  ini  disebabkan  ketidaksempurnaan  proses fertilasasi  untuk  menghasilkan  embrio  Asker  dan  Jerling  1992,  Koltunow  1993,
Naumova 1993. Embrio dari tanaman apomiksis terbentuk dari biji melalui tahap yang berbeda yaitu secara sporofitik dan gametofitik. Manggis bersifat apomiksis
obligat,  biji  bukan  berasal  dari  fertilisasi  dan  diduga  manggis  mempunyai keragaman  genetik  sempit,  sehingga  diperkirakan  manggis  di  alam  hanya  satu
klon  dan  sifatnya  sama  dengan  induknya  Verheij  1992,  Richards  1990,  Horn 1940.  Akan  tetapi  kenyataan  di  lapang  menunjukkan  adanya  keanekaragaman
tanaman manggis Ramage et al. 2004, Mansyah et al. 2008. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa populasi dari tanaman apomiksis
tidak selalu memiliki  peluang genetik yang sama bahkan dari tanaman apomiksis obligat contohnya Taraxacum Asker dan Jerling 1992. Hasil penelitian Mansyah
et  al.  2002  menujukkan  adanya  variasi  fenotipe  dan  genotipe  manggis  dan diperkuat  dengan  penggunaan  marka molekuler  Mansyah 2002, Prabowo 2002,
Purwanti  2002,  Ramage  et  al.  2004,  Mansyah  et  al.  2008,  Sinaga  2008.  Pola keragaman  genetik  tanaman  manggis  berdasarkan  hasil  analisis  RAPD  menurut
Mansyah  et  al.  2008,  14  dari  18  progeni  tidak  menunjukkan  kesamaan  dengan induknya.  Melihat  begitu  besar  variasi  genetik  manggis,  tidak  mungkin  hanya
akibat  pengaruh  mutasi,  diduga  variasi  genetik  tanaman  manggis  disebabkan hibridisasi  allotetraploid  G.  hombroniana  dan  G.  malaccensis  secara  berulang
dalam  awal  pembentukan  manggis  atau  kemungkinan  bisa  diduga  dalam  satu tanaman  manggis  tersebut  memang  sudah  beragam.  Menurut  Richards  1997,
keragaman  yang  terjadi  pada  tanaman  apomiksis  disebabkan  mutasi  pada  DNA, gagal  berpisah  dalam  sitologi,  rekombinasi  somatik,  mutasi  kromosomal  yang
disebabkan atas perubahan pada material genom terkait dengan proses apomiksis. Analisis  keragaman  tanaman  secara  umum  dapat  didekati  dari  morfologi
dan  molekuler.  Penanda  morfologi  merupakan  wujud  nyata  dari  keragaman fenotipik.  Namun  demikian,  penanda  morfologi  memiliki  keterbatasan  yaitu
hanya mampu membedakan keragaman  fenotipiknya yang sebenarnya merupakan faktor interaksi GxE genetik x lingkungan,  sementara potensi genetik G tidak
mampu  dideteksi  secara  baik.  Studi  keragaman  genetik  pada  tanaman  apomiksis dilakukan  melalui  dua  pendekatan  yaitu  analisis  tetua  dengan  progeninya  dan
analisis  molekuler  Koltunow  1993.  Tanaman  manggis  memiliki  masa  juvenil yang  lama.  Analisis  progeni  sulit  untuk  dilakukan  sehingga  analisis  molekuler
dijadikan sebagai alat alternatif untuk studi keragaman genetik manggis. Terdapat berbagai  penanda  DNA  yang  dapat  digunakan  untuk  membedakan  keragaman
secara  lebih  akurat.  Penanda  DNA  berbasis  Polymerase  Chain  Reaction  PCR menjadi  teknologi  pilihan  karena  menjanjikan  efisiensi  dan  kepastianakurasi
dalam  identifikasi.  Contoh  penanda  DNA  adalah:  RAPD  Random  Amplified Polymorphic  DNA,  AFLP  Amplified  Fragment  Length  Polymorphism,  SSR
Simple  Sequence  Repeats,  ISSR  Inter  Simple  Sequence  Repeats,  RAF Randomly Amplified DNA Fingerprinting.
Penanda  DNA  yang  memiliki  tingkat  akurasi  cukup  tinggi  salah  satunya adalah Inter Simple Sequence Repeats ISSR. Keunggulan dari penggunaan ISSR
seperti  mudah  digunakan,  cepat,  murah,  lebih  polimorfisme  jika  dibandingkan dengan  RAPD  Lenham  dan  Brennan  1999.  Rata-rata  polimorfisme  per  primer
untuk ISSR 6.5  lebih  tinggi jika  dibandingkan dengan  RAPD hanya  sebesar 2.0. Selain  itu  ISSR  lebih  reliable  jika  dibandingkan  penanda  RAPD  Qian  et  al.
2001.  Penanda  ISSR  merupakan  dominan  marker,  tidak  memerlukan  desain primer  karena  bekerja  secara  acak,  memiliki  panjang  primer  16-25  bp  lebih
panjang  jika  dibandingkan  RAPD  hanya  memiliki  10  bp.  Penanda  ISSR  telah banyak  digunakan  untuk  mempelajari  polimorfisme  DNA  tanaman  jati  di  India
Narayanan et al. 2007. Penanda ISSR juga diketahui telah dapat memetakan peta keterpautan genetik pada tanaman Catharanthus roseus Gupta et al. 2007.
Berdasarkan  uraian  di  atas,  keragaman  tanaman  manggis  masih dipertanyakan  dan  membutuhkan  pengkajian  lebih  lanjut.  Selain  itu  perlu
ditelusuri  dan  diungkap  lebih  mendalam  konsistensi  pola  genetik  tanaman manggis antar generasi dan keragaman genetik dalam satu pohon.
1.2 Kerangka Pemikiran